Anda di halaman 1dari 18

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Alamat Status perkawinan Tanggal masuk RS : Ny. R : 53 tahun : Perempuan : Ibu rumah tangga : Jagapura Kulon : Menikah : 23 Mei 2012

B. PEMERIKSAAN B.1. Anamnesis B.1.1 Keluhan utama: Nyeri perut kanan atas

B.1.2 Keluhan tambahan: Lemas, mual, demam, nafsu makan menurun

B.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak dua bulan yang lalu, perut dirasakan semakin lama semakin membesar. Apabila makan, pasien mengeluh perut terasa penuh dan sesak. Pasien merasa badannya lemas, mual, dan nafsu makannya menurun. Pasien buang air besarnya normal dan buang air kecil urin berwarna kuning. Saat ditanyakan pasien memiliki kebiasaan suka mengkonsumsi oncom diwaktu makannya sehari-hari, minum jamu-jamuan dan obat warung jika sakit. Riwayat sakit kuning, muntah darah, hipertensi dan diabetes melitus tidak ada.

B.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Riwayat sakit kuning tidak ada Riwayat Hipertensi tidak ada Riwayat Diabetes Melitus tidak ada

B.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) Riwayat keluarga sakit seperti pasien tidak ada Riwayat Hipertensi tidak ada Riwayat Diabetes Melitus tidak ada

B.1.6. Riwayat Pemakaian Obat (RPO) Pasien suka mengkonsumsi jamu-jamuan dan obat warung

B.1.7. Riwayat Alergi Tidak ada riwayat alergi pada obat-obatan.

B.2. PEMERIKSAAN FISIK B.2.1. Keadaan Umum Kesadaran Status gizi Berat badan Tinggi badan Indeks masa tubuh : composmentis : baik : 56 Kg : 160 cm : 21 kg/m2

B.2.2. Tanda Vital Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu : 140/90 mmHg : 100 kali / menit : 32 kali / menit : 38,4 oC

B.2.3. Organ Tubuh B.2.3.1. Kepala Rambut Mata Hidung Telinga Mulut : tidak mudah rontok : konjungtiva anemis, sklera ikterik : septum di tengah, tidak ada fraktur : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

B.2.3.2. Leher Kelenjar Getah Bening Kelenjar tiroid Trakea : tidak membesar : tidak membesar : di tengah, tidak deviasi

B.2.3.3.Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi ) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Batas atas Batas kanan Batas kiri Auskultasi : SIC 3 linea parasternalis sinistra : SIC 5 linea sternalis : SIC 5 linea midklavikula : Iktus cordis tidak terlihat : Iktus cordis tidak teraba : Pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat sikatrik : Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris : Sonor di seluruh lapangan paru : Suara napas vesikular (+/+) wheezing (- / -) rhonki (- / -

: Bunyi jantung I-II reguler Murmur (-) Gallop (-)

B.2.3.4. Abdomen Inspeksi Palpasi : Buncit : Nyeri tekan (+), hepar membesar 4 jari BAC, tepi

tumpul, permukaan tidak rata, undulasi (-) Perkusi Auskultasi : Redup kuadran kanan atas : Bising usus (+), bruit hepatic terdengar

B.2.3.5. Inguinal dan Genitalia Tidak ada kelainan B.2.3.6. Ekstremitas Superior Inferior : Akral hangat, edema (- / -) : Akral hangat, edema (- / -) 3

B.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG B.3.1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin Hasil Leukosit Limfosit Monosit Granulosit Limfosit % Monosit % Granulosit % Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC RDW Trombosit MPV PCT PDW 15.7 2.0 0.7 13.0 12.5 4.7 82.8 3.46 10.6 33.9 98.0 30.6 31.3 14.1 523 7.2 0.377 15.0 Unit 103 / ml 103 / ml 103 / ml 103 / ml % % % 106 / ml g / dl % mm3 rg g / dl % 10 / ml mm3 % %
3

Nilai normal 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.00-6.20 11.0-17.0 35.0-55.0 80.0-100.0 26.0-34.0 31.0-35.5 10.0-16.0 150-400 7.0-11.0 0.200-0.500 10.0-18.0

