Anda di halaman 1dari 23

TERM OF REFERENCE SEMINAR & WORKSHOP

UNIVERSAL COVERAGE DAN STRUKTUR BIAYA RUMAH SAKIT


Hotel Santika Premiere Jogja, Yogyakarta, Indonesia Selasa s/d Rabu, 19-20 Juni 2012 Diselenggarakan oleh: Institut Jaminan Sosial Indonesia (IJSI); Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI); dan Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEK FKM UI) Event Organizer: PT. Kalta Bina Insani

Pendahuluan
Saat ini, Universal Coverage adalah tujuan utama dunia internasional. Hal ini dibutuhkan untuk memastikan agar setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan sehingga anggota keluarga yang lain terhindar dari kemiskinan yang dapat timbul ketika anggota keluarga yang lain menderita sakit. Dalam waktu yang cukup singkat, beberapa negara di Asia telah berhasil mencapai Universal Coverage seperti Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand, sementara Indonesia baru akan memulainya pada bulan Januari 2014. Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang juga mengatur perihal jaminan kesehatan nasional di dalamnya telah disahkan pada tahun 2004 yang lalu. Namun karena kurangnya kemauan politik, undang-undang tersebut ditelantarkan selama lebih dari tujuh tahun. Namun demikian, pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tidak menjalankan amanat undang-undang tersebut di atas (UU SJSN) dan memerintahkan untuk segera membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud oleh UU SJSN. Pada tanggal 28 Oktober 2011, Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) disahkan, dimana BPJS, dalam hal ini BPJS Kesehatan, adalah sebuah badan hukum publik yang mengelola program Jaminan Kesehatan bagi seluruh penduduk yang akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014. Untuk mengimplementasikan kedua undang-undang tersebut di atas, saat ini Pemerintah tengah menyiapkan peraturan pelaksanaannya, dimana salah satunya adalah Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan yang akan mengatur mengenai tingkat iuran dan metode pembayaran/pembiayaan kepada fasilitas kesehatan/RS. Sudah dapat dipastikan bahwa di

PT. Kalta Bina Insani Jl. Dewi Sartika no. 44A, Cawang, Jakarta Timur Fax : (021) 808 79364

Contact Person Nisa : 0813 1096 9419 Lenni : 0877 8881 7036

dalam rancangan peraturan presiden tersebut, pembayaran kepada fasilitas kesehatan/RS akan menggunakan metode pembayaran Diagnostic Related Groups (DRG) atau Case-Mix Groups (CBG). Sebagaimana telah kita ketahui, pembayaran jenis ini telah digunakan di Indonesia sejak tiga tahun yang lalu pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jika kita melihat implementasi metode pembiayaan DRG/CBG dalam program Jamkesmas yang telah berlangsung selama ini, lebih dari 1.800 rumah sakit tidak terlibat di dalamnya dan lebih menggunakan metode fee for services dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi implementasi kedua undang-undang tersebut di atas dengan metode pembiayaan DRG/CBG, fasilitas kesehatan/RS, terutama rumah sakit, perlu melakukan perubahan strategi agar bisa lebih efisien. Jika perubahan tidak segera dilakukan, bukan tidak mungkin rumah sakit akan mengalami defisit keuangan. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, maka Institut Jaminan Sosial Indonesia (IJSI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dan Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia membuat sebuah workshop-seminar yang akan membahas persiapan-persiapan yang perlu dilakukan oleh fasilitas kesehatan/RS dalam menghadapi implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan fasilitas kesehatan/RS dan praktisi kesehatan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional, terutama agar tercipta sistem yang baik (adil) antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan/RS, yaitu: 1. Mendiskusikan rancangan skema pembiayaan DRG/CBG yang akan digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional. 2. Meningkatkan pemahaman dan kepedulian fasilitas kesehatan/RS terhadap dampak metode pembiayaan DRG/CBG dan kebutuhan untuk restrukturisasi biaya dan prosedur agar tercipta pelayanan kesehatan yang efisien. 3. Mencapai konsensus terhadap strategi dari fasilitas kesehatan/RS agar mendapatkan pembayaran yang memadai dari BPJS Kesehatan.

