Anda di halaman 1dari 11

TELEHOMECARE PADA DIABETES MELITUS TIPE 2

Muhammad Ardi, NPM 0906594482


Program Pasca Sarjana Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2010

Abstrak
Telehomecare merupakan suatu manajemen pendekatan pada pasien yang banyak digunakan pada penyakit kronis seperti diabetes melitus. Dari tahun ke tahun jumlah penderita diabetes melitus semakin meningkat, dengan studi literatur ini akan memberikan gambaran tentang dampak telehomecare pada diabetes melitus tipe 2. Pencarian literatur secara komprehensif tahun 2000 sampai 2010 pada Pubmed, Medline dan Cinahl dengan menggunakan kata kunci diabetes melitus, telemonitoring, telehealth, telehomecare, videoconverence, telephone, technology in nursing. Dilakukan review terhadap lima penelitian tentang telehomecare didukung tujuh jurnal terkait. Dilaporkan bahwa telehomecare berpengaruh terhadap biaya kesehatan, menurunkan komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan bagaimana memaksimalkan manfaat telehomecare pada pasien penyakit kronis yang membutuhkan perawatan jangka panjang. Kata kunci : diabetes melitus, telemonitoring, telehomecare, telephone, videoconference

LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang terus meningkat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, diperkirakan 23,6 juta penduduk mengalami diabetes melitus, 90 95 % merupakan diabetes melitus tipe 2. Walaupun dapat terjadi pada semua usia, diabetes melitus tipe 2 umumnya didiagnosis setelah berumur 40 tahun. (Strayer, Darlene A & Tanja Schub, 2010). Di Indonesia, penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik yang menjalani rawat inap menempati urutan keempat, setelah penyakit sistem sirkulasi darah, penyakit susunan saraf dan kondisi tertentu yang bermula pada masa perinatal dengan jumlah 83.045 jiwa. Berdasarkan klasifikasi diabetes melitus menurut International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10), DM yang tidak bergantung insulin dan DM yang tidak tentu, masuk dalam 50 peringkat utama penyebab kematian, rawat inap dan rawat jalan di RS di Indonesia selama tahun 2007. Jumlah pasien keluar rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis diabetes melitus tahun 2007 sebanyak 56.378 pasien, sedangkan kasus baru pada rawat jalan sebanyak 28.095 kasus. (Ditjen Bina Yanmedik, 2009).

Tanpa pemantauan, diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi serius dan biaya yang besar. Telehomecare merupakan salah satu pendekatan yang banyak digunakan untuk mengelola pasien dengan penyakit kronis. (M. Joana & G. Pare, 2010). Telemonitoring ditujukan untuk mendukung manajemen tepat waktu pada pasien di rumah melalui berbagai transmisi fisiologis, klinik dan data perilaku yang dievaluasi secara profesional dan merupakan umpan balik yang dapat segera diterima sebelum terjadi komplikasi. (Stachura, Max E, 2010). Teknologi pada telehomecare meliputi sensor untuk menilai tekanan darah, glukosa darah, denyut jantung dan tanda-tanda vital lainnya, serta pengingat pesan dan bahkan videoconference, sehingga pasien dapat berbicara dengan perawat. Melalui percakapan, perubahan yang terjadi dapat dipantau tanpa harus mengunjungi rumah sakit, sehingga pasien bebas dari gangguan perjalanan. Hal ini terutama bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu, orang tua dan masyarakat di pedalaman. Telemonitoring dapat mengurangi biaya kesehatan dan meningkatkan proses perawatan (Anonymous, 2008; Stachura, Max E, 2010). KAJIAN LITERATUR Telehomecare mulai meningkat sejak tahun 1990-an dengan menggunakan teknologi yang maju seperti videoconference, internet, dan perangkat monitoring portabel yang memungkinkan penyedia layanan kesehatan dapat berkomunikasi dengan pasien di rumah mereka. Interaksi semacam ini disebut kunjungan virtual (virtual visit). Penggunaan

telehomecare dianggap merupakan metode pemberian layanan kesehatan yang dapat mengurangi waktu perjalanan, biaya dan meningkatkan jumlah pasien/kunjungan pada hari-hari tertentu (Courtney, Karen L; George & Greg L. A, 2005). Telemonitoring di rumah atau telehomecare adalah suatu cara untuk meningkatkan kontak dengan pasien dan untuk memonitor pasien sehari-hari tanpa melakukan kunjungan (Carpenter, Beth; Elizabeth E. Hogue; Marcia P. Reissig, 2009). Telehealth didefinisikan oleh Wakefield, Flanagan, dan Putri-Specht (2001) sebagai penggunaan teknologi (audio, video, telekomunikasi, dan informatika) untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi penduduk yang jauh/terisolasi. Telehealth dapat mengefisienkan

