Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PLTS

( Pembangkit Listrik Tenaga Surya)

OLEH KEL I NAMA KELOMPOK :


1. Kosmas Damianus Tambi (0819451046)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

1. PENDAHULUAN Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan, seperti tenaga air (termasuk minihidro), panas bumi, biomasa, angin dan surya (matahari) yang bersih dan ramah lingkungan, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Belum optimalnya pemanfaatan energi terbarukan disebabkan biaya pembangkitan pembangkit listrik energi terbarukan, seperti tenaga surya, tidak dapat bersaing dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil (bahan bakar minyak, gas bumi, dan batubara). Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yangberlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Dengan berlimpahnya sumber energi surya yang belum dimanfaatkan secara optimal, sedangkan di sisi lain ada sebagian wilayah Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN, sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pembangkit listrik alternatif. Sayangnya biaya pembangkitan PLTS masih lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik tenaga konvensional, karena sampai saat ini piranti utama untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik (modul fotovoltaik) masih merupakan piranti yang didatangkan dari luar negeri. Walaupun pemanfaatan PLTS belum optimal, tetapi sudah cukup banyak dimanfaatkan padaperumahan atau sering disebut Solar Home System (SHS), pompa air, televisi, komunikasi, dan lemari pendingin di PUSKESMAS di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di wilayah terpencil yang jauh dari jaringan listrik PLN. PLTS merupakan teknologi yang ramah lingkungan karena tidak melepaskan polutan seperti halnya pembangkit listrik tenaga fosil. Untuk mendapatkan gambaran potensi penerapan PLTS di Indonesia terhadap kendala penerapanPLTS di Indonesia dengan mempertimbangkan berbagai variasi biaya investasi, dilakukan penelitian mengenai Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dan biaya investasi PLTS yang bervariasi. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan pembangkit listrik alternatif terutama di daerah terpencil

2.PEMBAHASAN

PLTS (Permbangkit Listrik Tenaga Surya)


Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia, paling populer digunakan untuk listrik pedesaan (terpencil), system seperti ini populer dengan sebutan SHS (Solar Home System). SHS umumnya berupa system berskala kecil, dengan menggunakan modul surya 50-100 Wp (Watt Peak) dan menghasilkan listrik harian sebesar 150-300 Wh. Karena skalanya yang kecil, system DC (direct current) lebih disukai, untuk menghindari losses dan self consumption akibat digunakannya inverter. Konfigurasi SHS seperti diagram dibawah ini:

Karena systemnya yang kecil dan dipasang secara desentralisasi (satu rumah satu pembangkit, sehingga tidak memerlukan jaringan distribusi) SHS ideal digunakan untuk listrik di pedesaan dimana jarak rumah satu dengan lainnya berjauhan, dan keperluan listriknya relatif kecil, yakni hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar (lampu). Meskipun secara pengertian SHS dapat saja berupa system yang besar (sejauh masih digunakan untuk listrik rumah), namun kebanyakan orang cenderung tidak menggunakan istilah SHS untuk system yang menggunakan modul lebih besar dari 100Wp (atau produksi energi harian >400Wh). Kecilnya listrik yang dapat disediakan oleh SHS (kecil menurut definisi orang kota yang sering menggunakan listrik jauh diatas produksi SHS, padahal bagi orang desa listrik sejumlah itu sangat bermanfaat, karena dibandingkan lampu minyak tanah, yakni lampu teplok/petromak), ditambah lagi dengan relatif sulitnya mencari peralatan elektronik rumah tangga (TV,

Radio/Tape dll) yang menggunakan system DC, membuat SHS tidak menarik untuk penggunaan di desa-desa dekat kota atau di perkotaan, dimana kebutuhan listrik sudah tidak melulu hanya untuk lampu penerangan. Meskipun belum ada batasan yang jelas, PLTS yang menggunakan modul surya lebih dari 100Wp (Output energi >400Wh), dan oleh karenanya lebih memungkinkan digunakan system AC (Alternating current; karena listrik yang dapat digunakan setelah dikurangi losses dan self consumption inverter masih cukup memadai), dalam tulisan ini, termasuk dalam kategori PLTS skala menengah-besar. PLTS pada skala ini umumnya tidak lagi menggunakan system desentralisasi, tetapi menggunakan system sentralisasi ( dus menggunakan jaringan distribusi), dan dikombinasikan dengan system pembangkit lainnya. Tulisan ini, akan mengkonsentrasikan diri pada pembahasan PLTS skala menengahbesar, dengan menggunakan lebih dari satu pembangkit listrik, dengan kapasitas minimum 2.5 kW. Di Indonesia, demand untuk system ini mulai terlihat meningkat sejak tahun 2000an seiring dengan gencarnya kampanye energi hijau untuk perkotaan dan dicabutnya subsidi BBM oleh pemerintah pada tahun 2005, yang membuat biaya operasi genset, terutama di daerah (pulau) terpencil menjadi semakin mahal dan mengakibatkan harga PLTS semakin kompetitif. Grid connected PV (PV=photovoltaic=PLTS), Grid Interractive, BIPV (Building IntegrationPV) adalah aplikasi Hybrid (=menggunakan 2 atau lebih system pembangkit energi yang berbeda) antara PLTS dan Listrik jaringan (PLN) yang sudah banyak digunakan diperkotaan: Ruangan Menteri Pendidikan, Mentri Ristek, Dirjen LPE, Halte Busway dll. Sedangkan Hybrid PV-Genset (baik untuk jaringan stand alone genset ataupun genset yang sudah di-interkoneksi), PV-Mikro Hydro, dan PV-Wind adalah aplikasi hybrid yang banyak digunakan di pedesaan, ataupun untuk system off-grid (isolated grid). Systemsystem Jenis panel sel surya: Polikristal (Poly-crystalline) Merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak. Type Polikristal memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama, akan tetapi dapat menghasilkan listrik pada saat mendung

