Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PENYAKIT BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik Dosen Pembimbing: Ns. Hanni Rasni M.Kep.Kom

Oleh: 1. Mujiono 2. Ferry Baruna W. 3. Tista Karisma D. 4. Chrismalla Ayu B. Y. 5. Bisepta Prayogi 6. Dwi Rahma Akhirina S. NIM.052310101015 NIM.062310101028 NIM 052310101025 NIM.062310101052 NIM.052310101062 NIM.062310101033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2008 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Benigna Prostat Hiperplasi ini dapat kami selesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan ucapan terimakasih kepada : 1. Ns. Hanni Rasni, M.Kep.Kom selaku penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Gerontik, 2. Team pengajar mata kuliah Keperawatan Gerontik, dan 3. Temanteman yang telah membantu penyelesaian makalah ini Penyusun menyadari bahwa tugas makalah ini tentu banyak kekurangan. Untuk itu penyusun memohon kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan di kemudian hari. Akhirnya penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, Oktober 2008

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... 3 BAB 1 PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang................................................................................ 4 1.2 Tujuan............................................................................................. 6 1.3 Manfaat........................................................................................... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi............................................................................................ 7 2.2 Etiologi............................................................................................ 10 2.3 Patofisiologi.................................................................................... 11 2.4 Tanda dan Gejala............................................................................ 12 2.5 Penatalaksanaan... 2.6 Komplikasi.. 14 2.7 Prognosis. BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian.......................................................................................... 15 3.2 Diagnosa............................................................................................. 22 3.3 Intervensi............................................................................................ 22 3.4 Implementasi.. 26

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan........................................................................................ 4.2 Saran.................................................................................................. 30 30

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara dengan meningkatnya pada kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup sehingga menyebabkan jumlah penduduk Lanjut Usia dari tahun ke tahun semakin meningkat (Deputi I Menkokesra. 2008). Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging struktured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk Lanjut Usia (Lansia)nya sebanyak 7% adalah di pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk Lansia ini antara lain disebabkan antara lain karena 1) tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, 2) kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan 3) tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Lansia Masa Kini Dan Mendatang. 2007. http://www.menkokesra.go.id, diperoleh tanggal 17 Oktober 2008). Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan bagi lansia (Depkes.RI, 1992:6). Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan mereka salah satunya adalah penurunan kondisi fisik. Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,

tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik. Salah satu gangguan fisik yang terjadi adalah gangguan pada sistem perkemihan. Gangguan tersebut dapat berupa pembesaran kelenjar prostat. Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat. Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahanperubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi. 1.2Rumusan Masalah