waktu, mengurangi biaya ketika akses ke pelayanan kesehatan memberatkan, telehealth bisa menjadi mekanisme yang efektif untuk mempertemukan pasien dengan penyedia layanan kesehatan (Sevean, Patricia et al, 2008). Banyak penelitian yang menilai tentang pengaruh telehomecare terhadap outcomes pada penyakit kronis termasuk diabetes melitus tipe 2. Tabel 1 mendeskripsikan 5 penelitian telehomecare pada pasien diabetes melitus. Satu penelitian dilakukan di Korea selatan dan empat penelitian di Amerika Serikat dengan design penelitian berupa experimental group design, randomised controlled trial dan kohort retrospektif dan pre-post test control group design. Lama penelitian berkisar 60 hari sampai 2 tahun. Teknologi yang digunakan berupa telehealth, telephone dan video. Ringkasan telehomecare pada diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Deskripsi Telehomecare pada Pasien Diabetes Melitus Kelompok Intervensi (n)
20

Peneliti
Kim, Hee Seung & Jeong-Ah Oh (2003)

Negara
Korea Selatan

Kelompok Kontrol (n)


16

Design Penelitian

Lama Penelitian

Teknologi yang digunakan


Telephone

Jenis dan frekuensi transmisi data


Glukosa darah, HbA1c, pendidikan tentang diet, exercise, rekomendasi pengobatan dan pengontrolan glukosa darah (2 kali perminggu pada bulan pertama dan setiap minggu pada bulan kedua dan ketiga). Status fungsional, status kesehatan, kualitas hidup dan kepuasan pasien

Eksperimental 12 minggu control group design

Dansky, Kathryn & Liisa (2003) Chang, Karen et al (2007) Sacco, William P et al (2009)

Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat

85

78

Random, Control trial Kohort retrospektif Pre-post test control group design

60 hari

Video SLX model

202 31 Completed intervention 21

57 31 Completed post test 27

2003 s.d Telephone 2005 telehealth September Telephone 2001 s.d Agustus 2003

Timmerberg, Brady D et al (2009)

Amerika Serikat

13

13

Pre-post test 16 minggu control group design

dan HbA1c (peride 204 hari dan diakhir program) Kepatuhan (diet, exercise, perawatan kaki, pemeriksaan darah dan obatobatan), gejala depresi, gejala diabetik, self efficacy, dukungan sosial, reinforcement perilaku perawatan diri dan kesadaran akan tujuan perawatan diri. (Panggilan telephon 1 kali/minggu untuk 3 bulan pertama dan 1 kali/2 minggu untuk 3 bulan selanjutnya) Videoconverence, HbA1c dan kolesterol total yang IP communication diukur di awal dan minggu ke 16. dengan bandwidth Konseling gizi dilakukan pada minimal 384 minggu ke-4 dan minggu ke-8. kbit/s Quality of live (kepuasan, pengaruh dan cemas)

Tabel 2. Ringkasan Hasil Penelitian Telehomecare pada Pasien Diabetes Melitus Peneliti
Kim, Hee Seung & JeongAh Oh (2003)

