Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN I.

Pengertian Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen. II. Epidemiologi Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi dan nomer dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.

Gambar. Ca rekti

Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa dicegah. Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumut lebih dari 50 tahun. Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki laki memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. III. Etiologi dan Faktor resiko Di Amerika Serikat frekuensi adenokarsinoma kolon dan rektum merupakan terbanyak yaitu 17,4% dari seluruh tumor kanker. Insiden adenokarsinoma kolon 32,9% untuk laki-laki dan 29,4% untuk perempuan per 100.000 penduduk dan karsinoma rektum 17,5% dan 10,5% masing-masing pada laki-laki dan perempuan. Insiden pada kulit berwarna sedikit lebih rendah dibanding dengan kulit putih. Penderita terbanyak berumur diatas 40 tahun, namun umur muda bahkan pada anakanak pernah dilaporkan. (Tambunan, 1997 ; Isaac, 2006). Penyebab belum jelas diketahui. Para penyelidik berpendapat, komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian adenokarsinoma kolon dan rektum. Makanan daging hewani dengan kadar kholesterol yang tinggi, kurang makanan yang mengandung serat dan interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam empedu dan makanan, diduga memproduksi bahan karsinogenik dan kokarsinegenik. Ada beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan dalam menangani karsinoma ini (Tambunan, 1997; Azamris dkk, 1997), yaitu: a. b. c. Umur di atas 40 tahun dianggap sebagai faktor risiko terhadap adenokarsinoma kolon dan rektum. Apabila ada salah satu keluarga menderita karsinoma kolon, maka anggota keluarga lain mempunyai risiko tinggi terhadap pertumbuhan adenokarsinoma. Pernah reseksi usus karena adenokarsinoma.

d.

Poliposis familial, polip adenoma, polip vilosum dan kolitis ulserosa dikategorikan sebagai risiko tinggi. Oleh sebab itu terapi kelainan ini, selain untuk menghilangkan simptom, juga untuk

menurunkan kejadian adenokarsinoma kolon dan rektum. Adanya adenokarsinoma kolon pada umur muda kemungkinan berasal dari pertumbuhan poliposis. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil yang mengganggu penderita. Pada kelainan ini sering dianjurkan kolektomi pada umur muda yang bertujuan: a. Mencegah pertumbuhan adenokarsinoma pada umur muda. b. Mencegah terjadinya habit bowel: diare, perdarahan kecil, produksi lendir dan perasaan ingin basis dan invasi pada submukosa kolon ataupun rektum.

BAB II DIAGNOSIS
I.

Gejala Klinis Tanda dan gejala yang biasa muncul pada kanker rektal antara lain ialah :

Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam. Konstipasi, terjadi peningkatan konstipasi yang tidak biasa dan terdapat juga diare. Perdarahan, darah yang keluar berwarna merah segar dari rectum. Nyeri, terjadi karena infiltrasi dari fleksus sakral oleh kanker. Tenesmus, merasakan penuh dan sensasi ingin BAB, namun tidak teratasi dengan BAB. Mucus dan pus, sering terlihat pada pertumbuhan Ca Rectum. Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus.

Obstruksi Intestinal , dapat berkembang jika karena pencernaan menyempit karena pertumbuhan Ca.

II.

Pemeriksaan Radiologi
1. Dengan Barium Enema, yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan melalui

rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.
2. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid

apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
3. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid

apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.
4. CT-scan dan MRI: memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi organ sekitar rektum,

tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding usus, akurasi tidak setinggi ultrasonografi endoluminal untuk mendiagnosis metastasis ke kelenjar getah bening, berguna untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar, berguna untuk menentukan suatu tumor stadium lanjut apakah akan menjalani terapi adjuvan pre-operatif, untuk mengevaluasi keadaan ureter dan vesica urinaria, akurasi pembagian stadium dengan menggunakan CT-scan adalah 80% dibanding MRI 59%. Untuk menilai metastase kelenjar getah bening akurasi CT-scan adalah 65%, sedang MRI 39%. Spesifisitas pemeriksaan CT-scan pelvis 90%, sedang sensitivitasnya adalah 40%, dibanding MRI 13%.