Makalah ini disusun guna memecahkan permasalahan-permasalahan dalam dunia kesehatan lansia khususnya pada lansia dengan BPH. Permasalahanpermasalahan yang muncul adalah sebagai berikut: 1. Apakah tenaga kesehatan/pembaca telah paham dengan benar tentang penyakit BPH, misalnya pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda, gejala dan pelaksanaan pengobatannya. 2. Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatan gerontik dengan kasus BPH. 1.3Tujuan Makalah keperawatan Gerontik yang berjudul asuhan keperawatan lansia dengan BPH ini, kami susun dengan sebaik-baiknya dengan tujuan: a. Memberikan tambahan wacana bagi tenaga kesehatan tentang penyakit BPH dari sudut tinjauan medis sebagai wacana dalam pengembangan dan penanganan proses penuaan pada lansia. b. Memberi tambahan wacana bagi mahasiswa keperawatan maupun tenaga perawat dalam memberikan Asuhan keperawatan pada lansia dengan kasus BPH. c. Memberikan pengetahuan kepada pembaca secara umum tentang BPH, meliputi pengertian, penyebab, tanda, gejala, dan cara perawatan lansia dengan BPH. 1.4Manfaat Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini antara lain: a. Menjadi sumber pengetahuan tambahan bagi pembaca b. Makalah ini juga dapat memberikan motifasi bagi tenaga kesehatan dalam melakukan riset kesehatan. c. Makalah ini dapat mejadi sumber pengetahuan tambahan bagi institusi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan pelayanannya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM SALURAN KEMIH 2.1.1 GINJAL Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada retroperitoneum diselubungi fasia gerota dan sejumlah lemak. Di dorsal; iga terbawah, kuadratus lumborum, dan muskulus psoas berada proksimal didekatnya. Hubungan ventral dari ginjal kanan termasuk adrenal, lambung lien, pankreas, kolon dan ileum. Arteri renalis keluar dari aorta dan hampir dua pertiga dari ginjal hanya mempunyai sistem perdarahan yang tunggal. Arteri renalis terbagi menjadi lima cabang besar, yang merupakan end arteri yang mensuplai segmen ginjal. Penyumbatan dari cabang arteri renalis akan menyebabkan infark segmen ginjal. Vena renalis mengosongkan isinya kedalam vena cava inferior. Saluran limfe ginjal bermuara pada hilar trunk, dan kapsular limfatik pada nodus periaorta infradiafragmatik. Persarafan ginjal mengandung vasomotor dan serat nyeri yang menerima konstribusi dari segmen T4-T12. pelvis ginjal terletak dorsal dari pembuluh darah ginjal dan mempunyai epitel transisional (Purnomo, 2000). 2.1.2 URETER Ureter terdiri dari otot yang memanjang membentuk tabung dan berjalan melalui retroperitoneum dan menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Panjang normal ureter pada dewasa adalah 2830 cm dan diameternya sekitar 5 mm. Ureter menyalurkan urine dari ginjal menuju kandung kemih dengan peristaltik aktif. Suplai darah dari ureter berasal dari ginjal, aorta, iliaka, mesenterik, gonad, vasal, arteri vesikalis. Serat nyeri menghantarkan rangsangan kepada segmen T12-L1. Ureter dapat mengalami deviasi medial pada fibrosis retroperitoneal dan deviasi lateral oleh tumor retroperitoneal atau aneurisma aorta.

2.1.3

KANDUNG KEMIH

Kandung kemih yang berfungsi sebagai reservoir urine, pada masa anak-anak secara prinsip terletak intra-abdominal dimana dua pertiga bagian atasnya ditutupi oleh peritoneum, sedangkan pada orang dewasa kandung kemih sudah menjadi organ-organ pelvis (ekstra peritoneal) dimana bagian atasnya saja yang ditutupi oleh peritoneum. Dalam keadaan kosong didepan kandung kemih terdapat simpisis pubis, tetapi dalam keadaan penuh dia bisa membesar sehingga bisa berada dibagian belakang bawah muskulus rektus abdominis. Dinding kandung kemih dibentuk seperti buah keranjang oleh serabut-serabut otot polos (detrusor) yang saling menyilang, tersusun tidaklah dalam bentuk longitudinal atau sirkuler seperti pada dinding usus tetapi berupa suatu sistem rangkaian helik. Kandung kemih sangat kaya aliran darah yang terdiri dari tiga pedikel pada masingmasing sisi, yaitu : arteri vesikalis superior, medialis dan inferior yang merupakan cabang dari arteri hipogastrika. Kandung kemih juga dialiri oleh cabang-cabang kecil arteri obturator dan arteri gluteal inferior, pada wanita juga oleh arteri uterine dan arteri vaginalis. Aliran vena kandung kemih juga kaya akan pleksus vena, yang dialirkan kedalam vena hipogastrika. Sedangkan aliran lymphnya dialirkan kedalam lymph nodes vesika, iliaka eksterna, iliaka interna dan iliaka komunis. Kandung kemih disarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari thorakal 11 lumbal 2, dan serabut para simpatis yang berasal dari sakral 2-4. Serabut simpatis eferen mensarafi otot polos bladder neck dan spingter eksterna, dimana stimulasinya menyebabkan bladder outlet menutup sewaktu terjadi ejakulasi. Sedangkan serabut simpatis aferen yang berasal dari fundus kandung kemih adalah untuk membawa rangsang nyeri. Serabut para simpatis eferen adalah saraf kandung kemih yang paling penting, bertanggung jawab terhadap kontraksi otot-otot detrusor kandung kemih, saraf ini sering mengalami cedera pada penderita trauma tulang belakang yang menyebabkan retensi urine. Serabut para simpatis aferen membawa rangsang distensi dan uretra proksimal. 2.1.4 KELENJAR PROSTAT

