Anda di halaman 1dari 38

T e o r i H i m p u n a n | 1

HIMPUNAN
A. KONSEP HIMPUNAN
Pengertian Himpunan
Pada akhir abad ke-19, di dalam matematika
timbul suatu masalah adanya penggolongan atas
dasar sifat-sifat yang serupa dan sifat yang
berbeda. Masalah klasifikasi semacam ini
disarikan menjadi suatu cabang matematika
yang dinamakan teori himpunan. Orang yang
pertama kali mengemukakan konsep himpunan
ialah seorang matematikawan Jerman yang
bernama Goerge Cantor (1845-1918). Ia
menciptakan suatu istilah baru dalam bahasa
Jerman yang disebutnya menge yang dibatasi olehnya sebagai hasil usaha
menghimpun beberapa benda yang memiliki suatu ciri pembeda tertentu menjadi
kesatuan. Di dalam bahasa Inggris menge disebut set, sedangkan kita sering
menyebutnya sebagai himpunan. Namun ada pula yang menyebutnya sebagai
keluarga, gugus, kelas, kelompok, atau kumpulan.
Pada awal munculnya konsep teori himpunan selama bertahun-tahun sulit untuk
diterima, kemudian beberapa tahun berikutnya menjadi bahan perdebatan dan setelah
dua tahun George Cantor wafat, tepatnya tahun 1918 pendapat ini mulai
dipertimbangkan kembali oleh para ahli matematika masa itu. Pada saat ini, konsep
teori himpunan bukan saja digunakan untuk penyelesaian bilangan-bilangan, tetapi juga
dipakai dalam menyelesaikan persamaan, interpretasi grafik, teori kemungkinan dan
statistika, konsep-konsep goemetri baik bidang maupun ruang. Konsep himpunan
sekarang ini merupakan dasar bagi matematika modern.
Himpunan termasuk ke dalam unsur primitif atau unsur yang tidak didefinisikan.
Secara intuisi, himpunan dapat diartikan sebagai kumpulan benda-benda real atau
abstrak yang dapat dibedakan antara satu dengan lainnya.
George Cantor
(1845-1918).
Nama lengkapnya
George Ferdinand
Ludwig Philipp
Cantor. Lahir di St.
Petersburg, Rusia 3
maret 1845 dan
meninggal di Halle,
jerman 6 Januari
1918.

Dia dianggap
sebagai bapak teori himpunan karena dialah
yang mengembangkan pertamakali cabang
matematika ini. Demikian pula ide-idenya
mengenai himpunan terutama mengenai
himpunan tak hingga.

T e o r i H i m p u n a n | 2

Dengan kata lain, himpunan itu harus merupakan kumpulan objek yang dapat
didefinisikan dengan jelas. Maksudnya, kita dapat menentukan apakah suatu benda atau
hal lain termasuk anggota himpunan tersebut atau bukan. Dengan demikian, kumpulan
suatu benda yang keanggotaanya diragukan bukan merupakan contoh suatu himpunan.
Objek-objek di dalam suatu himpunan boleh apa saja, biasa real dan bisa pula
abstrak, misalnya manusia, malaikat, binatang, warna, huruf, ide, bilangan, planet, dan
lain-lain. Untuk lebih jelasnya perhatikan beberapa kumpulan benda berikut.
Kumpulan segitia.
Kumpulan bilangan asli ganjil, yaitu 1,3,5,
Kumpulan lukisan yang indah.
Kumpulan mahasiswa yang rajin.
Kumpulan yang pertama, dapat dikatakan atau disebut sebagai himpunan, sebab
setiap segitiga termasuk dalam kumpulan itu. Apakah segitiganya siku-siku, sama kaki,
sama sisi, atau sembarang, sedangkan setiap bangun geometri yang bukan segitiga tidak
termasuk ke dalam kumpulan itu.
Kumpulan yang kedua, merupakan himpunan juga, sebab bila kita ambil sembarang
bilangan pasti dapat mengatakan apakah yang kita ambil itu termasuk kumpulan itu.
Misalnya, 2, apakah 2 termasuk kumpulan itu? Jawabanya tidak. Apakah 17 termasuk
dalam kumpulan itu? Jawabannya ya, dan sebagainya.
Kumpulan yang ketiga, yaitu lukisan yang indah tidak dapat disebut himpunan atau
tidak memenuhi persyaratan himpunan. Apa sebabnya? Oleh karena lukisan yang indah
tidak dapat didefinisiskan dengan tepat, setiap orang relatif ada perbedaan dalam
memberikan tanggapannya. Di antara kita tidak akan sepakat bahwa lukisan itu indah.
Mungkin seseorang menganggapnya lukisan itu indah, sedangkan oang lain mungkin
saja menganggapnya tidak karena selera terhadap lukisan dari setiap orang relatif ada
perbedaan.
Bagaimana dengan kumpulan yang keempat, yaitu kumpulan mahasiswa yang
rajin?. tentunya karakteristik rajin itu berisifat relatif. Mungkin saja seseorang
dipandang rajin oleh orang tertentu, tetapi dapat pula dipandang kurang rajin atau
tidak rajin oleh orang yang berbeda.
T e o r i H i m p u n a n | 3

Jadi, jelas bahwa benda-benda yang termasuk dalam kumpulan itu harus dapat
didefinisikan denga tepat. Kumpulan itu harus memiliki anggota-anggota yang jelas,
yang berbeda dengan anggota-anggota dari kumpulan lainnya. Kumpulan itu harus
dapat dibedakan dengan kumpulan yang lainnya sehingga dapat disebut himpunan.
Notasi Himpunan
Nama suatu himpunan biasanya dinyatakan dengan huruf kapital atau huruf
besar, misalnya A, B, C, Q, R, dan sebagainya. Sedangkan huruf-huruf kecil biasanya
dipakai untuk menyatakan anggota suatu himpunan. Antara anggota yang satu dengan
yang lainnya dipisahkan dengan tanda koma dan untuk menyatakan istilah himpunan
itu sendiri dinotasikan dengan tanda kurung kurawal.
Contoh:
A = * +
D = * +
I = * +
Notasi atau penulisan himpunan seperti di atas disebut cara tabulasi atau cara
mendaftar (The Rooster Method), sedangkan tiga buah titik pada contoh yang ketiga,
maksudnya untuk sigkatan yang berarti dan seterusnya. Ada pula cara lain untuk
menuliskan suatu himpunan, yaitu dengan cara menyebutkan cirri-ciri anggota
himpunannya. Cara ini biasanya dinamakan cara menyebutkan syarat keanggotaanya
(Cara Deskripsi). Sebagai contoh, kita tulis ketiga contoh diatas dengan metode
penulisan yang kedua, yaitu seperti berikut ini.
T = * +
R = * +
I = * +
Selain kedua cara penulisan himpunan di atas, ada satu cara lagi yang biasa
disebut cara menggunakan notasi pembentuk himpunan (The Rule Method). Pada cara
ini anggota himpuanan yang akan ditulis dinyatakan dalam variabel, kemudian diikuti
tanda slash atau garis miring atau tanda : , kemudian dilanjutkan dengan
T e o r i H i m p u n a n | 4

