C. BAHAN DAN ALAT Benih lamtoro atau sengon Pisau yang tajam Kaca pembesar (loupe) Bak kecambah + kertas saring
D. CARA KERJA 1. Uji langsung/uji kecambah Menyiapkan 10 butir benih diulang 3 kali (total 30 butir), kemudian melakukan scarifikasi dengan cara direndam air panas. Setelah itu mengecambahkan ke dalam bak kecambah menggunakan media kertas saring yang sudah dibasahi, kemudian dimasukkan ke dalam germinator. Mengamati proses perkecambahan, menghitung yang berkecambah, kemudian menghitung daya kecambah (viabilitas benih). 2. Uji tak langsung/uji belah/ uji tetrazolium. Menyiapkan 20 butir benih diulang 3 kali (total 60 benih), kemudian direndam dalam air hingga kulitnya lunak.
Setelah kulit menjadi lunak, membelah 30 butir benih tersebut, mengamati keadaan embrio, cadangan makanan (endosperm) atau bagian-bagian lainnya. Biji yang baik embrio dan cadangan makanannya berwarna putih kekuningan. Menghitung benih yang baik dan jelek, kemudian viabilitas benih dengan cara jumlah benih-jumlah benih yang jelek dibagi jumlah benih yang diamati x 100%. Kemudian 30 butir sisanya, dibelah dan direndam kedalam larutan tetrazolium yang telah disiapkan, yaitu 2,3,5 Triphenyl Tetrazolium Chloride + aquades. Setelah lebih dari 4 jam, mengamati perubahan warna benih yang terjadi, yaitu berwarna merah terang untuk benih yang masih baik. Menghitung viabilitas benih dengan cara jumlah benih jumlah benih yang jelek dibagi jumlah benih yang diamati x 100%.
3. Membandingkan ketiga macam cara uji tersebut. E. TINJAUAN PUSTAKA Benih merupakan biji yang telah dipersiapkan untuk pembentukan tanaman yang telah disortir dan mampu menghasilkan semai.Dari pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa benih akan menghasilkan semai yang sehat. Meski begitu, pada kenyataanya benih belum tentu menghasilkan semai yang baik. Untuk itu perlu dilakukan uji mutu benih yang biasanya dilakukan terhadap sifat-sifat berikut : 1.Keaslian Benih harus benar namanya dan perlu dibandingkan dengan contoh yang diketahui untuyk pengesahan identitas botanisnya (Daniel 1950). 2. Kemurnian Ratio dari berat akhir dan berat permulaan. Umumnya presentase ini diminta paling sedkit 80% (Darjadi 1969). Biji-biji murni adalah biji yang
3. Kebersihan Ratio berat benih setelah dikurangi berat kotor dengan berta benih semula. 4. Jumlah benih. Hal ini penting untuk penetuan jumlah biji yang ditabur (jumlah biji murni perkilogram). 5. Kadar air Ukuran ini memberikan petunjuk kondisi tempat biji disimpan dan suatu indeks kualiotas berkaitan dengan umur hidup biji dalam simpanan. (Daniel 1950). 6. Viabilitas Dipengaruhi oleh kemasakan biji pada waktu pemungutan, oleh karena penanganan selama proses pembersihan dan oleh lama periode penyimpanan. Viabilitas bias diuji langsung secara fisik, fisiologi atau dapat dipercaya dengan uji perkecambahan bahan yang sesunggguhnya. 7. Uji fisik Uji ini dilakukan denganpemotongan sederhana dan memberikan hasil lebih tinggi daripada uji perkecambahan yang sesungguhnya. Pada biji yang masih hidup, endosperm berwarna putih dan sangat keras, sedang yang viabilitasnya rendah, endosperm masih sangat berair. 8. Sinar X Kulit biji, endosperm dan embrio menyerap sinar x sampai berbagai tingkat. Foto sinar x menunjukkan dengan jelas biji yang rusak dengan kontras kerapatan yang nyata. Perlakuan sinar x tidak mempebngaruhi viabilitas dan bias digunakan usecara rutin untuk menyesuaikan peralatan pembersihan biji agar menghasilkan proporsi biji murni dan berpotensi hidup tinggi. 9. Uji fisiologis
Berbagai teknik biookimia dan pewarnaan telah digunakan untuk menguji aktivitas enzim. Sebagai contoh pewarnaan tetrazolium chloride pada jaringan hidup dan pewarnaan indigo carmine pada jaringan mati.
10. Uji perkecambahan Dalam uji ini biji harus distratifikasikan dengan cara tertentu dan dikecambahkan pada kondisi standard an terkontrol. Uji perkecambahan memeberikan estimasi kemampuan berkecambah, yang merupakan persentase perkecambahan kumulatif total suatu kumpulan biji selama periode waktu tertentu. Perlu diketahui juga, energi perkecambahan melambat secara nyata. (Daniel 1950).
2 M H 10 10 10 10 10 T 9 -
3 M H 9 9 9 9 9
1 0 0 80 80 80 80 80
3 0 0 90 90 90 90 90
Jumlah Biji Yang berkecambah Rumus Tenaga Berkecambah ( % ) = Jumlah biji yang ditabur 8 Ulangan I = 10 10 Ulangan II = 10 9 Ulangan III = 10 80 + 100 + 90 Tenaga Berkecambah ( % ) rata-rata = 3 Jumlah biji yang tumbuh saat pengamatan Rumus ( % ) Berkecambah = x 100 % x 100 % = 90 % x 100 % = 90 % x 100 % = 100 % x 100 % = 80 % x 100 %
GRAFIK SC
SC ulangan I tenaga berkecambah (%)
100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7
SC ulangan I
SC ulangan II
SC ulangan III
GRAFIK FC
FC ulangan I
100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7
% kecambah
FC ulangan I
FC ulangan II % kecambah
150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7
FC ulangan II
FC ulangan III
100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7
% kecambah
FC ulangan III
b. Uji tidak Langsung 1. Uji Tetrazolium Ulangan 1 2 3 Rumus Viabilitas = Ulangan I = Jumlah benih sampel 10 - 1 x 100 % = 90 % 10 0-2 Ulangan II = 10 10 - 2 Ulangan III = 10 25 Daya Kecambah Rata-rata = 30 2. Uji Belah Ulangan 1 2 3 Jumlah Biji 10 10 10 Kondisi Baik Jelek 10 10 10 Viabiliats (%) 100 100 100 x 100 % = 83,34 % x 100 % = 80 % x 100 % = 80 % Jumlah Biji 10 10 10 Kondisi Baik Jelek 9 1 8 2 8 2 Viabiliats (%) 90 80 80
Rumus Viabilitas = Jumlah benih sampel 10 - 0 Ulangan I = 10 10 - 0 Ulangan II = 10 10 - 0 Ulangan III = 10 30 Daya Kecambah Rata-rata = 30 x 100 % = 100 % x 100 % = 100 % x 100 % = 100 % x 100 % = 100 %
x 100 %