Anda di halaman 1dari 11

VISUAL ANTHROPOLOGY

UPACARA TAHUNAN PENGHORMATAN LELUHUR OLEH KEPERCAYAAN HUNAN PEMENA KARO

Desa Suka Jadi II Deli Serdang Minggu, 18 Maret 2012

By : EDISON F.SWANDIKA BUTAR-BUTAR BUTAR-

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Zaman sekarang, Upacara penghormatan terhadapa leluhur dianggap sebagai upacara yang tidak begitu penting karena selain dianggap sebagai pemborosan juga merupakan upacara yang seakan-akan terlalu mengagungkan-agungkan orang yang sudah meninggal. Berbeda dengan kepercayaan pemena dalam etnik karo. Pemena adalah sebuah kepercayaan pertama suku karo sebelum masuknya agama Kristen dan islam. Kata pemena disepakati sejak tahun 1946 yang sebelumnya merupakan parbegu adapun tujuan dari perubahan itu adalah untuk menghilangkan kesalahpahaman dalam pengartian oleh masyarkat diluar suku karo. Dalam kepercayaan pemena, penghormatan terhadap leluhur meruapakan suatu upacar keharusan. Karena menurut indigenous orang karo leluhur ( Nenek Moyang ) merupakan jiwa sebagai perantara antara Daibata ( Tuhan ) dengan Manusia. Tanpa leluhut manusia tidak bias berkomunikasi dengan Tuhan. Leluhur juga dipercaya sebagai pemberi rezeki, kesehatan kepada umat pemena dalam segala aktivitas di dunia ini. Dengan mengadakan acara penghormatan melalui pemberian sesajen dan kegaita lain, maka leluhur akan semakin dekat dengan para umat pemena dan tetap memberi perlindungan , kesehatan dan rezeki yang sebelumnya telah dilimpahkan oleh Tuhan kepada umat pemena dengan perantara para leluhur .

Tahun Ini, salah satu upacara penghormatan terhadap leluhur dilakukan pada Minggu, 28 Maret 2012 di salah satu desa Suka Jadi II bupaten Deli Serdang. Yang berjarak kurang lebih 20 Km dari kelurahan medan sunggal. Untuk dapat masuk ke desa ini, kita harus siap dengan jalan berbatu karena aspal belum sampai kedesa ini. Desa ini hanya dihuni kurang lebih 20 kepala keluarga. Jarak desa ini dengan desa lain tidak lah jauh, sehingga ketika ada upacara di satu desa,maka masyarakat desa tetangga selalu ikut ambil bagian untuk membantu. Desa Suka Jadi II ini mayoritas suku karo yang masih menganut kepercayaan pemena. Seperti menurut penuturan salah satu ketua agama pemena sekaligus yang menyelenggarakan upacara ini. Untuk mendapatkan identititas agama dalam KTP masyarakat ini ada yang menganut agama Islam dan ada juga Kristen. Hal ini terlihat juga pada dinding-dinding rumah penduduk yang digantung beberapa tulisan kaligrafi , tetapi dalam upcara keagamaan, ritual pemena tetap mereka jalankan. Sebenarnya upacara ini setiap tahun dilakukan, tapi

tahun-tahun sebelumnya hanya kecil-kecilan saja karena uang tidak cukup. Tapi tahun ini dibuat agak besar dan mengundang pemusik karena ada sedikit rezeki demikian penuturan pak Sabar Surbakti
tentang perayaan upacara kali ini.

Sebagai tahap persiapan upacara ini, beberapa perempuan ( Ibu-Ibu ) mempersiapkan makanan untuk dinikmati ketika upacara telah selesai berlangsung, sedangkan para laki-laki menebang batang pisan dan mengambil bagian isinya paling dalam untuk dipergunakan sebagai sayur (umbut) yang akan di makan nantinya. Kegiatan ini dilakukan di samping rumah pak sabar surbakti yang pada tempat itu juga didirkan sebuah ruangan kecil berbentuk kubus yang didindiing hanya setengah dan beratap seng yang nantinya sebagai tempat diletakan sesajen kepada lelulur. alas an mengapa didirikan di tempat itu adalah, karena mereka percaya dibawah bangunan itulah yang menjadi makan para leluhur mereka. Terlihat didalam bangunan itu ada 3 batu tua seperti nisan. Didalam rumah, beberapa orang juga tengah sibuk mempersiapkan bahan-bahan sesajen yang akan dipersembahkan kepada para leluluhr nantiya. Sejasen itu berurupa umbi-umbian, ketimun, buahbuahan segar , Daging, Kelapa, Bunga Pinang, Makanan khas karo ( Cimpa ) dll.

Setelah semua persiapan untuk makan dan sesajen sudah tersedia semuanya. Maka saatnya untuk membawa sesajen yang ada didalam rumah pak sabar menuju bangunan yang dijadikan sebagai tempat persembahan kepada

leluhur. Sesajen ini dibawa oleh para perempuan-perempuan dengan diletakkan diatas kepala dan

penghubungan antara satu orang dengan yang lain adalah selembar kain putih panjang yang dikenakan di bawah sesajen. Mereka berjalan pelan secara berbaris menuju yang sudah disediakan . Didepan pembawa sesajen dipimpin oleh pak Sabar Surbakti dan kerluarga. Mereka mengenakan baju dan kebaya putih dan juga sarung khas suku karo, dan tidak lupa juga tudung pada kepala. Sesampai ditempat diletakkannya sesajen itu. Mereka meletakan satu-persatu persembahan itu diatas sebuah meja dari bambu yang berada didalam ruang sesajen itu. Peletakan sesajen itu diiringi oleh lantunan musik karo yang sangat khas dan juga menggelegar seperti penuturan Ibu sembiring salah satu warga desa suka jadi II bahwa lanutunan musik itu mengandung nilai magis dan bias membuat orang terhanyut bahkan bisa mudah dirasuki oleh roh halus. Karena menurut mereka musik itu merupakan jembatan para leluhur untuk memasuki tubuh mereka.

Seraya musik tetap berlangsung, acara pun dimulai. Dalam masyarakat pemena, untuk dapat merasakan kehadiran leluhur dan juga bisa berbicara langsung dengan leluhurnya, maka harus ada seorang perantara. Perantara itu bukan orang sembarang. Orang itu sudah dipilih dan ditetapkan sejak dia lahir, melalui sebuah mimpi orangtua dan juga tandatanda kelahirnnya. Pada acara didalam masyarakat pemena desa suka jadi 2 ini, orang itu adalah anak kedua dari bapak sabar surbakti yang bernama Agus Surbakti. Agus bersuia 20 tahun dan masih sedang mengecap dunia pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari Agus adalah orang yang pendiam seperti penuturan ibu Ida Sembiring yang tidak lain ibu kandungnya Agus. Tetapi ketika sudah dirasuki oleh leluhur dia menjadi orang yang pintar berbicara dan wajahnya pun berubah dari yang biasanya supel menajdi terlihat lebih garang dan sangat pasih dalam bahasa bahasa karo yang sebelumnya tidak begitu pasih. Awal acara mereka menari diiringi oleh musik karo dan yang akhirnya Agus pun di rasuki oleh leluhur. Dan dia mulai berkata-kata dan beberapa orang memberikan sesajen yang dibawa untuk disantapnya. Sembari menyantap sesajen, dia juga menyampaikan petuah kepada orang-orang yang berkumpul dan juga membagikan makanan sesajen tadi kepada orang-orang, karena mereka dengan makanan yang sudah dijamah oleh leluhur melalui Agus maka akan membawa berkah dan menjadi obat bagi segala jenis penyakit yang diderita.

Setelah

selesai

membagikan

sesajen, mereka pun kembali menari untuk membagikan rejeki kepada para tamu undangan yang sengaja di undang. Rejeki itu disimbolkan dalam bentuk sarung. Menurut pak Sabar pemberian sarung ini,

melambangkan bahwa leluhur mereka juga menghargai orang diluar komunitas mereka dfan sesuai pesan para leluhur mereka, penganut kepercayaan pemena harus

menjalin silaturahmi kepada semua orang. Dalam acara ini tidak jarang juga beberapa warga yang kerasukan roh nenek moyang yang lain selain yang masuk kedalam tubuh Agus. Ada yang berperilaku seperti monyet dan ada juga dalam berbagai bentuk yang lain. Sebagai acara penutup upacara ini adalah, semua para keluarga dan kerabat saling bersalaman dan berpelukan untuk saling meminta maaf atas segala kesalahan dan kesalahpahaman yang ada. Tujuan nya adalah untuk menjalin silahturahmi yang baru yang tidak adalagi dendam, dan juga konflik sesame penganut pemena dan hingga akhirnya acara pun selesai ditutup dengan keluarnya para roh leluhur dari badan mereka dan hingga akhirnya mereka makan bersama.

Anda mungkin juga menyukai