menyebutkan syarat keanggotannya. Perhatikan contoh berikut yang merupakan cara
ketiga dalam penulisan contoh-contoh di atas.
A = * +
A = * +

B = * +
B = * +

P = * +
P = * +
Perlu diketahui, ketika kita akan menyatakan suatu himpunan kadang-kadang
hanya dapat dituliskan dengan satu cara saja diantara ketiga cara di atas.
Contoh :
Q = * +
Contoh yang terakhir ini penulisan himpunannya hanya dapat dinyatakan dengan cara
tabulasi saja, tidak bisa ditulis dengan cara menyebutkan syarat keanggotaannya, dan
tidak bisa pula ditulis denagn menggunakan notasi himpunan.
Keanggotaan Himpunan
Setiap benda yang terdapat dalam suatu himpunan disebut anggota atau
elemen atau unsur himpunan itu. Untuk menyatakan keanggotaan suatu himpunan
tersebut digunakan lambang yang dibaca anggota dari sedangkan untuk
menyatakan anggota yang tidak termuat pada himpunan tersebut digunakan lambang
dan dibaca bukan anggota dari.
Contoh :
Q = * +

T e o r i H i m p u n a n | 5

Maka :
a adalah anggota Q, ditulis a Q;
b adalah anggota Q, ditulis b Q;
c adalah anggota Q, ditulis c Q.
Tetapi :
d adalah bukan anggota Q, ditulis d Q;
e adalah bukan anggota Q, ditulis e Q; dan seterusnya.
Contoh :
a. 2 * +
b. kg * +
c. -5 *

+
Bilangan Kardinal
Sekarang coba perhatikan beberapa contoh berikut ini.
a. A = * +
b. B = * +
c. C = * +
Himpunan A, B, dan C tersebut mempunyai anggota yang banyaknya dapat
ditentukan atau dihitung. Banyaknya anggota himpunan A ada 3, sebab himpunan A
beranggotakan sebuah segitiga, persegi, dan sebuah lingkaran. Banyaknya anggota
himpunan B ada 10, sebab anggota-anggota dari himpunan B adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9, dan 10. Sedangkan banyaknya anggota himpunan C ada 5, sebab huruf hidup abjad
latin atau vokal ialah a, I, u, e, dan o.
Banyaknya anggota suatu himpunan disebut bilangan kardinal dari himpunan
tersebut. Bilangan kardinal dari himpuanan A, B, dan C di atas berturut-turut ditulis
n(A), n(B), dan n(C), berarti n(A) = 3, n(B) = 10, dan n(C) = 5. Jadi, dapat kita simpulkan
T e o r i H i m p u n a n | 6

bahwa bilangan kardinal ialah bilangan yang menyatakan banyaknya anggota
suatu himpunan.
Macam-Macam Himpunan
1. Himpunan Kosong
Perhatikan contoh berikut ini.
a. D = * +
b. B = * +
c. F = * +
Apakah ada orang Indonesia yang tingginya 5 meter? Sepanjang yang kita
ketahui tentunya tidak ada orang yang tingginya 5 meter. Begitu juga tidak ada bilangan
real yang kuadratnya sama dengan -1, dan tidak ada pula mahasiswa UHAMKA yang
umurnya lebih dari 100 tahun. Namun, tentunya ketiga contoh di atas masih merupakan
himpunan, sebab walaupun anggota-anggotanya tidak ada, kita masih dapat
menunjukkan bahwa seseorang atau sesuatu itu merupakan anggotanya atau bukan
anggotanya.
Ketiga contoh himpunan di atas merupakan contoh-contoh himpunan kosong.
Jadi, jelas bahwa yang dimaksud dengan himpunan kosong adalah himpunan tidak
memiliki anggota. Himpunan kosong menggunakan notasi atau { }. Perlu kita
perhatikan perbedaan antara kumpulan yang merupakan himpunan kosong dengan
yang bukan himpunan. Sering kali yang bukan merupakan himpunan dianggap sebagai
himpunan kosong. Untuk itu, kita harus benar-benar memperhatikan syarat
keanggotaannya. Bila anggotanya benar-benar tidak ada, maka himpunan itu termasuk
himpunan kosong. Sebaliknya jika anggotanya tidak jelas, dalam arti tidak dapat
dibedakan apakah termasuk anggota kumpulan itu atau bukan, maka kumpulan
tersebut bukan merupakan himpunan.
Contoh :
a. Kumpulan siswa SD yang berumur 2 tahun.
b. Kumpulan siswa SMP yang pandai.
T e o r i H i m p u n a n | 7

c. Kumpulan siswa SMA Negeri yang berjenis kelamin laki-laki.
Karena tidak mungkin ada siswa SD yang berumur 2 tahun, maka contoh (a) ini
merupakan contoh himpunan kosong. Kumpulan siswa SMP yang pandai bukan
merupakan himpunan karena nggotanya tidak jelas, yang dimaksud dengan pandai itu
bersifat relatif, sedangkan contoh yang ketiga jelas merupakan contoh sebuah
himpunan dan bukan merupakan himpunan kosong karena sudah dapat dipastikan di
suatu SMA Negeri siswa-siswanya tidak perempuan semuanya.
2. Himpunan Nol
Himpunan nol adalah himpunan yang mengandung satu elemen, yaitu
bilangan nol. Himpunan nol dinotasikan dengan {0}.
Contoh :
a. A = *