Waktu dan Tempat Kegiatan


Selasa s/d Rabu, 19 - 20 Juni 2012 Hotel Santika Premiere Jogja, Jl. Jend Sudirman 19, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

KlinikDK Jl. Dewi Sartika no. 44A, Cawang, Jakarta Timur Fax : (021) 808 79364

Contact Person: Nisa : 0813 10969419 Lenni : 0877 8881 7036

Jadwal Kegiatan
Selasa, 19 Juni 2012 Waktu 08.00-08.30 WIB 08.30-09.30 WIB Keterangan Pendaftaran ulang peserta Sesi I: Pembukaan a) Laporan Ketua Pelaksana b) Sambutan dari IJSI c) Sambutan dari PERSI d) Sambutan sekaligus pembukaan oleh Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI e) Keynote Speech: Universal Coverage dan Struktur Biaya Rumah Sakit Coffee break Sesi II: Arah Reformasi Rumah Sakit a) DRG/CBG dan Kinerja Rumah Sakit di Thailand b) Universal Coverage dan Akses Terhadap Obat-obatan c) Clinical Pathways Untuk Reformasi Rumah Sakit di Indonesia d) Metode DRG (INA-CBG) dan Kebutuhan Untuk Restrukturisasi Biaya Rumah Sakit Lunch Break and Sponsor presentation Sesi III:Pengalaman Dari Lapangan a) Revisi DRG/INA-CBG b) Struktur Biaya Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta di Thailand/Taiwan c) INA-CBG dan Struktur Biaya Rumah Sakit Pada Rumah Sakit Tipe C and D d) INA-CBG dan Struktur Biaya Rumah Sakit Pada Rumah Sakit Tipe A and B Coffee break Sesi IV: Prospective of payers a) Temuan Jamkesmas: Kebutuhan Biaya Untuk 50 Penyakit Terbanyak b) Upaya Untuk Beralih Ke DRG: Permasalahan Biaya c) Mentransfer Variable Cost Untuk Rumah Sakit Rabu, 20 Juni 2012 Waktu 08.00-10.00 WIB Keterangan Sesi V:Mendalami Pemahaman Tentang Biaya dan Reimbursement a) Menghitung Remunerasi Baru Untuk Dokter b) Meneliti Variable Cots Obat-obatan dan Perlengkapan Medis c) Mendelagasikan Pelayanan Kesehatan Kepada Fasilitas kesehatan/RS Yang Lebih Rendah Untuk Menekan Biaya d) Obat-Obatan dan Clinical Pathways Berbasis Bukti Dalam DRG Coffee break Sesi VI: Group Work a) Grup I: Langkah-langkah Strategis Menuju Standarisasi Remunerasi Praktisi Kesehatan b) Grup II: Langkah-langkah Strategis Menuju Pengadaan dan Pengontrolan Obat-obatan dan Perlengkapan Medis Dalam DRG/CBG c) Grup III: Langkah-langkah Strategis Menuju Negosiasi Pembayaran Di Tingkat Regional Dengan BPJS Lunch break Sesi VII: Group Presentation Penutupan dan rekomendasi Coffee break dan kepulangan peserta Penanggungjawab Moderator: Roosyana Hasbullah a) Ascobat Gani (UI) b) Iwan Prahasto (UGM) c) Laksono Trisnantoro (UGM) d) Dody Firmanda (RS Fatmawati) Penanggungjawab Panitia a) b) c) d) e) Roosyana Hasbullah Odang Muchtar Sutoto Suprijantoro Suprijantoro

09.30-10.00 WIB 10.00-12.00 WIB

Moderator: Perwakilan PERSI a) Sponsored by Novartis b) Sponsored by Novartis c) Sutoto (PERSI) d) Hasbullah Thabrany (PKEK FKM UI) Moderator: Hasbullah Thabrany a) dr. Bambang Wibowo, Sp.OG (Tim Casemix Kementerian Kesehatan) b) Jiruth Sriratanaban (Speakers from Thailand /Taiwan) c) ARSADA d) dr. Alida, MMR. (PERSI Yogya) Moderator: Odang Muchtar a) Usman Sumantri (P2JK Kemenkes) b) I Gede Subawa (Dirut PT Askes) c) Budi Hidayat (UI)

12.00-13.00 WIB 13.00-15.00 WIB

15.00-15.30 WIB 15.30-17.00 WIB

10.00-10.30 WIB 10.30-12.30 WIB

Pengarah: a) Odang Muchtar b) Hasbullah Thabrany

c)

Sutoto

12.30-13.30 WIB 13.30-15.00 WIB 15.00-15.30 WIB 15.30-16.00 WIB

Prof. Hasbullah Thabrany

KlinikDK Jl. Dewi Sartika no. 44A, Cawang, Jakarta Timur Fax : (021) 808 79364

Contact Person: Nisa : 0813 10969419 Lenni : 0877 8881 7036

Peserta
Peserta diharapkan adalah para penyedia pelayanan kesehatan (fasilitas kesehatan/RS), terutama rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta di Indonesia antara lain Direktur Rumah Sakit Pemerintah dan Direktur Rumah Sakit Swasta. Selain itu, juga diharapkan partisipasi dari praktisi kesehatan, praktisi asuransi kesehatan, juga akademisi.

Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Penyelenggara
Kegiatan ini diinisiasi oleh kolaborasi antara Institut Jaminan Sosial Indonesia (IJSI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dan Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEK FKM UI) dan akan diselenggarakan oleh KlinikDK

Susunan Panitia:
1. Panitia Pengarah : a. Ketua b. Ketua PERSI c. Dewan Pengurus IJSI d. Ketua PKEK 2. Panitia: a. Ketua b. Wakil Ketua c. Sekretaris d. Bendahara, Registrasi, Administrasi e. Koordinator Sponsor f. Penghubung Pembicara : Prof. dr. Hasbullah Thabrany, DrPH : DR. dr. Sutoto, MKes : drs.Odang Muchtar, MBA, AAAIJ, QIP : Prof.Dr. Ascobat Gani

: dr. Roosyana Hasbullah, MPH : Cuncun Jaya : drg. Spency Dolly, MARS : Lenny Rachmawatie : Pradikta Dwi Anthony : Andra Khairunnisa & Dinda Srikandi

KlinikDK Jl. Dewi Sartika no. 44A, Cawang, Jakarta Timur Fax : (021) 808 79364

Contact Person: Nisa : 0813 10969419 Lenni : 0877 8881 7036

Sekretariat dan Pendaftaran:


PT. KALTA BINA INSANI Jl. Dewi Sartika no.44 A, Cawang, Jakarta Timur Fax: 021 808 71616 Contact Person: Lenni Rahmawatie : 0877 8881 7036

Rekening: Bank Syariah Mandiri KCP Pondok Bambu No: 166 00 222 59 a/n Kalta Bina Insani QQ KlinikDK

KlinikDK Jl. Dewi Sartika no. 44A, Cawang, Jakarta Timur Fax : (021) 808 79364

Contact Person: Nisa : 0813 10969419 Lenni : 0877 8881 7036

Disponsori oleh :

Jakarta, 22 Juni 2012

Dear Dr. Dody Firmanda, Sp.A,MA

Terima kasih telah menjadi Pembicara pada: Seminar Workshop Universal Coverage dan Struktur Biaya Rumah Sakit 19-20 Juni 2012, di Hotel Santika Premiere Jogjakarta.

Kehadiran Bapak telah membuat seminar ini sukses dan berarti Mudah- mudahan Bapak bersedia menjadi Pembicara lagi di acara seminar seminar kami yang akan datang.

Terima kasih.

Salam hangat,

dr.Roosyana Hasbullah,MPH Ketua Panitia ( Kalta Bina Insani Organizer)

Organized by : PT .Kalta Bina Insani Jl.Dewi Sartika No.44A, Cawang Jakarta Timur

Telp & Fax : Telp: 021-80889663 Fax : 021 80871616

Clinical Pathways dan Pengendalian Obat dalam DRG#

Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati, Jakarta. Pendahuluan Dengan terbitnya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS)1. Sesuai dengan amanat perundangan tersebut - peraturan mengenai pelaksanaan BPJS Kesehatan harus telah ada paling lama tanggal 25 November 2012 (1 tahun dari diundangkannya)2 dan sudah harus mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 20143 serta untuk BPJS Kesehatan4 tidak diselenggarakan lagi oleh Kementerian Kesehatan5. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana sistem BPJS Kesehatan tersebut? Dalam melakukan evaluasi kebijakan dan sistem layanan kesehatan (healthcare system and policies evaluation) ada 3 kriteria kunci yakni kriteria efektifitas, efisiensi, dan keberadilan/ekuiti (effectiveness, efficiency and equity)6 yang merupakan suatu rangkaian sistematik dalam suatu sistem. Melakukan suatu analisis ekonomi dalam pelayanan kedokteran profesi adalah tidak mudah, mengingat banyak faktor yang harus dipertimbangkan dari berbagai dimensi termasuk cara pendekatan dari jenis analisis ekonomi yang akan digunakan, batasan terminologi ekonomi itu sendiri mengenai utilization, productivity, benefit, efficiency, effectiveness, value for money, kebijakan fiskal dan tingkat inflation rate yang sering kali berubah. Disamping keterbatasan sumber daya dan kebijakan ekonomi yang dipengaruhi politis, sehingga tidak jarang 'resources' tersebut telah dipagu menjadi 'fixed'.7 Evolusi sistem layanan kesehatan di sarana
#

