Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS YURIDIS DISPUTE SETTLEMENT 363

(CHINA PUBLICATIONS AND AUDIOVISUAL PRODUCT)


(Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai UKD IV Mata Kuliah Hukum Organisasi Perdagangan Internasional)

DISUSUN OLEH: RAHMAD NUR IRIYANTO REDO HARINA HUTAMA RIKO WAHYU BIMA A RINALDI YUSHAR R RISKA PUTRI E0009276 E0009280 E0009290 E0009291 E0009293

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan makalah Hukum Organisasi Perdagangan Internasional ini. Semoga uraian yang kami tuangkan ke dalam makalah ini bermanfaat bagi pembaca lainya. Adapun judul makalah ini adalah ANALISIS YURIDIS DISPUTE SETTLEMENT 363 (CHINA PUBLICATIONS AND AUDIVISUAL PRODUCT). Dalam penyusunan makalah disadari penulis masih memiliki banyak kekurangan-kekurangan dalam penyajiannya yang tidak disengaja. Tanpa mengurangi maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat dimanfaatkan seluas-luasnya serta dapat berguna bagi pengembangan kajian Hukum Organisasi Perdagangan Internasional . Kritik dan saran yang menjadikan makalah ini semakin bermanfaat disambut dengan tangan terbuka. Demikian kata pengantar ini, atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Surakarta, 21 Mei 2012

Tim Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 10 April 2007, Amerika Serikat meminta Cina untuk berkonsultasi tentang masalah yang terjadi yaitu : (1) hal-hal yang mengatur tentang pembatasan/pelarangan hak penjualan terhadap subyek-subyek seperti film-film import, dan produk-produk hiburan audiovisual lainnya (misalnya kaset video dan DVD), rekaman suara, percetakan, dan publikasi lain (misalnya buku, majalah, Koran, dan publikasi lain dalam bentuk elektronik); dan (2) hal-hal yang mengatur tentang pelarangan/pembatasan diskriminasi akses pasar terhadap pelaku usaha, penyedia jasa, penyalur, serta distributor produk serta jasa dalam bidang publikasi, jasa audiovisual, serta produk hiburan audiovisual. Dengan mempertimbangkan hak-hak dalam perdagangan, Amerika Serikat menginginkan adanya konsultasi dengan berbagai perangkat yang dimiliki Cina, termasuk perusahaan swasta yang dibentuk oleh Negara dan perusahaan yang seluruh atau sebagian kepemilikannya dimiliki oleh Negara, yang

bertanggungjawab atas pengaturan perizinan dan pemberian hak tayang terhadap film-film impor, produk hiburan audiovisual, rekaman suara, dan produk-produk publikasi. Dengan mempertimbangkan pelayanan distribusi, AS menginginkan adanya konsultasi dengan berbagai perangkat yang dimiliki Cina yang memberlakukan pembatasan akses pasar dan diskriminasi serta pembatasan bagi para penyedia jasa asing untuk nawarkan jasanya dalam distribusi di bidang publikasi serta distribusi berbagai jenis produk hiburan audiovisual. Amerika Serikat merasa bahwa dalam hubungannya, kedua pernyataan tersebut diatas menunjukkan satu bentuk inkonsistensi dan ketidaktegasan terhadap Protocol od Accension GATT 1994 atau GATS dengan penjelasan sebagai berikut: Dengan mempertimbangkan hak-hak dalam perdagangan, permasalahan yang sedang terjadi memperlihatkan bahwa tidak semua perusahaan

Cina dan semua perusahaan asing serta individu-individu diberikan hak untuk mengimpor produk-produk yang bersangkutan kedalam teritorial bea-cukai Cina. Hal ini juga menunjukkan bahwa perusahaan dan pihak-pihak asing, termasuk mereka yang tidak berinvestasi dan terdaftar di Cina, diberikan perlakuan lessfavourable atau kurang dipandang dibandingkan dengan perusahaan sejenis lain yang diberikan perlakuan sesuai dengan hak-haknya dalam perdagangan. Oleh karena hal tersebut, permasalahan tersebut menyalahi dan tidak sesuai dengan peraturan Cina yang merupakan ratifikasi dari pasal 5.1 dan 5.2 Protocol of Accession bagian I, dan juga peraturan yang merupakan ratifikasi dari pasal 1.2 Protocol of Accession bagian I (lebih jauh lagi peraturan tersebut juga mengandung komitmen yang ada dalam pasal 83 dan 84 dari the Report of the Working Party on the Accession of China). Selanjutnya, permasalahan yang terjadi ini memberlakukan pelarangan dan atau pelarangan dengan bentuk selain dari bea, pajak, ataupun pembebanan biaya lainnya terhadap pengimporan produkproduk tersebut diatas ke territorial Cina, hal ini berlawanan dengan Article XI:1 of the GATT 1994 yang juga sudah diratifikasi oleh Cina. Mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi jasa pelayanan dalam publikasi, Cina dalam hal ini memberikan perlakuan yang sedikit kurang menguntungkan kepada penyedia jasa publikasi asing jika dibandingkan dengan penyedia jasa lokal. Atas hal tersebut, Cina telah menyalahi peraturannya yang merupakan ratifikasi dari artikel XVI dan XVII GATS. Sama halnya dengan permasalahan tersebut, pemberian perlakuan yang berbeda antara penyedia jasa distribusi produk hiburan audiovisual asing dan penyedia jasa lokal yang menyebabkan terbatasnya akses pasar bagi para pelaku asing juga menyalahi artikel XVI dan XVII GATS.