+
b. B = * +
Untuk himpunan A tidak ada bilangan yang memenuhi kedua persamaan

; jadi himpunan A adalah himpunan nol. Pada himpunan B, bilangan nol


memenuhi persamaan x + 8 = 8, dengan demikian himpunan D terdiri atas elemen nol
{0}. Oleh sebab itu, D bukanlah himpunan kosong.
3. Himpunan Semesta ( Set Universum )
Himpunan semesta adalah suatu himpunan yang memuat semua anggota
yang sedang dibicarakan. Himpunan semesta sering pula disebut himpunan umum
atau semesta pembicaraan dan dilambangkan dengan S atau U.
Contoh :
a. A = * +.
Himpunan semesta yang mungkin untuk himpunan A ini bisa :
S = * +
S = * +
T e o r i H i m p u n a n | 8

S = * +
S = * +
S = * +
Contoh :
b. Q = * +
Himpunan semesta yang mungkin untuk himpunan Q ini bisa :
S = * +
S = * +
S = * +
4. Himpunan Berhingga ( Finite Set )
Himpunan berhingga adalah himpunan yang banyak anggotanya berhingga
atau terbatas atau banyak anggotanya suatu bilangan tertentu atau pembilangan
anggotanya merupakan suatu proses yang dapat terhenti.
Perhatikan contoh berikut ini.
a. D = * +.
b. F = * +
Banyaknya anggota himpunan D ada 1000 buah atau bilangan kardinal
himpunan D atau n(D) = 1000, berarti banyaknya himpunan D terbatas atau berhingga
walaupun cukup banyak. Begitu pula dengan himpunan F, walaupun banyaknya
angggota himpunan F cukup besar, tetapi kalau kita membilangnya, maka pasti proses
pembilangan akan berhenti. Dengan kata lain, banyaknya anggota himpunan D atau
himpunan F merupakan suatu himpunan tertentu atau boleh pula dikatakan jika kita
membilang anggoa-anggota himpunan D atau himpunan F, maka proses membilang
akan ada batasnya sampai terhenti di suatu bilangan tertentu.

T e o r i H i m p u n a n | 9

5. Himpunan Tak Hingga ( Infinite Set )
Himpunan tak hingga adalah himpunan yang banyak anggotanya tidak
terbatas atau tidak berhingga ().
Perhatikan contoh berikut ini.
a. G = * +
Banyaknya anggota dari himpunan G adalah tak terbatas dan bilangan
kardinalnya atau n(G) = (tak hingga) karena anggota-anggotanya semua bilangan
bulat positif atau bilangan asli sehingga kita tidak mungkin untuk menuliskannya.
Setiap kali kita berhenti membilang anggota himpunan G, selalu ada anggota bilangan
berikutnya yang tak terbilang.
6. Himpunan Terbilang (Countable Set / Denumerable Set )
Himpunan terbilang adalah himpunan yang anggota-anggotanya dapat
ditunjukkan satu per satu. Jadi, setiap yang terbilang sudah pasti diskrit.
Perhatikan contoh berikut ini.
a. A = * +
Himpunan A ini merupakan contoh himpunan terbilang, sebab anggotanya
dapat ditunjukkan satu per satu, yaitu : x, y, z. Himpunan A ini juga merupakan contoh
himpunan berhingga, sebab banyaknya anggota himpunan A berhingga, yaitu ada 3 atau
n(A) = 3.
b. B = * +
Himpunan B merupakan contoh himpunan terbilang, sebab anggotanya bisa
ditunjukkan satu per satu. Namun, himpunan B tersebut juga merupakan himpunan tak
hingga, karena anggotanya tidak mungkin dituliskan satu per satu.
Perlu diperhatikan, bahwa setiap himpunan berhingga (kecuali himpunan
kosong) sudah pasti merupakan humpunan terbilang, karena banyak anggotanya
terbatas atau berhingga sehingga dapat ditunjukkan satu per satu. Namun, tentunya
tidak berlaku sebaliknya, artinya tidak setiap himpunan terbilang merupakan himpunan
T e o r i H i m p u n a n | 10

berhingga sebab himpunan terbilang mungkin saja merupakan himpunan tak hingga
().
7. Himpunan Tak Terbilang ( Uncountable Set / Nondenumerable Set )
Himpunan Tak Terbilang adalah himpunan yang anggota-angotanya tidak
dapat ditunjukkan satu per satu.
Perhatikan contoh berikut ini.
a. C = * +
Himpunan C ini adalah himpunan tak tebilang, sebab anggota-anggotanya tidak
bisa disebutkan satu per satu. Himpunan C juga merupakan himpunan tak hingga ()
karena banyaknya himpunan bilangan rasional di antara 0 dan 1, tak terhingga atau
n(C) = .
8. Himpunan Terbatas ( Bounded Set )
Himpunan yang memiliki batas di sebelah kiri (batas bawah) dan himpunan
yang mempunyai batas di sebelah kanan (batas atas) disebut himpunan terbatas.
Himpunan yang mempunyai batas di sebelah kiri saja disebut himpunan terbatas kiri
dan jika himpunan itu hanya mempunyai batas di sebelah kanan saja disebut himpunan
terbatas kanan.
Suatu himpunan yang ditulis dengan cara tabulsi (mendaftar), anggota
terbesarnya menjadi batas atas dan anggota terkecil menjadi batas bawahnya. Namun,
pada himpunan yang ditulis dengan notasi pembentuk himpunan, batas atas atau batas
bawahnya belum tentu menjdi anggota himpunan itu. Berarti unsur yang mejadi batas
itu bisa merupakan anggota himpunan itu dan bisa pula tidak.
Perhatikan contoh berikut ini.
a. P = * +
Himpunan P ini mempunyai batas bawah 3 dan batas atas 7. Kedua batas, yaitu 3
dan 7 menjadi anggota P. Himpunan P disebut himpunan terbatas.
b. Q = * +
T e o r i H i m p u n a n | 11

Himpunan Q disebut himpunan terbatas kanan, dengan batas atas 5 bukan
anggota Q.
C. R = * +
Himpunan R merupakan himpunan terbatas kiri dengan batas bawah 2 yang
merupakan anggota R.
9. Himpunan Tak terbatas
Himpunan Tak terbatas adalah himpunan yang tidak mempunyai batas
kanan dan batas kiri.
Perhatikan contoh berikut ini.
a. T = * +
Himpunan T adalah himpunan tak terbatas.
10. Himpunan Sama
Perhatikan contoh berikut ini.
a. A = * +
b. B = * +
Dapat kita lihat bahwa setiap anggota dari himpunan A adalah anggota-anggota
dari himpunan B juga, hanya urutan penulisan anggotanya saja yang berbeda. Apabila
terjadi kejadian seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa himpunan A dan himpunan B
merupakan himpunan-himpunan yang sama.
Perhatikan lagi contoh berikut ini.
c. P = * +
d. Q = * +
Maka P = Q, karena setiap anggota p ada di Q dan setiap anggota Q juga merupakan
anggota P.

