Anda di halaman 1dari 10

SEMINAR TOPIK PILIHAN PSIKOLOGI KLINIS

PSIKOPAT
Oleh : Yohannes Purwanto

PENDAHULUAN
Secara harfiah, psikopat berarti sakit jiwa, berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Psikopat tidak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis). Seorang psikopat sadar sepenuhnya dengan perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya sering kali disebut orang gila tanpa gangguan mental. Psikopat merupakan suatu gejala kelainan kepribadian yang sejak dahulu dianggap berbahaya dan mengganggu masyarakat. Dr. Harvey Cleckley, psikiater yang dianggap sebagai salah satu peneliti perintis tentang psikopat, menulis dalam bukunya The Mask of Sanity (1976), menggambarkan psikopat sebagai pribadi yang menyenangkan, mempesona, cerdas, waspada, mengesankan, percaya diri, dan memiliki kesuksesan dengan para gadis, tetapi sekaligus juga tidak bertanggung jawab, merusak diri, dan lain sebagainya. Demikian pula Dr. Robert Hare, dalam bukunya Without Conscience: The Disturbing World of the Psychopaths Among Us (1993) masih bergelut dengan isu yang sama yaitu kepribadian psikopat yang nampaknya baik hati, tetapi sangat merugikan masyarakat. Seorang psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit, memutar balik fakta, menebar fitnah, dan kebohongan, untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya sendiri.

PEMBAHASAN

Definisi dan Ruang Lingkup Robert Hare menjelaskan bahwa ada dua unsur utama dalam pengertian psikopat, yaitu faktor afektif/interpersonal dan faktor gaya hidup sosial yang menyimpang. Menurutnya, sifat-sifat psikopat adalah kurangnya rasa penyesalan atau empati, kedangkalan emosi, memanipulasi, berbohong, egosentris, kurangnya toleransi kegagalan dan gigih melanggar norma-norma sosial. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenal sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total psikopat. Selebihnya, adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa, menyenangkan, dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan, bersikap religius, dan kelihatan tampak sukses dalam karier. Psikopat sejati dapat menghancurkan semangat, karier dan reputasi seseorang, yang menyebabkan korbannya sering merasa bersalah terhadap dirinya sendiri dan sebaliknya malah mengasihi psikopat. Lantas, korban psikopat menjadi mudah tersinggung, depresi kroni, sampai nervous breakdown (mengalami kegagalan yang kuat). Menurut penelitian, 3 dari 10 pria di Amerika Serikat, dan 1 dari 30 orang Inggris adalah psikopat. Penampilan mereka tak jarang seperti idaman banyak orang: berbudi luhur, mulia, atau berkedok agama sesuai keyakinannya. Mereka pun banyak yang profesional di bidangnya. Ada yang dokter, psikiater, psikolog, penegak hukum, wartawan, pemuka agama, politikus, penggiat LSM, pendidik, dan ibu rumah tangga. Tetapi, yang menarik adalah, bahwa dari kebanyakan jurnal yang diteliti, justru mendefinisikan dan menggambarkan psikopat dan ruang lingkupnya hanya sebatas yang menyangkut anti-sosial, kekerasan, kriminal, kekerasan seksual, dan narapidana atau tersangka. Delapan Gejala Perilaku Psikopat

1. Memiliki keahlian untuk jadi pusat perhatian, dia pintar melucu, pandai berbicara, pandai menyanyi, dan lain-lain. 2. Egosentrik dan megalomania, ia menganggap dirinya paling hebat dan dapat menguasai orang lain, sulit menerima pendapat orang lain, sulit menjadi bawahan orang lain. 3. Hidup sebagai parasit, yang menggunakan orang lain untuk mencapai tujuannya, umumnya ber-IQ tinggi, dan memiliki beragam alasan yang tampaknya masuk akal untuk memanfaatkan orang lain. 4. Manipulatif dan curang, mudah sekali berbohong tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, memiliki ilmu kebohongan yang tinggi. 5. Tidak merasa bersalah dan menyesal, pandai meyakinkan atas nama Tuhan. Setiap perbedaan pendapat ditanggapi sebagai sebuah permusuhan yang menjerumuskan dirinya. 6. Tidak dapat berempati, jika orang lain susah dan kehilangan sesuatu, ia menganggapnya sebagai konsekuensi logis, ia hanya mencari Anda jika ia memerlukan bantuan Anda. 7. Tidak bertanggung jawab, sulit melakukan pekerjaan dengan baik, tidak ada yang dapat dituntaskan dengan sempurna dengan sejuta alasan. 8. Impulsif, cepat sekali berubah pikiran dan meniadakan kesepakatan-kesepakatan yang ia buat sendiri, komitmennya diragukan, prinsipnya tidak ada yang abadi, dan semua hal bisa berubah seketika.