FAKTA-FAKTA:

Short title: (Nama singkat)

China Publications and Audiovisual Products

Complainant: (Pelapor)

United States Amerika Serikat

Respondent: (Terlapor)

China

Third Parties: (Pihak-Pihak Ketiga)

Australia; European Union; Japan; Korea, Republic of; Chinese Taipei

Agreements cited:
(as cited in request for consultations) (Peraturan yang dijadikan referensi)

Protocol of Accession: Part I, para. 1.2, Part I, para. 5.1, Services Part I, (GATS): para. 5.2

Art. XVI, XVII

GATT 1994: Art. III:4, XI:1

Request for Consultations received: (Permintaan konsultasi diterima)

10 April 2007

Panel Report circulated: (Pembagian laporan panel)

12 August 2009

Appellate Body Report circulated: Pembagian laporan Appelate Body:

21 December 2009

B. Rumusan Masalah 1. Apa sajakah pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh Cina dalam perdagangan jasa internasional dalam bidang publikasi dan produk audiovisual ? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa antara Cina dengan Amerika Serikat dibawah badan Dispute Settlement Body ?

BAB II PEMBAHASAN A. Pelanggaran yang dilakukan oleh Cina dalam perdagangan jasa internasional dalam bidang publikasi dan produk audiovisual terhadap Amerika serikat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dibentuk pada tahun 1995 dan merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur perdagangan antar Negara-negara di dunia dan mempromosikan liberalisasi perdagangan. Sebelumnya, forum perdagangan barang dibicarakan pada Kesepakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade GATT), yang dibentuk pada tahun 1947. 1 Dibawah sistem GATT, masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama Putaran Perundingan (trade round). Sejak tahun 1947 hingga 1994, GATT mengadakan delapan putaran perundingan perdagangan multilateral. Keenam putaran pertama membahas penurunan tariff. Kemudian pada putaran Kennedy dibahas Persetujuan Anti Dumping. Putaran ketujuh yang dikenal sebagai Putaran Tokyo merupakan upaya pertama mereformasi perdagangan internasional.2 Putaran Tokyo mulai membahas hal-hal lain, yaitu hambatan-hambatan bukan tarif, tindakan balasan atas perdagangan tidak adil, dan perlakuan berbeda serta khusus bagi Negara-negara berkembang (special and different treatment). Setelah Putaran Tokyo, dirasakan penting untuk memperluas cakupan sistem perdagangan internasional. Ada tiga hal pokok yang dibahas, yaitu (1) daya saing dalam perdagangan internasional tergantung pada penggunaan jasa yang semakin berkembang serta teknologi canggih; (2) ada prospek untuk menjual jasa dan ekspor barang dengan komponen canggih ke Negara sedang berkembang; dan
1

Informasi mengenai sejarah GATT dan WTO hingga KTM IV di Doha, Qatar, dikutip dari Das (1999) dan Das (2003) di dalam buku Hira Jhamtani, Op.Cit., hal. 3 2 http://www.wto.org/ , diakses pada tanggal 20 mei 2012 pukul 10.15 WIB

(3) perlunya perluasan kesempatan investasi dari Negara maju ke Negara sedang berkembang. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga dianggap penting demi melindungi pengaturan dan teknologi. Pada tahun 1986, Negara-negara peserta yang disebut sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam GATT memulai putaran perundingan baru untuk memperluas cakupan kesepakatan. Perundingan tersebut yang disebut putaran Uruguay pada dasarnya membahas empat substansi, yaitu : 1. Perluasan akses pasar (marker access), antara lain penurunan bea masuk atau tarif, penghapusan hambatan bukan tarif, penataan aturan main dalam perdagangan tekstil dan pakaian jadi, serta pengurangan atau penghapusan distorsi dalam perdagangan hasil pertanian. 2. Penyempurnaan aturan GATT, bertujuan memperjelas aturan GATT sehingga tidak mudah disalahguankan. Diantaranya berkaitan dengan safeguards, yaitu aturan mengenai hak untuk membatasi impor dalam keadaan darurat serta subsidi. 3. Penyempurnaan kelembagaan GATT, termasuk diantaranya mekanisme penyelesaian sengketa dan tata cara kerja organisasi multilateral di bidang perdagangan. 4. Isu-isu baru (new issues) terdiri dari : (a) perdagangan di bidang jasa, (b) hak kekayaan intelektual terkait perdagangan atau TRIPs, (c) penanam modal yang terkait dengan perdagangan atau TRIMs. 3 Perdagangan jasa memuat tiga ketentuan pokok, pertama, memuat serangkaian kewajiban-kewajiban dasar yang berlaku terhadap semua Negara. Kedua, komitmen Negara-negara yang tertuang dalam daftar-daftar yang berisi kewajiban-kewajiban Negara-negara tersebut untuk memperlancar proses

liberalisasi perdagangan jasa. Ketiga, beberapa annex (lampiran) perjanjian yang


3

Uraian teknis dari putaran uruguan diunduh dari http://wto.org/ , diakses pada tanggal 20 mei 2012 pukul 10.34 WIB