T e o r i H i m p u n a n | 12

e. R = * +
f. T = * +
R T karena anggota R tidak semuanya menjadi anggota T dan anggota T tidak
semuanya menjadi anggota R walaupun sebagian anggota R ada yang menjadi anggota T
dan sebaliknya.
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa dua himpunan disebut sama bila
keduanya mempunyai anggota yang persis sama, tanpa melihat urutannya. Dengan
kata lain, dua himpunan dikatakan sama bila setiap anggota himpunan yang satu
merupakan anggota himpunan yang satunya lagi dan sebaliknya
11. Himpunan Ekuivalen
Dua himpunan atau lebih, disebut ekuivalen satu sama lainnya bila
banyaknya anggota himpunan-himpunan tersebut sama. Dengan kata lain, dua
himpunan atau lebih disebut saling ekuivalen bila setiap anggota himpunan tersebut
mempunyai hubungan satu-satu dengan setiap angggota himpunan lainnya. Hal ini
berarti dua himpunan A dan B disebut ekuivalen apabila bilangan kardinalnya sama
atau n(A) = n(B). selanjutnya, untuk menyatakan himpunan A ekuivalen dengan
himpunan B digunakan notasi A B atau A B. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
contoh berikut ini.
a. A = * + dan B = * +
A B karena n(A) = n(B).
b. C = *

+ dan D = *

+
C tidak ekuivalen dengan D, ditulis C D.
12. Himpunan Bagian Sejati ( Subhimpunan Sejati ).
Perhatikan contoh berikut ini.
a. P = * +
b. Q = * +
T e o r i H i m p u n a n | 13

Tentunya kita dapat mengamati bahwa anggota-anggota yang ada pada
himpunan P, yaitu a dan b juga terdapat pada himpunan Q. Apabila terjadi kejadian
seperti ini maka P dinamakan himpunan bagian dari himpunan Q. Untuk menyatakan
suatu himpunan merupakan bagian dari himpunan lainnya dinotasikan dengan lambang
dibaca himpunan bagian atau subset. Sedangkan notasi digunakan untuk
menyatakan bukan himpunan bagian.
Jadi, pernyataan di atas, P merupakan himpunan bagian dari Q dan ditulis
P Q.
Dapat pula ditulis Q P yang dibaca Q sumber dari P atau Q memuat P atau Q
super himpunan dari P. Selanjutnya didefinisikan P adalah himpunan bagian sejati
dari Q jika dan hanya jika setiap anggota P adalah anggota dari Q, tetapi
sekurang-kuranngnya ada sebuah anggota Q yang bukan anggota P.
Selain dari * +, tentunya masih ada himpunan bagian lain yang merupakan
himpunan bagian dari Q, yaitu *+ *+ *+ * + * + .
Lalu, mengapa himpunan kosong () merupakan himpunan bagian dari Q? untuk
menjawabnya, perhatikan contoh berikut.
Misal :
a. A = *+, Q = * +
A Q karena semua anggota A merupakan anggota Q dan tidak ada anggota A
yang bukan merupakan anggota Q.
b. B = * +, Q = * +
B Q karena semua anggota B merupakan anggota Q dan tidak ada anggota B
yang merupakan anggota Q.
c. C = * +, Q = * +
C Q karena tidak semua anggota C merupakan anggota Q, berarti ada anggota C
yang bukan merupakan anggota Q, yaitu *+.
T e o r i H i m p u n a n | 14

Jadi, suatu himpunan, misalnya P bukan merupakan himpunan bagian dari
himpunan Q jika dan hanya jika ada anggota P yang bukan anggota Q. Kembali ke
permasalahan, apakah himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari himpunan
Q = * + ? jawabannya, ya himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari
himpunan Q. Alasannya, jika himpunan kosong bukan merupakan himpunan bagian dari
Q, tentunya terdapat anggota pada himpunan kosong yang bukan anggota Q, padahal
himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota. Jadi, Q. Dari
alasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa himpunan kosong merupakan hmpunan
bagian dari setiap himpunan.
13. Himpunan Bagian (Subhimpunan)
Perhatikan kembali contoh-contoh berikut ini.
a. P = * +
b. Q = * +
Apakah P Q? jawabnya ya, kalau kita kaji, terlihat bahwa semua anggota P
merupakan anggota Q dan tidak ada anggota P yang bukan merupakan anggota Q.
Namun demikian, himpunan bagian ini tidak sejati karena tidak terapat sekurang-
kurangnya sebuah anggota Q yang bukan merupakan anggota P, sebab n(P) = n(Q).
Lambang yang digunakan untuk menyatakan himpunan bagian tidak sejati atau
tidak murni adalah . Jadi, P merupakan himpunan tidak sejati dari Q dan ditulis P
Q. didefinisikan himpunan P dikatakan himpunan bagian tidak sejati dari
himpunan Q jika dan hanya jika setiap anggota P juga anggota Q.
Bagaimanakah menentukan banyaknya himpunan bagian dari suatu himpunan?
Untuk menentukan banyaknya himpunan bagian yang dapat dibentuk dari sebuah
himpunan, dpat kita pelajari dari tabel berikut ini.