Hasil Penelitian
Efek klinik : Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan intervensi melalui telephone berupa pendidikan dan reinforcement mengenai diet, exercise, menyesuaikan rekomendasi pengobatan dan pemantauan glukosa darah secara teratur memiliki penurunan ratarata kadar HbA1c 1,2 % dan kelompok kontrol mengalami peningkatan 0,6 %. Manfaat : Kontrol glikemik menurunkan perkembangan komplikasi mikrovaskuler dan neuropati Efek klinik : Dengan analisis of varians tidak ditemukan adanya perbedaan status fungsional, kualitas hidup dan kepuasan pasien. Hasil uji regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa kelompok kontrol membutuhkan perawatan lanjutan (OR = 3,2, p = 0,02) dan lebih memungkinkan untuk dirawat di rumah sakit (OR = 6,2, p = < 0,001). Manfaat : Penelitian ini memiliki efek positif terhadap clinical outcomes, telehomecare bermanfaat bagi pasien, penyedia layanan kesehatan di rumah dan asuransi. Efek klinik : Program yang dijalankan menurunkan rata-rata kadar HbA1c sebesar 2,4 % pada intervensi telehealth (awal program 9,86 %, akhir program 7,46 %) dan 2,39 % untuk intervensi telephone (awal 9,75, akhir program 7,36 %). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara intervensi telehealth dan telephone terhadap penurunan kadar HbA1c (p = 0,96). Jumlah hari pada kelompok telehealth lebih banyak dibanding kelompok telephone (192,2 vs 161,9) tetapi secara statistik perbedaan ini tidak signifikan (p = 0,13). Pada periode 204 hari, pasien yang menerima intervensi telehealth mengalami penurunan kadar HbA1c 3,1 % (SD : 1,9; p < 0,001) dan intervensi telephone mengalami penurunan 2,7 % (SD : 1,9; p = < 0,001). Kedua kelompok kehilangan beberapa pemantauan setelah tidak mengikuti program dan terjadi peningkatan rata-rata kadar HbA1c 0,69 % pada kelompok telehealth dan 0,63 % pada kelompok telephone. Pasca program, jumlah hari rata-rata pada kelompok telehealth adalah 434 dan 323 pada kelompok telephone. Setelah disesuikan jumlah hari dan kadar HbA1c yang tidak terpantau, disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan telehealth dan intervensi telephone terhadap penurunan kadar HbA1c. (p=0,80). Manfaat : Setiap penurunan 1 % kadar HbA1c menurunkan risiko

Dansky, Kathryn & Liisa (2003)

Chang, Karen et al (2007)

Peneliti

Hasil Penelitian
kunjungan ke unit gawat darurat mikrovaskuler, menurunkan biaya kesehatan, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban ekonomi terkait diabetes melitus. Efek Klinik : Pembinaan yang disampaikan secara singkat melalui telephone (15 20 menit) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan (diet, exercise, perawatan kaki, gejala depresi dan gejala diabetik) Pembinaan juga mempengaruhi empat mekanisme terapeutik : self efficacy, dukungan sosial, reinforcement perilaku perawatan diri dan kesadaran akan tujuan perawatan diri. Manfaat : . Pembinaan melalui telephone akan berdampak positif pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan meningkatkan frekuensi exercise dan inspeksi kaki, meningkatkan diet, menurunkan gejala diabetik dan gejala depresi. Efek Klinik : Pada awal penelitian rata-rata HbA1c pada kelompok kontrol 7 % lebih rendah dibandingkan dengan kelompok intervensi. Setelah 16 minggu, kadar HbA1c menurun dari 7,24 % ke 7,15% pada kelompok intervensi dan 6,70% ke 6,51% pada kelompok kontrol. Terdapat penurunan 1% kadar HbA1c pada kelompok intervensi, walaupun tidak signifikan. Kelompok kontrol menunjukkan penurunan secara signifikan (F=4,6, p 0,043). Kolesterol total menurun pada kedua kelompok, meskipun tidak signifikan. Terdapat hubungan positif antara jumlah kunjungan nutrisional melalui videoconference dan kadar HbA1c (r = 0,40, p < 0,05) dan total kolesterol (r = 0,12, p = 0,56) dalam waktu 16 minggu. Quality of life kedua kelompok menunjukkan penurunan tingkat kepuasan. Selain itu, kedua kelompok menunjukkan peningkatan dalam mengelola hidup dengan diabetes. Terdapat peningkatan kecemasan pada akhir penilaian. Untuk kelompok intervensi, ada hubungan yang positif secara signifikan pada pengukuran awal tingkat kepuasan dan bagaimana merasakan diabetes mempengaruhi kehidupan mereka (r = 0,66, p = 0,001). Namun, tidak ada hubungan pada pengukuran akhir. Manfaat : Penggunaan videoconference sangat berguna dalam membantu pasien untuk mengelola kondisi mereka.

Sacco, William P et al

Timmerberg, Brady D et al

Penelitian yang dilakukan oleh Kim & Jeong (2003) melaporkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan intervensi melalui telephone berupa pendidikan dan reinforcement mengenai diet, exercise, menyesuaikan rekomendasi pengobatan dan pemantauan glukosa darah secara teratur memiliki penurunan rata-rata kadar HbA1c 1,2 %