menetapkan keadaan-keadaan khusus sektor-sektor jasa pada setia Negara anggota GATT.4 Negara Cina diawali dengan usaha menjadi anggota GATT sejak tahun 1986, akhirnya Cina diterima menjadi anggota WTO pada tanggal 11 Desember 2001. Cina menjadi anggota ke-143 didalam organisasi tersebut berdasarkan keputusan KTM di Doha, Qatar pada 10 November 2001 dengan 35 negara anggota WTO.5 Sesuai Chinas Accession Protocol, disepakati bahwa Cina akan menerapkan prinsip-prinsip di dalam WTO seperti MFN, national treatment, transparansi. Hal yang sama akan diterapkan dalam hal tarif yang meliputi antidumping, safeguards, subsidies, dan countervailing measures. Dengan kata lain aksesi Cina di WTO erat kaitanya dengan prinsip-prinsip mendasar WTO, antara lain : 1. Non discrimination Berdasarkan protocol of Accession, Cina harus mengikuti untuk memenuhi persyaratan menjadi anggota WTO. Yang pertama adalah nondiskriminasi yang berdasarkan prinsip MFN dan national treatment, bahwa dibidang barang dan jasa. Selain terhadap Negara partner dagang, perlakuan yang sama juga diberlakukan di pasar domestik Cina yaitu terhadap barang dan jasa yang merupakan produk asing maupun nasional. Selain itu Cina setuju unutuk mengikuti persetujuan tambahan untuk memastikan berjalan lancarnya prinsip-prinsip non-dikriminasi ini. Terhadap beberapa hal tersebut adalah perjanjian untuk menghapus praktek penentuan harga ganda/dual pricing untuk menghapuskan impor ekspor dan perdagangan yang saat ini dihadapi oleh para pengusaha asing dalam waktu tiga tahun. Semua perusahaa asing baik yang tidak terdaftar
4 5

Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional, Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada, hlm 217 http://www.wilsoncenter.org/topics/pubs/WTOrpt.pdf diakses pada tanggal 20 mei 2012 pukul 11.50 WIB

di China akan mendapatkan perlakuan no less favourable dengan perusahaan yang terdaftar di Cina. 2. Market Opening Keterbukaan pasar memiliki tujuan berhasilnya konfrensi-konfrensi yang diadakan WTO melalui penurunan hambatan tarif. Ditekankan bagi anggota baru untuk meliberalisasi rezim perdagangan mereka selama masa negosiasi aksesinya. Cina secara signifikan telah menurunkan tarifnya selama masa/proses penerimaanya. Juga adanya keinginan Cina untuk membuka pasar domestiknya dibidang jasa bagi para pengusaha asing lebih jauh lagi, Cina menunjukan keinginanya untuk memainkan peran yang lebih besar pada Doha Development Agenda. 3. Transparency and predictability Aksesi Protokol Cina meminta Cina untuk menerbitkan peraturan, hukum, kebijakan dan praktik di bidang perdagangan agar diketahui oleh para pelaku perdagangan6. Tujuanya adalah memastikan bahwa pelaku perdagangan mempunyai informasi yang lengkap tentang peluang dan kendala melakukan bisnis di suatu Negara. Untuk mendukung prinsip ini, Negara anggota wajib menotifikasi segala kebijakanya yang terkait dengan perdagangan dan dilengkapi dengan mekanisme tinjauan kebijakan perdagangan dari masing-masing anggota WTO secara periodik. Prinsip ini pula yang menjadi kunci bagi prasyarat perdagangan yang pasti (predictable). Cina sepakat untuk memenuhi persyaratan tersebut meski bukan hal yang mudah mengingat sejarah, latar belakang dan sistem politik Negara ini yang tidak transparan. Tantangan terbesar ada pada pemerintahan Cina itu sendiri. Dalam sepuluh tahun pasca aksesinya, akan dilakukan Chinas special transitional review mechanism. Dengan kondisi seperti ini, Cina telah menurunkan tarif impor barang.
6

Deepak bhattasali, Shantong Li, Will Martin, China and the WTO, World Bank and oxford University Press, Washington, 2004, hal 25

4. Undistorted trade WTO juga mempromosikan perdagangan undistorted melalui penerapan subsidi dan dumping serta memperbolehkan anggotanya untuk melakukan countervalling dan anti dumping sepanjang terjadi unfair trade. Cina sepakat untuk tidak menggunakan subsidi ekspor baik di sektor barang industri maupun pertanian dan menerima special provisions dari beberapa Negara anggota dalam hal determinasi dari dumping atau subsidi, sebagaimana halnya dalam special product-specific safeguard mechanism and a separate textile safeguards. 5. Preferential treatment for develipong countries Meski prinsip ini tidak diberlakukan untuk Cina, namun Cina memperoleh specific transitional arrangements untuk beberapa hal di dalam rezim perdaganganya. Apabila dilihat dari kasus mengenai publikasi dan produk audiovisual Cina yang dilaporkan oleh Amerika Serikat ke Dispute Settlemen Body WTO, dimana dalam kasus ini Cina telah melanggar beberapa prinsip-prinsip yang tertuang di dalam GATS, meliputi : 1. Most Favoured nation treatment (non diksriminasi) Cina dalam hal ini telah melakukan pelanggaran daham hal prinsip non diskriminasi, dimana tidak semua perusahaan Cina dan semua perusahaan asing serta individu-individu diberikan hak untuk mengimpor produk-produk yang bersangkutan kedalam teritorial bea-cukai Cina. Hal ini juga menunjukkan bahwa perusahaan dan pihak-pihak asing, termasuk mereka yang tidak berinvestasi dan terdaftar di Cina, diberikan perlakuan