Prostat adalah suatu organ kelenjar yang fibromuskular, yang terletak persis dibawah kandung kemih. Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram, didalamnya terdapat uretra posterior dengan panjangnya 2,53 cm. Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Arteri prostat berasal dari arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna arteri hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero-lateral persis dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu operasi prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena struktur inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang pelvis dan vertebra lumbalis. Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian inferior yaitu fleksus saraf simpatis dan parasimpatis. 2.2 BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) 2.2.1 INSIDENSI Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan

diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kirakira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH. Dengan semakin membaiknya pembangunan dinegara kita yang akan memberikan dampak kenaikan umur harapan hidup, maka BPH akan semakin bertambah. Oleh karena itu BPH harus dapat dideteksi oleh para dokter, dengan mengenali manifestasi klinik dari BPH dan dapat dikelola secara rasional sehingga akan memberikan morbiditas dan mortalitas yang rendah dengan biaya yang optimal.

2.2.2

ETIOLOGI

Penyebab pasti BPH ini masih belum diketahui, penilitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengugkapkan dengan jelas etiologi terjadinya BPH. Dianggap adanya ketidak seimbangan hormonal oleh karena proses ketuaan. Salah satu teori ialah teori Testosteron (T) yaitu T bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 a reduktase yang merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis protein. Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH dengan inhibitor 5a reduktase (Rahardjo,1997). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah : Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

2.2.3

PATOFISIOLOGI

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekwensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemorroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat ,1997). 2.2.4 GEJALA KLINIK Pembesaran kelenjar prostat dapat terjadi asimtomatik baru terjadi kalau neoplasma

11

telah menekan lumen urethra prostatika, urethra menjadi panjang (elongasil), sedangkan kelenjar prostat makin bertambah besar. Ukuran pembesaran noduler ini tidaklah berhubungan dengan derajat obstruksi yang hebat, sedangkan yang lain dengan kelenjar prostat yang lebih besar obstruksi yang terjadi hanya sedikit, karena dapat ditoleransi dengan baik. Tingkat keparahan penderita BPH dapat diukur dengan skor IPSS (Internasional Prostate Symptom Score) diklasifikasi dengan skore 0-7 penderita ringan, 8-19 penderita sedang dan 20-35 penderita berat (Rahardjo,1997). Ada juga yang membagi berdasarkan derajat penderita hiperplasi prostat berdasarkan gambaran klinis: (Sjamsuhidajat,1997) - Derajat I : Colok dubur ; penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, dan sisa volume urin <50 ml - Derajat II : Colok dubur: penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volume urin 50-100 ml - Derajat III: Colok dubur; batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urin>100 ml - Derajat IV : Terjadi retensi urin total. Pada penderita BPH dengan retensi urin pemasangan kateter merupakan suatu pertolongan awal, selain menghilangkan rasa nyeri juga mencegah akibat-akibat yang dapat ditimbulkan karena adanya bendungan air kemih ( Sarim,1987). Gejala klinik yang timbul: 1. Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat, sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan urine.

2. Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intravesika yang cukup tinggi. 3. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya melakukan valvasa menauver sewaktu berkemih. 4. Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal mengosongkan urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung kemih sehingga menimbulkan sering berkemih (frequency) dan sering berkemih malam hari (nocturia). 5. Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem. 6. Residual urine juga dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih. 7. Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat menyebabkan pembuluh darahnya menjadi rapuh. 8. Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang akhirnya menimbulkan hydroureteronephrosis. 9. Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan gejala-gejala uremia berupa mual, muntah, somnolen atau disorientasi, mudah lelah dan penurunan berat badan.

