1006749112 Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa FIK UI Abstrak Peserta didik keperawatan jiwa sering sekali mengalami masalah terkait dengan komunikasi terapeutik. Artikel ini akan membahas pendekatan dengan cara simulasi untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Aplikasi metode belajar simulasi memungkinkan peserta didik melakukan keterampilan pada suasana yang dibuat mirip dengan kejadian yang sebenarnya dengan risiko minimal sehingga keselamatan pasien tetap diutamakan. Pelaksanaan high fidelity human simulation (HFHS), aplikasi SimMan serta role play online dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan komunikasi terapeutik pada tatanan keperawatan jiwa. Kata kunci : simulasi, role play, high fidelity human simulation, SimMan, keperawatan jiwa, pendidikan keperawatan jiwa LATAR BELAKANG Variasi cara belajar merupakan tuntutan dari adult learning yang membutuhkan berbagai macam cara belajar, salah satuya adalah simulasi. Cara belajar dengan simulasi ternyata sudah diaplikasikan sejak Perang Dunia II, yakni saat melatih pilot yang disimulasikan mengalami gangguan pada mesin, kehialngan daya, penanganan pada cuaca buruk. Tujuan utama simulasi tersebut adalah keamanan (safety). Hovancsek et al, 2009 dalam Sanford (2010) mengatakan bahwa pelaksanaan metode simulasi ternyata bukan hanya dilakukan oleh perawat, namun juga profesi lain seperti militer, polisi, petugas pemadam kebakaran, famasi, radiologi, dan kedokteran. Alasan utama pelaksanaan simulasi adalah keamanan klien (patient safety). Berdasarkan tujuan tersebut, simulasi sangat tepat digunakan sebagai salah satu cara untuk belajar keterampilan klinis pada pendidikan perawat. Keperawatan jiwa, sebagai salah satu dari 5 area keperawatan sangat membutuhkan simulasi dalam proses pembelajaran, terutama dalam hal komunikasi terapeutik. Penggunaan diri secara terapeutik (therapeutic use of self) dalam komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting karena menjadi inti dari intervensi keperawatan jiwa. Komunikasi yang efektif
serta penggunaan diri secara terapeutik merupakan komponen yang paling penting dalam menentukan kualitas asuhan keperawatan jiwa (Stuart, 2009). Kemampuan melakukan komunikasi terapeutik menjadi tantangan bagi perawat jiwa. Bagi peserta didik, permasalahan yang ditemukan adalah ketidakmampuan melakukan komunikasi terapeutik. Ketidakmampuan ini terjadi karena kecemasan, takut, bingung sehingga tidak mengetahui apa yang hendak disampaikan terutama saat pertama kali bertemu penderita gangguan jiwa. Hal ini menimbulkan jarak antara pengetahuan yang diperoleh dikelas dan praktik komunikasi dengan penderita gangguan jiwa. Ketidakmampuan peserta didik dapat diminimalkan dengan berlatih teknik komunikasi terapeutik, penguasaan diri, cara mengatasi kecemasan dan peningkatan pengetahuan terkait penyelesaian masalah yang dihadapi. Penggunaan simulasi pada keperawat jiwa dapat meningkatkan cara belajar peserta didik dalam penggunaan komunikasi terapeutik, cara melakukan pengkajian serta implementasi tindakan keperawatan. (Festa et al. 2000). Simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan simulator (orang atau benda/manekin), program computer, role play dan juga pemainan (games). Simulasi menjadi salah satu standar pada pendidikan keperawatan karena merupakan latihan atau praktik sebelum turun ke lahan praktik dimana simulasi dilaksanakan dengan situasi dan scenario yang meyerupai kegitan sebenarnya sehingga membantu peserta didik dalam proses belajar. Variasi simulasipun dibutuhkan untuk membantu pelaksanaan lebih variatif dan efisien. KONSEP SIMULASI Larew et al (2006) menyebutkan bahwa simulasi berarti suatu kegitan yang didesain menyerupai sehingga memungkinkan peserta memiliki pengalaman melakukan sesatu dalm situasi yang hampir sama dengan risiko minimal. Pengertian simulasi menurut Websters (2003) dalam Sanford (2010) adalah to look or act like. Hal ini berarti kegiatan melihat dan meniru bukan hanya dari benda seperti manekin, namun juga dengan role play, scenario settings, studi kasus. Penggunaan simulasi juga membantu terbatasnya aktifitas dilahan praktik atau jarangnya kasus yang ditemukan. Selain untuk kepentingan pasien, simulasi juga dapat melatih cara berkomunikasi, cara pengkajian, managemen perilaku, dan melatih keterampilan. Secara garis besar, simulasi bertujuan untuk melakukan suatu keterampilan klinik pada situasi yang dibuat untuk mempersiapkan peserta didik pada situasi tertentu agar keamanan pasien tetap terjaga (Sanford, 2010). Sanford (2010) juga mengungkapkan bahwa keuntungan simulasi adalah melatih kemampuan berespon dalam situasi krisis, meningkatkan kemampuan