less-favourable atau kurang dipandang dibandingkan dengan perusahaan sejenis lain yang diberikan perlakuan sesuai dengan hak-haknya dalam perdagangan. Oleh karena hal tersebut, permasalahan tersebut menyalahi dan tidak sesuai dengan peraturan Cina yang merupakan ratifikasi dari pasal 5.1 dan 5.2 Protocol of Accession bagian I, dan juga peraturan yang merupakan ratifikasi dari pasal 1.2 Protocol of Accession bagian I (lebih jauh lagi peraturan tersebut juga mengandung komitmen yang ada dalam pasal 83 dan 84 dari the Report of the Working Party on the Accession of China). 7 MFN ini merupakan prinsip utama di dalam perdagangan barang (GATT) yang juga dipakai dalam perdagangan jasa (GATS). MFN atau dikenal juga dengan prinsip non-diskriminasi merupakan suatu kewajiban umum (general obligation) dalam GATS, dimana kewajiban ini bersifat segera (immediately) dan otomatis (unconditionally). Dalam pengaturan mengenai MFN pada pasal II paragraph 1 GATS dipergunakan perumusan each member shall accord immediately and unconditionally to service and services supplier of any other member, treatment no less favourable than it accord to like services and services supplier of any other country. Istilah treatment no less favourable juga digunakan di dalam Pasal XVI tentang market access dan Pasal XVII tentang national treatment.8 Perbedaanya adalah dalam MFN treatment no less favourable yang dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap service supplier dari suatu Negara dengan Negara lainya, sedangkan dalam national treatment yang dibandingkan adalah perlkauan yang diberikan terhadap domestic service supplier dengan foreign services supplier. Sementara itu, dalam market acces pengertianya adalah perlakuan yang diberikan

7 8

Lihat di http://www.wto.org pada bagian Dispute Settlement Body 363 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional, Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada, hlm 184

terhadap foreign services supplier oleh suatu Negara harus sesuai dengan persyaratan dan pembatasan yang tercantum di ddalam Schedule of Commitments (SOC) Negara itu. 9 Meskipun demikian, sistem GATS memberikan kebebasan bagi anggotanya untuk menyimpang dari kewajiban MFN. Oleh karena itu, suatu anggota dapat saja memberikan perlakuan yang lebih baik atas suatu sektor jasa kepada suatu atau beberapa anggota dibandingkan dengan yang diberikan kepada anggota lain sepanjang anggota lain tersebut

diperlakukan minimal sesuai yang dicantumkan dalam SOC. Akan tetapi suatu Negara tidak dibenarkan untuk memberikan perlakuan yang lebih sedikit dari yang dicantumkan dalam SOC kepada suatu atau beberapa anggota (misalnya berdasarkan prinsip resiprositas). 2. National treatment Cina juga dalam hal ini memberikan perlakuan yang sedikit kurang menguntungkan kepada penyedia jasa publikasi asing jika dibandingkan dengan penyedia jasa lokal. Atas hal tersebut, Cina telah menyalahi peraturannya yang merupakan ratifikasi dari artikel XVI dan XVII GATS. Sama halnya dengan permasalahan tersebut, pemberian perlakuan yang berbeda antara penyedia jasa distribusi produk hiburan audiovisual asing dan penyedia jasa lokal yang menyebabkan terbatasnya akses pasar bagi para pelaku asing juga menyalahi artikel XVI dan XVII GATS.10 Dalam GATS Article XVI : Market Access, dinyatakan bahwa : 1. Terkait dengan akses pasar melalui sarana penyedia seperti yang dijelaskan dalam pasal I, para anggota akan melayani dan memberikan jasa kepada penyalur dari anggota manapun, perlakuan yang diberikan kepada anggota lainnya tidak boleh saling berbeda alam hal
9

10

Ibid , hlm 185 Lihat di http://www.wto.org pada bagian Dispute Settlement Body 363

persyaratan, batasan-batasan, dan kondisi-kondisi sebagaimana yang telah dijelaskan didalam pasal tersebut. 2. Di sektor-sektor dimana komitmen mengenai akses pasar

diberlakukan, tindakan-tindakan yang dilarang untuk dilakukan atau diadopsi oleh para anggota baik dalam basis wilayah regional ataupun didalam wilayahnya, kecuali diatur dalam ketentuan, dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembatasan pada jumlah penyedia jasa baik dalam bentuk jumlah kuota, monopoli, kekhususan penyedia jasa, maupun persyaratanpersyaratan ekonomis, membutuhkan/harus melalui pengujian.; b. Pembatasan pada harga total dari transaksi dalam jasa ataupun asset dalam bentuk jumlah kuota ataupun persyaratan ekonomis, membutuhkan/harus melalui pengujian; c. Pembatasan pada jumlah total jasa yang dioperasikan atau pembatasan pada kuantitas hasil/output dari jasa yang diterangkan dalam satuan angka dalam bentuk kuota atau persyaratan ekonomis, membutuhkan/harus melalui pengujian; d. Pembatasan pada berapa jumlah orang yang dapat dipekerjakan dalam suatu sektor pelayanan jasa tertentu atau siapakah yang dapat dipekerjakan oleh sebuah penyedia jasa, yang behubungan langsung dengan jasa yang diberikan yang diterapkan dalam bentuk jumlah kuota atau persyaratan ekonomis,

membutuhkan/harus melalui pengujian; e. Tindakan yang melarang atau menuntut penyedia jasa untuk membuat suatu badan hukum tertentu atau kerjasama/joint venture agar dapat menyalurkan jasanya.; dan

f. Pembatasan keikutsertaan para penanam investasi asing dengan memberlakukan batas prosentase maksimal dalam pemilikan saham asing atau jumlah total kepemilikan investasi dari individu atau pihak asing.