2.2.5

KOMPLIKASI Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat

13

menimbulkan komplikasi sebagai berikut : 1.Inkontinensia Paradoks 2.Batu Kandung Kemih 3.Hematuria 4.Sistitis 5.Pielonefritis 6.Retensi Urin Akut Atau Kronik 7.Refluks Vesiko-Ureter 8.Hidroureter 9.Hidronefrosis 10.Gagal Ginjal 2

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus tn. X (70 tahun) didiagnosa BPH. tn.X dan keluarganya tinggal di daerah desa yang jauh dari sarana kesehatan. Karena umurnya yang sudah tua, tn.X jarang beraktivitas dan keluar rumah. Sebelum masuk rumah sakit Tn.X mengeluh susah buang air kcil dan terasa sakit. Hal tersebut sudah hampir 1tahun dideritanya.Tn X sering merasa tidak puas ketika kencing, dan perut bawahnya terasa penuh. Setelah dirumah sakit Tn X disarankan oleh dokter untuk operasi. Tetapi keluarga tidak bersedia karena ketidakmampuan membayar biaya operasi. Klien tidak memperdulikan penyakitnya karena beranggapan bahwa usianya yang sudah tua pasti banyak penyakit dan merupakan hal yang biasa dan tidak memerlukan penanganan yang lebih. .

3.1 Pengkajian a) Identitas pasien Nama Umur Alamat Pekerjaan Agama No telpon : Tn. X : 70 tahun : Jl. Nanas ikan lele no 2 desa jelbuk jember : Tidak bekerja : Islam : 0331 557171

15

b) Keluhan utama Keluhan utama klien adalah nyeri saat kencing. c) Riwayat penyakit sekarang (RPS) Saat ini klien merasakan sakit dan susuah untuk kencing. Rasa sakit tersebut sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu hingga sampai sekarang yang dirasakan oleh klien. Klien menyatakan rasa nyeri ketika kencing, sebelum kencing, dan setelah kencing. Nyeri yang dirasakan berada di daerah perut abdomen bawah. Karakteristik nyeri seperti terbakar atau panas ketika kencing. d) Riwayat penyakit dahulu (RPD) Satu tahun yang lalu klien merasakan mulai mengalami gangguan ketika kencing. Klien tidak mengetahui penyebabnya dan tidak pernah diperiksakan kepada petugas kesehatan setempat. Klien mulai untuk memeriksakan masalahnya pada akhir-akhir ini. Sebelumnya klien tidak pernah dirawat di rumah sakit. Klien tidak memiliki aktivitas tetap dan jarang melakukan olahraga. Sedangkan penyakit yang pernah dideritanya tidak begitu parah hanya penyakitringan seperti batuk dan flu. e) Riwayat penyakit keluarga Klien tsaat ini tinggal bersama anak dan cucunya. Pada keluarga sebelumnya tidak ditemukan riwayat penyakit berbahaya lainnya. Dalam keluarga juga tidak ditemukan penyakit genetik atau keturunan lainnya. f) Riwayat Pengobatan Sebelumnya: Klien tidak melakukan pengobatan sebelumnya selama satu tahu yang lalu. Karena klien tidak terlalu memperdulikan pemyakitnya dan beranggapan bahwa penyakit tersebut merupakan hal yang biasa dalam usia lansia. Upya untuk mencari penyebab penyakit tersebut baru mulai dilaksanakan pada akhir-akhir ini.

Pola Pengkajian (NANDA, 2006) a. Health promotion Upaya promotif untuk meningkatkan kesehatan klien sangat rendah dari diri klien. Klien beranggapan bahwa penyakit lansia pasti ada dan itu merupakan hal yang biasa. Klien tidak mengetahui penyebab penyakit tersebut sehingga tidak mengetahui secara jelas tindakan yang harus dilakukan. b. Nutrisi Klien memiliki nafsu makan yang menurun dari biasanya yaitu tidak pernah menghabiskan porsi makanannya sejak mengalami masalah tersebut. Klien lebih terfokuskan pada rasa nyeri akibat kencing dan itu menyebabkan klien malas untuk makan. c. Eliminasi Klien mengalami masalah ketika kencing. Klien susah kencing dan merasa ada tahanan ketika akan kencing. Frekuensi kencing klien meningkat lebih dari 5 kali dalam sehari dengan jumlah urin yang keluar sangat sedikit dan kadangkala tidak ada yang keluar. Kualitas defekasi klien tidak ada permasalahan. d. Aktivitas/ istirahat Klien jarang sekali melakukan olahraga ringan akibat kemampuan fisik yang menurun. Sehari-hari klien hanya duduk-dudk dan menonton TV. Klien sering melakukan kencing di malam hari dan waktu istirahatnya terganggu untuk kencing. e. Persepsi/ kognisi Persepsi klien tentang penyakitnya tidak ada perhatian dari diri pribadi. Klien beranggapan bahwa penyakit tersebut merupakan penyakit yang dialami oleh lansia seperti dirinya. Klien masih mampu untuk melakukan orientasi pada waktu, tempat dan orang. f. Persepsi Diri Klien masih mampu untuk mengenali diri sendiri dengan baik. g. Peran hubungan

17

Sebagai lansia klien berperan sebagaimana lansia pada umumnya yaitu dengan masih melakukan interaksi dengan warga sekitar dan keluarganya. h. Seksualitas Aktifitas seksualitas klien mengalami penurunan seiring dengan penyakit dan usianya. i. Koping/toleransi terhadap stres Klien mengatasi masalahnya dengan santai dan tidak terlalu memikirkan masalah yang dihadapi. Klien beranggapan bahwa dengan usia lansia akan mendapatkan beberapa pernyakit yang akan didapat dan klioen sudah siap dengan segala resiko yang akan dihadapi. j. Prinsip Hidup Klien berprinsip bahwa usia akan selalu bertambah dan itu juga akan menambah masalah kesehatan yang dihadapi juga. k. Keselamatan/perlindungan Dengan tidak melakukan aktivitas banyak klien berupaya untuk menghindari resiko terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan dirinya. l. Kenyamanan Klien merasa tidak nyaman dengan masalah yang dihadapi. Klien terganggu dengan nyeri yang dirasakannnya. m. Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai usia, Pertumbuhan dalam dimensi fisik, sistem organ mengalami penurunan dan rentan dengan penyakit Tanda tanda vital 1. S 2. TD 3. N 4. RR : 37,5 C :150/90 :85X :20

Pemeriksaan fisik 1. Pengkajian kepala leher Tidak ditemukan tanda-tanda kelainan 2. Pengkajian integument Kulit keriput, kebersihan kulit masih terjaga 3. Pengkajian Thorak Tidak ditemukan tanda-tanda kelainan 4. Pengkajian abdomen Teraba tekanan/desakan di daerah suprapubik, terdapat nyeri tekan di daerah suprapubik 5. Pengkajian genetalia Daerah sekitar genetalia lembab akibat klien sering miksi, terdapat warna kemerahan disekitar ujung penis akibat upaya klien untuk mengeluarkan urin dengan mengedan secara kuat 6. Pengkajian ekstermitas Tidak ditemuka tanda-tanda kelainan

PATHWAYS

19

Obstruksi Pemasangan ureter Terjadi proliferasi di sel prostat HidroHidrodisuria miksi Retensi Batu mengedan endapan Gangguan HPielo-Hemo- Gangguan Prostat membesar ereksi ke penis Gagalurin emaginjal Gangguan sirkulasi darah kateter nefrosis ureter ebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat nefritis roid turia

Proliferasi abnormal sel steam

3.2 Analisa data

No 1

Data Ds: Tn.X mengeluh sakit ketika kencing Do: -skala nyeri 6 Terlihat meringis ketika kencing

Etiologi spasme otot spincter

Masalah Nyeri

Ds: Suster, saya tidak bisa mengeluarkan air kencing Do: Teraba tekanan di daerah supra pubik Ds: Saya malas berhubungan dengan istri sus Do: Klien tidak pernah berhubungan dengan istri Klien tidak tidur bersama dengan istri Ds: Sus, apakah ini aman bagi saya? Do: terpasang kateter

obstruksi saluran uretra proksimal

Retensi urin

hilangnya fungsi tubuh

Disfungsi seksual

port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi kurang informasi tentang penyakit, perawatannya

Resiko infeksi

Ds: Sus, penyakit saya ini apa? Bagaimana mengatasinya? Do: Klien tidak dapat melakukan perawatan