mengevaluasi dan refleksi terhadap tindakan yang dilakukan, serta dapat meprediksi peristiwa yang mungkin dapat terjadi. Penelitian Sanford (2010) menunjukkan kekurangan dari simulasi adalah sbb: kurangnya teori yang mendukung dan riset evidence-based yang mendukung simulasi, menghabiskan waktu yang banyak dalam mempersiapkan laboratorium dan menciptakan skenario. APLIKASI SIMULASI : HIGH FIDELITY HUMAN SIMULATION (HFHS) Pelaksanaan simulasi dapat menggunakan orang (human patient simulator) atau manekin. Kegiatannya dapat berupa role play komunikasi pada penderita gangguan jiwa, latihan keterampilan seperti menyuntik intra muskular, memasukkan kateter, dll. Seiring dengan kemajuan tehnologi, pelaksanaan variasi cara simulasi dapat dilakukan seperti high fidelity human simulation (HFHS), role play online, penggunaan, penggunaan video klip, permainan interaktif, atau simulasi yang direkam. Sanford (2010) menyatakan high fidelity simulation (HFS) merupakan suatu tehnologi baru pada pendididkan keperawatan berbasis tehnologi tinggi yang menggunakan monitor dan computer. Fidelity merupakan suatu istilah yang mengacu pada keakuratan simulasi atau simulasi yang sangat mendekati sesungguhnya. Penggunaan manusia sebagai simulator dikenal dengan istilah high fidelity human simulation (HFHS), merupakan suatu metode yang memungkinkan peserta didik melakukan praktik komunikasi terapeutik. Pada pelaksanaan HFHS peserta didik memiliki kesempatan melakukan interaksi dengan berbagai kondisi pasien seperti pasien agresif, manic, halusinasi, dll. Simulasi dilakukan dengan mengikuti scenario singkat yang diberikan. Peserta didik akan melakukan komunikasi dengan simulator (manusia) yang berperan sebagai penderita sesuai dengan skenario yang disiapkan. Peserta didik dan simulator akan berkomunikasi tanpa naskah berdasarkan kasus yang diperoleh sehingga masing-masing berespon secara spontan. Selama proses simulasi, kegiatan akan direkam dan diperlihatkan kembali kepada peserta didik disertai dengan diskusi dengan peer dan pengajar. Keuntungan melakukan HFHS selain meningkatkan kemampuan komunikasi peserta didik, juga membantu peserta didik berlatih komunikasi pada kasus yang jarang ditemukan di lahan praktik. HFHS dilakukan dengan cara menyiapkan lingkungan menyerupai situasi nyata, kemudian peserta didik diminta melakukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan kasus singkat (vignette) yang diberikan. Vignette dapat berisi identitas penderita, diagnosa medis,
riwayat psikiatri sebekumnya, tindakan yang sudah dilakukan dan gejala yang tampak saat ini. Gambaran dari vignette akan menuntun peserta didik melakukan interaksi selanjutnya. APLIKASI SIMULASI : SimMan SimMan merupakan salah satu jenis human simulator yang berguna untuk meningkatkan kefeektifan pendidikan dalam keperawatan. Penggunaan human simulator bertindak seperti menstimulasi peserta didik untuk menyelesaikan masalah, berfikir, dan
layaknya seorang perawat professional dan juga metode yang efektif bagi peserta didik untuk mempraktikkan keterampilan klinik (Jeffries, Woolf, & Linde, 2003). Penggunaan metode ini dilaporkan menimbulkan rasa puas yang tinggi dan rasa percaya diri peserta didik. Kekurangan dari metode ini yang sudah dilaporkan adalah persiapan yang menghabiskan waktu yang lama karena simulasi yang dilakukan harus diaatur sedemikian rupa sehingga menciptakan situasi yang mendekati nyata (Sleeper & Thompson, 2008). Pada pelaksanaannya, tim pengajar menyiapkan SimMan agar dapat berespon terhadap perintah, menanyakan pertanyaan singkat, menjawab pertanyaan singkat peserta didik. Tim pengajar juga menyiapkan algoritma sesuai dengan skenario. Misalnya, dilakukan pengaturan algoritma yang didesain untuk bisa berespon pada individu yang memiliki ide bunuh diri. Algoritma akan dimulai saat peserta didik memulai pembicaraan sesuai dengan skenario yang diberikan. Ungkapan peserta didik akan dinilai apakah terapeutik atau terapeutik. Pengajar akan melakukan click pada program SimMan untuk menentukan apakah peserta didik berespon secara terapeutik atau tidak. Langkah selanjutnya ditentukan oleh algoritma yang sudah dibuat, apakah percakapan terapeutik atau non terapeutik, apakah pembicaraan akan dilanjutkan atau berhenti. APLIKASI SIMULASI : ROLE PLAY ONLINE Variasi simulasi lain yang sangat sering dilakukan adalah role play. Walaupun pada pelaksanaan HFHS menggunakan role play, pada artikel ini akan khusus dibahas mengenai role play. Role play online, merupakan salah satu jawaban terhadap peningkatan kemajuan tehnologi dalam semua bidang.
Nelson&Blenkin (2007) menyatakan kegiatan dalam role play berarti mengambil suatu karakter atau peran. Secara luas, role play berarti menjadi berperan seseorang yang lain diluar diri sendiri. Secara umum, role play bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri dan melibatkan diri sendiri untuk mencapai proses pembelajaran yang lebih dalam. Ip, et al (2002) dalam Nelson&Blenkin (2007) menyatakan bahwa role play membuat peserta didik semakin menyadari konsekuensi dari tingkah lakunya. Saat seseorang perperan sebagi orang lain akan menghasilkan suatu proses yang dinamik dan menjadi proses belajar refleksi. Nelson&Blenkin (2007) menemukan suatu metode role play online sebagai salah satu metode untuk belajar. Role play online dimulai saat peserta didik melakukan log in, kemudian peserta didik akan mendapatkan cerita singkat peristiwa atau kejadian, yang disebut kickstart episode. Multimedia yang ditunjukkan pada layar dilengkapi dengan foto/gambar/video yang sesungguhnya dilengkapi dengan musik atau suara pendukung. Saat peserta didik sudah mengetahui kasus yang akan dihadapi, selanjutnya peserta didik akan diminta berperan sebagi seseorang dalam cerita singkat tersebut. Peserta didik diminta mencatat skenario singkat dalam cerita dan diminta berespon secara tepat dan tepat sesuai dengan peran yang dijalankan. Multimedia juga menyediakan ruang virtual untuk berinteraksi. Misalnya saat peserta didik mengetik ruang makan, maka video atau gambar pada layar akan menunjukkan situasi di ruang makan. Tehnologi ini menggunakan iSpace yang membuat suasana ruang makan sangat terasa. Peserta didik dapat memulai interaksi dengan mengetik kata atau kalimat pada kolom tertentu dan menunggu orang yang diajak interaksi berespon. Kehadiran orang lain yang berperan sebagai seseorang dalam cerita tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan peserta didik. Operator atau pengajar dapat berperan sebagai orang lain yang turut memberi respon dalam cerita tersebut. Suasana pada cerita tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai situasi atau peristiwa sebenarnya. Misalnya, diceritakan bagaimana perawat berespon saat mengunjungi panti jompo dimana salah satu anggota meninggal dan saat perawat berkunjung, para penghuni panti sedang dalam kondisi berduka. Kegiatan ini membutuhkan lebih dari 1 orang pemain agar masing-masing dapat berespon sesuai dengan peran yang mereka lakukan. Dalam hal ini, peserta didik sebagai perawat harus berfikir cepat dan berespon adekuat terhadap semua respon yang ditunjukkan pemain lain. Pembicaraan dalam role play online ini diketik namun untuk membantu peserta didik menganalisis situasi, multimedia ini juga sudah menyiapkan sejumlah respon non verbal, seperti ekspresi yang ditunjukkan gambar atau tulisan yang menunjukkan perasaan atau perilaku orang lain seperti menarik nafas berulang kali, bicara terbata-bata, dll.
Pada evaluasi, pelaksanaan role play online ini meningkatkan kesadaran diri peserta didik dalam melakukan peran sebagai orang lain. Kendala dalam pelaksanaan role play online adalah masih terbatasnya fasilitas pembicaraan, sehingga sulit membedakan percakapan yang sudah dibaca atau percakapan baru walaupun sudah dilengkapi dengan tanggal dan waktu.