T e o r i H i m p u n a n | 15

Tabel 1.1
Himpunan A
dengan
anggota
Banyaknya
anggota
Himpunan Bagian-Bagiannya
Banyaknya
Himpunan
Bagian
0 1
*+ 1 , *+ 2
* + 2 , *+ *+ * + 4
* + 3 , *+ *+ *+ * + * + * +
* +
8
* + 4
, *+ *+ *+ *+ * + * + * +
* + * + * + * + * +
* + * + * +
16
* + 5 32
n

Jika kita perhatikan bilangan-bilangan pada kolom kedua dan keempat, kita
dapat menentukan rumus yang dicari untuk menentukan banyaknya himpunan bagian
dari suatu himpunan. Berarti banyaknya himpunan bagian dari suatu himpunan A
dengan n(A) = n adalah 2
n
.
14. Koleksi Himpunan
Apakah anggota-anggota dari suatu himpunan dapat pula merupakan himpunan?
Anggota-anggota dari suatu himpunan tentu saja dapat pula merupakan himpunan.
Misalnya, suatu gudang adalah himpunan dari beberapa peti rokok, setiap peti terdiri
dari beberapa bungkus rokok, dan setiap bungkus berisi beberapa batang rokok. Contoh
lain, misalnya suatu himpunan anggota-anggotanya merupakan bagian dari himpunan
bagian.
Dari kedua contoh di atas jelas bahwa suatu himpunan mungkin saja anggota-
anggotanya merupakan himpunan pula. Kondisi ini disebut sebagai koleksi
himpunan atau himpunan dari himpunan.

T e o r i H i m p u n a n | 16

Contoh :
a. A = {* + *+ *+}
{a, b, c} {* + *+ *+} = A atau {a, b, c} A
A {a, b, c}, tetapi a A.
15. Himpunan Kuasa ( Power Set )
Himpunan kuasa adalah suatu himpunan yang anggotanya merupakan
himpunan bagian dari sebuah himpunan tertentu. Himpunan kuasa merupakan
koleksi himpunan, sebab anggota-anggotanya merupakan himpunan, yaitu semua
himpunan bagian dari suatu himpunan. Notasi untuk himpunan kuasa dari suatu
himpunan A ditulis dengan P(A).
Jika A suatu himpunan yang terhingga dengan n unsur maka humpunan kuasa
P(A) mempunyai anggota sebanyak 2
n
itulah sebabnya, himpunan kuasa dari A
dilambangkan pula dengan 2
A
.
Contoh :
a. A = * +
karena : a A maka *+ A
b A maka *+ A
a, b A maka * + A
A
Maka himpunan kuasa dari A = * + adalah :
P(A) = 2
A
= {*+ *+ * + }
Contoh :
b. Q = {* +}
karena : 1 Q maka *+ Q
T e o r i H i m p u n a n | 17

2 Q maka *+ Q
1, 2 Q maka * + Q
Namun, tentunya * + Q maka {* +} Q, dan Q, sebab merupakan himpunan
bagian dari setiap himpunan.
Jadi, P (Q) = 2
Q
= {* + }
16. Himpunan Ganda
Himpunan yang elemennya boleh berulang (tidak harus berbeda) disebut
himpunan ganda (multiset).
Contoh :
a. A = {1, 1, 1, 2, 2, 3}, {2, 2, 2}, {2, 3, 4}, { }.
Multiplisitas dari suatu elemen pada himpunan ganda adalah jumlah
kemunculan elemen tersebut pada himpunan ganda.
Contoh :
a. M = { 0, 1, 1, 1, 0, 0, 0, 1 }, multiplisitas 0 adalah 4
17. Himpunan Fuzzy
Dalam teori himpunan klasik, sebuah himpunan harus didefinisikan dengan jelas
(well-defined). Dalam teori himpunan fuzzy, batasan-batasan yang ada dalam
suatu himpunan fuzzy lebih bersifat samar.
Contoh :
a. A = * +
b. B = * +
c. C = * +
Jika property bersifat samar (fuzzy), maka setiap anggota U mempunyai bobot
keanggotaan. Bobot keanggotaan menyatakan seberapa benar anggota U tersebut
memenuhi properti. Dalam penyajian enumerasi, setiap anggota U diberi bobot
T e o r i H i m p u n a n | 18

keanggotaan himpunan tersebut. Biasanya yang bobotnya 0 tidak didaftar, kecuali
untuk keperluan tertentu.Bobot biasanya merupakan bilangan dalam interval [0, 1].
Misal didefinisikan sebuah himpunan :
c. C = * +
Pengertian bilangan cukup besar di sini sangat relatif. Misal bilangan 10.000,
sejauh mana orang secara umum bisa mengatakan bahwa bilangan 1000 ini termasuk
bilangan yang cukup besar? Untuk itu diperlukan bobot yang merepresentasikan sejauh
mana bilangan 10.000 ini bisa dikatakan cukup besar. Jika kita mendefinisikan bobot
keanggotaan bilangan 10.000 sebesar 0,3, maka kita juga bisa mendefinisikan bobot
bilangan-bilangan asli yang lain.
Misal kita berikan bobot untuk beberapa bilangan asli sebagai berikut :
= 10
2
bobot 0
= 10
4


bobot 0,3
= 10
5
bobot 0,35
= 10
50
bobot 1
Biasanya himpunan fuzzy dinyatakan dengan fungsi keanggotaan
Contoh :
Kita juga dapat mendefinisikan himpunan untuk beberapa kategori usia manusia,
seperti tua dan remaja dengan fungsi keanggotaan :
= usia
Tua Remaja



<
s s

>
=
20 , 0
80 20 ,
60
20
80 , 1
) (
x
x
x
x
x
Tua

< <

< <

> s
s s
=
30 16 ,
14
30
10 7 ,
3
6
30 atau 6 , 0
16 10 , 1
) (
maj a Re
x
x
x
x
x x
x
x
T e o r i H i m p u n a n | 19


1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 1.1
B. DIAGRAM HIMPUNAN
Suatu cara yang sederhana dan instruktif untuk menggambarakan hubungan
antara himpunan-himpunan adalah dengan menggunkan apa yang disebut diagram-
diagram diagram-diagram Venn. Diagaram garis dan diagram cartesius adalah jenis-
jenis lain dari diagram himpunan.
1. Diagram Venn
Venn dan Euler mengemukakan suatu cara yang sederhana untuk
menggambarkan hubungan antar himpunan yang disebut dengan diagram Venn-Euler
atau disingkat digram Venn. Diagram Venn pertama kali diperkenalkan oleh
matemetikawan Inggris, yaitu John Venn pada tahun 1980.
Untuk membuat diagram Venn ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu
sebagai berikut.
Untuk menyatakan himpunan semesta digunakan persegi panjang.
Untuk menggambarakan suatu himpunan yang merupakan bagian dari semesta
pembicaraan digunakan suatu lengkungan terutup sederhana, misalnya
lingkaran, elips, dan lengkunagn sebarang atau segi banyak sebagai batas-batas
himpunan-himpunan tersebut.
Penulisan nama himpunan dapat diletakan di dalam atau diluar himpunan.
Anggota-anggota suatu himpunan ditulis di daerah dalam lengkungan dengan
disertai noktah atau titik.
Contoh :
a. S = * +
menurut ketentuan nomor 1 dan 4 di atas maka bentuk diagram Vennnya dapat
digambarkan sebagai berikut.



S
T e o r i H i m p u n a n | 20

Catatan : Untuk membuat diagaram Venn dari suatu himpunan yang mempunyai
banyak anggota, noktah-noktahnya tidak perlu dituliskan.

Contoh :
S = himpunan bilangan riil.
Z = himpunan bilangan bulat.
N = himpunan bilangan asli

Contoh :
Misalkan S = {1, 2, , 7, 8}, A = {1, 2, 3, 5} dan B = {2, 5, 6, 8}.
iagram Venn:

Gambar 1.3
2. Diagram Garis
Selain dengan diagram Venn kita dapat pula menggambarkan dengan diagram
garis. Diagram garis hanya dapat digunakan bila himpunan yang satu merupakan
himpunan bagian dari himpunan yang lainnya.
Dalam diagram garis, kita menggunakan garis (ruas garis) untuk melukiskan
relasi antara satu himpunan dengan himpunan lainnya. Misalnya, A merupakan
himpunan bagian dari himpunan B maka A digambarkan di bawah B. jadi, jika A B
maka diagram garisnya adalah sebagai berikut.
B


A
S
Z
N
Gambar 1.2
Gambar 1.4
T e o r i H i m p u n a n | 21

N
L
Contoh :
a. K L, M L, L N
diagram garisnya adalah sebagai berikut.







c. Misal A = * +
B = * +
C = * +
D = * +
E = * +
Dari himpunan-himpunan di atas, berarti A C, A D, A E, B C, B D, B
E, D C, dan D E sehingga diagram-diagram garis untuk relasi tersebut adalah
sebagai berikut.





K
M




D
C
E
A B



Gambar 1.5
Gambar 1.6
T e o r i H i m p u n a n | 22

3. Diagram Cartesian
Diagram Cartesian atau diagram cartesius dipakai untuk menggambarkan
suatu himpunan real dan sifat urutan yang terdapat di dalamnya. Rene Descartes
mengemukakan ide yang cukup efisien dalam melukiskan suatu himpunan, yaitu
dengan menggunakan garis lurus dengan titik O sebagai titik nol (titik pangkal atau titik
asal) dan ruas garis sebagai satuannya (skalkanya). Dengan demikian, setiap bilangan
real dapat dilukiskan dalam garis. Garis seperti ini dinamakan garis bilangan Cartess
atau kita singkat garis bilangan (real).
Untuk menggambarkan suatu himpunan yang anggotanya bilangan bulat, titik
pada garis bilangan yang sesuai dengan bilangan bulat yang menjadi anggota dari
himpunan tersebut diberi noktah (bulatan kecil atau titik tebal). Titik-titik tersebut
untuk menunjukkan adanya perbedaan dengan bilangan laninnya yang bukan anggota
bilangan tersebut.
Misalnya, diagram cartess untuk himpunan A = * + adalah berikut ini.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 1.7
Untuk memperjelas diagram cartess ini, sebaiknya kita mencantumkan pula
bilangan-bilangan yang tidak menjadi anggota himpunan-himpunan yang dimaksud.;
dalam hal ini cukup beberapa bilangan saja sehingga nampak adanya perbedaan antara
yang menjadi anggota dan yang bukan menjadi anggota dari himpunan tersebut.
Untuk melukiskan suatu interval, yaitu himpunan bagian dari himpunan
bilangan real, digunakan ruas garis yang dipertebal. Maksudnya untuk bilangan yang
menyatakan anggota himpunan itu dipertebal sehingga ada perbedaan dengan bagian
yang tidak menjadi anggotanya. Jika awal (batas bawah) atau akhir (batas atas) ruas
garis itu tidak termasuk maka awal atau akhir dari ruas garis itu ditandai dengan
bulatan berlubang atau dengan kurung buka atau tutup. Namun, apabila ujungnya
termasuk maka ujung itu ditandai dengan noktah atau (bulatan tak berlubang) atau
dengan kurung suku buka atau tutup.
T e o r i H i m p u n a n | 23

Misalkan, A = * + maka garis bilangan cartessnya salah satu
dari kedua diagram berikut.

0 1 2 3 4 5
0 1 2 3 4 5
[ ]

Gambar 1.8

Gambaran di atas menunjukkan grafik interval * + yang terbuka
pada 2 dan tertutup pada 5.













T e o r i H i m p u n a n | 24

C. OPERASI-OPERASI HIMPUNAN
Operasi fundamental dalam aljabar ada 4 yaitu, operasi tambah (+), operasi
kurang (-), operasi kali (x), dan operasi bagi (:). Operasi atau pengerjaa yang
diberlakukan pada himpunan dikenal sebagai operasi himpunan.
1. irisan ( Intersection )
Andaikan himpunan A = * + dan B = * +. Unsur r merupakan anggota A dan
merupakan pula anggota B. dengan kata lain r merupakan anggota A dan B. himpunan
yang anggotanya r disebut irisan himpunan A dan B.
Irisan (intersection) antara himpunan A dan himpunan B yang ditulis A B (dibaca :
irisan himpunan A dan B) adalah suatu himpunan yang anggotanya merupakan
anggota A, tetapi juga termasuk anggota B. dalam notasi pembentuk himpunan,
irisan antara A dan B dinotasikan dengan:
* +
Atau
* +
Tanda koma (,) sebagai pengganti kata dan.
Dalam diagram Venn irisan antara himpunan A dan B dapat diperlihatkan,
seperti gambar 1.9 dan perhatikan daerah yang diarsir, yaitu daerah tersebut
menyatakan A B.