Dalam GATS Article XVII: National Treatment, dinyatakan bahwa : 1. Pada bidang bidang yang dijelaskan dalam ketentuan, yang berlaku untuk segala kondisi dan persyaratan yang ditentukan, para anggota harus memberi perlakuan pada jasa dan penyedia jasa dari anggota manapun tanpa perbedaan dengan jasa dan penyedia jasa dalam negerinya, dengan mempertimbangkan segala ketentuan yang berlaku dalam penyediaan jasa. 2. Seorang anggota dapat menuntut pemenuhan persyaratan seperti yang ada didalam pasal 1 mengenai jasa dan penyedia kepada

anggota lainnya, baik secara formal dalam bentuk yang sama seperti tersebutm atau pun dengan bentuk perlakuan yang berbeda yang juga diterapkan pada jasa dan penyedia jasa serupa didalam negaranya. 3. Tindakan yang sama ataupun tindakan yang berbeda akan dianggap sebagai tindakan yang tidak membeda-bedakan jika

didalamnya terdapat perubahan kondisi didalam kompetisi pasar untuk menyesuaikan jasa atau penyedia jasa dari anggota lain dengan kondisi negaranya sehingga jika dibandingkan,

perlakuan yang diterima oleh kedua pihak tidak berbeda.

Prinsip yang mengatur mengenai national treatment juga terdapat dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan

untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenisjenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri. Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal. Selain diketahui bahwa China telah melanggar prinsip Most favourable national treatment, Cina juga memberlakukan hambatan non tarif yaitu hal ini berlawanan dengan Article XI:1 of the GATT 1994 yang juga sudah diratifikasi oleh Cina. Hambatan non-tarif adalah suatu hambatan dalam perdagangan yang tidak berupa tarif. Aturan-aturan mengenai hambatan non-tarif diatur di dalam Annex 1A GATT. Yang termasuk tindakan hambatan non-tarif adalah sebagai berikut: a. Hambatan teknis dalam perdagangan barang dan tindakan sanitasi serta phitosanitasi b. Kurangnya transparansi regulasi nasional c. Penerapan hukum dan regulasi perdagangan yang tidak adil dan subyektif d. Prosedur dan formalitas pajak. Dalam GATT Article XI: 1, disebutkan bahwa Tidak ada larangan atau pembatasan selain bea, pajak, ataupun pengenaan biaya dalam bentuk lain, yang dalam pengaplikasiannya diberlakukan melalui kuota, lisensi ekspor atau impor, ataupun ketentuan lain, yang dapat diberlakukan oleh suatu pihak bersengketa manapun terhadap pengimporan segala barang dari Negara yang sedang bersengketa dengan Negara tersebut, demikian pula berlaku dalam pengeksporan atau penjualan segala barang ke wilayah Negara yang bersengketa lainnya.

B. Penyelesaian sengketa antara Cina dengan Amerika Serikat dibawah badan Dispute Settlement Body Sebagai suatu organisasi permanen, peranan WTO dirasakan lebih kuat daripada GATT selama ini. Hal ini tercermin dari struktur organisasi yang melibatkan anggotanya sampai pada tingkat menteri. Untuk menjalankan fungsinya, WTO mempunyai struktur organisasi dan mekanisme pengambilan keputusan tertentu. Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesain Sengketa (BPS) merupakan badan yang bertanggung jawab menyelesaikan sengketa di antara anggota WTO. Dewan Umum mempunyai kewenangan untuk mengadakan sidang dan menjalankan fungsi BPS. Tetapi dalam praktiknya, BPS beroperasi sebagai

badan terpisah yang mempunyai ketua sendiri, walaupun terdiri dari wakil semua Negara anggota. Dengan adanya mekanisme penyelesaian sengketa ini, Negaranegara berkembang dapat terbantu ketika menghadapi sengketa dengan Negara maju. Dalam sistem penyelesain sengekta di WTO, mekanisme yang menggerakan mekanisme penyelesaian sengketa adalah terjadinya dampak yang dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute (DSU) disebutkan : a) Terjadinya nullification and impairment, atau b) Any objective of the agreement is being impeded Berdasarkan DSU, terjadinya nullification and impairment, ataupun any objective of the agreement is being impeded dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu pertama, pelanggaran ketentuan WTO, kedua, tindakan yang merugikan pihak lain walaupun tidak melanggar aturan WTO, ketiga, the existence of any other situation. Pihak yang mengalami kerugian akibat tindakan yang diambil oleh pihak lain dapat mengajukan complaint kepada WTO, yang dibedakan menjadi : (a) Violation Compalint, yaitu tuntutan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap anggota lain akibat pelanggaran aturan WTO yang menimbulkan kerugian terhadap pihak yang mengajukan complaint yang secara sadar atau tidak telah dilakukan oleh pihak yang melanggar. (b) Non-Violation Complaint merupakan pengaduang yang dapat diajukan apabila terjadi suatu kerugian yang dihadapi pihak lain akibat tindakan yang diambil oleh suatu pihak dalam perjanjian walaupun tindakan tersebut tidak melanggar aturan WTO. Sengketa timbul akibat tindakan yang tidak melanggar aturan tetapi merugikan pihak lain karena keuntungan yang telah diraih dari perjanjian ditiadakan akibat tindakan yang diambil dari salah satu anggota, (c) Situation Complaint, bahwa anggota dapat mengajukan complaint apabila suatu situasi yang tidak tercakup dalam kategori violation complaint maupun dalam kategori non-violation complaint tetapi

menimbulkan nullification atau impairmnent dari keuntungan yang telah diperoleh melalui negosiasi. Tahapan-tahapan dalam penyelesaian sengketa dagang dalam WTO, meliputi11 : a. Konsultasi b. Pembentukan Panels (Establishment of Panels) c. Prosedur-prosedur Panel (Panels Prosedures) d. Penerimaan Laporan Panel ke DSB (Adoption of Panels Report) e. Peninjauan Kembali (Appellate Review) f. Implementasi (Implementation) Prosedur yang dilakukan Cina dengan Amerika Serikat dalam rangka penyelesaian permasalahan ini adalah sebagai berikut12 : a. Permintaan musyawarah penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Amerika kepada Cina diterima pada tanggal 10 April 2007 b. Pada 25 april 2007, komunitas Negara-negara Eropa (EC) meminta untuk ikut dilibatkan dalam proses konsultasi. Tak lama setelahnya Cina

menginformasikan DSB bahwa mereka telah menerima permintaan EC untuk ikut serta dalam konsultasi. c. Pada 10 Juli 2007, Amerika Serikat meminta diadakan konsultasi tambahan. d. Pada 20 Juli 2007, Amerika Serikat meminta untuk dibuatkan sebuah panel. e. Pada pertemuan tanggal 22 Oktober 2007, DSB memutuskan untuk menangguhkan pembentukan panel yang diminta.