Pemeriksaan Kimia klinik Glukosa Glukosa puasa Fungsi Ginjal Ureum Kreatinin Uric Acid Fungsi Hati Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect

Hasil

Nilai normal

96 15.8 0.48 6.00 7.83 3.27 4.56 1.67 1.08 0.59

80 - 110 10.0 50. 0 0.6 1.38 3.34 7.00 7.0 9.0 3.5 5.5 1.5 3.0 0.1 1.2 0.0 0.25 -0.75 4

SGOT SGPT Alkali phospatase HBsAg Lipid Cholesterol Total HDL Kolesterol LDL Kolesterol Trigliserida Elektrolit Natrium Kalium Clorida Kalsium : 139 : 4,3 : 97 mmol/L mmol/L mmol/L : 284,9 : 53 : 62,9 : 111,6

194 52 396.26 4822

0 0.38 0 41 0 - 258 < 1 N Reac

mg/dl (-220/Resiko tinggi) mg/dl 45 65/35 - 55 mg/dl < 150 mg/dl (-150/Resiko tinggi)

136 - 145 3,5 5,1 97 111 1,15 1,20

: 1,14 mmol/L

Pemeriksaan Urine Urine rutin Warna PH Berat jenis Nitrit Protein Glukosa Keton Bilirubin Urobilinogen Sedimen Leukosit Eritrosit Epitel Kristal Silinder

Hasil

Nilai normal

Satuan

Kuning 5.0 1.025 Positive (+) 1 Negative Negative (+) 1 (+) 1

Kuning jernih 5.0 8.0 1.005 1.030 Negatif Negatif -

(+) 1 - 3 (+) 2 - 4 (+) 3 - 5 Negative Negative

/LPB /LPB /LPB /LPB /LPB

USG Abdomen Upper Lower (L-P) Hepar : ukuran membesar, tampak lesi hyperechoic dengan echo struktur kasar di lobus dextra, ukuran 102 cm, batas tak tegas. Sudut tumpul. Sistema bilier dan vasa hepatica tak melebar. Tampak lesi anechoic di lobus dextra, ukuran 2 cm, batas tegas. Vesica fella : Anechoic, dinding licin, tak tampak massa maupun batu. Pancreas : Ukuran dan echostruktur normal. Lien : Ukuran dan echostruktur normal. Hilus lienalis tak prominent. Renal : Ukuran dan echostruktur normal. Batas cortex dan medulla tegas.tak tampak pelebaran SPC, tak tampak massa maupun batu. Vesica urinaria : terisi cairan cukup, dinding licin, tak tampak massa maupun batu. KESAN : massa inhomogen di lobus dextra dd/hepatoma infiltratife, dengan simple cyst hepar lobus dextra.

C. RESUME Pasien perempuan, 53 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas, lemas, mual,

demam, nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik, abdomen buncit, hepar teraba membesar 4 jari BAC dengan permukaan tidak rata dan tepi tumpul. Pemeriksaan laboratorium didapatkan bilirubin , SGOT SGPT , HBsAg (+), hasil USG abdomen kesan: massa inhomogen di lobus dextra dd/hepatoma infiltratife, dengan simple cyst hepar lobus dextra.

D. DIAGNOSA KERJA Susp. Hepatoma

E. DIAGNOSA BANDING Abses hati

F. PENATALAKSANAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Istirahat RL 20 ttpm/m Diit : Vitamin B kompleks, asam folat dan preparat besi Aminofusin 20 ttpm/m (asam amino esensial) Ceftriaxon 1gr/8 jam Ranitidin 1amp/12 jam Dexanta 3 x C II Vit.K 1 amp/8 jam Curcuma 3x1 tab Ketorolac 3x30 mg 7

G. PROGNOSIS Dubia ad malam

H. FOLLOW UP Tanggal 23 Mei 2012 Pemeriksaan Terapi

S/ nyeri perut kanan atas, lemas, tidak RL 20 gtt/menit nafsu makan Ceftriaxon 3 x 1gr iv O/ T: 140/90 mmHg P: 100x/m R: 32x/m S:38,4 oC Mata: CA (+/+) SI (+/+) Leher: pembesaran KGB (-) Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-) Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-) Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC permukaan tidak rata, ujung tumpul Ekstremitas: Akral hangat, edema (-) Ranitidin 2 x 1amp iv Dexanta 3 x C II Kalnex 3x500 mg i.v Vit.K 3x1 amp i.v Curcuma 3x1 tab Ketorolac 3x30 mg

24 Mei 2012

S/ nyeri perut kanan atas, lemas O/ T: 140/90 mmHg P: 96x/m R: 24x/m S: 36,2 oC Mata: CA (+/+) SI (+/+) Leher: pembesaran KGB (-) Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-) Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-) Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC

Th/ lanjut

permukaan tidak rata, ujung tumpul Ekstremitas: Akral hangat, edema (-) 25 Mei 2012 S/ nyeri perut kanan atas, lemas O/ T: 130/80 mmHg P: 94x/m R: 24x/m S: 36,8 oC Mata: CA (+/+) SI (+/+) Leher: pembesaran KGB (-) Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-) Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-) Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC permukaan tidak rata, ujung tumpul Ekstremitas: Akral hangat, edema (-) 26 Mei 2012 S/ lemas Th/ Lanjut Th/ lanjut

O/ T: 130/80 mmHg P: 92x/m R: Cefadroxil 2x500 mg tab 24x/m S: 36,2 oC Ranitidin 3x1 tab Mata: CA (+/+) SI (-/-) Dexanta syr 3xCI Leher: pembesaran KGB (-) As.mefenamat 3x500mg Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-) Neurodex 3x1 tab Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-) Acc pulang Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC permukaan tidak rata, ujung tumpul Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)

I.

PEMBAHASAN Kanker primer pada hati jarang dijumpai di Inggris, tetapi sering ditemukan di Afrika, Asia, Italia dan Yunani. Penyakit keganasan ini terutama terlihat pada kaum pria, dan sebelumnya sering sudah terdapat penyakit sirosis hepatic. Hubungan erat, sekalipun bukan hubungan kausal, antara infeksi kronis virus hepatitis-B dan karsinoma hepatoseluler yang timbul kemudian terbukti dari hasil-hasil penelitian epidemiologis dan adanya antigen hepatitis Bdalam sel hepar penderita neoplasma ini. Biasanya penderita kanker hati akan mengeluhkan nyeri hipokondrium kanan, anoreksia dan penurunan berat badan; diagnosis neoplasma hepatic ditegakkan berdasarkan hasil biopsy hati. Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. Kanker disebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol . Kanker akan muncul bila DNA sel normal mengalami kerusakan sehingga menyebabkan mutasi genetik . Kanker hati adalah tumor maligna , baik dalam jaringan itu sendiri (primary liver cancer) atau secondary liver cancer ( dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain). Fungsi hati yang utama adalah sebagai penyaring racun dan sampah lainnya dalam darah . Akan tetapi saat kanker menyerang hati , hati tidak mempunyai kemampuan tersebut.(4) Ada dua tipe kanker hati, yaitu : 1. Kanker Hati Primer a. Cholangio Carcinoma: kanker yang berawal dari saluran empedu b. Hepatoblastoma : pada umumnya menyerang anak-anak atau anak yang mengalami pubertas c. Angiosarcoma: kanker yang jarang terjadi, bermula dipembuluh darah yang ada pada hati. d. Hepatoma(HCC): berawal dihepatosit dan dapat menyebar keorgan yang lain. Laki-laki duakali lebih rawan terkena penyakit ini dibandingkan wanita. 2. Kanker Hati Sekunder Kanker hati sekunder dapat muncul dari kanker hati primer pada organ-organ lain. Tetapi, pada umumnya bersumber dari perut, pankreas, kolon, dan rektum. 10

Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler sering terjadi pada pasien dengan hepatitis virus B atau C. Karsinoma ini lebih banyak pada pria dan terutama ras Asia. Pasien adalah pria suku jawa,dengan HBsAg positif. Beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma hepatoseluler diantaranya adalah: Hepatitis virus B, karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Hepatitis virus C, hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Aflatoksin

Aflatoksin B1, merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. AFB1 bersifat karsinogenik. Salah satu mekanisme karsinogeniknya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresi tumor p53. ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum.(3) Sirosis, predictor utama HCC pada sirosis hati adalah laki-laki, peningkatan AFP serum, beratnya penyakit dan tingginya akitifitas proliferasi sel hati. obat-obatan, dll. Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, udem kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain. Di Indonesia HCC ditemukan tersering pada median umur antara 50-60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Manifestasi klinisnya bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman dikuadran kanan atas abdomen. 11

Pasien dengan sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal dihepar patut dicurigai HCC. Juga harus diwaspadai jika ada keluhan rasa penuh diabdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Sesaknapas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma, atau ada metastasis di paru. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita sirosis, baik yang masih dalam stadiumkompensasi maupun yang sudah menunjukan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites, demam dan atrofi otot. Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu: 1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising (bruit hepatik). 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS. Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima. Gambaran USG keganasan primer pada hepar dapat dibagi menjadi bentuk nodular dan difus. Pada jenis nodular terlihat kelainan yang berbatas tegas dari parenkim hepar sekitarnya. Kelainan ekostruktur pada jenis ini tergantung dari ukuran lesi. Lesi berukuran kurang dari 2 cm seringkali berekostruktur hipoekoik. Dengan bertambahnya diameter, ekostruktur akan menjadi lebih hiperekoik atau campuran, serta dapat dijumpai adanya bagian yang nekrosis atau perdarahan di dalamnya, seringkali ditemui pada yang berekostruktur hiperekoik atau campuran. Gambaran lainnya dapat juga 12

ditemui adanya trombus dalam vena porta atau vena hepatika dan atau cabang-cabangnya yang tampak sebagai suatu struktur yang hiperekoik tanpa bentuk tertentu, besarnyapun tidak tentu, dapat memenuhi lumen vena porta dan cabang-cabangnya atau sebagian saja. Bentuk difus memperlihatkan perubahan ekostruktur di seluruh hepar. Penentuan stadium hepatoma paling sering berdasarkan Okuda staging system. Pasien dievaluasi berdasar empat hal yaitu asites, albumin, bilirubin, dan ukuran tumor. Penentuan ini berguna untuk prognosis. Stadium I mempunyai harapan hidup 3-8 bulan, stadium II 0-7 bulan, stadium III 0-2 bulan. Okuda classification Tumor size 50% (-) > 50 % (+) Asites (+) (-) Albumin 30 g/l (-) > 30 g/l (+) Bilirubin 3 mg% (+) < 3 mg% (-) Stage 1 2 3 Tumor size (-), Asites (-), Albumin (-), Bilirubin (-) 1 atau 2 (+) 3 atau 4 (+)

Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan. Beberapa pilihan terapi pada hepatoma antara lain adalah, Pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, kemoembolisasi, terapi gen, cryoterapi, ablasi radiofrekuensi, trlansplantasi, dan suplementasi vitamin. PENGOBATAN Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati 13

yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati. Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati. 1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi. Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang. Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga selsel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel kanker benarbenar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh. Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus

14

diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih tertinggal di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous (disuntikkan melalui pembuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%. 2. Tindakan Non-bedah Hati Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut. Tindakan nonbedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah: a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE) Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery. Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti dan selsel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati dan tak berkembang lagi. Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.

15

b. Infus Sitostatika Intra-arterial. Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini. Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar tertutup oleh selsel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%. c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI) Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm. Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi

16

tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan. d. Terapi Non-bedah Lainnya Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya. 3. Tindakan Transplantasi Hati Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dantindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien. (5).

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Price SA, Wilson LM (editor). EGC.2005. 2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 3. Fauci,AS. Harrison manual of medicine New York. McGraw Hill medical.2009 4. Stanley L. Robbins.dkk :karsinoma Hati Primer. Dalam: Buku saku dasar patologi penyakit.edisi 5.EGC,1999.hal 542. 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hepatoma. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal 318 6. Halim Mubin, A. Hepatoma. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta: EGC. 2007. Hal 392. 7. Mattingly, David. Neoplasma Hepatik. Bedside Diagnosis. Edisi 13. Gadjah Mada University Press. 1996. Hal 138.

18

Anda mungkin juga menyukai