Gambar 1.9
Contoh :
a. jika A = * +, dan B = * +,
maka A B = * +.
T e o r i H i m p u n a n | 25

Dengan diagram Venn dapat ditunjukkan seperti gambar 2.0



Gambar 2.0

b. jika P = * +, dan Q = * + maka P Q = * +.
Diagram Venn-nya adalah gambar 2.1




Gambar 2.1
c. jika L = * + dan M = * +
maka :
L M = { }
Diagram Venn-nya adalah gambar 2.2



Gambar 2.2
T e o r i H i m p u n a n | 26

Sebagai tambahan dari pembahasan himpunan dan subhimpunan, yaitu tentang
hubungan antara dua himpunan yang erat kaitannya dengan operasi irisan adalah
pengertian himpunan berpotongan dan himpunan lepas.
Dua himpunan disebut berpotongan jika dan hanya jika irisan dari kedua
himpunan tersebut bukan merupakan himpunan kosong. Dalam notasi matematika
ditulis :


Himpunan-himpunan yang berpotongan disebut pula himpunan-himpunan yang
beririsan (join set). Sebaliknya, dua himpunan disebut lepas (disjoint set) jika dan
hanya jika irisannya merupakan himpunan kosong.
Secara simbolik ditulis :
A B A B =
Adakalanya notasi himpunan lepas dipakai pula notasi //.
Contoh-contoh untuk dua himpunan yang berpotongan adalah contoh a dan
contoh b di atas dengan diagram venn-nya terlihat pada gambar 2.0 dan gambar 2.1,
sedangkan contoh untuk dua himpunan lepas adalah contoh c denagn diagram Venn
gambar 2.2. Operasi irisan seperti di atas adalah operasi pada himpunan yang
mengaitkan setiap pasangan himpunan A dan B dengan himpunan A B secara tunggal.
2. Gabungan ( Union )
Misalkan A = * + dan B = * +. Jika kita gabungakan kedua himpunan itu
akan didapatkan himpunan baru dan sebutlah himpunan baru itu C. maka C = * +
bukan * +, sebab pada penulisan himpunan beberapa anggota yang sama
hanya ditulis sekali.
Gabungan antara himpunan A dan himpunan B ditulis A B (dibaca : A gabung
B) adalah sebuah hiumpunan yang anggota-anggotanya berasal dari A atau B atau
kedua-duanya. Dalam notasi pembentuk himpunan, A B dapat dituliskan :
A B = * +
A B A B =

T e o r i H i m p u n a n | 27

Contoh :
a. jika A = * + dan B = * +
maka
A B = * +
Diagram Venn-nya ditunjukkan pada gambar 2.3




Gambar 2.3
b. jika A = * + dan B = * +
maka
A B = * +



Gambar 2.4
c. jika A = * + dan B = * + maka A B = * +




Gambar 2.5
T e o r i H i m p u n a n | 28

3. Komplemen (complement)
Notasi : = { x , x e U, x e A }

Gambar 2.6
Contoh :
Misalkan U = { 1, 2, 3, ..., 9 },
jika A = {1, 3, 7, 9}, maka = {2, 4, 6, 8}
jika A = { x | x/2 e P, x < 9 },
maka = { 1, 3, 5, 7, 9 }
Contoh :
A = himpunan semua mobil buatan dalam negeri
B = himpunan semua mobil impor
C = himpunan semua mobil yang dibuat sebelum tahun 1990
D = himpunan semua mobil yang nilai jualnya kurang dari Rp 100 juta
E = himpunan semua mobil milik mahasiswa universitas tertentu
mobil mahasiswa di universitas ini produksi dalam negeri atau diimpor dari luar
negeri (E A) (E B) atau E (A B)
semua mobil produksi dalam negeri yang dibuat sebelum tahun 1990 yang nilai
jualnya kurang dari Rp 100 juta A C D
T e o r i H i m p u n a n | 29

semua mobil impor buatan setelah tahun 1990 mempunyai nilai jual lebih dari Rp 100
juta
4. Pengurangan (Selisih)
Pengurangan himpunan A oleh himpunan B, ditulis A B adalah suatu himpunan
yang anggota-anggotanya merupakan anggota A tetapi bukan merupakan anggota B.
dengan notasi pembentuk himpunan ditulis, seperti berikut.
A B = x
Contoh :
a. A = * + dan B = * +
maka
A B = * +



Gambar 2.7
b. A = * + dan B = * +,
maka
A B = * +



Gambar 2.8
B D C
T e o r i H i m p u n a n | 30

5. Beda Setangkup (Symmetric Difference)
Notasi: A B = (A B) (A B) = (A B) (B A)

Gambar 2.9
Contoh :
Jika A = { 2, 4, 6 } dan B = { 2, 3, 5 }, maka A B = { 3, 4, 5, 6 }
Contoh :
U = himpunan mahasiswa
P = himpunan mahasiswa yang nilai ujian UTS di atas 80
Q = himpunan mahasiswa yang nilain ujian UAS di atas 80
Seorang mahasiswa mendapat nilai A jika nilai UTS dan nilai UAS keduanya di atas 80,
mendapat nilai B jika salah satu ujian di atas 80, dan mendapat nilai C jika kedua ujian
di bawah 80.
Semua mahasiswa yang mendapat nilai A : P Q
Semua mahasiswa yang mendapat nilai B : P Q
Semua mahasiswa yang mendapat nilai C : U (P Q)
TEOREMA : Beda setangkup memenuhi sifat-sifat berikut:
(a) A B = B A (hukum komutatif)
(b) (A B ) C = A (B C ) (hukum asosiatif)

T e o r i H i m p u n a n | 31

6. Penjumlahan
Himpunan A tambah himpunan B, ditulis A + B adalah himpunan yang annggotanya
merupakan anggota A dan B, tetapi bukan A B. dengan notasi pembentuk himpunan
ditulis :
A + B = * +.
Contoh :
a. jika A = * + dan B = * +, maka :
A + B * +
Diagram Venn-nya pada gambar 2.10.



Gambar 2.10
b. jika P = * + dan Q = * +, maka :
P + Q = * +.
Untuk dua himpunan yang lepas (tidak beririsan) ternyata P + Q = P Q.



Gambar 2.11
5. Perkalian
Perkalian antara dua himpunan A dengan himpunan B ditulis A x B adalah himpunan
yang anggota-anggotanya semua pasangan terurut (a, b) dengan a A dan b B. dengan
notasi pementuk himpunan ditulis, seperti berikut.
T e o r i H i m p u n a n | 32

A x B = *( ) +.
Contoh :
Jika A = * + dan B = * +, maka :
a. A x B = *( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )+
b. B x A *( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )+
c. B x B = *( ) ( ) ( ) ( )+
A x A =
Pada umumnya A x B B x A, sebab (x, y) (y, x).