PEMBAHASAN Pelaksanaan simulasi merupakan salah satu cara terbaik dalam memaksimalkan proses pembelajaran. Secara umum manfaat bagi peserta didik diketahui bahwa meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara terapeutik, juga dapat meminimalkan perasaan kecemasan dalam menghadapi penderita gangguan jiwa di tatanan praktik nyata. Manfaat simulasi bagi pengajar adalah sebagai alat evaluasi bagi peserta didik dalam menjalankan proses belajar mengajar. Manfaat bagi penderita gangguan jiwa, pasien akan menerima intervensi terapeutik bagi optimalisasi kemampuan yang mereka miliki. Boehle (2005) menyatakan simulasi akan menghasilkan retensi yang tinggi pada peserta didik, meningkatkan proses belajar dan memungkinkan peserta didik mempraktikkan keterampilan baru dan mempraktikkan ilmu baru dalam lingkungan yang realistic dan aman. Berdasarkan pertimbangan yang didapat dari menggunakan metode simulasi, maka manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan simulasi dengan HFHS adalah sebagai berikut : meningkatkan kemampuan komunikasi, memfasilitasi kegiatan berfikir kritis, merefeklsikan kegitan yang sudah dilakukan. Kegiatan ini bisa sebagai proses belajar serta alat evaluasi bagi pengajar. Kameg, et. al (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa simulasi dengan HFHS bermanfaat untuk mengaitkan teori dan praktik serta mengaplikasikannya, menjadi alat evaluasi bagi peserta didik, dan meningkatkan transfer pengetahuan dari kognitif ke psikomotor/clinical practice. Gaba (2004) juga menyatakan bahwa walaupun selama ini simulasi berfokus pada keterampilan klinis, juga berfungsi sebagai media latihan berkomunikasi dengan penderita, rekan kerja, atau tim kesehatan lain. Penelitian Kameg, et. al (2010) menunjukkan bahwa HFHS meningkatkan kemampuan peserta didik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dengan penderita gangguan jiwa. Studi juga menunjukkan bahwa HFHS meningkatkan kepuasan belajar peserta didik dengan atau tanpa peningkatan kepercayaan diri. Peserta didik juga mengungkapkan, HFHS membantu mereka mempelajari tehnik komunikasi, meningkatkan rasa percaya diri dan mengharapkan simulasi ini sering digunakan dalam proses pembelajaran.
SimMan juga merupakan salah satu metode simulasi yang menggunakan human simulator. Penelitian Sleeper & Thompson (2008) menunjukkan keefektifan aplikasi SimMan dalam meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik partisipan. Walaupun dibutuhkan waktu yang panjang untuk persiapan, namun metode ini membawa dampak positif bagi partisipan. Ungkapan kepuasan partisipan dan rekomendasi agar simulasi dengan SimMan tetap dilanjutkan menunjukkan bahwa metode ini dinilai cukup efektif. Pada aplikasi role play secara online, peserta didik dituntut berfikir cepat dan berespon secara tepat dalam berperan sebagai perawat pada kasus yang terdapat pada skenario online. Diharapkan terdapat internalisasi peserta didik saat menghadapi kasus pada skenario. Penggunaan cara simulasi ini memungkinkan mahasiswa mengulang kembali atau berlatih kembali pada skenario yang sama namun dengan respon yang berbeda. Peserta didik akan mendapatkan pengalaman berbeda pada saat melakukan percakapan atau berespon yang berbeda pula pada latihan berikutnya. Pada saat menjadi berperan menjadi orang lain kesadaran diri (self awareness) dapat semakin tinggi dan keterlibatan diri dalam skenario menghasilkan pembelajaran reflektif. Kondisi ini akan membawa dampak cara belajar yang lebih efektif dan mendalam. Role play juga membuat peserta didik menemukan cara sendiri dalam belajar dan mengatasi masalah yang terjadi dalam praktik. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Simulasi merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Retensi yang tinggi pada peserta didik merupakan manfaat maksimal yang diperoleh peserta didik. Pemilihan dan pelaksanaan metode simulasi yang efektif dan efisien akan semakin mendukung proses belajar yang baik. Pada area keperawatan jiwa, pelaksanaan simulasi dengan menggunakan HFHS ternyata terbukti sangat mendukung proses belajar peserta didik. Manfaat yang dirasakan adalah meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik sehingga memaksimalkan proses keperawatan pada penderita gangguan jiwa. SimMan yang juga salah satu metode dengan human simulator mendapatkan hasil yang maksimal dalam meningkatkan kemampuan peserta didik. Melalui cara simulasi ini, kecemasan, ketakutan peserta didik dalam berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa dapat diminimalkan. Selain keuntungan tersebut simulasi juga