Kurang pengetahuan

3.3 Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot

21

spincter 2. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi saluran uretra proksimal 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya 6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan penyakit yang diderita klien

3.4 Perencanaan N o 1 Diagnosa Nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan Tujuan: dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara dengan KH: Secara pasien mengungkapka n nyeri verbal

Intervensi

Setelah

Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

adekuat

Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,

berkurang atau hilang Pasien dapat beristirahat dengan tenang

abdomen tegang) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi Lakukan perawatan aseptik terapeutik Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

Retensi urin berhubungan dengan obstruksi saluran uretra proksimal

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin KH: Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril

Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)

Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan

Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)

Ukur intake output cairan Beri tindakan

23

asupan/pemasukan oral 20003000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi

Kaji kemampuan klien untuk pergi ke toilet Bantu dan dampingi klien untuk pergi ke toilet Kaji frekuensi miksi klien Ajarkan klien untuk menggunakan pispot, jika miksi

Ajarkan klien tentang kebersihan selama miksi Ajarkan klien cara menyiram toilet yang benar dan bersih Minta klien untuk mendemostrasikan toilet trening yang sudah diajarkan

Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya KH: Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas

Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya

Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat

Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan

secara optimal

perasaannya tentang penyakitnya dalam fungsi seksual Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi seksual

Resiko infeksi berhubungan dengan port de entre e melalui kateterisasi

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien infeksi KH: Ta nd atan da vit al dal am bat as nor

Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)

mikroorganism terbebas dari

Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage

Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing

Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

25

ma l Ti da k ad a be ng ka k, arit em a, ny eri Lu ka ins isi se ma kin se mb uh de ng an bai k

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari KH : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasika n perawatan

Motivasi lansia / keluarga untuk mengungka pkan pernyataan nya tentang penyakit

Berikan pendidikan pada lansia/kelu

27

arga tentang: a. Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter b. Perawatan di rumah c. Adanya tanda-tanda hemoragi dan infeksi 6 Gangguan gambaran diri berhubungan dengan penyakit yang diderita klien Tujuan: klien dapat mempersepsikan gambaran dirinya dengan baik KH: Dapat menerima gambaran dirinya Menerima penampila n diri Peningkata n body image a. Jelaskan pada pasien tentang perubahan pada kondisi fisiknya b. Berikan dukugan sosial pada lansia c. Identifikasi dukungan kelompok pasien d. Diskusikan masalah klien dan berikan solusinya e. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan stressor yang mempengaruhi penyakitnya.

3.5 Implementasi No 1 Diagnosa Nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Implementasi Memonitor dan mencatat keluhan klien setiap 2 jam

sekali Melakukan pengecekan TTV setiap 2 jam sekali Mengompres daerah genetal klien untuk mengurangi nyeri Melakukan perubahan posisi klien Melatih klien menggunakan teknik pembeyangan untuk mengurangi nyeri 2 Retensi urin berhubungan dengan obstruksi saluran uretra proksimal Melakukan tindakan secara aseptic Berkoloborasi dengan dokter mengenai nyeri klien Memasang kateter dengan teknik aseptik Memberikan irigasi kateter secara berkala atau terusmenerus dengan teknik steril Mengatur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup Mengobservasi adanya tandatanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) Mempertahankan kesterilan sistem drainage Mencuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat Mengobservasi aliran urin serta

29

adanya bekuan darah atau jaringan Memonitor urine setiap jam Mengukur intake output cairan memberikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya mengkaji kemampuan klien untuk pergi ke toilet membantu dan dampingi klien untuk pergi ke toilet mengkaji frekuensi miksi klien mengajarkan klien untuk menggunakan pispot, jika miksi mengajarkan klien tentang kebersihan selama miksi mengajarkan klien cara menyiram toilet yang benar dan bersih meminta klien untuk mendemostrasikan toilet trening 3 Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh yang sudah diajarkan Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya Menjawab setiap

pertanyaan pasien dengan tepat dan mudah di mengerti oleh klien Memberikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang penyakitnya dalam fungsi seksual Melibatkan kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi seksual 4 Resiko infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi Melakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. Mengobservasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)

Melakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage

Memonitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing

Memonitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

31

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya

Memberikan pendidikan kesehatan berhubungan dengan BPH

Mengajak keluarga dalam perawatan klien

Gangguan gambaran diri berhubungan dengan penyakit yang diderita klien

Memberikan dukungan pada klien Mendiskusikan tentang masalah yang dialami klien menjelaskan pada pasien tentang perubahan pada kondisi fisiknya memberikan dukugan sosial pada lansia mengidentifikasi dukungan kelompok pasien mendiskusikan masalah klien dan berikan solusinya

menganjurkan pasien untuk mendiskusikan stressor yang mempengaruhi penyakitnya.

3.6 Evaluasi NO DIAGNOSA 1 Nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter EVALUASI S: Pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang O: Pasien terlihat beristirahat dengan tenang A: Masalah teratasi P: Melanjutkan asuhan keperawatan selanjutnya

Retensi urin berhubungan dengan obstruksi saluran uretra proksimal

S: Pasien mengatakan dapat buang air kecil secara teratur dan kembung berkurang O: Pemeriksaan palpasi distensi vesika urinaria negatif A: Masalah teratasi P: Melanjutkan asuhan keperawatan selanjutnya S: Pasien mengatakan sudah dapat mulai lagi interaksi seksual dan aktivitas secara optimal O: Pasien terlihat gembira A: Masalah teratasi P: Melanjutkan asuhan keperawatan

Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh

selanjutnya Resiko infeksi berhubungan S : pasien mengatakan nyeri sudah hilang dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi dan dapat berkemih seperti orang normal O: Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada bengkak, aritema, nyeri Luka insisi semakin sembuh dengan baik A: Masalah teratasi P: Melanjutkan asuhan keperawatan selanjutnya S: O: Keluarga mampu mengungkapkan tentang penyakit yang dideritanya serta tanda-tanda infeksi bila terjadi A: Masalah teratasi P : Melanjutkan asuhan keperawatan selanjutnya S: klien mengatakan memahami dan menyadari kondisi penyakitnya

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya

Gangguan gambaran diri berhubungan dengan

penyakit yang diderita klien O: pasien terlihat tenang

33

A: masalah teratasi P: melanjutkan asuhan keperawatan selanjutnya

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Penyakit BPH sering terjadi pada laki-laki di usia lansia. Penyakit ini belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya hanya diduga akibat ketidakseimbangan hormone dalam tubuh. Penyakit ini menyebabkan ketidakmampuan lansia untuk miksi secara adekuatakibat adanya sumbatan di saluran uretra dikarenakan desakan dari kelenjar prostate yang membesar (BPH). Asuhan keperawatan difokuskan pada bagaimana lansia dapat mengenal dan memahami jenis penyakitnya serta berupaya untuk membantu klien dalam miksi secara adekuat dengan tindakan keperawatan maupun medis yang ada. 3.2 Saran Sebagai seorang calon perawat yang professional, mahasiswa harus mampu berpikir secara kritis mengenai masalah-masalah atau kasus-kasus penyakit yang terjadi di masyarakat. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah kami ini yang telah kami susun. Besar harapan kami makalah kami ini dapat memberikan masukan dan informasi penting bagi teman sejawat dalam menangani kasua-kasus gerontik di lapangan.

35

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, Kanker Prostat www.medicastore.com 2004

di download pada tanggal 2 Oktober 2008,

Anonim, 2007, Benigna Prostat Hiperplasi, di download pada tanggal 2 Oktober 2008,http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php? id=&iddtl=316&idktg=11&idobat=&UID=2007 1117183840121.52.68.66 Anonim, 2004, Gangguan Saluran Kemih, di download pada tanggal 2 Oktober 2008,http://zulkiflithamrin.blogspot.com/2007_05_01_archive.html Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Vol. 2. Jakarta. Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC, Price,Sylvia A dan Wilson, Lorraine M, 1994, Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit Edisi 6 Buku 1, EGC, Jakarta Price,Sylvia A dan Wilson, Lorraine M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit Edisi 6 Buku 2, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai