Anda di halaman 1dari 29

Six sigma

Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder, 2000). Six sigma mempunyai 2 arti penting, yaitu:

Six sigma sebagai filosofi manajemen

Six sigma merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan yang menjadi budaya dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Tujuannya meningkatkan efisiensi proses bisnis dan memuaskan keiginan pelanggan, sehingga meningkatkan nilai perusahaan.

Six sigma sebagai sistem pengukuran

Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma). Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm dan sigma pada lampiran, akan dapat diketahui tingkat sigma. Cara menentukan DPMO adalah sebagai berikut:

Hitung Defect per Unit (DPU)

DPU =

(1) Hitung DPMO terlebih dahulu menentukan probabilitas jumlah kerusakan.

DPMO =

(2) Tabel Hubungan sigma dan DPMO Sigma 6 Sigma 5 Sigma 4 Sigma 3 Sigma Parts per Million 3,4 defects per million 233 defects per million 6.210 defects per million 66.807 defects per million

2 Sigma 1 Sigma

308.537 defects per million 690.000 defects per million Sumber : Pande, Peter. 2000.

1. Keunggulan Six Sigma Six Sigma sebagai program kualitas juga sebagai tool untuk pemecahan masalah. Six sigma menekankan aplikasi tool ini secara metodis dan sistematis yang akan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini bersifat generik sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa. Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang berfokus pada proses dan pencegahan cacat (defect) (Snee, 1999). Pencegahan cacat dilakukan dengan cara mengurangi variasi yang ada di dalam setiap proses dengan menggunakan teknik-teknik statistik yang sudah dikenal secara umum. Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Biasanya Six Sigma membawa perbaikan pada halhal berikut ini (Pande, Peter. 2000): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengurangan biaya Perbaikan produktivitas Pertumbuhan pangsa pasar Retensi pelanggan Pengurangan waktu siklus Pengurangan cacat Pengembangan produk / jasa

Ditinjau dari alat yang digunakan, Six Sigma cukup luas. Gambar berikut menunjukkan metodemetode yang biasa digunakan dalam Six Sigma.

Metode dan Alat (Tools) Penting dalam Six Sigma Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah: 1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas usaha. 2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan, pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya. 3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor dan direspon balik dengan cepat. 4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma akan berubah. Salah satu kunci keberhasilan Six Sigma adalah kerja tim dan khususnya Black Belt yang dilatih, juga alat-alat yang digunakan dapat memberikan kekuatan pada proses usaha perbaikan dan usaha pembelajaran. Metode atau alat-alat tersebut antara lain: 1. SPC (Statistical Process Control) atau pengendalian proses secara statistik, berguna untuk mengidentifikasi permasalahan. 2. Pengujian tingkat signifikan statistik (Chi-Square, T-Test dan ANOVA), untuk mendefinisikan masalah dan analisa akar penyebab permasalahan, 3. Korelasi dan Regresi, berguna untuk menganalisa akar penyebab masalah dan memprediksi hasilnya. 4. Desain Eksperimen, untuk menganalisa solusi optimal dan validasi hasil. 5. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), berguna untuk mencari prioritas masalah dan pencegahannya. 6. Mistake Proofing, berguna untuk pencegahan cacat dan perbaikan proses.

7. QFD (Quality Function Deployment), untuk mendesain produk, proses dan jasa. Terminologi yang menjadi kunci utama konsep six sigma adalah sebagai berikut:

CTQ (Critical to Quality) = atribut utama dari kebutuhan konsumen. CTQ dapat diartikan sebagai elemen dari proses/ kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap pencapaian kualitas yang diinginkan Defect = kegagalan untuk memuaskan pelanggan Process Capability = kemampuan proses untuk bekerja dan menghasilkan produk yang berkualitas Variation = sesuatu yang dirasakan dan dilihat oleh pelanggan. Six sigma berfoku untuk mengetahui apa penyebab variasi dan mencegah terjadinya variasi itu, sehingga dapat meningkatkan kapabilitas dari proses. Stable Operation = menjaga konsistensi dari proses yang telah diprediksi sehingga dapat meningkatkan kapabilitas proses. Design For Six Sigma (DFSS) = suatu desain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kemampuan proses. DPMO (Defect Per Million Opportunity) = ukuran kegagalan dalam six sigma yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan. DMAIC = merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju six sigma.

2. Pihak-Pihak Pelaksana Brue (2002) mencatat pihak-pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan six sigma di dalam perusahaan. Pihak-pihak tersebut meliputi: a. Executive Leaders Pimpinan puncak perusahaan yang komit untuk mewujudkan six sigma, memulai dan memasyarakatkannya di seluruh bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan. b. Champions Yaitu orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek six sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black belts dan berupaya meniadakan berbagai rintangan/hambatan baik yang bersifat fungsional, finansial, ataupun pribadi agar black belts berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa dikatakan Champions menyatu dengan proses pelaksanaan proyek, para anggotanya berasal dari kalangan direktur dan manajer, bertanggung jawab terhadap aktivitas proyek sehari-hari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada executive leaders sembari mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya meliputi memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal, dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud/tujuan proyek. b. Master Black Belt

Orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat (mentor) dan pemandu. Master black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai alat-alat dan taktik six sigma, dan merupakan sumber daya yang secara teknis sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian dan kemampuannya pada penyempurnaan proses. Aspek-aspek kunci dari peranan master black belt terletak pada kepiawaiannya untuk memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mengambil alih proyek/tugas/pekerjaan. c. Black Belts Dipandang sebagai tulang punggung budaya dan pusat keberhasilan six sigma, mengingat mereka adalah orang-orang yang: memimpin proyek perbaikan kinerja perusahaan; dilatih untuk menemukan masalah, penyebab beserta penyelesaiannya; bertugas mengubah teori ke dalam tindakan; wajib memilah-milah data, opini dengan fakta, dan secara kuantitatif menunjukkan faktor-faktor potensial yang menimbulkan masalah produktivitas serta profitabilitas; bertanggung jawab mewujudnyatakan six sigma. Para calon anggota black belts wajib memenuhi syarat-syarat seperti: memiliki disiplin pribadi; cakap memimpin; menguasai ketrampilan teknis tertentu; mengenal prinsip-prinsip statistika; mampu berkomunikasi dengan jelas; mempunyai motivasi kerja yang memadai. d. Green Belts Adalah orang-orang yang membantu black belts di wilayah fungsionalnya. Pada umumnya green belts bertugas: secara paruh waktu di bidang yang terbatas; mengaplikasikan alat-alat six sigma untuk menguji dan menyelesaikan problema-problema kronis; mengumpulkan/ menganalisis data, dan melaksanakan percobaan-percobaan; menanamkan budaya six sigma dari atas ke bawah. 3. Metodologi Six Sigma Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder, 2000). Proyek six sigma mempunyai impact besar terhadap kepuasan konsumen dan impact yang signifikan pada bottom-line terpilih. Manajemen puncak mempunyai peranan penting selama seleksi proyek dan sebagai leader. Proyek didefinisikan secara jelas dalam hal expected key deliverables, yaitu DPMO level atau sigma quality levels, RTY, Quality Cost dsb. Dalam pendekatan keseluruhan, masalah nyata dibalik kedalam masalah satistik. Hal ini dilakukan dengan mapping proses, yaitu mendefinisikan variable-variabel kunci input proses (key process input variables KPIVs or xs) dan variable-variabel kunci output proses (key process output variables KPOVs or ys). kekuatan statistical tools digunakan untuk menentukan statistical solution.

Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini yaitu DefineMeasureAnalyze-Improve-Control (DMAIC), dimana tahapannya merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas dengan Six Sigma. Siklus DMAIC dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Siklus DMAIC Sumber : Pande, Peter. 2000 4. Langkah Langkah Six Sigma a. Define (D) Langkah ini adalah langkah operasional awal dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap define ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu: Mendefinisikan proses inti perusahan Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti akan dievaluasi. (Peter S. Pende, 2000) Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customer VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah memahami dan membedakan diantara

dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output dan persyartan pelayanan. (Peter S. Pende, 2000) Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik dan atau features dari produk akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. Dalam hal ini dapat saja berbagai macam persyaratan output, tetapi pada dasarnya semua itu berkaitan dengan daya guna (usability) dan efektivitas dari produk akhir itu di mata pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002 : 64) Tahap ini mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan: 1. Pendefinisian Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma, dimana pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi sekarang. 2. Pendefinisian Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma sesuai dengan pekerjaannya 3. Pendefinisian Kebutuhan Pelanggan dalam Proyek Six Sigma berdasarkan kriteria pemilihan proyek Six Sigma dimana proses transformasi pengetahuan dan metodologi Six Sigma melalui sistem pelatihan yang terstruktur dan sistematik untuk kelompok orang yang terlibat dalam program Six Sigma. 4. Pendefinisian Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma yang dilakukan sebelum mengetahui model proses SIPOC (Suppliers-Inputs-Processes-OutputsCustomers). SIPOC adalah alat yang berguna dan paling banyak digunakan dalam manajemen dan peningkatan proses. Atau SIRPORC (Suppliers-Inputs RequirementsProcesses-Output Requirements-Customers) apabila kebutuhan Input dan Output dimasukkan ke dalam SIPOC dan persyaratan Output harus berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan. 5. Pendefinisian Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma 6. Pendefinisian Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma, dimana pernyataan tujuan proyek yang harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma terpilih adalah benar apabila mengikuti prinsip SMART, yaitu Spesifik, Measureable, Achievable-Result-oriented, Time-bound. 7. Daftar Periksa pada Tahap DEFINE (D) untuk memudahkan sekaligus meyakinkan kita bahwa kita telah menyelesaikan tahap DEFINE (D) dengan baik. b. Measure (M) Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan kualitas Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu: (Vincent Gaspersz, 2002: 72-198)

Menentukan karakteristik kualitas kunci

CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan persayaratan output dan pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to failure). (Breyfogle III, Forest W, 1999: 140)

Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:

Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses. Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan. Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spessifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002: 96) Pengukuran baseline kinerja

Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upaya-upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six sigma dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja. Setelah mengetahui baseline kinerja maka kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang masa berlaku Six Sigma:

Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub proses itu. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output, dilakukan secara langsung pada produk akhir yang akan diserahkan pada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan, sebelum produk itu diserahkan pada pelanggan. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome, dilakukan secara langsung pada pelanggan yang menerima output (produk dan jasa) dari suatu proses.

Ukuran hasil baseline kinerja yang digunakan dalam Six Sigma adalah tingkat DPMO (Defects Per Millions Oppurtunities) dan pencapaian tingkat sigma. (Vincent Gaspersz, 2002 : 99) c. Analyze (A) Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas. Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu:

Menentukan stabilitas dan kemampuan proses

Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksinya. Dalam menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka akan dibutuhkan alat-alat statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistik untuk pengembangan industri menuju stabil dan mampu (stability dan capability). Berikut adalah pengertian ukuran dari proses stabil dan proses yang mampu ditunjukkan pada Tabel 9.2: Tabel 2. Stabilitas dan Kapabilitas Proses Status Proses No. Stabilitas

Kapabilitas

1.

Tidak

Tidak

Situasi Keadaan proses diluar pengendalian Proses akan menghasilkan produk cacat terus menerus (keadaan kronis) Keadaan proses didalam pengendalian Proses masih menghasilkan cacat Keadaan proses berada dalam pengendalian Proses tidak menghasilkan produk cacat (zero defect)

Analisis

Sistem industri berada dalam kondisi paling buruk

2.

Ya

Tidak

Sistem industri berada dalam status antara menuju peningkatan kualitas global Sistem industri berada dalam kondisi dalam baik, merupakan target Six Sigma

3.

Ya

Ya

4.

Tidak

Tidak

Sistem industri tidak Proses berada di luar dapat diperkirakan pengendalian proses (unpredictable) dan menimbulkan masalah kualitas tidak diinginkan oleh secara sporadis manajemen industri (Vincent Gaspersz, 2002 : 203)

Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci

Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah menetapkan targettarget kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk ditingkatkan. Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan kualitas Six Sigma merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip dari SMART (specific-measurable-achievabl-result oriented-time bound) yaitu :
o

Specific, target kinerja berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan dan mempengaruhi kepuasan pelanggan. o Measurable, target kinerja harus dapat diukur dengan menggunakan indikator pengukuran yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang. o Achievable, target kinerja peningkatan kualitas harus dapat dicapai melalui usaha yang menantang. o Result-oriented, target kinerja dari peningkatan kualitas harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja karakteristik kualitas kunci. o Time-bound, target kinerja harus menetapkan batas waktu pencapaian target karakteristik kualitas kunci dan target tersebut harus tercapai pada batas waktu yang telah ditetapkan. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma membutuhkan identifikasi masalah secara tepat, menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas tersebut, dan mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien. (Vincent Gaspersz, 2002 : 201-280) Pada proses analyze terdapat pemilihan peta kontrol yang disini digunakan peta kontrol-u karena data yang digunakan adalah data atribut dengan ukuran sampel yang berbeda-beda. Data yang dikumpulkan berupa jumlah ketidaksesuaian dalam sampel. Banyaknya ketidaksesuaian rata-rata per unit dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

.(3) d. Improve (I) Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk melakukan peningkatan kualitas Six Sigma. Pada dasarnya rencana-rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana tersebut. Menetapkan Suatu Rencana Tindakan untuk Melakukan Peningkatan Kualitas Six Sigma:

o o o

Dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi Rencana Tindakan mendeskripsikan tentang alokasisumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu Untuk mengembangkan rencana tindakan dapat menggunakan metode 5W-2H Tabel 3. Rencana Tindakan dengan Metode 5W-2H