dpat meningkatkan kemampuan berfikir kritis, berfikir reflektif sehingga peserta didik dapat disiapkan untuk menghadapi situasi nyata. Simulasi dengan cara role play online, walau dilakukan secara virtual, tetap mampu menstimulus peserta didik untuk berfikir kritis dan berfikir reflektif. Situasi yang diciptakan dalam multimedia dibuat sangat mendukung peristiwa sehingga seolah-olah terjadi nyata. Pelaksanaan simulasi yang dibahas diatas cocok dilakukan untuk peserta didik D3 dan S1 dimana belum memiliki pengalaman berkomunikasi dan melakukan intervensi dalam mengahadapi penderita ganggua jiwa. Kondisi simulasi di Indonesia, khususnya di keperawatan jiwa saat ini sebenarnya sudah menganut prinsip HFHS, dimana peserta didik diminta mendemonstrasikan berbagai pendekatan pada penderita gangguan jiwa pada situasi dan kondisi tertentu dengan menggunakan simulator orang. Hal mendasar yang membedakan dengan konsep HFHS pada artikel ini adalah tidak merekam peristiwa dan percakapan yang sedang didemonstrasikan, sehingga evaluasi dari pengajar atau peer hanya berdasarkan hasil observasi selama interaksi berjalan. Pelaksanaan HFHS sangat memungkinkan untuk dilakukan di Indonesia karena tinggal menyempurnakan simulasi HFHS dengan kegiatan merekam peristiwa dan percakapan. Aplikasi SimMan di Indonesia juga direkomendasikan, dimana mahasiswa akan berlatih komunikasi terapeutik dengan sistem algoritma yang sudah diatur pada skenario yang akan dibahas. Peserta didik dapat berlatih komunikasi dalam setiap skenario yang telah disiapkan. Pengadaan alat dan monitor akan membutuhkan biaya yang besar namun merupakan investasi bagi peningkatan kualitas pembelaajaran. Pelaksanaan role play secara online, disarankan dilakukan pada situasi dan peristiwa yang sangat jarang dihadapi setiap peserta didik di tatanan praktik nyata, misalnya berperan sebagai perawat dalam situasi bencana. Perkembangan dan kemajuan tehnologi di Indonesia saat ini sudah menunjukkan bahwa multimedia untuk pelaksanaan role play online dapat segera dikembangkan. Pendidikan berbasis tehnologi, dimana peserta didik dapat melakukan role play online menunjukkan variasi cara dalam self directed learning. Dalam konsep pedagogi, role play online merupakan pendekatan baru yang dapat dilakukan pada peserta didik keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Boehle, S. (2005). Simulations: the next generation of e-learning: Thanks to proliferating technology and less expensive content, computerized simulations are now within reach of more training budgets than ever before. Here's how to make sure a simulation lives up to your expectations. Training, 42(1), 22(10). Brown, J. F (2008). Applications of simulation technology in psychiatric mental health nursing education. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 2008, 15, 638644. Diakses tanggal 9 November 2011 dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer Denise L. Nelson, D. L., Blenkin. C. (2007). The power of online role-play simulations: technology in nursing education. International journal of nursing education scholarship. Volume 4, Issue 1 2007 Article 1 Festa L.M., Baliko B., Mangiafico T., et al. (2000) Maximizing learning outcomes by videotaping nursing students interactions with a standardized patient. Journal of sychosocial Nursing &Mental Health Services 38, 37. Jeffries, P.R., Woolf, S., & Linde, B. (2003). Technology-based vs. traditional instruction. A comparison of two methods for teaching the skill of performing a 12-lead ECG. Nursing Education Perspectives, 24 (2), 70- 74. Justin A. Sleeper, J.A., Thompson, C. (2008). The use of hi fidelity simulation to enhance nursing students therapeutic communication skills. International journal of nursing education scholarship Volume 5, Issue 1 2008 Article 42 Kameg, K., Howard, V.M., Clochesy, J., Mitchell, A.M., Suresky, J.M. (2010). The impact of high fidelity human simulation on self-efficacy of communication skills. Issues in Mental Health Nursing, 31:315323, 2010. Diakses tanggal 9 November 2011 dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=f9f840e9-0d1a498d-8eea-71d1009f21b4%40sessionmgr104&vid=2&hid=105 Larew C., Lessans S., Spunt D., et al. (2006) Innovations in clinical simulation: Application of Benners theory in an interactive patients care simulation. Nursing Education Perspectives 27, 1621. Pamela G. Sanford, P. G (2010). Simulation in nursing education: a review of the research. The Qualitative Report Volume 15 Number 4 July 2010 1006-1011. Diakses tanggal 9 November 2011 dari http://www.nova.edu/ssss/QR/QR15-4/sanford.pdf Stuart, Gail W. (2009). Principle and practice of psychiatric nursing. (9th edition). St. Louis: Mosby Year Book