dan kelompok kontrol mengalami peningkatan 0,6 %. Kelompok intervensi lebih patuh terhadap diet dan pemantauan glukosa darah secara teratur. Intervensi berupa pembinaan yang disampaikan secara singkat melalui telephone juga memiliki dampak positif terhadap pasien diabetes melitus tipe 2. Pada kelompok intervensi didapatkan perbaikan yang signifikan terhadap diet, exercise, perawatan kaki, gejala depresi dan gejala diabetik. Juga mempengaruhi empat mekanisme terapeutik yaitu self efficacy, dukungan sosial, reinforcement perilaku perawatan diri dan kesadaran akan tujuan perawatan diri (Sacco, William P et al, 2009). Di Saint Louis University, yang menggunakan perangkat web dan computer-telephone dalam memberikan pendidikan pada pasien diabetes melitus, pasien lebih senang menerima panggilan dibandingkan dengan memanggil sistem. Selama 2 bulan pertama call center beroperasi, terdapat 515 panggilan dan hanya menerima 3 panggilan dari pasien. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan kesehatan pada pasien dilakukan dengan melakukan panggilan dan tidak menunggu pasien untuk memulai panggilan (De Leo, Gianluca et al., 2005). Komunikasi melalui telephone juga digunakan untuk membandingkan dampak telehealth dan komunikasi telephone oleh perawat praktisi untuk manajemen perawatan pada pasien diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi telehealth dan komunikasi telephone memiliki efek yang sama terhadap pengontrolan kadar HbA1c pada penderita diabetes melitus (Chang, et al, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Dansky, Kathryn & Liisa (2003), dengan menggunakan telehomecare unit berupa video SLX model (gambar 1) pada penderita diabetes melitus di panti jompo Amerika Serikat melaporkan bahwa kelompok intervensi selain mendapatkan sistem pelayanan rutin juga menerima telehomecare melalui sebuah video. Dengan analisis of varians tidak ditemukan adanya perbedaan status fungsional, kualitas hidup dan kepuasan pasien. Hasil uji regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa kelompok kontrol membutuhkan perawatan lanjutan dan lebih memungkinkan untuk dirawat di rumah sakit. Penelitian ini memiliki efek positif terhadap clinical outcomes, telehomecare bermanfaat bagi pasien, penyedia layanan kesehatan di rumah dan asuransi (Dansky, Kathryn & Liisa 2003).

Penggunaan videoconference juga sangat efektif digunakan saat melakukan konseling gizi terhadap pasien diabetes melitus. Videoconference memiliki hubungan yang positif dengan kadar HbA1c dan kadar kolesterol total. Dengan videoconference dapat membantu pasien diabetes melitus mengelola kondisi mereka (Timmerberg, Brady D et al, 2009). Penggunaan telehomecare yang merupakan teknologi baru, pada tahap awal memerlukan biaya peralatan yang besar. Tetapi dipercaya bahwa dengan perkembangan teknologi telehomecare, biaya peralatan akan terus menurun. Diperkirakan bahwa biaya perawatan pada pasien diabetes melitus mencapai $ 87.327 untuk pasien yang memanfaatkan telehomecare dan $ 232.872 yang tidak memanfaatkan telehomecare, dengan perkiraan bahwa pasien memiliki satu atau lebih penyakit yang dapat menyebabkan rawat inap lebih lama. (Dansky, Kathryn H, 2001). Dari beberapa jurnal yang membahas tentang telehomecare dalam memberikan pelayanan kesehatan, jenis teknologi yang digunakan adalah telephone, telehealth, video SLX model dan videoconverence. Manfaat telehomecare pada pasien diabetes melitus yaitu menurunkan perkembangan komplikasi mikrovaskuler dan neuropati, menurunkan risiko kunjungan ke unit gawat darurat mikrovaskuler, menurunkan biaya kesehatan, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi beban ekonomi, membatu pasien mengelola kondisi mereka sehingga meningkatkan frekuensi exercise, inspeksi kaki, meningkatkan diet,
menurunkan gejala diabetik dan gejala depresi. Selain bermanfaat buat pasien juga bermanfaat terhadap penyedia layanan kesehatan dan asuransi.

Penggunaan telephone merupakan salah satu sarana yang sangat efektif dibandingkan pasien harus melakukan kunjungan ke sarana pelayanan kesehatan khususnya pada saat memberikan pendidikan kesehatan. Namun untuk membuat penggunaan telephone efektif, harus dilakukan dengan benar. Walaupun banyak waktu untuk membahas masalah pasien melalui telephone, perawat harus fokus pada satu topik saat melakukan percakapan. Materi tertulis akan dikirimkan kepada pasien setelah percakapan dan perawat akan melakukan panggilan untuk mereview. Pasien biasanya dihubungi dalam waktu 24 48 jam setelah keluar dari rumah sakit. Frekuensi panggilan setiap pasien disesuaikan dengan gejala, biasanya setiap minggu, setiap bulan atau setiap tiga bulan dan dijadwalkan sehingga pasien mengharapkan untuk berkomunikasi (Mikelson, Melissa, 2010). Pemanfaatan telehomecare dibutuhkan kesiapan dari berbagai pihak termasuk pengadaan fasilitas, kesiapan sumberdaya termasuk perawat dan tenaga kesehatan lain, tekhnisi dan kesiapan pasien. Melihat manfaat dari telehomecare begitu banyak dan sudah ada sejak tahun 1990-an, maka penggunaan teknologi ini dalam pelayanan keperawatan sangat diperlukan. Namun, besarnya biaya pada tahap awal penggunaan sistem, memerlukan dukungan dari tempat kerja dan pemerintah serta diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. KESIMPULAN DAN SARAN Dengan kemajuan teknologi, telehomecare dapat digunakan untuk mengelola diabetes melitus yang merupakan penyakit kronis dan dapat menyebabkan komplikasi

mikrovaskuler dan neuropati. Review ini menyajikan dampak positif dari telehomecare sebagai suatu pendekatan dalam mengelola pasien diabetes melitus tipe 2. Mengingat dampak dari telehomecare dapat mengontrol kadar glukosa darah, menurunkan biaya kesehatan, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban ekonomi pada pasien diabetes melitus, maka telehomecare dapat diterapkan dalam praktek keperawatan untuk meningkatkan proses keperawatan. Penggunaan teknologi ini, bisa terealisasi dengan persiapan keterampilan teknis dan dukungan dari pemerintah. Selain itu, perawat sebagai pengguna harus dilibatkan pada tahap awal rancangan sistem.

10

KEPUSTAKAAN Anonymous. (2008). Report Shows Benefits of Telehomecare. http://web.ebscohost.com/ ehost/ pdfviewer/ pdfviewer? vid=5&hid=11&sid=99248b3e-9f77-47e8-b4e3 60dbc35 ab8c1%40sessionmgr11. diperoleh tanggal 15 Oktober 2010 Chang, Karen. et al. (2007). Nurse Practitioner-Based Diabetes Care Management Impact of Telehealth or Telephone Intervention on Glycemic Control. Dis Manage Health Outcomes 15 (6), 377 - 385. Courtney, Karen L; George Demiris; Greg L. Alexander. (2005). Information Technology Cahanging Nursing Processes at the Point-of-Care. Nurs Admin Q 29 (4), 315 322. Dansky, Kathryn H et al. (2001). Cost Analysis of Telehomecare. Telemedicine Journal and e-health 7 (3), 225 - 233. Dansky, Kathryn; Kathryn Bowles & Liisa Palmer. (2003). Clinical Outcomes of Telehomecare for Diabetic Patients. The Journal on Information Technology in Healthcare 1 (1), 61 - 74. De Leo, Gianluca et al. (2005). Web and Computer Telephone-Base Education : Lessons Learnt from the Development and Use of a Call Center. Journal of Medical Systems 29 (4), 343 - 355. Kim, Hee-Seung & Jeong-Ah Oh. (2003). Adherence to Diabetes Control Recommendations : Impact of Nurse Telephone Calls. Journal of Advanced Nursing 44 (3), 256-261.

Mikelson, Melissa. (2010). Telephone Conversations Provide Education. Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=8&hid=119&sid=6c051c 7d-3773-4b7a-b6b1-4a878404b147%40sessionmgr114. diperoleh tanggal 30 Oktober 2010. Sacco, William P et al. (2009). Effect of a Brief, Regular Telephone Intervention by Paraprofesionals for Type 2 Diabetes. Journal of Behavioral Medicine 32, 349-359. Sevean, Patricia et al. (2008). Bridging the Distance : Educating Nurses for Telehealth Practice. The Journal of Continuing Education in Nursing 39 (9), 413-418. Stachura, Max E. (2010). Telehomecare and Remote Monitoring : An Outcomes Overview. Georgia : Advamed Strayer, Darlene A & Tanja Schub. (2010). Diabetes Mellitus tipe 2. Wilson Terrace, Glendale : Cinahl Information Systems Suseno, Untung, dkk. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan R. I.

11

Timmerberg, Brady D et al. (2009). Feasibility of Using Videoconferencing to Provide Diabetes Education : a Pilot Study. Journal of Telemedicine and Telecare 15, 9597.

Anda mungkin juga menyukai