11 12

Syahmin AK, 2005, Hukum dagang Internasional, Penerbit : Raja Grafindo Persada, hlm 253 Lihat di http://www.wto.org pada bagian Dispute Settlement Body

f. Pada pertemuan tanggal 27 november 2007, DSB membentuk sebuah panel. EC dan Jepang menggunakan haknya sebagai pihak ketiga. Setelahnya, Australia, Korea, dan Cina Taipei juga melakukan hal yang sama. g. Pada 17 Maret 2008, Amerika Serikat meminta Dirjen WTO untuk menentukan rancangan komposisi dari Panel yang dibentuk. Pada 27 Maret 2008, Dirjen mengesahkan rancangan komposisi panel tersebut. h. Pada 22 September 2008, ketua dari panel menginformasikan DSB bahwa panel belum dapat membahas permasalahan yang terjadi dan memberikan laporan dikarenakan permasalahan jadwal. Panel memperkirakan bahwa mereka dapat menyelesaikan dan menyerahkan laporan akhir pada Februari 2009. i. Pada 12 Agustus 2009, laporan panel dibagikan kepada para anggota. Dengan mempertimbangkan bahwa klaim AS kepada Accession Protocol Cina, panel menyimpulkan bahwa beberapa tindakan Cina tidak konsisten dengan peraturannya sendiri yang memberikan hak untuk penjualan pada perusahaan asing baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di Cina dan individu asing untuk mengimpor media cetak, film untuk tujuan tayangan luas, produk hiburan audiovisual, dan rekaman suara. Dengan alasan jika pemberian hak ini berjalan akan membatasi hak-hak serupa yang dimiliki oleh perusahaanperusahaan dalam negeri. Secara bersamaan, dengan mempertimbangkan alasan dari dilakukannya tindakan seperti yang dijelaskan diatas, panel tidak menemukan bahwa Cina bertindak menyalahi Protokol. Berdasarkan artikel XX(a) Cina, tentang perlindungan mengenai media cetak dan produk audiovisual, panel menentukan bahwa jika setidaknya ada sebuah alternatif yang lebih masuk akal, tindakan yang dilakukan Cina adalah bukan seperti yang dijelaskan dalam penjelasan artikel XX(a). Berdasarkan kesimpulan tersebut, panel tidak menentukan apakah solusi yang dilakukan cina berdasarkan artikel XX(a) diperbolehkan bahkan jika peraturan yang ada didalam Protokol dijalankan.

j. Klaim tentang GATS mengenai berbagai tindakan Cina yang berhubungan dengan distribusi materi bacaan, jasa distribusi produk hiburan audiovisual dan rekaman suara, panel menemukan bahwa dalam tindakannya, Cina melarang perusahaan berinvestor asing untuk melakukan (i) perdagangan materi bacaan impor; (ii) penjualan eksklusif buku, harian, dan Koran; (iii) penjualan eksklusif dan penjualan secara luas produk publikasi elektronik. Hal ini tidak sesuai dengan komitmen national treatment Cina yang dibuat sesuai dengan artikel XVII GATS. Lebih jauh lagi panel menemukan bahwa tindakan Cina membatasi promosi komersial untuk distribusi kaset video, DVD, dll, untuk keuntungan usaha bersama (joint venture) dengan mayoritas kepemilikan Cina, dan tindakan pembatasan persyaratan untuk melakukan joint venture yang diterapkan tidak untuk seluruh perusahaan yang dimiliki oleh pemilik lokal, tidak sesuai dengan komitmen akses pasar cina yang dibuat berdasarkan artikel XVI GATS dan juga komitmen national treatment Cina yang dibuat sesuai dengan artikel XVII GATS. Amerika Serikat juga menyatakan bahwa Cina tidak memberlakukan national treatment untuk materi bacaan impor, rekaman suara yang didistribusikan secara elektronik, dan film untuk tayangan luas (layar lebar). Mengenai media cetak/materi bacaan, panel menemukan bahwa dalam tindakannya cina membatasi saluran distribusi untuk beberapa jenis materi bacaan dengan cara hanya memperbolehkan penjualan dan distribusi produk tersebut eksklusif melalui berlangganan, dan dilakukan oleh perusahaan yang seluruhnya dimiliki oleh Negara, tidak seperti distribusi materi bacaan lainnya. Sama halnya dengan hal tersebut diatas, panel menemukan juga bahwa dalam tindakannya cina juga membatasi distribusi beberapa jenis materi bacaan (yang bisa didapatkan tanpa berlangganan) kepada perusahaan yang dimiliki oleh Negara, sedangkan distribusi materi bacaan domestik yang sejenis dapat dilakukan atau dipengaruhi oleh berbagai jenis perusahaan, termasuk perusahaan asing. Panel menyimpulkan bahwa tindakan ini tidak sesuai dengan peraturan cina yang dibuat berdasarkan artikel III: 4 GATT 1994, yang