Sindrom (Gejala)

Sindrom yang paling sering disebutkan dalam jurnal-jurnal adalah sindrom kekerasan dan seks. Hal ini mencerminkan citra psikopat sebagai sosok yang sangat berbahaya, dianggap bisa mencelakakan atau membahayakan nyawa orang lain. Tetapi di luar itu, ada juga peneliti yang memperhatikan sifat-sifat psikopat yang lain, seperti histrionik, narsistik, dan anti-sosial, kurang perhatian dan kurang kemampuan eksekusi, kurang afeksi, kurang hubungan interpersonal, kemampuan rendah dalam reaksi otomatis terhadap stress, dan kemampuan spasial. Selanjutnya Endress menyampaikan bahwa ada tiga indikator yang valid untuk menentukan sindrom psikopat, yaitu dalam pola bicaranya, pola perilaku dalam hubungan interpersonalnya dan pola perbendaharaan bahasanya, khususnya dalam penggunaan katakata vulgar. Temuan lainnya adalah bahwa penyandang sindrom psikopat (berdasarkan kriteria DSM IV) dari orang yang non-psikopat adalah bahwa psikopat bukannya tidak bisa memahami dampak yang akan dialami korban sebagai akibat perilaku psikopat tersebut. Tetapi yang paling menarik untuk disimak adalah bahwa hampir semua jurnaljurnal itu berbicara tentang psikopat pada pria. Seakan-akan psikopat adalah monopoli lakilaki. Hanya satu artikel, yaitu ditulis oleh Cunliffe & Gacono (2005) yang secara eksplisit (tegas) melaporkan sindrom psikopat pada wanita. Dengan menggunakan tes PCL-R dan Rorschach, kedua peneliti itu menyatakan bahwa psikopat perempuan berbeda dari psikopat laki-laki dan penyandang APSD (Antisocial Personality Disorder) yang menyatakan bahwa psikopat perempuan menunjukkan lebih banyak gangguan dalam persepsi diri, kurangnya hubungan interpersonal, dan reality testing.

Metodologi dan Alat Ukur

Adakah cara mengenali para psikopat yang berkeliaran itu? Secara klinis, jelas tidak mudah, karena untuk sampai pada kesimpulan seseorang psikopat atau bukan. Menurut dr. Suryantha Chandra, Sp.KJ, kepala sanatorium Dharmawangsa, Jakarta, harus melalui proses panjang dan sulit. Diagnostik sahih mesti disimpulkan setelah orang yang dicurigai lebih dari 18 tahun. Kesulitan metodologis dalam penelitian tentang psikopat, terutama datang dari terbatasnya kasus yang tersedia. Karena itu, beberapa penelitian hanya terbatas pada satu kasus saja. Sampai saat ini, pasien yang ditangani sanatorium Dharmawangsa yang akhirnya disimpulkan sebagai psikopat, rata-rata berusia antara 25-35 tahun. Sebuah rentang usia produktif sedangkan jumlahnya kurang dari 10% dari seluruh pasien yang datang. Beberapa penelitian lain terbatas pada sample tertentu yang bias, seperti narapidana, walaupun jumlahnya relatif besar. Kesulitan lainnya adalah dalam mendefiniskan konstruk psikopat itu sendiri. Karena sangat bervariasinya definisi, maka agak sulit untuk saling membandingkan antarhasil penelitian. Bias yang besar dari pandangan awam yang berpengaruh pada peneliti, juga menyebabkan penelitian terbatas pada segmen-segmen tertentu dari perilaku maupun korban psikopat. Dengan demikian, sulit untuk mengembangkan teori yang baik yang bisa menjelaskan gejala kelainan kejiwaan ini berdasarkan temuan-temuan empirik. Yang sudah pernah dilakukan adalah arah metodologi yang sebaliknya yang berdasarkan teori tertentu dan dikembangkan alat-alat ukur tertentu. Seperti teori tentang kriteria diagnostik, dikembangkan alat ukur PCL-R. Hare mengembangkan alat PCL-R untuk membedakan antara orang-orang dengan gejala psikopat dan yang tidak, namun alat itu tidak bisa menunjukkan faktor penyebab dari kelainan kepribadian itu. Alat ukur lain yang digunakan berdasarkan teori yang sudah eksis (metode induksi) adalah Primitive Defense Guide, Rorschach, ToM (Theory of Mind), SCT, dan NEO PIR. Lima tahap mendiagnosis psikopat

1. Mencocokkan kepribadian pasien dengan 20 kriteria yang ditetapkan Hare. Pencocokan ini dilakukan dengan wawancara keluarga dan orang-orang terdekat pasien, pengaduan korban atau pengamatan perilaku pasien dari waktu ke waktu. 2. Memeriksa kesehatan otak dan tubuh lewat pemindaian menggunakan

elektroensefalogram, MRI, dan pemeriksaan kesehatan secara lengkap. Hal ini dilakukan karena menurut penelitian gambar hasil PET (Positron Emission Tomography) perbandingan orang normal, pembunuh spontan, dan pembunuh terencana berdarah dingin menunjukkan perbedaan aktivitas otak di bagian prefrontal cortex yang rendah. Bagian otak lobus frontal dipercaya sebagai bagian yang membentuk kepribadian. 3. Wawancara menggunakan metode DSM IV (The American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder versi IV) yang dianggap berhasil untuk menentukan kepribadian anti-sosial. 4. Memperhatikan gejala kepribadian pasien. Biasanya, sejak usia pasien 15 tahun mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan kejiwaan. 5. Melakukan psikotes. Psikopat biasanya memiliki IQ yang tinggi.

Kelainan Otak Hipotesis yang diajukan Hare menduga psikopat terjadi akibat kelainan fungsi otak. Ini didasarkan pengalaman Hare saat memeriksa seorang pasien psikopat berusia 46 tahun bernama Al. Pada otak Al terbukti ditemukan kelainan. Al tidak dapat memisahkan stimulus yang bersifat rasional dan emosional. Semua stimulus diolah sekaligus oleh belahan otak kiri (pusat rasio) dan kanan (pusat emosi). Karena itu, menurut Hare, seorang psikopat tidak sekedar berbohong atau hipokrit (munafik), tapi juga ada sesuatu yang lebih serius yakni ada kelainan di otaknya.

Dugaan adanya factor biologis ini juga muncul dalam laporan Pridmore, Chambers dan Mc Arthur pada 2005. mereka melaporkan adanya hubungan antara gejala psikopat dengan kelainan sistem serotonin, kelainan structural, dan kelainan fungsional pada otak. Temuan lain disampaikan pula oleh Litman setahun sebelumnya. Ia menyebutkan, penderita psikopat mengalami kelainan neurologik pada sindrom erotic violence. Pada tahun 2003, Raine juga mengungkapkan ada kelainan Corpus Collosum pada sosok psikopat. Laporan lain soal penyebab psikopat diutarakan Kirkman (2002). Ia menyatakan, pengidap kepribadian psikopat memiliki latar belakang masa kecil yang tidak memberi peluang untuk perkembangan emosinya secara optimal. Anak-anak salah asuh ini akan tumbuh menjadi orang-orang yang tidak bisa berempati dan tidak memiliki kata hati (conscience).

Terapi dan Pencegahan Sebagai kelainan kepribadian yang belum bisa dipastikan penyebabnya, psikopat belum bisa dipastikan bisa disembuhkan atau tidak. Hare sendiri mengamati bahwa perawatan terhadap psikopat, bukan saja tidak menyembuhkan, melainkan justru menambah parah gejalanya, karena psikopat yang bersangkutan bisa makin canggih dalam memanipulasi perilakunya yang merugikan orang lain. Walaupun demikian, Hare menegaskan bahwa kenyataan bahwa psikopat belum bisa disembuhkan, tidak berarti psikopat tidak perlu dirawat sama sekali. Beberapa hal menurut Hare akan membaik sendiri dengan bertambahnya usia, misalnya energi yang tidak sebesar waktu muda lagi. Disisi lain Kirkman, yang percaya bahwa psikopat terbentuk karena salah asuh pada masa kecil, berpendapat bahwa psikopat bisa dicegah dengan indikasi kelainan kepribadian itu bisa dideteksi sedini mungkin dan diberi asuhan sedemikian rupa sehingga meminimalkan resiko individu dari kekurangan afeksi pada masa kecilnya yang akan meyebabkan berkembangnya perilaku yang mer ugikan dari seorang psikopat.

Dampak dari ketidaktahuan ilmuwan tentang penyembuhan psikopat, adalah timbulnya reaksi dalam masyarakat untuk melindungi diri dari serangan psikopat melalui Undang-undang. Tetapi seperti halnyadalam perumusan ruang lingkup dan topic penelitian, undang-undang anti psikopat juga lebih dipengaruhi oleh pandangan awam, ketimbang penelitian ilmiah.

PENUTUP

Psikopat merupakan gangguan yang berbahaya karena sifat-sifat psikopat adalah kurangnya rasa penyesalan atau empati, kedangkalan emosi, memanipulasi, berbohong, egosentris, kurangnya toleransi kegagalan dan gigih melanggar norma-norma sosial. Tetapi, yang menarik adalah, bahwa dari kebanyakan jurnal yang diteliti, justru mendefinisikan dan menggambarkan psikopat dan ruang lingkupnya hanya sebatas yang menyangkut anti-sosial, kekerasan, kriminal, kekerasan seksual, dan narapidana atau tersangka. Psikopat sejati dapat menghancurkan semangat, karier dan reputasi seseorang, yang menyebabkan korbannya sering merasa bersalah terhadap dirinya sendiri dan sebaliknya malah mengasihi psikopat. Lantas, korban psikopat menjadi mudah tersinggung, depresi kroni, sampai nervous breakdown (mengalami kegagalan yang kuat). Penanganan psikopat pada kenyataan bahwa belum bisa disembuhkan, tetapi tidak berarti psikopat tidak perlu ditangani dan dirawat secara baik, memungkinkan ada perbaikan dengan penanganan yang komperehensif dan juga faktor bertambahnya usia.

REFERENSI
David Lewis, 2007, Psikopat, Yogyakarta, Penerbit Arcan Sutarjo Wiraatmadja, Prof.Dr. 2005, Psikologi Abnormal. Jakarta: Refika Aditama www.google.com/2009e-psikologi www.psyche.jurnal.com

Anda mungkin juga menyukai