Jenis 5W2H Deskripsi Tujuan utama What Apa yang menjadi target utama dari perbaikan/peningkatan kualitas? Alasan Why Mengapa rencana tindakan itu kegunaan diperlukan?Penjelasan tentang kegunaan dari rencana tindakan yang dilakukan Lokasi Where Di mana rencana tindakan itu akan dilaksanakan?Apakah aktivitas itu harus dikerjakan di sana? Urutan When Bilamana aktivitas rencana tindakan itu akan terbaik untuk dilaksanakan?Apakah aktivitas itu dapat dikerjakan kemudian? Orang Who Siapa yang akan mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Apakah ada orang lain yang dapat mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Mengapa harus orang itu yang ditunjuk untuk mengerjakan aktivitas itu? Metode How Bagaimana mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Apakah metode yang digunakan sekarang, merupakan metode terbaik?Apakah ada cara lain yang lebih mudah? Biaya/manfaat How Berapa biaya yang dikeluarkan untuk much melaksanakan aktivitas rencana tindakan ini?Apakah akan memberikan dampak positif pada pendapatan dan biaya (meningkatkan efektifitas dan efisiensi), setelah melaksanakan rencana tindakan itu?

Tindakan Merumuskan target sesuai dengan kebutuhan konsumen

Mengubah urutan aktivitas atau mengkombinasikan aktivitas-aktivitas yang dapat dilaksanakan bersama

Menyederhanakan aktivitas-aktivitas rencana tindakan yang ada

Memilih rencana tindakan yang paling efektif dan efisien

Tim Proyek dapat menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan alat sepert: diagram CEDAC (Cause Effect Diagram with Additional Curve) atau FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari: o Penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya Kapabilitas Sigma o penurunan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6-sigma

Untuk memudahkan sekaligus meyakinkan bahwa kita telah menyelesaikan tahap IMPROVE (I) dengan baik, maka daftar periksa yang ditampilkan dapat dijadikan panduan atau pedoman kerja. Jika semua pertanyaan dalam daftar periksa itu telah dijawab dengan YA, maka berarti kita boleh melangkah ke tahap berikutnya, yaitu tahap CONTROL (C). e. Control (C) Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil yang diiginkan sedang dalam proses pencapaian. Hasil dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses. Selain dengan menggunakan langkah-langkah DMAIC yang telah disebutkan di atas, six digma juga menggunakan metodologi DMADV (Define Measure Analyze Design Verify). DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses yang sudah ada sebelumnya, sedangkan DMADV digunakan untuk menghasilkan desain produk atau proses baru untuk kinerja proses yang dapat diprediksikan dan bebas defect. DMADV, seperti halnya DMAIC, juga terdiri atas lima langkah yang harus dilaksanakan, yaitu:

Define: mendefinisikan tujuan-tujuan dari aktivitas desain yang konsisten dengan keinginan konsumen dan strategi bisnis perusahaan. Measure: mengukur dan mengidentifikasi CTQ (critical to quality), kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi, dan taksiran resiko. Analyze: menganalisa alternatif-alternatif yang dirancang dan dibangun, menciptakan rancangan tingkat atas dan mengevaluasi kapabilitas rancangan untuk memilih rancangan yang terbaik. Design: merancang detail, mengoptimalkan rancangan, dan merencanakan verivikasi rancangan. Fase ini mungkin saja membutuhkan proses simulasi. Verify: menguji rancangan dan mengimplementasikan proses produksi dan menyerahkannya pada pemilik proses.

June 30, 2008 at 2:53 am 2 comments

Signal to Noise ratio

Signal to Noise ratio Dalam pemilihan rancangan level faktor, Taguchi menyarankan penggunaan rasio SN sebagai kriteria pemilihan parameter yang meminimumkan error variance (yaitu variansi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan). Signal to noise ratio (S/N ratio) digunakan untuk memilih faktor-faktor yang memiliki kontribusi pada pengurangan variansi suatu respon. Rasio Signal to noise (SNR) adalah kontribusi original dari Taguchi pada rancangan eksperimen yang penting tetapi juga sekaligus kontroversial, karena sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Taguchi mendefinisikan SN dengan rasio sebagai berikut :

SN =

..(1)

Taguchi menciptakan new performance measure ini untuk kriteria pemilihan rancangan yang robust (sebagai kriteria uji hipotesis), dimana terdapat perbedaan dengan analisis variansi yang menggunakan rasio F untuk kriteria uji hipotesis. Secara umum, karakteristik response dapat dikelompokkan ke dalam : 1. Nominal is the best : Untuk karakteristik kualitas dimana yi, (i=1,2,3,,n), maka E[yi] = m dan V[yi] = s2. Nilai estimasi dari h diperoleh dari prosedur berikut. Notasikan jumlah kuadrat sebagai berikut:

ST =

, Sm =

dan Se = ST Sm =

..(2)

dimana

, sehingga dapat diperoleh diperoleh:

E[Se] = (n-1)s2, dan E[Sm] = E [ST- Se] = n (m2 + s2) (n 1) )s2 = nm2 + s2. Karena kuadrat rata-rata m2 dan variansi s2 dapat didefinisikan dengan

dan

...(3)

maka, dengan estimator unbiased untuk m2 dan s2 dapat diperoleh estimasi ratio SN sebagai berikut:

.......(4)

dengan mencari nilai logaritmanya, diperoleh nilai decibel dari Signal to noise ratio sebagai berikut

.(5) 2. The Smaller the better characteristic Untuk karakteristik kualitas yi, (i=1,2,3,,n), Signal to noise ratio didefinisikan oleh:

.(6)

nilai decibelnya adalah SNs =10log .(7) Karena E[yi] = m dan V[yi] = s2, maka nilai estimasinya menjadi :

..(8) 3. The larger the better characteristic Untuk karakteristik kualitas yi, (i=1,2,3,,n), Signal to noise ratio didefinisikan oleh:

.(9) Nilai decibelnya adalah

SNL = -10 log

..(10)

Dengan transformasi

Dengan menggunakan ekspansi Taylor pada dihasilkan

, disekitar nilai

Dengan demikian (dengan mengabaikan orde yang lebih besar dari 3) diperoleh nilai estimasinya sebagai berikut:

E[

]=

.(11)

Untuk mendapatkan SNR dari desain parameter tersebut, Taguchi menggunakan analisis variansi (ANOVA) untuk memperkirakan (estimated) SNR untuk mengidentifikasi setting dari parameter kontrol yang akan menghasilkan performansi yang kokoh (robust). Parameter kontrol yang tidak berpengaruh pada SNR kemudian digunakan untuk memperbaiki (adjust) rata-rata performansi target. Parameter tersebut dinamakan adjustment factors. Parameter ini biasanya dapat diidentifikasi melalui analisis data (Nair, 1992). Dalam desain parameter, Taguchi tidak meminimasi variansi secara langsung, tetapi menggunakan SNR sebagai ukuran untuk menentukan optimal level. Sehingga, optimasi dilakukan dalam dua tahap (Lunani,1997) yaitu: 1) Menentukan setting parameter faktor kontrol yang mengoptimalkan SNR. 2) Pada kondisi faktor kontrol yang optimal, dilakukan penyesuaian dengan adjustment factors yang memperhatikan sensitivitas pengukuran rata-rata untuk memeperoleh kerugian (loss) yang minimum. Namun demikian, pendekatan Signal to Noise Ratio ini dinilai memiliki, diantaranya adalah: 1. Dalam penggunaannya sulit mendapatkan faktor yang sesuai untuk masing-masing tahap. Dengan kata lain, rasio SNR tidak valid untuk digunakan sebagai ukuran karena tidak dapat dijamin bahwa pembilang dan penyebut dalam rasio SNR akan saling bebas (independent). 2. Optimasi dua tahap pada metode Taguchi bisa diterapkan untuk model multiplikatif dan belum dapat dijelaskan untuk model aditif sebagai model yang umum digunakan. 3. Karena belum menjelaskan model aditif, maka juga tidak dapat menerangkan aplikasi robust design pada sistem dinamis bila adjustment factor berpengaruh pada slope tetapi tidak berpengaruh pada variansi. June 30, 2008 at 2:43 am 2 comments

Response Surface Model


Response Surface Model

Perancangan eksperimen statistika merupakan suatu proses perencanaan eksperimen untuk memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan metode statistik serta kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat obyektif dan valid. Salah satu metoda perancangan eksperimen yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimal adalah Metode Response Surface. Metode ini menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat dan menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut. Selain itu analisis response surface dapat mereproduksi analisis Taguchi atau menghasilkan optimum global. (Box, et al dalam Lucas,1994). Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang response surface (antara lain oleh Lucas 1994, Myers et al. 1997, dan Mays et al. 1997). Fungsi Response Surface yang dimaksud adalah (Lucas, 1994): Y = b0 + xb + xBx + zg + xDz + e, dimana : x = [x1,x2,,xrx], z= [z1,z2,,zrz]. Model ini mengukur response surface orde kedua (b0 + xb + xBx), linear main effect dalam noise factors zg dan interaksi control variable dan noise xDz. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Response Surface Model dapat digunakan untuk melakukan analisis yang tidak dapat dilakukan dengan metode Taguchi (lihat antara lain Lucas 1989, Vining dan Myers 1990, Myers et al. 1992, dan Lucas 1994). Analisis Respon Surface melibatkan inner array dan outer array dimana efek dari outer array juga disertakan dalam analisis. Penelitian mengenai Response Surface Model kemudian dikembangkan lagi dalam beberapa penelitian lanjutan. Ames et al. (1997) mempertimbangkan permasalahan dimana terdapat lebih dari satu respon. Joshi et al. (1998) menyarankan penggunaan Gradient Deflection untuk meningkatkan performansi dari Response Surface Model. Penelitian Castillo et al. (1999) merupakan pengembangan penelitian mengenai Dual Response Surface. Algoritma yang diajukan pada penelitian Castillo et al. (1999) merupakan algoritma heuristik yang efektif dalam memperoleh solusi optimal (atau mendekati optimal) untuk permasalahan dimana terdapat dua respon. Dari gambaran tersebut, terlihat bahwa Response Surface Model, masih sangat mungkin untuk dikembangkan untuk dapat memperoleh hasil yang optimal menuju Robust Design. Bahkan perkembangan terakhir menunjukkan bahwa metode Computer Generated Design dapat digunakan dalam Response Surface Model (Myers, 1999). Pengembangan lain juga diperlukan dengan melibatkan karakteristik kualitas yang dinamis. June 30, 2008 at 2:31 am Leave a comment

Pugh Concept Selection


1. Pugh Concept Selection Mekanisme kunci untuk memilih desian terbaik yang mungkin atau solusi proses adalah metode dari controlled convergence, yang telah dikembangkan oleh Stuart Pugh (Pugh, 1991) sebagai bagian dari proses pemilihan konsep ini. Controlled convergence adalah solusi iteratif proses

pemilihan yang memberikan alternatif pemikiran konvergen (analitik) dan divergen (sintesis) untuk tim berpengalaman. Metode ini mengalternatifkan antara aktivitas generation dan selection (gambar 1). El Haik dan Yang (2003) diusulkan mengikuti peningkatan/perbaikan metode controlled convergence: 1. Aktivitas generation dapat diperkaya dengan penyebaran desain Axiom 1 dan semuanya diperoleh kerangka kerja teoritis, untuk kebutuhan fungsional bebas. Penyebaran ini akan diperoleh lebih lanjut dengan berbagai konsep metodologi TRIZ untuk memutuskan vulnerability desain yang dapat diaplikasikan. 2. Aktivitas selection dapat diperoleh dengan penyebaran Axiom 2, untuk kesederhanaan desain

Gambar 1. Metode controlled convergence Controlled convergence menggunakan perbandingan tiap entitas solusi alternatif untuk mereferensikan data. Evaluasi konsep lebih ke subyektif daripada obyektif. Namun, promosi discourage dari ide berdasarkan dalam opini dan kemudian mempromosikan obyektivitas. Metode controlled convergence diberikan untuk eliminasi fitur yang jelek dan konsep yang lemah, dan kemudian memfasilitasi munculnya konsep baru. Ini menjelaskan konsep terbaik sebagai satu dari kebanyakan kemungkinan untuk mempertemukan konstrain dan kebutuhan pelanggan (CTS) digambarkan dengan spesifikasi, dan satu vulnerable yang paling sedikit untuk menyegerakan kompetisi proyek. Pengembangan konsep melalui kombinasi alternatif solusi dan kebutuhan fungsional dapat diidentifikasikan dengan matriks yang disebut matriks morfologis atau sintesis. Dalam matriks ini, kebutuhan fungsional (FR) di-list dalam baris dan alternatif solusi (parameter desain dan/atau variabel proses) diletakkan di bawah pada kolom. Pada poin ini, tahapan proses (subproses) biasanya didefinisikan sebagai parameter desain pada level hierarki jika mapping desain diadakan menyerupai contoh dalam subsesi 2.5.1. Namun, pengetahuan ini tidak dirinci pada tahap ini. Kebutuhan fungsional perlu di-list dalam hierarki mereka oleh tim, untuk yang terbaik dari pengetahuan mereka dalam tahapan ini, dan sebaiknya dikelompokkan sesuai dengan tipe DP/PV mereka (tipe prosedur, tipe kebijakan, tipe pelatihan, dll). Konsep ini dipersatukan dan dibangkitkan dari semua kombinasi fisibel yang mungkin dari semua parameter desain (DP) yang mungkin per kebutuhan fungsional (FR) dalam matriks.