Disampaikan pada Acara Seminar dan Workshop Universal Coverage dan Struktur Biaya Rumah Sakit diselenggarakan oleh Kerja Sama Institut Jaminan Sosial Indonesia (IJSI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dan Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEK FKM UI) di Hotel Santika Premiere Jogja, Yogyakarta, 19-20 Juni 2012. 1 Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 2 Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 70 ayat a. 3 Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat (1). 4 Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 5 ayat (2)a. 5 Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat (2)a. 6 Aday LA, Begley CE, Lairson DR. Evaluating the healthcare system: effectiveness, efficiency and equity. 3rd ed. Washington DC: Health Administration Press, 2004. 7 Firmanda D. Aplikasi integrasi sinergis antara Evidenve-based Medicine, Evidence-based Healthcare dan Evidence-based Policy dalam satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi IDAI di masa mendatang.II.Cost Effectiveness Analyses (CEA) Standar Pelayanan Medis (SPM) Kesehatan Anak IDAI Disampaikan pada Acara Pertemuan Perhimpunan Organisasi Profesi dengan Ditjen Yan Medik Depkes RI di Bogor September 2005. http://www.scribd.com/doc/12827936/Dody-Firmanda-2005-042-Aplikasi-integrasi-sinergisEvidenvebased-Medicine-Evidencebased-Healthcare-dan-Evidencebased-Policy-dalam-Clinical-Gove

kesehatan (rumah sakit) secara prinsipnya mulai dari yang bercirikan doing things cheaper dalam hal ini efficiency pada tahun 1970an pada waktu krisis keuangan dan gejolak OPEC, kemudian ekonomi mulai pulih dan masyarakat menuntut layanan kesehatan bercirikan doing things better dalam hal ini quality improvement. Selama dua dekade tersebut manajemen bercorak doing things right (dikenal sebagai increasing effectiveness) yang merupakan kombinasi doing things cheaper dan doing things better. Ternyata prinsip doing things right tidak memadai mengikuti perkembangan kemajuan teknologi maupun tuntutan masyarakat yang semakin kritis; dan prinsip manajemen doing things right tersebut telah ketinggalan zaman dan dianggap sebagai prinsip dan cara manajemen kuno. Pada abad 21 ini masa era globalisasi dibutuhkan tidak hanya doing things right, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen doing the right things sehingga kombinasi keduanya disebut sebagai prinsip manajemen layanan modern doing the right things right. 8 Sedangkan di sisi dimensi lain profesi itu sendiri dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya dan keprofesiannya dalam koridor etik-sosio-budaya serta berbagai peraturan dan perundangan hukum.7 Dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 45 menerangkan tentang kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.9 Pada Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit pada pasal 33 menerangkan tentang organisasi rumah sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel. 10 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.11,12 Sedangkan istilah, definisi dan dimensi akan efisiensi juga belum ada kesepakatan yang jelas dan eksplisit tergantung dari berbagai perspektif. Efisiensi dapat digolongkan kepada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksi/hasil (productive

Firmanda D. Peran Efektifitas Klinis dalam rangka mewujudkan keselamatan/keamanan (safety) dan berorientasi kepada pasien (patient centredness).Disampaikan pada Hospital Management 3 diselenggarakan oleh Pusat Kajian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI di Grand Angkasa Hotel International, Medan 11 Agustus 2008. http://www.scribd.com/doc/9813111/Dody-Firmanda2008-Peran-Efektivitas-Klinis-Dalam-PATH 9 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 10 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit 11 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

efficiency) dan efisiensi alokatif (allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market dan kesehatan.6,13 (Tabel 1) Tabel 1. Berbagai definisi dam dimensi tingkat analisis tentang efektifitas, efiensi dan keberadilan/ekuiti.12