III.

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Secara patologi anatomi, adenocarsinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.

BAB III PENATALAKSANAAN I. Pembedahan Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.

Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker. Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum adalah :

1.

Indikasi Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

2. II.

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi Ukuran kurang dari 3-4 cm Tumor tidak jelas Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Kontraindikasi

Kemoterapi Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual

tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira sebesar 10%. III. Radioterapi Peran radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable. Radiasi pada karsinoma rekti dapat diberikan berupa : a. Radiasi eksterna o Postoperatif Berkembang berbagai penelitian pemberian radiasi maupun tanpa kemoterapi postoperasi misalnya yang dilakukan di USA dalam bentuk penelitian GITSG 7175,

NSABP-R-01 dan NCCGT. Diperlihatkan bahwa pemberian radiasi postoperatif disertai pemberian kemoterapi akan meningkatkan baik angka survival bebas penyakit, kontrol lokal maupun survival keseluruhan Saat ini banyak dianut bahwa pemberian 5-FU infus bersama leucovorin bersamaan dengan radiasi postoperatif merupakan terapi pilihan pada T3N0 keganasan rektal. Saat ini berkembang pemberian radiasi bersamaan dengan capecitabine yang merupakan derivat 5FU bersifat oral dan lebih targeted terhadap sel tumor dengan efektifitas yang lebih baik. Penggunaan Capecitabine oral sebagai dengan dosis 825 mg/m2, 2 kali sehari bersamaan dengan radioterapi sebagai radiosensitizer juga mulai diteliti oleh Dunst pada 46 pasien karsinoma rekti lanjut lokal. Didapatkan angka respons klinis pada 72% kasus, 89% diantaranya dapat menjalani operasi Keuntungan radiasi postoperatif harus pula dinilai dari beberapa hal lainnya, misalnya stadium patologik lebih akurat (termasuk keterlibatan hepar maupun kelenjar yang mungkin belum dapat dideteksi pada pemberian radiasi preoperatif), dilakukan operasi pada daerah yang belum teradiasi tanpa keterlambatan. o Preoperatif Tindakan ini lebih banyak berkembang di Eropa. Penelitian EORTC memperlihatkan bahwa pemberian radiasi preoperatif meningkatkan kontrol lokal dan pada kelompok pasien usia kurang dari 55 tahun akan meningkatkan survival dari 48% menjadi 80%.34 Penelitian di Swedia memperlihatkan bahwa pemberian radiasi 5 X 5 Gy akan meningkatkan angka survival menjadi 58% (vs 48%) dengan kegagalan lokal yang menurun menjadi 11% (vs 27%). Rullier31 mengatakan dengan pemberian radiasi preoperatif pada kasus keganasan rektal T3 letak rendah yang seyogyanya diperlakukan dengan tindakan kolostomi permanen (lokasi rata-rata <4,5 cm dari garis anokutan) menghasilkan dapat dilakukannya tindakan operasi penyelamatan sphinter pada 62,5% kasus.

