Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM DAN FILSAFAT

KATA PENGATAR Puji syukur kami haturkan ke hadirat Ilahi Robbi. Karena dengan karunia dan kemurahan-Nya makalah ini berhasil sampai ke tangan pembaca. Makalah ini membahas tentang hubungan ilmu tasawuf dengan filsafat yang keduanya berusaha menemukan apa yang disebut kebenaran (al Haq) serta mendalami pencarian segala yang bersifat rahasia (ghaib). Dengan menyadari segala kekurangan dan keterbatasan kami, makalah ini jauh dari yang diharapkan, serta kemungkinan segala kesalahan yang tidak disengaja dalam makalah ini kami mohon maaf, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat diharapkan. Tidak lupa ucapan terima kasih kami kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tersusun makalah ini.

DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................... Kata Pengantar....................................... Daftar Isi................................................ Bab I Pendahuluan.................................. Bab II Pembahasan.................................. A. Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Kalam B. . Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Filsafat Bab III Penutup....................................... Daftar Pustaka.........................................

BAB I PENDAHULUAN

Agama islam, sebagaimana dijumpai dalam sejarah ternyata tidak seempit yang dipahami pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa islam bersumber pada al-Quran dan al-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas. Dari pertumbuhan tersebut lahirlah berbagai disiplin ilmu keislaman, seperti ilmu kalam, filsafat tasawuf, fiqh, dan ilmu jiwa dalam tasawuf. Antara satu ilmu dengan ilmu lainnya terdapat keterkaitan yang tidak dapat dilepaskan. Tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman dan tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lain tersebut. Untuk melihat lebih jauh keterkaitan ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu tersebut kami menguraikannya pada pokok pembahasan makalah berikut ini.

BAB II PEMBAHASAN

A. Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Kalam Tasawuf atau sufisme atau sering dikenal dengan mistisme dalam islam sering dipahami sebagai aspek ajaran islam yang menekankan pada kesucian rohani manusia. Tasawuf sebenarnya lebih mengacu pada latihan kerohanian dalam upaya mempertajam kalbu atau meraih kedekatak (taqorrub) dengan tuhan. Tasawuf memberikan jalan bagi seorang muslim untuk berkomunikasi dan berdialog dengan Tuhan secara langsung dan menyadari bahwa ia berada di hadirat Tuhan. Tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan sehingga seseorang berada di hadirat Tuhan. Intisari dari tasawuf adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi, serta melalui maqomat dan ahwal. Sedangkan ilmu kalam, merupakan disipin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil al-Quran dan al-Hadits, ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli) tetapi dengan metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan kalam Tuhan berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat islam, ilmu ini

lebih sepesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu aqaid. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniyah) sebagai contoh ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat Sama (mendengar), bashor (melihat), kalam (berbicara), irodah (berkemauan), hayat (hidup) dan sebagainya. Namun ilmu kalam atau tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah seseorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihat bagaimana perasaan hati seorang ketika membaca al-Quran, lalu bagaimana seorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudrah (kekuasaan) Allah. Dan pertanyaan-pertanyaan diatas sulit terjawab dengan hanya melandaskan diri pada ilmu tauhid atau ilmu kalam. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metodepraktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman seperti dijelaskan tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan sebab terkadang orang mengetahui batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya. Allah berfirman QS al-Hujarat 49:14

Artinya: Orang-orang Arab Badui itu berkata: kami telah beriman. Katakanlah: kamu belum beriman, tapi katakanlah kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk kedalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya,Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Al-Thabrani, dalam kitab al-Kabir meriwayatkan hadits sahih dari Ibnu Umar ra. Yang berkata, pada suatu kesempatan saya bersama Nabi, beliau didatangi Hurmalah bin Zaid, Ia duduk dihadapan Nabi seraya berkata, Wahai Rasulullah, iman itu disini (sambil mengisyaratkan pada lisannya) dan kemunafikan itu disini (seraya menunjuk dadanya). Kami tidak pernah mengingat Allah kecuali sedikit. Rasulullah mendiamkannya, maka Hurmalah mengulangi ucapannya, lalu Rasulullah memegang Hurmalah seraya berdoa, Ya Allah jadikanlah untuknya lisan yang jujurdan hati yang bersyukur, kemudian jadikan dia mencintaiku dan mencintai orang yang mencintaiku, jadikanlah itu semua urusannya baik kemudian Hurmalah berkata, Wahai Rasulullah, aku mempunyai banyak teman yang munafik dan aku adalah pemimpin mereka, tidakkah aku akan memberitahu nama-nama mereka kepadamu? Rasulullah SAW menjawab, siapa yang datang kepada kami, kami akan mengampuninya sebagaimana kami mengampunimu, dan siapa yang berketetapan hati untuk melaksanakan agamanya maka Allah lebih utama baginya janganlah menembus tirai(hati) seseorang. Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati dan atau teraplikasi dalam prilaku. Dengan demikian ilmu tasawuf merupakan penyempurnaan ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan terapan sisi rohaniyah dari ilmu tauhid. Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf, dan selain itu ilmu tasawuf mepunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan-perdebatan kalam serta amalan-amalan tasawuf juga mempunyai pengaruh besar dalam ketauhidan. Misalnya jika rasa sabar tidak ada maka muncullah kekufuran, jika rasa syukur sedikit maka lahirlah suatu bentuk kegelapan sebagai reaksi.