13

Firmanda D. Pengendalian mutu dan efisiensi pembiayaan layanan kesehatan. Disampaikan dalam rangka evaluasi Program Pelayanan Askes Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) diselenggarakan oleh Kantor Pusat PT Askes (Persero) di Hotel Panorama Batam 10 Desember 2008. http://www.scribd.com/doc/9800878/Dody-Firmanda-2008-Pengendalian-Mutu-Dan-Efisiensi-Biaya-RS10-Desember-2008

Dalam pengambilan keputusan untuk tatakelola rumah sakit (corporate governance) dan tatakelola klinis (clinical governance) sebaiknya melalui strategi pendekatan berbasis bukti (evidence-based decision making) sebagaimana secara ringkasnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Strategi pendekatan dalam rangka implementasi pengambilan keputusun berbasis bukti (evidence-based decision making) dalam suatu sistem layanan kesehatan.

Standar Pelayanan Kedokteran (Guidelines) Standar Pelayanan Kedokteran14 adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran15 dan salah satu tindak lanjut dari perundangan yang telah diterbitkan enam tahun yang lalu.16 Standar Pelayanan Kedokteran terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedural Operasional (SPO).17 Peran Komite Medik adalah mengkordinasikan penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) yang dibuat oleh (kelompok) staf medis18 dan mengacu kepada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang dibuat oleh organisasi profesi 19 dan disahkan oleh Menteri Kesehatan6. Pertanyaan yang menarik disini adalah sudah berapa PNPK yang
14

Permenkes RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran. http://www.scribd.com/doc/43070763/Dody-Firmanda-2010-Permenkes-No-1438-MENKES-PER-IX2010-Standar-Pelayanan-Kedokteran 15 Permenkes RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 1 ayat 1. 16 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 44 ayat 3. 17 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 3 ayat 1. 18 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 11. 19 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 3 dan Pasal 6.

telah disahkan ? Bila telah ada PNPK tersebut apakah telah dilakukan sosialisasi?20 Secara ringkas tentang Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Ringkasan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 dan Lembaran Berita Negara Tahun 2010 Nomor 464 tertanggal 24 Se[tember 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) sepanjang mengenai pengaturan staf medis, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 631/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Internal Staf Medis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku21 dan setiap rumah sakit harus menyesuaikan dengan peraturan tersebut selambatnya tanggal 5 November 2011 (6 bulan sejak diundangkannya peraturan tersebut)22. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut bertujuan untuk mengatur tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan
20 21

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 20. 22 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 19.

pasien dirumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.23 Agar tidak terjadi kekosongan/kevakuman peraturan di rumah sakit - maka secara tidak langsung setiap rumah sakit harus membuat Peraturan Interna Staf Medis (Medical Staff Bylaws) yang baru dan merevisi Peraturan Interna Rumah Sakit (Hospital Bylaws) serta Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) dalam waktu 6 bulan sejak ditetapkan/diundangkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010 yang digunakan adalah istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi medis dengan koordinator Komite Medik dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit tersebut oleh pimpinan (direktur). Standar Pelayanan Kedokteran (PNPK dan PPK) tidak identik dengan Buku Ajar, Textbooks ataupun catatan kuliah yang digunakan di perguruan tinggi. Karena Standar Pelayanan Kedokteran merupakan alat/bahan yang diimplementasikan pada pasien; sedangkan buku ajar, text-books, jurnal, bahan seminar maupun pengalaman pribadi adalah sebagai bahan rujukan/referensi dalam menyusun Standar Pelayanan Kedokteran. Standar Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam bentuk Panduan Praktik Klinis24 - pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang telah dibuat oleh organisasi profesi masing masing, tinggal dicocokkan dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan kompetensi yang ada di rumah sakit. Bila PNPK yang telah dibuat oleh organisasi profesi tersebut dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI serta sesuai dengan kondisi rumah sakit maka tinggal disepakati oleh anggota profesi (SMF) terkait sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit tersebut. Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai dengan keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut maka profesi di rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis (PPK) untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit. Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun PPK untuk rumah sakit - profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya secara efektif (clinical effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan memberikan terapi berdasarkan pendekatan evidence-based medicine. Panduan Praktik Klinis (PPK) berdasarkan pendekatan Evidence-based

23 24

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010

Medicine (EBM)25 dan atau Health Technology Assessment (HTA)14 yang isinya terdiri sekurang kurangnya dari:26 1. Definisi/pengertian 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis 5. Diagnosis Banding 6. Pemeriksaan Penunjang 7. Terapi 8. Edukasi 9. Prognosis 10. Kepustakaan Penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) di atas dapat tentang:27 1. Tatalaksana penyakit pasien dalam kondisi tunggal dengan/tanpa komplikasi 2. Tatalaksana pasien berdasarkan kondisi Adapun langkah langkah dalam penyusunan Panduan Praktik Klinis secara ringkasnya dapat dilihat dalam Gambar 3 berikut.

25

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 4 ayat 3 26 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 10 ayat 4 27 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 4 ayat 1

PNPK/PPK

Gambar 3. Langkah umum dalam kajian literatur melalui pendekatan evidence-based medicine, tingkat evidens dan rekomendasi dalam proses penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran bentuk Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan atau Panduan Praktik Klinis (PPK).

Agar lebih mudah dan praktis dalam membantu profesi medis menyusun PPK, maka digunakan Tabel 2 berikut sebagai panduan dalam menentukan tingkat evidens dan rekomendasi sebagaimana langkah ke tiga dari evidence-based medicine (EBM) dalam telaah kritis (critical appraisal). Tabel 2 Ringkasan dalam telaah kritis (critical appraisal) VIA (Validity, Importancy dan Applicability)

Proses selanjutnya setelah menyusun Panduan Praktik Klinis (PPK) Rumah Sakit adalah membuat Clinical Pathways sebagai salah satu komponen dari Sistem Casemix (INA CBG) yang saat ini dipergunakan untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Jamkesmas) di rumah sakit - maka INA CBG akan lebih disempurnakan dengan menghitung DRG Relative Weight dan Casemix Index serta Base Rate setiap pengelompokkan jenis penyakit dan selanjutnya dapat membandingkan (benchmarking) cost efficiency antar rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan berdasarkan keadaan sebenarnya diberikan melalui Clinical Pathways.

Manfaat Clinical Pathways dalam Efisiensi Pembiayaan, Efektifitas Pelayanan dan Keberadilan/Ekuiti Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.28,29,30 Berikut hasil penelitian penerapan Clinical Pathways Pneumonia yang dilakukan dalam rangka membuktikan adanya efisiensi biaya, efektifitas layanan dan keberadilan/ekuiti bagi semua pasien tanpa memandang latar belakang keadaan sosial ekonomi, pendidikan maupun gender. Dari Gambar 4 dan 5 di bawah untuk kasus pneumonia biaya perawatan sampai sembuh (dengan tarif rumah sakit) mempergunakan Clinical Pathways Pneumonia adalah sekitar Rp 495 000,- untuk kelas III, Rp 1 120 000,- untuk kelas II, Rp 1 480 000,- untuk kelas I dan Rp 2 150 000,- untuk kelas VIP. Sedangkan bila dihitung berdasarkan klaim Jamkesmas untuk kasus yang sama adalah Rp 2 707 663,-. Maka secara matematik dengan mempergunakan Clinical Pathways untuk kasus pneumonia tersebut menghemat (2 707 663 495 000 = Rp 2 212 663,-). Dengan demikian terlihat jelas dari segi ekonomi/pembiayaan rumah sakit tersebut sangat efisien dan menguntungkan bila menggunakan Clinical Pathways. Dengan mempergunakan Clinical Pathways dapat menghitung Cost Weight setiap kelompok kasus, contoh untuk kasus pneumonia di atas rerata sumberdaya (resources) rumah sakit (obat obatan, bahan dan alat dll) yang terpakai adalah Rp 250 000,- maka Cost-Weight nya adalah (450 000/250 000 = 1.8).

28

Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005. 29 Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005. 30 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.

10

Gambar 4. Contoh hasil penelitian implementasi salah satu Clinical Pathways untuk kasus pneumonia

11

Gambar 5. Contoh analisis hasil implementasi salah satu Clinical Pathways pada tahun 2006 untuk kasus pneumonia

12

Tentang cara langkah langkah perhitungan cost weight, casemix index, base rate rumah sakit dan alokasi anggaran dapat dilihat dalam Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Contoh perhitungan berdasarkan data hasil implementasi Clinical Pathways dalam mencari Relative Weight (cost weight), Case Mix Index dan Base Rate. Agar tidak tumpang tindih serta sinergis dengan kenyataan di lapangan (rumah sakit), maka implementasi Clinical Pathways sebaiknya terpadu dengan tatakelola manajamen (corporate