isinya berbunyi Produk dari salah satu wilayah bersengketa yang di impor ke wilayah Negara yang sedang bersengketa dengan negaranya akan

diperlakukan tidak lebih berbeda atau sama dengan produk yang berasal dari dalam negerinya dengan menghormati semua ketentuan hukum yang ada dan persyaratan yang mempengaruhi perdagangan barang tersebut didalam wilayah suatu Negara yang bersengketa tersebut. Ketentuan yang ada didalam pasal ini tidak akan menghambat pemberlakuan ketentuan nasional mengenai pengenaan biaya pengiriman tambahan atas barang-barang yang secara eksklusif didasarkan atas ketentuan-ketentuan ekonomi mengenai

pengangkutan barang bukan didasari atas dari mana barang tersebut berasal. Mengenai rekaman suara hard copy yang akan disebarkan melalui media elektronik (co: melalui internet, dll), Amerika Serikat menyatakan bahwa tindakan cina sudah mendiskriminasi rekaman suara impor dan lokal dengan mengharuskan rekaman impor melalui content review atau pengujian isi/materi, berbeda dengan rekaman suara sejenis lokal. Mengenai hal tersebut panel menyimpulkan bahwa AS tidak secara jelas menyebutkan bahwa cina telah menyalahi artikel III: 4. Terkait masalah film, Amerika Serikat menyatakan bahwa tindakan cina adalah diskriminasi dengan membatasi distribusi film impor kepada dua perusahaan milik Negara, sedangkan produk domestik sejenis dapat didistribusikan oleh semua distributor berlisensi yang beroperasi di cina, termasuk yang dimiliki swasta/pribadi. Panel

menyimpulkan bahwa meskipun Amerika Serikat tidak dapat membuktikan bahwa cina memberlakukan peraturan seperti diatas, baik de jure maupun de facto, duopoli dalam distribusi film impor tersebut dapat menghalangi perusahaan lainuntuk mendaftarkan dan mendapatkan ijin untuk

mendistribusikan film asing. Oleh karena itu, panel tidak menemukan adanya pelanggaran. k. Pada 22 september 2009, cina memberitahukan keputusannya untuk banding kepada Appellate Body mengenai beberapa permasalahan hukum yang terdapat didalam laporan panel dan beberapa interpretasi hukum yang

dimunculkan oleh panel. Pada 5 Oktober 2009, Amerika Serikat juga memberitahukan keputusannya untuk banding kepada Appelate Body mengenai beberapa permasalahan hukum yang terdapat didalam laporan panel dan beberapa interpretasi hukum yang dimunculkan oleh panel. l. Pada 17 November 2009, ketua Appellate Body menginformasikan DSB bahwa dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

penerjemahan laporan, Appellate Body baru dapat menyerahkan laporannya dalam jangka waktu 60 hari. Diperkirakan laporan akan dibagikan tidak lebih lambat dari 21 Desember 2009. m. Pada 21 Desember 2009, laporan Appellate Body dibagikan kepada para anggota. Terkait maslah tindakan cina mengenai film dan produk audiovisual, Appellate Body mendukung kesimpulan panel bahwa artikel 30 Film Regulation dan artikel 16 Film Enterprise Rule adalah subyek dari ketentuan cina yang tidak sesuai dengan komitmen hak perdagangan cina yang ada didalam Accession Protocol and Accession Working Party Report. Dewan ini juga mendukung kesimpulan panel bahwa artikel 5 Audiovisual Products Regulation 2001 dan artikel 7 Audiovisual Products Importation Rule tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan cina, dalam pasal 1.2 Accession Protocol cina dan pasal 84(b) Accession Working Party Report cina, untuk mengabulkan kebebasan hak dalam perdagangan. Dewan ini juga menemukan bahwa cina mungkin menyertakan artikel XX(a) GATT untuk membenarkan peraturan yang terbukti menyalahi komitmen hak perdagangan cina yang dibuat berdasarkan Accession Protocol dan Working Party Report. Dewan juga menyatakan bahwa panel tidak berbuat kesalahan dalam penemiannya terkait persyaratan perusahaan harus milik Negara dan melarang perusahaan asing untuk melakukan distribusi produk bersangkutan. Akan tetapi dewan ini mengakui bahwa panel melakukan kesalahan dengan menyatakan bahwa tindakan cina tidak dapat dikategorikan penting sebagai salah satu bentuk tindak perlindungan yang

masuk akal, hal ini dapat dikategorikan penting untuk melindungi moral publik di cina. Lebih jauh lagi dewan juga mendukung kesimpulan panel bahwa cina belum lakukan tindakan yang dianggap penting untuk melindungi moral publik seusai dengan penjelasan artikel XX(a) GATT 1994 dan sebagai hasilnya, tindakan yang dilakukan cina tidak benar dan sesuai dengan artikel XX(a). Pasal XX GATT mengatur pengecualian umum (general exeptions), yakni pengecualian-pengecualian yang dimungkinkan untuk menanggalkan aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban suatu Negara terhadap GATT, khususnya dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk: (a) melindungi moral masyarakat; (b) melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atautanaman; (c) impor atau ekspor emas atau perak; (d) perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual; (e) produk-produk yang berasal dari hasil kerja para narapidana; (f) perlindungan kekayaan nasional, kesenian, sejarah atau purbakala; (g) konservasi kekayaan alam yang dapat habis; (h) dalam kaitannya dengan adanya kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian komoditi antar pemerintah; dll Dewan ini juga mendukung kesimpulan panel bahwa tindakan cina membatasi perusahaan asing melakukan distribusi rekaman suara dalam bentuk elektronik adalah tidak konsisten dan menyalahi artikel XVII GATS. Appellate Body merekomendasikan DSB untuk meminta kepada Cina agar menyesuaikan peraturannya yang sebelumnya tidak sesuai agar dapat memenuhi China's