Begitu pula ilmu tauhid dapat memberi kontribusi pada ilmu tasawuf. Sebagai contoh jika cahaya tauhid telah lenyap akan timbullah penyakit-penyakit qalbu, seperti ujub, congkak, riya, dengki, hasud dan sombong. Andaikan manusia sadar bahwa Allah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri niscaya tidak akan ada rasa sombong dan berbangga diri. Kalau saja manusia sadar bahwa dia betul-betul hamba Allah, niscaya tidak akan ada perebutan kekuasaan kalau saja manusia sadar bahwa Allah lah Maha Pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Disinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian para kaum sufi menuju Allah. Untuk melihat lebih lanjut hubungan ilmu tasawuf dan ilmu tauhid, alangkah baiknya menengokpaparan Al-Ghozali, dalam bukunya, Asma al-Husna, Al Ghozali menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada Allah, terutama ketika menjelaskan namanama Allah, materi pokok ilmu tauhid. Nama Tuhan al-Rohman dan al-Rohim, menurutnya apa aplikasi rohaniyahnya merupakan sebuah sifat yang harus diteladani. Jika sifat al-Rohman diaplikasikan seseorang akan memandang orang yang durhakadengan kelembutan, bukan kekerasan, melihat orang dengan mata rohim bukan dengan mata menghina bahkan ia mencurahkan ke-rohimannyakepada orang yang durhaka agar dapat diselamatkan. Jika melihat orang lain menderita atau sakit, orang yang rohim akan segera menolongnya. Nama lain Allah yang perlu diteladani adalah al-Qudus (maha suci) seorang hamba akan suci kalau berhasil membebaskan pengetahuan dan kehendaknya dari khayalan dan segala persepsi yang dimiliki binatang.

B. . Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Filsafat Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia islam tidak dapat dinafikan sebagai sumbangan pemikiran kefilsafatan, hal ini dapat dilihat misalnya dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa secara jujur harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, diantaranya adalah al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ghozali. Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan, itupun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkandalam tasawuf namun perlu juga dicatat istilah yang lebih baik dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb(hati) ini memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf . namun tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh terhadap roh dan jiwa. Menurut sebagian ahli tasawuf, al-nafs ((jiwa) adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melairkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasaa terhadap roh. Pengaruhpengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuha-kebutuhan jasad yang dibangun oleh roh. Jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan kalbu (qalb atau hati) tetep sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani jiwa.

Tiga (3) ciri berfikir fisafat : 1. Radikal, berarti berfikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung. 2. Sistematis, berarti berfikir logis, bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadarandan saling berhubungan secara teratur. 3. Universal, berarti berfikir secara umum tidak khusus, masuk lapangan ilmu.

BAB III PENUTUP

Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti ilmu kalam, fiqh, filsafat, ilmu jiwa dan bidang-bidang ilmu lainnya. Sebuah contoh materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniyah) untuk memberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam muncul ilmu tasawuf. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid dan ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasi dalam prilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurnaan ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.

Hubungan tasawuf, ilmu kalam dan filsafat, ketiganya berussaha menemukan apa yang disebut kebenaran (al-Haq). Kebenaran dalam tasawuf berupa tersingkapnya (kasyaf) kebenaran sejati (Allah) melalui mata hati. Kebenaran dalam ilmu kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran rasio lalu di rujukkan kepada Nash (al-Quan dan al-Hadits) serta kebenaran dalam filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala yang ada (wujud).

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2000. Ilmu Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia Nata, abuddin. 1998. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo

Anda mungkin juga menyukai