Pemberian radiasi preoperatif ini dilaporkan dapat meningkatkan dilakukan operasi penyelamatan sphinter pada 56% kasus (20 vs 76%), dimana pada 24% kasus tidak didapatkan sisa tumor pada pemeriksaan patologi anatomi.50 Dari penelitian Medical Research Councils Working Party menggunakan dosis tunggal 5 Gy atau 20 Gy dalam 10 fraksi preoperatif didapatkan hasil yang tidak signifikan pada rekurensi lokal maupun survival dibandingkan dengan bila hanya dilakukan pembedahan saja. Sebaliknya studi di Toronto menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari survival rate pada penderita dengan Dukes C 35,40,41,48 Beberapa penelitian di Norwegia menggunakan dosis 31,5 Gy dengan fraksinasi 1,75 Gy/fraksi, 5X/minggu, menunjukkan kontrol lokal, regresi tumor lengkap terutama pada tumor-tumor yang lokal lanjut (Dukes B2 dan C2) serta penurunan keterlibatan jumlah kelenjar yang lebih baik pada 4,5% kasus tanpa mempengaruhi survival rate.37,41 Dari penelitian tersebut juga tampak tidak adanya tambahan morbiditas dan mortalitas postoperatif yang disebabkan terapi radiasi sebelumnya dan hanya didapatkan efek samping yang minimal dari usus halus dan buli-buli. Keuntungan lain radiasi preoperatif adalah terjadinya pengecilan tumor yang memungkinkan dilakukan operasi penyelamatan organ maupun fungsi pada keadaan dimana seyogyanya tindakan reseksi abdomino perineal dilakukan. Juga keadaan ini memungkinkan dilakukan operasi pada kasus-kasus yang awalnya tidak resektabel. b. Brakiterapi
Intracavitary brachytherapy, merupakan kontak terapi radiasi dimana diberikan

radiasi dengan memasukkan aplikator melalui lumen yang kemudian akan diisi dengan sumber radioaktif misalnya iridium.
Interstitial brachytherapy, merupakan cara pemberian radiasi dengan melakukan

implantasi menggunakan aplikator jarum atau kateter plastik yang kemudian akan diisi dengan sumber radioaktif. Brakiterapi diberikan dalam keadaan keganasan rekti dini. Ini diperlihatkan pada

penelitian Papillon56 yang memberikan radiasi pada 312 kasus dengan menggunakan terapi kontak dan dicapai hasil kontrol lokal regional 5 tahun 95% dan 96%, preservasi sphinter

dapat dilakukan pada 2/3 kasus, angka survival 5 tahun 75% dengan kematian spesifik 92%. Peneliti di Lyon Institute memberikan terapi pada 119 kasus dini, juga menggunakan terapi kontak dan dicapai kontrol lokal 89-90%, dengan tingkat preserving pada 97% kasus dan angka survival 5 tahun 85%.57 National Cancer Institute menggunakan radiasi intrakaviter sebagai salah satu alternatif pilihan terapi pada kasus keganasan rektum stadium 0 dan stadium 1 (dengan kombinasi radiasi eksterna) pada ukuran tumor < 3 cm, berdiferensiasi baik tanpa ulserasi yang dalam, dan tanpa fiksasi. Teknik lapangan pemberian radiasi dapat digunakan: kiri Semakin banyak lapangan yang dipakai akan mengurangi efek samping maupun komplikasi radiasi. Digunakan blok untuk melindungi sebanyak mungkin jaringan normal yang tidak mempunyai resiko terhadap penjalaran tumor. Teknik Radiasi Tehnik radiasi sangat penting pada karsinoma rekti karena tidak dapat dihindarkannya adanya usus halus yang masuk dalam lapangan radiasi, yang menimbulkan bermacam-macam komplikasi selama dan pasca radiasi, dari yang ringan sampai berat, yaitu timbulnya obstruksi. Karena itu diupayakan bermacam cara agar seminimal mungkin usus halus terkena, antara lain dengan : memakai blok, posisi penderita selama penyinaran dalam keadaan prone agar usus halus terdorong ke kranial dan buli-buli terisi penuh, sehingga diharapkan mendorong usus halus ke kranial Tehnik dua lapangan: AP dan PA Tehnik tiga lapangan : PA dan lateral kanan serta lateral kiri Tehnik empat lapangan (Sistim Box): lapangan AP dan PA dan lateral kanan dan

Dosis Radiasi

a.

Preoperatif Jangka pendek 5 Gy dengan fraksinasi 5 X 5 Gy

Jangka panjang

46 Gy dengan fraksinasi 23x2 Gy

b. Postoperatif 40 Gy 60 Gy dengan fraksinasi 5 X 200 cGy

BAB IV PROGNOSIS

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :
o o o o

Stadium I - 72% Stadium II - 54% Stadium III - 39% Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.

Anda mungkin juga menyukai