Gambar di bawah ini menunjukkan beberapa keadaan yang mungkin terjadi.

Kondisi

Operasi

A B = C

A B = C

B c A

A B
daerah
berbayang




n(A B) =
n(A) + n(B) n(A B)




n(A B) = n(A) + n(B)




n(A B) = n(A)


A B
daerah
berbayang





n(A B) =
n(A) + n(B) n(A B)





n(A B) = 0






n(A B) = n(B)





T e o r i H i m p u n a n | 33

D. SIFAT-SIFAT OPERASI HIMPUNAN
Hukum Asosiatif ( A B ) C = A ( B C ) ( A B ) C = A ( B C )
Hukum Komutatif A B = B A A B = B A
Hukum Distributif A ( B C ) = ( A B ) (A C ) A ( B C ) = ( A B ) (A C )
Hukum Involusi (A) = A
Hukum Idempoten A A = A A A = A
Hukum Identitas A C = A A S = A
Hukum
null/dominasi
A U = U A =
Hukum
Komplemen
A A = S A A = C
Hukum = U = C
Hukum De Morgan ( A B ) = A B ( A B ) = A B
Hukum kanselasi A C = B C A = B A C = B C A = B

Pembuktian Pernyataan Perihal Himpunan
Pembuktian dengan menggunakan diagram Venn
Contoh :
Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. Buktikan A (B C) = (A B) (A C)
dengan diagram Venn.


C U
T e o r i H i m p u n a n | 34

Bukti:

A (B C)
Pembuktikan dengan menggunakan tabel keanggotaan
Contoh :
Misalkan A, B, dan C adalah himpunan.
Buktikan bahwa A (B C) = (A B) (A C).
A B C B C A (B C) A B A C (A B) (A C)
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 1 0 0 0 0
0 1 0 1 0 0 0 0
0 1 1 1 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1

Pembuktian dengan menggunakan aljabar himpunan.
Misalkan A dan B himpunan. Buktikan bahwa (A B) (A ) = A
Bukti :
(A B) (A ) = A (B ) (Hukum distributif)
= A U (Hukum komplemen)
= A (Hukum identitas)
(A B) (A C)

B
B B
T e o r i H i m p u n a n | 35

Pembuktian dengan menggunakan definisi
Metode ini digunakan untuk membuktikan pernyataan himpunan yang tidak
berbentuk kesamaan, tetapi pernyataan yang berbentuk implikasi. Biasanya di
dalam implikasi tersebut terdapat notasi himpunan bagian (_ atau c).
Contoh :
Misalkan A dan B himpunan. Jika A B = C dan A _ (B C) maka A _ C.
Buktikan!
Bukti :
Dari definisi himpunan bagian, P _ Q jika dan hanya jika setiap x e P juga e Q.
Misalkan x e A. Karena A _ (B C), maka dari definisi himpunan bagian, x juga e
(B C).
Dari definisi operasi gabungan (), x e (B C) berarti x e B atau x e C.
Karena x e A dan A B = C, maka x e B
Dari (i) dan (ii), x e C harus benar. Karena x e A juga berlaku x e C, maka dapat
disimpulkan A _ C .
E. PRINSIP DUALITAS
Jika kita mempertukarkan operasi irisan dengan operasi gabungan dan himpunan
semesta dengan himpunan kosong dalam setiap pernyataan tentang himpunan maka
pernyataan baru tersebut dikatakan dual dari pernyataan aslinya. Dual dari sebuah
teorema dapat dibuktikan dengan menggunakan dual dari setiap langkah dalam
pembuktian asli, apabila teorema itu sudah diketahui langkah-langkah pembuktiannya.
Contoh :
1. Dual dari A (A B) = A B
Adalah A (A B) = (A B).

T e o r i H i m p u n a n | 36

2. Dual dari (S B) (A ) = A
Adalah ( B) (A S) = A
Jika kita akan membuktikan (S B) (A ) = A maka bisa dilakukan dengan
membuktikan dualnya karena suatu pernyataan himpunan dengan dualnya adalah
ekuivalen.
Contoh: AS kemudi mobil di kiri depan
Indonesia kemudi mobil di kanan depan
Peraturan:
(a) di Amerika Serikat,
mobil harus berjalan di bagian kanan jalan,
pada jalan yang berlajur banyak, lajur kiri untuk mendahului,
bila lampu merah menyala, mobil belok kanan boleh langsung
(b) di Inggris,
mobil harus berjalan di bagian kiri jalan,
pada jalur yang berlajur banyak, lajur kanan untuk mendahului,
bila lampu merah menyala, mobil belok kiri boleh langsung
Prinsip dualitas:
Konsep kiri dan kanan dapat dipertukarkan pada kedua negara tersebut
sehingga peraturan yang berlaku di Amerika Serikat menjadi berlaku pula di Indonesia.
Prinsip Dualitas pada Himpunan
Misalkan S adalah suatu kesamaan (identity) yang melibatkan himpunan dan
operasi-operasi seperti , , dan komplemen. Jika S* diperoleh dari S dengan
mengganti , , U, U , sedangkan komplemen dibiarkan seperti
semula, maka kesamaan S* juga benar dan disebut dual dari kesamaan S.
T e o r i H i m p u n a n | 37

Prinsip Inklusi-Eksklusi
Untuk dua himpunan A dan B:
|A B| = |A| + |B| |A B|
|A B| = |A| +|B| 2|A B|
Untuk tiga buah himpunan A, B, dan C, berlaku
|A B C| = |A| + |B| + |C| |A B| |A C| |B C| + |A B C|
Contoh :
Berapa banyaknya bilangan bulat antara 1 dan 100 yang habis dibagi 3 atau 5?
Penyelesaian: |A| = 100/3 = 33,
|B| = 100/5 = 20,
|A B| = 100/15 = 6
|A B| = |A| + |B| |A B| = 33 + 20 6 = 47
Jadi, ada 47 buah bilangan yang habis dibagi 3 atau 5.

F. Partisi
Partisi dari sebuah himpunan A adalah sekumpulan himpunan bagian tidak kosong
A1, A2, dari A sedemikian sehingga:
A1 A2 = A, dan
Ai Aj = C untuk i = j
Contoh : Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}, maka { {1}, {2, 3, 4}, {7, 8}, {5, 6} } adalah
partisi A.


T e o r i H i m p u n a n | 38

Anda mungkin juga menyukai