Accession Protocol, China's Accession Working Party Report, the GATS and the GATT 1994. n. Pada pertemuannya tanggal 19 Januari 2010, DSB menganut isi dari laporan Appellate body dan laporan panel, yang telah diubah dang disatukan dalam laporan Appellate Body report. o. Pada pertemuan DSB tanggal 18 Februari 2010, cina menginformasikan DSB mengenai niatnya untuk mengimplementasikan rekomendasi dan peraturan DSB. Sengketa ini melibatkan banyak peraturan mengenai produk kebudayaan. Oleh karena itu, cina membutuhkan waktu yang tepat untuk mengimplementasikan peraturan dan rekomnedasi DSB ini. p. Pada 12 juli 2010, cina dan AS memberitahukan DSB bahwa mereka telah menyetujui waktu untuk pemberlakuan rekomendasi dan peraturan ini adalah 14 bulan dari tanggal diadopsinya laporan panel dan laporan Appellate Body. Oleh karena itu, jangka waktu yang diperbolehkan akan jatuh tempo pada 19 Maret 2011. q. Pada pertemuan DSB tanggal 25 maret 2011 cina melaporkan bahwa mereka telah berusaha untuk mengimplementasikan rekomendasi DSB dan telah menyelesaikan amandemen dari beberapa peraturan terkait. Mengingat rumit dan sensitifnya permasalahan ini, cina berharap kepada anggota lainnya untuk memahami tingkat kesulitan dari proses implementasi yang nantinya akan dilakukan. Menurut sudut pandang cina, permasalahan akan dapat terselesaikan dengan adanya kerjasama mutual dan koordinasi antara pihakpihak yang bersangkutan. AS menyatakan kegelisahannya terkait kurangnya keseriusan pihak cina untuk menyelesaikan sengketa yang bersangkutan. AS sudah melakukan diskusi dengan cina tentang bagaimana menangani permintaan yang sebenarnya untuk proses penyelesaian dan untuk

mengesahkan penundaan konsesi berdasarkan artikel 22.6.

r. Pada 13 april 2011, AS dan cina menginformasika DSB mengenai prosedur yang disetujui berdasarkan artikel 21 dan 22 DSU. s. Pada pertemuan DSB tanggal 22 Februari 2012, cina melaporkan bahwa mereka telah menyelesaikan amandemen dari sebagian peraturan yang disengketakan, dan telah menandatangani kesepakatan dengan AS tentang peraturan mengenai film. AS mengatakan bahwa mereka berharap banyak dari penandatanganan kesepakatan tersebut dan akan terus memantau keadaan yang terjadi.

BAB III PENUTUP A. Simpulan Cina berhasil menjadi kekuatan baru di WTO dengan menggunakan berbagai indicator ekonomi. Keanggotaan Cina di WTO membuka banyak kesempatan terutama semakin terbukanya pangsa pasar Negara-negara maju. Keberhasilan Cina tidak terlepas dari faktor eksternal dan internal Negara tersebut yang mengacu pada kemampuanya untuk mempersiapkan diri sebelum masuk di dalam WTO sebagai struktur internasional serta kemampuanya melakukan berbagai penyesuaian dengan pertimbangan kendala-kendala ekonomis dan structural yang timbul sebagai pilihan atas kebijakanya bergabung di dalam WTO. Seperti yang tercantum dalam Protokol Aksesi Cina di WTO, bahwa Cina berkomitmen untuk melaksanakan berbagai persyaratan yang diajukan untuk menajdi bagian dari WTO seperti pelaksanaan prinsip-prinsip non-diksriminasi, market opening, transparansi dan predictable, undistorted trade serta tidak berlakunya prinsip preferential treatment for developing countries bagi Cina. Apabila dilihat dari kasus mengenai publikasi dan produk audiovisual Cina yang dilaporkan oleh Amerika Serikat ke Dispute Settlemen Body WTO, dimana dalam kasus ini Cina telah melanggar beberapa prinsip-prinsip yang tertuang di dalam GATS, meliputi : Most Favoured nation treatment (non diksriminasi) dan

national treatment serta memberlakukan hambatan non tariff dalam perdagangan jasanya pada bidang audiovisual. Atas hal tersebut, Cina telah menyalahi peraturannya yang merupakan ratifikasi dari artikel XVI dan XVII GATS serta Prinsip yang mengatur mengenai national treatment juga terdapat dalam pasal III GATT 1994. Setelah melalui berbagai upaya penyelesaian sengketa yang terdapat di WTO, AS dan cina menginformasika DSB mengenai prosedur yang disetujui berdasarkan artikel 21 dan 22 DSU. Pada pertemuan DSB tanggal 22 Februari 2012, cina melaporkan bahwa mereka telah menyelesaikan amandemen dari sebagian peraturan yang disengketakan, dan telah menandatangani kesepakatan dengan AS tentang peraturan mengenai film. AS mengatakan bahwa mereka berharap banyak dari penandatanganan kesepakatan tersebut dan akan terus memantau keadaan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA Huala Adolf.. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : Raja Grafindo Persada Syahmin AK. 2005. Hukum Dagang Internasional. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

http://www.wilsoncenter.org/topics/pubs/WTOrpt.pdf mei 2012 pukul 11.50 WIB

diakses pada tanggal 20

Deepak bhattasali, Shantong Li, Will Martin. 2004. China and the WTO, World Bank and oxford University Press, Washington. http://www.wto.org diakses pada tanggal 20 mei 2012 pukul 8.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai