Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KOMPLIKASI PENDERITA PREEKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA PERIODE 1 JANUARI 2007 31 DESEMBER 2010 BLU RS. Dr.

. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH I Ketut Widhiartha Retno B. Farid

SUB BAGIAN FETOMATERNAL BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
DIBAWAKAN DALAM PERTEMUAN ILMIAH BERKALA (PIB) MAKASSAR 2011

Nama Depan : I Ketut Nama Belakang : Widhiartha Judul : Analisis Komplikasi Penderita Preeklamsia Berat dan Eklamsia Hp : 081381641229 e-Mail : iwidhiartha@yahoo.com ANALISIS KOMPLIKASI PENDERITA PREEKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA DI BLU RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR I Ketut Widhiartha , Retno B. Farid Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Tujuan Mengidentifikasi jenis komplikasi yang paling banyak diderita penderita preeklamsia berat dan eklamsia Tempat BLU Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo , 1 Januari 2007 31 Desember 2010 Rancangan Analitik retrospektif Metode Kasus preeklamsia berat dan eklamsia yang memenuhi kriteria diikuti secara retrospektif. Subyek penelitian adalah penderita preeklamisa berat dan eklamsia yang mengalami komplikasi. Dilakukan analisis pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang mengalami komplikasi. Data diolah dengan program SPSS 16.0 dan dilakukan uji statistik chi square. Hasil Komplikasi sindroma HELLP lebih sering dijumpai pada penderita eklamsia (23,7%) dibandingkan preeklamsia berat (8,2%) (p < 0,001), begitu pula dengan gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi yang banyak dialami penderita eklamsia (24,7%) dibandingkan preeklamsia berat (13,5%) (p<0,05) Kesimpulan Komplikasi pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang tersering antara lain sindroma HELLP dan gagal ginjal akut dimana komplikasi tersebut lebih banyak dialami pada penderita eklamsia dibandingkan preeklamsia. Kata Kunci : Preeklamsia berat / eklamsia , komplikasi

ANALISIS KOMPLIKASI PENDERITA PREEKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA PERIODE 1 JANUARI 2007 31 DESEMBER 2010 BLU RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR I Ketut Widhiartha , Retno B. Farid Sub Bagian Fetomaternal , Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, BLU RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar PENDAHULUAN Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Menurut laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi yaitu tahun 2003 AKI di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 yaitu 270 per 100.00 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2007 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Target Millenium Development Goal ( MDGs ) AKI di Indonesia tahun 2015 harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu terbesar disebabkan oleh perdarahan (45%), infeksi (15%), dan hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) 13 % (SKRT,1995). Penelitian yang dilakukan oleh Wahdi, dkk (2000) didapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Sedangkan berdasarkan penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di dua RS pendidikan di Makassar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%. Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung.

Preeklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia bahkan didunia. Insiden kejadian diseluruh dunia sudah dapat diperkirakan terdapat 8.370.000 kasus preeklampsia per tahun. Angka kejadian preeklampsia sekitar 5-10% dari seluruh kehamilan dan masing-masing negara mempunyai angka yang berbeda. Pada negara berkembang seperti Colombia, 42% kematian ibu disebabkan oleh kejadian ini, dimana hal ini juga yang menyebabkan alasan terjadinya kelahiran premature. (Marina noris et al, 2005). Sedangkan, di United States, diperkirakan 20% kehamilan dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu meninggal karena komplikasi dari preeklampsia dan eklampsia. (Meyeon park dan Ursula C, 2007) Selain dapat membahayakan ibu hamil preeklampsia dan eklampsia juga dapat membahayakan janin melalui plasenta. Para peneliti sepaham dan telah membuktikan bahwa plasenta pasien preeklampsia ternyata mengalami iskemik oleh karena menurunnya aliran darah ke plasenta yang disebabkan tidak terjadinya dilatasi arteri spiralis. Terjadinya gangguan plasentasi yang menyebabkan gangguan aliran darah yang dapat diikuti dengan terjadinya hipoksia, banyak teori yang menyatakan bahwa plasenta yang hipoksia akan menghasilkan zat-zat yang bersifat toksik terhadap endotel pembuluh darah ibu yang dapat menyebabkan kelainan sistemik. Pemikiran bahwa penyakit ini disebabkan oleh plasenta, maka untuk menghentikan proses perjalanan penyakit adalah dengan melahirkan plasenta yang tentu saja akan juga melahirkan bayinya walaupun belum cukup bulan. Sebagai konsekuensi dari hal-hal tersebut akan banyak dilahirkan bayi-bayi yang prematur. Tetapi apabila dipertahankan proses akan semakin berlanjut yang dapat menyebabkan komplikasi pada ibu dan janin. Angka kematian bayi sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 46 per 1.000 kelahiran hidup. 76% kematian anak balita terjadi pada usia

dibawah 12 bulan, dan sebanyak 45% kematian bayi terjadi pada usia dibawah 28 hari (neonatal). Sekitar sepertiga kematian balita dan separuh kematian bayi terjadi pada masa perinatal (dibawah usia 7 hari), yang berkaitan dengan layanan penting selama kehamilan dan persalinan (Unicef, 2006). Penyebab kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai hari ke-7 setelah persalinan (masa perinatal). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran premature, dan berat bayi lahir rendah yaitu sebesar 40,68%. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada beberapa saat setelah lahir (asfiksia bayi baru lahir), yaitu 25,13%. Hal ini dapat diartikan bahwa 65,8% kematian bayi pada masa perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan (Depkes, 2005). Menurut penelitian terdahulu di Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta didapatkan angka kejadian preeklampsia adalah 6,7% sedangkan jumlah kelahiran hidup dan yang terjadi asfiksia sekitar 11,72%. Walaupun preeklampsi banyak menyebabkan kematian akibat komplikasi yang ditimbulkannya, etiologi dari preeklampsia belum dapat diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit ini antara lain umur, paritas, keturunan, faktor genetik, diet, lingkungan, sosio-ekonomi, penyakit hipertensi kronis dan hiperplasentosis (Soekimin et al, 2006). Bila faktor predisposisi ini tidak diperhitungkan maka komplikasi yang ditimbulkan oleh preeklampsia seperti eklampsia, sindrom HELLP, ruptur hepar, edema pulmonal, gagal ginjal, koagulasi intravascular diseminata, kedaruratan hipertensi dan hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal tidak dapat dihindarkan.

Atas dasar uraian diatas, penulis memandang perlu untuk mengetahui komplikasi terbanyak yang ditimbulkan oleh preeclampsia berat dan eklamsia, sehingga dengan

mengetahui komplikasi yang banyak timbul diharapkan klinisi mampu melakukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat, sehingga komplikasi tersebut tidak timbul dengan harapan angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan Pada makalah ini dilakukan analisis terhadap komplikasi penderita preeklamsia berat dan eklamsia di BLU RS. DR. Wahidin Sudirohusodo Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar mulai 1 Januari 2007 s/d 31 Desember 2010.

BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan secara analitik-retrospektif dengan membuka catatan rekam medik penderita preeklamsia dan eklamsia di RS. Dr.Wahidin Sudirohusodo Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar selama 4 tahun dari 1 Januari 2006 s/d 31 Desember 2010. Data penelitian dicatat dalam formulir penelitian kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL PENELITIAN Selama periode 1 Januari 2007 s/d 31 Desember 2010 di BLU Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar selama 4 tahun dari 1 Januari 2006 s/d 31 Desember 2010 terdapat 360 sampel penelitian (267 penderita preeklamsia berat dan 93 penderita eklamsia). Pada penelitian ini didapatkan komplikasi yang dialami penderita preeklamsia berat dan eklamsia, antara lain: sindroma HELLP, gagal ginjal akut, kegawatdaruratan hipertensi, dan retinopati hipertensi.

Analisis komplikasi preeklamsia berat / eklamsia


Preekla msia Berat n 22 245 46 221 36 231 1 266 54 213 194 45 28 Eklamsia % 12, 2 87, 8 17, 2 82, 8 13, 5 88, 5 0,4 99, 6 20, 2 79, 8 72, 7 16, 9 10, 5 N 22 71 16 77 23 70 0 93 22 71 57 22 14 % 23,7 0,000 76,3 17,2 0,996 82,8 24,7 0,012 75,3 0 100 23,7 0,485 76,3 61,3 23,7 15,1 0,121 1,000

Komplikasi Ya HELLP Syndrome Tidak Ya


Kedaruratan Hipertensi

N 44 316 62 298 59 301 1 266 76 284 251 67 42

P*

Tidak Ya

Gagal Ginjal Retinopati Hipertensi IUGR

Tidak Ya Tidak Ya Tidak Baik

Keadaan janin

Gawat Janin Mati

Tabel diatas menunjukkan bahwa presentasi komplikasi sindroma HELLP ditemukan lebih tinggi pada eklamsia (23,7%) dibandingkan pada preeklamsia berat (8,2%). Hasil uji statistic menunjukkan perbedaan tersebut sangat signifikan (p<0,001), yang berarti terdapat hubungan antara eklamsia dengan sindroma HELLP. Komplikasi kedaruratan hipertensi pada eklamsia dan preeklamsia berat adalah sama banyak (17,2%). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa komplikasi kedaruratan

hipertensi tidak signifikan (p>0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara eklamsia dengan kedaruratan hipertensi. Persentase komplikasi gagal ginjal ditemukan lebih tinggi pada eklampsia (24,7%) dibandingkan pada preeklamsia berat (13,5%). Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut signifikan (p<0,05), yang berarti terdapat hubungan antara eklampsia dengan gagal ginjal.

Komplikasi IUGR ditemukan lebih tinggi pada Eklampsia (23,7%) dibandingkan pada PEB (20,2%). Namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut tidak

signifikan (p>0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara eklampsia dengan IUGR. Persentase komplikasi retinopati hipertensi sulit dinilai oleh karena hanya ada satu penderita. Persentase komplikasi gawat janin dan janin mati ditemukan lebih tinggi pada eklampsia (23,7% dan 15,1%) dibandingkan pada preeklamsia berat (16,9% dan 10,5%). Namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut tidak signifikan (p>0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara eklampsia dengan gawat/janin mati.

DISKUSI Penelitian dilakukan terhadap sampel penderita preeklamsia berat dan eklamspia di RS BLU Wahidin Sudirohusodo berdasarkan data rekam medis tahun 2007-2010. Jumlah sampel yang memenuhi syarat untuk analisis adalah 360 penderita, yang terdiri dari 267 penderita PEB dan 93 Eklampsia di rumah sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2007 31 Desember 2010.

Pada penelitian ini di dapatkan komplikasi sindroma HELLP (23,7%) dan gagal ginjal (24,7%) lebih tinggi didapatkan pada eklamsia dibandingkan pada preeklamsia berat dimana komplikasi HELLP sindrom (8,2%) sedangkan gagal ginjal (13,5%). Penelitian ini memperlihatkan angka kejadian preeklamsia berat / eklamsia masih sangat tinggi , hal ini diakibatkan karena BLU RS DR Wahidin Sudirohusodo merupakan pusat rujukan Indonesia timur . Prognosis untuk eklamsia selalu serius, penyakit ini adalah salah satu penyakit berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Morbiditas dan mortalitas eklamsia yang diakibatkan karena komplikasi cukup tinggi pada ibu maupun bayi, Komplikasi yang ditimbulkan oleh preeklampsia seperti eklampsia, sindrom HELLP, ruptur hepar, edema pulmonal, gagal ginjal, koagulasi intravascular diseminata, kedaruratan hipertensi dan hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal tidak dapat dihindarkan. Komplikasi sindroma HELLP pada eklamsia cukup tinggi yaitu 23,7 % dibandingkan dengan preeklamsia berat yaitu 8,2%. Angka kejadian komplikasi tersebut cukup tinggi sehingga diperlukan kewaspadaan dan antisipasi terhadap komplikasi sindroma HELLP yang dapat menyerang wanita hamil dengan eklamsi. Menghadapi sindroma HELLP selalu

waspada karena terdapat sejumlah penyakit yang gejalanya mirip. Munculnya gejala yang tidak khas sering menimbulkan kesalahan diagnosis, komplikasi yang terlambat didiagnosis dan terlambat mencapai tingkat pelayanan lanjut dapat menimbulkan kematian. (Manuaba, 2007) Komplikasi lain yang adapat dialami oleh seorang wanita dengan preeklamsia berat / eklamsia adalah gagal ginjal akut. Dari data yang didapatkan penderita eklamsia di BLU RS Wahidin Sudirohusodo yang mengalami gagal ginjal akut adalah 24,7% lebih tinggi dibandingkan pada penderita preeklamsia berat yaitu sebesar 13,5%. Gagal ginjal akut ditandai dengan pelepasan reduksi pada filtrasi glomerular, yang mengarah kepada eksesif

retensi urea dan air sama halnya dengan sejumlah elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Penyebab dari terjadinya gagal ginjal akut dapat dibagi dalam 3 kategori besar; prerenal (yang dihubungkan dengan hipoperfusi ginjal tanpa melibatkan parenkim), intraarenal (yang mengakibatkan kerusakan instrinsik pada parenkim ginjal), dan postrenal (yang berimplikasi pada obstruktif uropati). Keadaan patologis prerenal dan intrarenal (akut tubular nekrosis) sekitar 83-90% dari semua kasus gagal ginjal akut pada preeklampsia. Kerusakan ginjal sekunder dengan perubahan patologi seperti ini terlihat paling umum pada preeklampsia dan biasanya mengalami perbaikan sempurna setelah persalinan. Sebaliknya, nekrosis korteks renal bilateral, berkisar 10-29% dari kasus-kasus gagal ginjal akut pada kehamilan, adalah kondisi yang jauh lebih serius dan dihubungkan dengan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal beserta komplikasinya.Hal ini paling umum terlihat pada wanita dengan latar belakang hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia, dikenal sebagai penyakit parenkim ginjal, solusio plasenta atau DIC. (Ahmad S, 2004) Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik. Walaupun patofisiologinya mungkin berbeda pendekatan evaluasi akut dan penatalaksanaanya adalah sama, dengan tujuan utama untuk mencegah terjadinya hipertensi ensefalopati dan serangan serebrovaskular (CVA). Sampai sekarang yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan terjadinya eklampsia. Walaupun jarang, CVA sebagai akibat dari hipertensi akut merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian maternal dari preeklampsia. Dari data yang kami dapatkan di BLU RS Wahidin Sudirohusododidapatkan komplikasi gagal ginjal akut pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia sebesar (17,2%) dimana hasil uji statistik ini menunjukkan tidak signifikan (p>0,05). Untuk perkembangan janin yang normal diperlukan suplai oksigen dan nutrisi yang memadai, yang ditranspor melalui arteri spriralis. Pada kehamilan normal, proses

10

remodelling pembuluh darah meningkatkan aliran darah dan nutrisi ke janin pada akhir trimester pertama, sedangkan pada penderita preeklampsia keadaan hipoksia pada plasenta akan meningkatkan sekresi sVEGFR-1 yang akan menghambat efek vasodilatasi dari VEGF sehingga meningkatkan kejadian bayi berat lahir rendah (Ahmed A, 2000). Komplikasi IUGR ditemukan lebih tinggi pada eklampsia (23,7%) dibandingkan pada preeklamsia (20,2%). Selain komplikasi pada ibu didapatkan juga komplikasi yang dapat dialami janin pada pasien preeklamsia berat dan eklamsia. Persentase komplikasi gawat janin dan janin mati ditemukan lebih tinggi pada eklampsia (23,7% dan 15,1%) dibandingkan pada preeklamsia berat (16,9% dan 10,5%). Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna pada komplikasi kedaruratan hipertensi, retinopati hipertensi, IUGR dan keadaan janin intra uterin.

KESIMPULAN Komplikasi sindroma HELLP dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yeng sering diderita pada ibu hamil dengan preeklamsia berat dan eklamsia.

11

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ong S. Pre-eclampsia : A historical perspective. In: Baker N Group; 2004. p. 15 - 22.

KJ, editor. Pre-

eclampsia current perspective on management. London: The Parthenon Publishing 2. Prawirodihardjo S. Pre-eklamsia dan eklamsia In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G, editors. Ilmu Kebidanan. 4 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodiharjdjo 2008. p. 281-98. 3. 4. 5. 6. Cunningham F, Gan N, Levono K, Gilstrap L. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Williams of Obstetri 21 ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 624-73. Anna, Karin W. 2007. Biochemical and epidemiologi studies of early onset and late onset preeclamsia. 21-22 Baker P, Kingdom J. Preeclampsia-current perspectives on management In: Baker P, editor. 5 ed. London: The Parthenon Publishing Group; 2004. p. 514-22. Sofowan S. Preeclampsia-eclampsia in Indonesia : Incidence , maternal and perinatal mortality , pathogenesis and possibility prevention. the 5th Scientific meeting on fetomaternal medicine 2004; Jakarta; 2004. 7. Saifuddin A, Adriaansz G, Wiknyosastro G. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo; 2001. 8. Rekam Medik Divisi Fetomaternal Bagian OBGYN FK UNHAS .Kematian maternal di RS. Dr. Wahidin sudirohusodo tahun 2005 2007. Makassar: BLU RS DR Wahidin Sudirohusodo; 2007. 9. Ahmad S, Ahmed A. 2004. Elevated placental soluble vascular endothelial growth factor receptor-1 inhibits angiogenesis in preeclamsia, circ. Res.95: 884-891 12

10.

Manuaba IBM, Manuaba C, Manuaba F. Hipertensi dalam kehamilan Pengantar kuliah obstetrik. 1 ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 243-7.

13

Anda mungkin juga menyukai