Monokristal (Mono-crystalline) Merupakan panel yang paling efisien, menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Memiliki efisiensi sampai dengan 15%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. Pemeliharaan Panel Surya Pada umumnya panel sel surya tidak membutuhkan pemeliharan yang rutin seperti genset. Genset umumnya diharuskan untuk dihidupkan satu kali seminggu, pemeriksaan oli, pemeriksaan batere, dll. Pemeliharaan panel sel surya: Dibersihkan berkala untuk tidak mengurangi penyerapan intensitas matahari. Mengatur letak dari panel sel surya supaya mendapatkan sinar matahari langsung dan

tidak terhalangi objek (pohon, jemuran, bangunan, dll) Untuk instalasi listrik tenaga surya sebagai pembangkit listrik, diperlukan komponen sebagai berikut: 1. Panel surya/ solar cells/ solar panel 2. Charge controller 3. Inverter 4. Battery 1. Panel surya/ solar cells/ solar panel: panel surya menghasilkan energi listrik tanpa biaya, dengan mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik. Sel silikon (disebut juga solar cells) yang disinari matahari/ surya, membuat photon yang menghasilkan arus listrik. Sebuah solar cells menghasilkan kurang lebih tegangan 0.5 Volt. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel (untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimun).

2. Charge controller, Digunakan untuk mengatur pengaturan pengisian baterai. Tegangan maksimun yang dihasilkan panel surya pada hari yang terik akan menghasilkan tegangan tinggi yang dapat merusak baterai 3. Inverter, Adalah perangkat elektrik yang mengkonversikan tegangan searah (DC - direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC - alternating current). 4. Baterai, Adalah perangkat kimia untuk menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya. Tanpa baterai, energi surya hanya dapat digunakan pada saat ada sinar matahari. Keunggulan terpenting dari penggunaan PLTS adalah: 1. Tergolong kedalam sumber energy terbarukan dan ramah lingkungan. 2. Tidak memerlukan biaya maintenance dan biaya operasi. 3. Memiliki umur teknis lebih dari 30 tahun. 4.Tidak memerlukan bahan bakar, karena menggunakan sumber energi matahari yangdapat

diperoleh dimana saja secara cuma-cuma sepanjang tahun, sehingga hampirtidak memerlukan biaya operasi 5. Tidak memerlukan konstruksi yang berat dan menetap, sehingga dapat dipasangdimana saja dan dapat dipindahkan bilamana dibutuhkan 6. Dapat diterapkan secara sentralisasi (PLTS ditempatkan di suatu area dan listrik yang dihasilkan disalurkan melalui jaringan distribusi ke tempat-tempat yangmembutuhkan) maupun desentralisasi (sistem PLTS dipasang pada setiap rumah,dengan demikian tidak diperlukan jaringan distribusi 7. Pada pola desentralisasi, gangguan pada satu sistem tidak akan mempengaruhisistem yang lain dan tidak banyak energi yang terbuang pada jaringan distribusi

8. Bersifat moduler; kapasitas listrik yang dihasilkan dapat disesuaikan dengankebutuhan dengan cara merangkai modul secara seri dan paralel. 9. Dapat dioperasikan secara otomatis (unattendable) maupun menggunakan operator (attendable). 10. Ramah lingkungan. Tidak menimbulkan polusi suara maupun polusi asap. 11. Tidak ada bagian yang bergerak, sehingga hampir tidak memerlukan biayapemeliharaan, yang diperlukan hanya membersihkan modul apabila kotor danmenambah air accu (aquades) Kelemahan kelemahan PLTS Modul surya memiliki efisiensi konversi yang rendah dibandingkan jenispembangkit lainnya. Untuk bekerja dengan baik, modul surya harus cukup mendapatkan penyinaran matahari (tergantung pada musim). Memerlukan area yang luas untuk pemasangan modul surya untuk mendapatkandaya keluaran yang tinggi Harga modul surya (skala kecil) masih mahal sehingga biaya pembangkitan yang dihasilkan juga maha

3.KESIMPULAN Intensitas radiasi matahari rata-rata di seluruh wilayah Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2 yang berpotensi untuk membangkitkan energi listrik dan dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Kendala yang dihadapi pada penerapan PLTS di Indonesia adalah tingginya biaya investasi, piranti utama PLTS yaitu modul fotovoltaik masih diimpor dari negara lain dan efisiensi dari modul fotovoltaik hanya sebesar 16% yang menyebabkan harga PLTS per kW masih sangat tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kapasitas terpasang dari PLTS, Pemerintah perlu mengeluarkan regulasi atau menambah kandungan lokal terhadap pembuatan piranti pendukung PLTS. Penambahan kandungan lokal tersebut akan menekan biaya pembangkitan PLTS sehingga PLTS menjadi lebih beralasan sebagai pembangkit listrik alternatif.Peranan PLTS di Jawa dan Sumatra disebabkan gas bumi dan bahan bakar minyak sudah terbatas,sehingga gas bumi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan industri dari pada untuk pembangkit listrik.PLTS di Papua tidak dapat bersaing dengan pembangkit lain, karena Papua mempunyai beberapa sumber energi (tenaga air, gas bumi, minyak bumi, dan batubara) yang berpotensi untuk menghasilkan listrik melalui PLTA, PLTD, PLTG dan Cogeneration, sehingga semurah apapun biaya investasi, PLTS tetap tidak terpilih.

Anda mungkin juga menyukai