13

governance) dan tatakelola klinis (clinical governance) yang telah berlaku sesuai misi rumah sakit dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian. P2JK Kementerian Kesehatan RI telah mengadakan pertemuan dengan seluruh perhimpunan profesi dan kolegium di Denpasar Bali pada tanggal 23 November 2009 dan menghasilkan keputusan sebagai berikut: 1. Kesepakatan dan komitmen bersama seluruh perhimpunan profesi dan Kolegium setiap perhimpunan profesi membuat 10 penyakit terbanyak Standar/Pedoman Pelayanan Medis (S/PPM) dan Clinical Pathways untuk melengkapi INA-DRG dalam Program Jaminan Kesehatan. 2. Pertemuan selanjutnya tanggal 22 Januari 2010 diselenggarakan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Sekretariat Jenderal Depkes RI membahas seluruh SPM dan CP. Rencana pertemuan lanjutan tanggal 22 Januari 2010 diundur dan terealisasi pada tanggal 7-9 April 2010 di Batam dengan pembahasan kembali mengenai Standar Pelayanan Kedokteran setiap perhimpunan profesi. Namun setelah itu tidak ada tindak lanjut seterusnya.

14

Obat Obatan dalam Clinical Pathways Obat obatan yang dipergunakan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah harus menggunakan obat generik31 - terlepas dari kekurangan hukum peraturan tersebut belum dalam bentuk Lembaran Negara Republik Indonesia. 32 Namun tentang penggunaan ketepatan antibiotik33 di rumah sakit telah ada pedomannya dan telah diundangkan serta telah disertakan juga tingkat evidens derajat bukti ilmiah dan rekomendasi penggunaannya.33

Gambar 7. Kaitan kolom obat dan Daftar Formularium Rumah Sakit 34,35
31

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. 32 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan. 33 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2406/Menkes/Per/XII/201 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. 34 Firmanda D. Peran Komite (Tim) Farmasi dan Terapidalam sistem dan kebijakan obat di Rumah Sakit. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pertama Strategy to combat the emergence and spread of antimicrobial resistant bacteria in Indonesia diselenggarakan oleh DitjenPelayanan Medik Depkes RI, Bandung 30 -31 Mei 2005 http://www.scribd.com/doc/12778657/Dody-Firmanda-2005-015-KomiteSub-KomitePanitia-Tim-Farmasi-DanTerapi-RS-Hospital-Drugs-and-Therapeutics-Committee 35 Firmanda D. Penerapan Farmakoekonomi untuk pelayanan obat di rumah sakit. Disampaikan pada Simposium Farmakoekonomi: Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Biaya Obat dalam Pelayanan Kesehatan diselenggarakan oleh Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 15 Mei 2007.

15

Terlepas dari kendala penggunaan Clinical Pathways sebagai pelengkap DRG; implementasi Clinical Pathways sangat bermanfaat bagi profesi dalam memberikan pelayanan di rumah sakit sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 7 dan 8 berikut.

Gambar 8. Implementasi Clinical Pathways dalam bidang pelayanan di rumah sakit.

16

Kesimpulan: Dari uraian singkat diatas dengan hanya selembar Clinical Pathways -merupakan suatu instrumen yang komprehensif merangkum secara terpadu bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian maupun akreditasi serta bila ditinjau dari segi ekonomi kesehatan dapat melaksanakan efisiensi pembiayaan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin hari rawat pasien, mengeliminasi pemeriksaan penunjang/laboratorium/tindakan yang tidak diperlukan, menggunakan obat obataan (terutama antibiotik) sesuai evidence-based; sehingga pelayanan efektif disamping tidak membedakan latar belakang pasien karena fokus kepada pasien dan penyakitnya (keberadilan/ekuiti) dan sekaligus memenuhi seluruh tiga tujuan dari Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan empat tujuan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009. Bahkan bila dilaksanakan Clinical Pathways secara konsisten dimana akan didapatkan data data cost-weight, casemix index dan base-rate secara lengkap (untuk micro-system) akan dapat disusun suatu National Health Accounts sehingga Universal Coverage akan lebih mudah tercipta dan Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 serta Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 untuk bidang kesehatan terwujud (secara macro-system). Terima kasih, semoga bermanfaat. Yogyakarta, 20 Juni 2012 Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta. http://www.scribd.com/Komite%20Medik

17

Anda mungkin juga menyukai