Menghubungkan semua solusi yang mungkin menggunakan anak panah antara parameter desain yang mengidentifikasi konsep desain fisibel. Anak panah dapat hanya dihubungkan saat tim percaya secara teknis mengenai kemampuan fisibel fungsional dan produksi (El-Haik, 2003, 2005). Dalam pengadaan latihan ini, tim akan mengintifikasi semua solus desain fisibel yang mungkin. Dalam tahap berikutnya, ditunjukkan oleh pengetahuan mereka dan peta perjalanan DFSS, tim sebaiknya konsentrasi hanya pada solusi yang menjanjikan. Tantangan disini adalah menjamin bahwa kesesuaian fisik dan fungsional dan konstrain lainnya dipertemukan dan aliran DP yang tepat seperti prosedur, kebijakan, komunikasi dan lainnya, diidentifikasi sebagaimana mestinya. Secara normal, tiap kebutuhan fungsional dapat dikirim dengan beberapa DP yang mungkin yang diberikan level hierarki dengan konsep. Oleh karena itu, latihan matriks sintesis sebaiknya diadakan pada semua level struktur desain. Identifikasi semua solusi alternatif yang mungkin (DP) per kebutuhan fungsional mungkin dapat difasilitasi dengan menggunakan pendekatan morfologi dari Zwicky (1984) dan metodologi TRIZ. Beberapa tinggi level yang mungkn dan konsep yang tidak rinci biasanya dibangkitkan menggunakan matriks sintesis. Bangkitan konsep multiple ini memposisikan pemilihan masalah. Dimana konsepnya harus dipiih untuk rincian lebih lanjut dalam peta DFSS? Tim DFSS harus memilih konsep terbaik menggunakan metode pemilihan konsep Pugh. Dalam tahap ini, tim DFSS menghasilkan konvergensi ke konsep terbaik dalam tahap alternatif yang ditunjukkan dengan disiplin DFSS atau rigor. Urutan yang dapat digunakan untuk memfasilitasi konvergensi ke konsep terbaik dengan tim DFSS: 1. Mengembangkan suatu kriteria berdasarkan apa yang pelanggan mau dan apa yang dibutuhkan, CTS. Tentukan beban kepentingan CTS. Jangan lupa peraturan dan kebutuhan legal dalam mapping desain. Kriteria ini harus dapat diukur, didefinisikan, dan dipahami dari semua member tim. 2. Kembangkan cara untuk menguraikan konsep yang dikembangkan lebih jauh. 3. Pilih data (baseline) dengan semua konsep lain yang dibandingkan. Data dapat berasal dari baseline yang ada, dalam kasus situasi redesain. Dalam situasi desain baru, data dapat pada tiap konsep bahwa tim mungkin membangkitkan dari matriks sintesis. 4. Kembangkan kelompok konsep desain yang dimaksud pada kepuasan CTS dan FR. 5. Menggunakan matriks sederhana, buat daftar kriteria dari tahap 1 diatas pada sebelah kiri dan konsep melewati puncak. Buat daftar konsep dalam kolom dari matriks Pugh yang diperoleh dari matriks sintesis. 6. Bandingkan konsep baru dengan data. Evaluasi konsep dengan kriteria yang didefinisikan. Gunakan evaluasi tradisional plus (+), minus (-), atau sama (s). Data akan menjadi elemen netral dari sistem penomoran yang telah dipilih. Bandingkan tiap entitas solusi dengan data, nilai dengan plus (lebih baik daripada),minus (lebih buruk daripada), atau sama dengan data. (Lihat gambar 2 untuk matriks Pugh dari perjalanan Eropa.)

Gambar 2. Matriks Pugh dari perjalanan Eropa 1. Identifikasikan konsep yang paling baik, memiliki skor relatif dari data, dan jumlah rank melewati semua kriteria untuk mendapatkan skor. Skor ini tidak harus dijaga se-absolut mereka hanya untuk pemimpin, seperti, tidak harus dijumlahkan secara aljabar. Beberapa konsep akan menunjukkan kekuatan relatif, sebaliknya yang lainnya akan mendemonstrasikan kelemahan yang relatif. Pilih konsep terbaik dengan jumlah maksimum plus dan minimum minus. 2. Buatlah hybrids. Kombinasikan konsep terbaik untuk membuat data baru. Menggabungkan ide yang kuat dari konsep-konsep lainnya. Tampilkan studi trade-off ke alternatif bangkitan menggunakan axiom desain dan TRIZ. Lihat pada negatif. Apa yang dibutuhkan dalam desain untuk membalikkan negatif (relatif ke data)? Akankah perbaikan membalikkan satu atau lebih positif yang ada karena pemasangan desain? Jika mungkin, kenalkan konsep yang dimodifikasi ke dalam matriks dan beberapa entitas solusi original dalam matriks untuk referensi tujuan. Eliminasi konsep lemah dari matriks. Ini akan mengurangi ukuran matriks. Lihat jika konsep kuat mulai untuk muncul dari konsep, ini akan menjadi indikasi satu atau dua hal (atau campuran keduanya). (1) Kriterianya ambigu, dan karena itu, subyek dicampur interpretasi tim DFSS. (2) Uniformitas dari satu atau lebh konsep menganjurkan agar mereka subset dari lainnya (seperti mereka tidak nyata/berbeda). Dalam kasus ini, matriks tidak dapat membuat perbedaan karena mereka tidak ada. 3. Jika data baru tidak dapat diterima, loncat (loop) ke tahap 1, kalau tidak ke tahap 10. 4. Jika data baru tidak dapat diterima dan/atau mendekati Hasil Akhir Ideal (Ideal Final Result), loncat ke tahap 4. June 30, 2008 at 2:30 am Leave a comment

Pemetaan Proses
1. SIPOC Ada dua pendekatan yang mungkin pada tool SIPOC. Pendekatan pertama adalah untuk memperoleh semua item dalam setiap kolom tanpa memperhatikan tugas mereka dalam proses

aktual. Ini adalah brainstorming tool untuk digunakan tim pada level proses makro. Metode lain adalah untuk mendapatkan setiap langkah sub proses, satu detiap waktu, dan menerapkan SIPOC pada level mikro. Tujuan dari pendekatan ini adalah sama untuk kedua metode. Tim desain memulai pada kolom proses, menanyakan input apa yang dibutuhkan, dan menanyakan siapa supplier untuk inputnya. Pada saat ini, mereka juga menaksir apa karakteristik input yang dibutuhkan proses. Hal ini biasanya dikerjakan dalam kerangka waktu, kualitas, atau biaya. Langkah berikutnya adalah menaksir apa output dari proses, siapa customer, dan apa karakteristik yang dibutuhkan output bagi customer. Gambar 2.1 mengilustrasikan metodologi SIPOC secara umum.

Tabel 1. SIPOC Umum 2. Pemetaan Proses Seperti kebanyakan tool DFSS, pemetaan proses membutuhkan sebuah usaha tim crossfunctional dengan keterlibatan dari pemilik proses, anggota proses, customer, dan suppliers. Brainstorming, manual operasi, spesifikasi, pengalaman operator, dan jalannya/aliran proses adalah input yang sangat kritis untuk aktivitas pemetaan. Sebuah peta proses yang detail memberikan input untuk tools lain seperti FMEA, transfer function DOEs, studi kapabilitas, dan perencaaan pengendalian. Peta proses dapat dibuat pada level yang berbeda, mengerucut atau melebar dari target proses dan menyampaikan jasa dibawah pertimbangan proyek DFSS. Untuk membuat peningkatan di sebagian besar proses, penting untuk mengerti cara aktual mengenai kerja proses. Dalam konteks ini, mudah untuk memahami alasan aliran masalah dan kemudian menuju pada penyebab. Dalam pemetaan proses, simbol menunjukkan langkah proses, pengukuran, antrian, storage, transportasi (pergerakan), dan keputusan (Gambar 1).

Gambar 1. Simbol standar pemetaan proses Ada tiga versi dari peta proses (Gambar 2). Mereka adalah untuk apa ini didesain, yang biasanya sebuah clean flow (aliran bersih). Ada peta proses as-is, dengan semua variasi yang terjadi karena variasi suppliers, customers, operator, dan kondisi. Versi terakhir adalah apa yang kita inginkan, dengan hanya langkah-langkah value-added. Ini bersih, intuituf, dan bekerja benar setiap waktu.

Gambar 2. Tiga versi peta proses Sebuah peta proses adalah sebuah gambar representasi yang menunjukkan semua langkah dalam proses. Sebagai langkah pertama, tim harus membiasakan dirinya dengan simbol pemetaan, kemudian melalui proses dengan menanyakan pertanyaan seperti: Apa yang sebenarnya terjadi selanjutnya dalam proses? Apakah sebuah keputusan harus dibuat sebelum proses berikutnya? atau Apa persetujuan yang dibutuhkan sebelum bergerak ke tahap/tugas berikutnya?. Tim kemudian menggambar proses menggunakan simbol dalam sebuah flip chart atau transparansi overhead. Setiap proses akan memiliki sebuah start dan sebuah end (oval). Semua proses akan memiliki tugas dan sebagian besar memiliki poin keputusan (diamonds). Dalam pelengkapan, tim harus menganalisa peta untuk setiap item yang termasuk langkah nonvalue-added, rework loop, duplikasi, dan waktu siklus. Sebuah peta proses level tinggi terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Contoh peta proses level tinggi Sebuah peta proses harus mengidentifikasi semua langkah proses atau operasi termasuk pengukuran yang terlihat, inspeksi, rework loops, dan decision points. Selain itu, swim lanes sering digunakan ketika aliran informasi pemetaan untuk jasa tipe transaksional dan proses bisnis. Kami percaya bahwa swim lane sesuai untuk semua tipe proyek DFSS. Swim lane memisahkan langkah dengan siapa mereka atau dimana mereka dilakukan dan membuat pandangan hand-offs. Peta disusun dalam sebuah tabel dimana kolomnya mengindikasikan who yang memiliki atau melakukan langkah proses (process owner), dan aliran proses yang mengubah lanes mengindikasikan hands-off. Hands-off point dimana terjadi kurang koordinasi dan komunikasi dapat menyebabkan masalah dalam proses. Sebuah contoh digambarkan pada Gambar 2.6.

Gambar 4. Peta proses high level swim lanes Pemetaan proses adalah sebuah metodologi yang disusun melalui langkah dan tindakan berikut: Langkah 1. Mendefinisikan proses

Tujuan/lingkup proyek yang didefinisikan. Meninjau kembali tujuan untuk memilih dan membuat prioritas proses untuk dipetakan. Fokus pada waktu, input, fungsi, hand-offs, batasan wewenang dan tanggung jawab, dan output. Level yang sesuai untuk diskusi yang mendetail. Hubungan dengan analisis lain. Daftar langkah proses level tinggi.

Dokumen aliran proses keseluruhan dalam batasan start dan stop.

Langkah 2. Megumpulkan informasi


Kebutuhan data. Menggunakan sampling dan teknik pengumpulan (fokus kelompok, wawancara, observasi). Sumber yang dibutuhkan dalam langkah pemetaan dan latihan pemetaan secara umum. Jadwal pelaksanaan proses berdasarkan shift, hari, dan minggu dimana pekerjaan khusus/unik terjadi. Kapan kita melakukan zoom dalam langkah proses pada peta? Aliran yang kontinu. Proses berhenti (ketika aliran terganggu atau terputus). Memiliki variabel input dan output proses (PIV, xs, dan POV, ys) diidentifikasi. Ingat bahwa kita telah melakukan fungsi transfer yang menjelaskan secara lengkap apa yang terjadi/harus terjadi untuk memperkuat bahwa solusinya benar-benar optimal. Mempertimbangkan penggabungan dari multiple step. Menambahkan spesifikasi operasi. Jelas dalam terminologi dan nomenclature sehingga setiap orang berbicara bahasa yang sama. Menghindari bias, bahasa nonteknik. Tetap konsisten. Mengakumulasi daftar item quick-hits dan mengembangkan rencana tindakan untuk penerapan.

Langkah 3. Validasi dan verifikasi


Pastikan penggunaan istilah yang umum dan nomenclature. Konsolidasi, pemenuhan, dan reconcile informasi. Merangkum penemuan-penemuan. Validasi informasi. Konfirmasi data kontroversial.

Langkah 4. Membangun peta proses


Antrian aktivitas dan langkah kerja berdasarkan langkah sebelumnya. Swim lane (bila diperlukan). Awal dan akhir proses. Langkah kerja yang ditetapkan untuk peserta. Pembagian waktu untuk setiap langkah kerja. Penaksiran awal dari perancanaan pengendalian. Memulai penaksiran awal setelah peta proses lengkap. Menambah teknik pengukuran. Mendefinisikan spesifikasi operasi. Menyatakan target. Mengetahui konteks pemetaan proses dalam proyek. Apakah pemetaan proses cocok dengan analisis sebelumnya? Mengadakan benchmarking. Performansi baseline/saat ini

Uraian dokumen.

Langkah 5. Analisa dan penyusunan kesimpulan


Mengidentifikasi karakteristik dari langkah proses. Mendefinisikan hipotesis mengenai bagaimana hubungan variabel input dan output dalam proses relatif terhadap mean dan variansi target. Merencanakan pekerjaan follow-up jika ada (misalnya sistem pengukuran baru, grafik SPC). Melihat perbaikan atau peluang redesain. Menerapkan skenario simulasi if-then untuk perubahan layout.

Langkah 6. Mengkomunikasikan rekomendasi, penemuan, dan kesimpulan


Membiasakan/memberikan presentasi kepada pendengar mengenai penerapan/implikasi perubahan. Update spesifikasi, perencanaan pengendalian, prosedur, pelatihan, dan sebagainya.

3. Value Stream Mapping Value stream mapping (VSM) awalnya digunakan untuk mendokumentasikan proses manufaktur yang akan ditingkatkan menggunakan metode lean manufacturing. VSM juga dapat diterapkan untuk proses jasa. Mereka paling berguna untuk proses dengan frekuensi tinggi, bahkan proses mixed model. Pada bab ini, kita akan mendefinisikan value stream mapping dan nilainya, dan menampilkan langkah yang berbeda untuk pembuatannya. Biasanya, jika ada produk/jasa untuk pelanggan, maka ada value stream. Tetapi, value stream mapping dapat diaplikasikan ketika tim desain mencoba untuk membuat waste dalam proses terlihat untuk mengeliminasi langkah nonvalue-added, tindakan, dan aktivitas. Sebuah aktivitas atau langkah value-added adalah aktivitas apapun atau sesuatu dimana pelanggan mau membayarnya. Aktivitas non-value-added adalah aktivitas yang tidak menambah nilai pasar atau fungsi atau tidak penting. Mereka harus dieliminasi, disederhanakan, dikurangi, atau diintegrasikan. Kemampuan melihat waste dapat dilakukan melalui dokumentasi performansi scorecard dari variabel (metrik) seperti waktu siklus non-value-added, inventori, rework, dan cacat. Pengukuran seperti itu harus diambil dalam lingkup yang lebih luas dari proses manajemen value stream. Manajemen value stream adalah proses meningkatkan rasio value terhadap nonvalue dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi sumber waste. Waste dan aktivitas non-value-added menampakkan dirinya dalam beberapa format:

Pergerakan orang yang tidak penting. Over produksi. Pergerakan material yang tidak penting. Idle time/menunggu proses berikutnya. Overprocessing. Produksi produk cacat (diukur dalam service per sejuta, defect per sejuta, atau defect per sejuta kesempatan).

Ekstra inventori.

Teknik lean manufacturing menghapus waste dan aktivitas non-value-adding dari proses untuk memungkinkan produksi dan delivery produk dan jasa sesuai permintaan customer dan pada biaya paling rendah. Value stream mapping dilengkapi denga icon yang terlihat pada Gambar 2.7. Beberapa aliran dapat dimainkan teknik ini. Icon nya meliputi material push (scheduledriven) flow, dan material pull (demand-driven) flow dengan gambaran informasi aliran pemetaan yang paralel dengan pergerakan material dan part. Peta current-state-process, menggunakan value stream mapping, permintaan jalannya proses oleh tim. Ini juga berguna untuk merancang baseline scorecard untuk waste jika diperlukan, mengasumsikan data yang dapat dipercaya. Seperti teknik yang lain, teknik VSM memberikan bahasa yang umum dan dapat dimengerti untuk membicarakan proses manufaktur dan transaksional. Ini adalah panduan untuk mengembangkan visi/pandangan (future-state map) dan mengidentifikasi dan prioritas peluang awal dan tindakan peningkatan. Dalam VSM, pemetaan proses yang sangat detail tidak didukung jika tujuan pendekatan ini untuk melakukan pemetaan proses. Langkah proses individual dari aliran tidak biasanya diperlihatkan. Struktur organisasional dilihat secara eksplisit dalam identifikasi hubungan customer dan supplier. Teknik dimaksudkan untuk menunjukkan satu area dari aliran material yang tidak melewati batasan organisasi.

Gambar 5. Value stream mapping icons Loop keputusan, logika tradisional operator, dan pernyataan if-then diberikan secara eksplisit. Khususnya, mereka diterapkan dalam konsep lean seperti kanban, supermarket, dan inventori WIP. Sebagian besar logika akan terjadi dalam proses itu sendiri (box icon) dan tidak akan diidentifikasi secara spesifik menggunakan peta. VSM adalah tool yang baik yang membantu dalam memvisualisasikan lebih dari single process level dengan menjelaskan aliran material, informasi, dan sumber waste. Selain itu, teknik ini memberikan sturktur visual yang terorganisasi yang meliputi data tertentu untuk tim DFSS dan manajemennya. Ini menunjukkan sebuah jembatan untuk melembagakan lean thinking menjadi konsep lean dan teknik yang menghindari cherry picking atau Kamikaze Kaizen. Ini membentuk dasar untuk rencana penerapan lean. Dalam perhatian ini, VSM dapat memetakan aliran door-to-door, sebuah blueprint untuk penerapan lean. Teknik ini memberikan sebuah baseline dengan menghasilkan operasi saat ini dan informasi terukur yang akan memungkinkan tim untuk menhidentifikasi waste dan

mengembangkan sebuah visi (future state) dengan mendefinisikan tindakan yang diperlukan untuk meraih kondisi itu. Several time metrics digunakan untuk mengukur peningkatan future state dari current state. Mereka adalah:

Lead time. Waktu yang dibutuhkan satu unit untuk melengkapi proses, termasuk waktu no-value-added yang ditunggu unit atau produk antaroperasi. Total waktu siklus. Waktu kumulatif yang dibutuhkan untuk unit atau produk untuk melengkapi semua operasi, tidak termasuk waktu tunggu antar operasi. Juga dikenal sebagai penjumlahan dari touch time tetapi bukan watu proses. Throughput time. Seberapa sering sebuah unit atau produk selesai dari awal sampai akhir. Changeover time. Waktu untuk mengganti dari produksi satu tipe produk ke tipe lainnya. Uptime. Dihitung dengan membagi actual machine time available to run dangan time scheduled to run. Working time. Waktu per periode dikurangi breaks dan pembersihan/sanitasi. Queue time. Waktu dimana pekerjaan menunggu untuk suatu operasi.

4. Value Stream Mapping Process Steps Langkah 1. Mendefinisikan dan memilih sumber VSM

Mengidentifikasi famili produk/proses yang melewati tahap proses yang mirip dan/atau melewati peralatan umum pada proses downstream. Menulis dengan jelas apa famili produk/proses, berapa banyak perbedaan dalam produk akhir dan jasa, berapa kuantitas demand, dan bagaimana frekuensinya. Operator proses dan manajemen line adalah tim cross-functional yang ideal dan dibutuhkan untuk mencapai pandangan yang tepat.

Langkah 2. Mengatur war room dengan semua logistik (misalnya kertas, marker/penanda, notes lekat) dan sumber daya komputer yang dibutuhkan. Langkah 3. Gambarkan current-state map

Kumpulkan informasi yang ada sambil mengikuti arah aktual dari aliran material dan informasi. Dimulai dari value stream secara door-to-door dengan cepat untuk mendapatkan maksud/arti dari aliran proses. Daripada memulai di bagian penerimaan menuju ujung, dimulai pada bagian akhir kembali ke depan untuk memulai proses akan lebih berhubungan secara langsung dengan konsumen. Dimulai dengan konsep apakah customer value-nya, dan bergerak ke awal, diatur setiap proses bagaimana itu dapat menambah atau menciptakan customer value. Setiap anggota tim menggambarkan suatu peta ketika menjalani proses Mengembangkan seperangkat pertanyaan spesifik sebelum menuju area kerja Sembari mengikuti proses, bercakap-cakap dengan para pekerjanya Petakan kondisi yang sedang terjadi menggunakan ikon standar untuk menyampaikan informasi kunci (aliran material dan informasi). Tekankan pentingnya pengumpulan data yang dilibatkan pada usaha VSM.

Diawali dengan konsumen pada sudut kanan paling atas, dan gambar suatu ikon pabrik, seperti ditunjukkan gambar 6. Di bawah ikon ini, gambar kotak data, dengan nama pelanggan di atas kotak. Buat catatan informasi lainnya seperti pemesanan pelayanan tiap hari, minggu atau bulan sesuai kebutuhan, kebutuhan pengemasan, dan jumlah perpindahan yang dilalui konsumen. Kotak proses (persegi), waktu cycle, dioperasikannya shift, dan perubahan waktu serta informasi seperti jumlah orang, waktu cycle, waktu perubahan, uptime, shift, dan waktu kerja yang tersedia harus dicatat dan dipetakan. Tambahkan lokasi inventori (segitiga), termasuk jenis material dan kuantitas yang disimpan di tiap lokasi, dan aliran material (panah besar), meliputi indikasi apakah disiplin dorong atau tarik yang digunakan. Masukkan ikon truk dan panah lebar untuk mengindikasikan pergerakan barang hingga sampai di konsumen Pada ujung lain peta, sisipkan sebuah ikon pabrik dan kotak data untuk supplier Isi kotak data supplier dan truk dengan data yang tepat

Gambar 6. Contoh Pemetaan Value Stream

Gambar garis aliran informasi sebagaimana mestinya. Tambahkan aliran informasi dengan menambahkan garis panah. Suatu ikon kotak kecil digunakan untuk menggambarkan panah aliran informasi yang berbeda Suatu kotak proses mengindikasikan departemen kendali produksi Tambahkan panah dorong dan tarik

Gambarkan segitiga untuk mengindikasikan inventori dan isikan kotak dengan informasi yang sesuai. Ikon dan informasi lainnya mengindikasikan frekuensi pengiriman eksternal supplier dan lain sebagainya. Masalah yang signifikan (semisal kerusakan mesin berkali-kali) ditunjukkan dengan awan mendung atau ledakan seperti pada gambar 7.

Gambar 7. Peta value Stream Dengan Loop dan Penambahan Ledakan

Identifikasi tingkatan lead time sepanjang bagian bawah adalah langkah selanjutnya. Untuk mendapatkan lead time total produksi, tim harus mengambil jumlah inventori dan membaginya tiap keperluan pelanggan sehari-hari. Untuk mendapatkan waktu cycle (atau waktu nilai tambah), anda perlu menambahkan waktu cycle. Untuk peta dengan aliran multiple upstream, gunakan rasio lead time terpanjang dibagi lead time total. Ketika semua sudah ditambahkan, biasanya ini mengindikasikan jumlah yang mengherankan. Ketika telah menjalani proses, tim kembali ke war room yaitu pusat informasi pelayanan DFSS, dan sebagai tim, menggabungkan dan mengembangkan satu peta yang telah ada. Alasan yang paling penting, awalnya, untuk membentuk tim war room adalah untuk memastikan bahwa tim mendapatkan informasi yang tepat, kemudian, untuk mencegah perubahan downstream yang mahal. Adakan jajak pendapat (brainstorming) formal mengenai semua isu yang didasarkan pada observasi yang dibuat selama proses berjalan dan pertanyaan kepada para pekerja. Halhal mengenai brainstorming tersebut haruslah dicatat. Pada peta value stream, tim perlu menggambarkan loop mengelilingi bagian-bagian peta dimana perkembangan dapat dilihat. Contohnya meliputi kombinasi proses agar menghasilkan aliran yang lebih baik dan mengurangi menumpuknya inventori di antara proses-proses tersebut. Cell loops, pacemaker loops, dan konstrainnya sama (sejenis). Suatu sistem tarik supermarket biasanya berhubungan dengan loop. Dalam setiap loop, tim harus menggunakan ledakan yang memancar untuk menyoroti ide-ide pengembangan, dimulai dengan loop yang memiliki isu terbanyak dan akan sangat memerlukan kesesuaian. Gambar 2.9 adalah sama dengan gambar 2.8 dengan penambahan loop.

Langkah 4. Gambar dan implementasikan future-state map (peta akan datang). Kekuatan dibalik pemetaan value stream adalah future-state map. Untuk mengembangkan future-state map dan mengimplementasikan rencana, tim memerlukan suatu peta yang baik dengan loop teridentifikasi (gambar 2.9). Tim perlu untuk menyingkap konsep aliran, pengurangan set up, konsep selular, dan total preventive maintenance. Tim desain tetap memperbarui current-state map dengan aliran material. Mereka mencari waste dan ide-ide kreatif seperti pergerakan proses yang saling berdekatan, kombinasi operasi, dan mengurangi transportasi. Secara umum, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Gunakan peta dengan loop teridentifikasi, proposal future-state map menggambarkan situasi apa yang akan terjadi setelah pengembangan dibuat. Mengembangkan rencana implementasi untuk menerima future-state map. Menampilkan future-state map dan implementasi manajemen untuk pembeliannya. Melaksanakan kegiatan untuk penerimaan kondisi di masa datang, kemudian memantapkan kondisi yang baru. Ulangi langkah-langkah pemetaan current-state, analisis, looping, dan pemetaan futurestate untuk menerima target di masa yang akan datang.

Langkah 5. Mengembangkan dan mengimplementasikan suatu rencana komunikasi. Mengembangkan suatu rencana komunikasi yang mendukung proyek dan menghubungkan tujuan, pencapaian, dan usaha tim. Rencana komunikasi harus diselaraskan dengan jadwal review toolgate (dibuat tepat pada waktunya) dan dilanjutkan setelah penutupan proyek, jika itu dibutuhkan. Kaitkan suatu ikhtisar pemetaan value stream untuk para peserta workshop. Sebagai contoh dari peta value stream untuk operasi manufaktur tertentu ditunjukkan pada gambar 2.8 (lihat Rother and Shook, 2000). Ambil catatan khusus dari garis di sepanjang sisi bawah peta yang menunjukkan flow time tiap langkah pada rencana tersebut. Perhatikan bagaimana proses tingkat tinggi (high level), level proses, dan level rencana digambarkan dengan sedikit detail. Peta value stream adalah gambaran yang baik, membantu tim fokus pada proses tertentu, dan menunjukkan kedua aliran informasi dan material. Setelah menciptakan current-state map sebagai fase pembuatan DFSS road map, langkah selanjutnya adalah tim menghubungkan analisa dan menentukan pemikiran future-state map. Future-state map adalah bagian dari fase optimisasi. Pemetaan future-state dapat melibatkan desain future-state cell, rencana pengimplementasian (dengan siapa?, apa?, dan kapan?), dan FMEA dari rencana implementasi future-state. Kegunaan future-state map adalah untuk merefleksikan peta loop dalam mengidentifikasi waste dan menentukan apa yang menjadi kenyataan dalam waktu yang singkat. Implementasinya dibatasi oleh waktu. Setelah pengembangan value stream diimplementasikan, future-state map menjadi current-state map, dan suatu future-state map yang baru dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai