Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

2.1

Latar Belakang Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina

yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.1 Menurut penelitian di Amerika Serikat, insiden ablasio retina adalah 1 dalam 15.000 orang dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kirakira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%. Sumber lain mengatakan bahwa hubungan umur dengan idiopatik ablasio retina mencapai 12,5 kasus per 100.000 orang per tahunnya. Atau sekitar 28.000 kasus per tahun di Amerika Serikat.2 Ablasio retina jarang terjadi pada anak-anak, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebagai hasil dari retinopati akibat prematur, tumor (retinoblastoma), trauma, atau myopia. 2 Ablasio retina merupakan kegawatdaruratan pada penyakit mata. Prognosis visual ini tergantung ada atau tidaknya keterlibatan makula pada saat preoperatif. Dengan makula yang masih baik harus dilakukan pembedahan untuk mencegah kehilangan penglihatan dalam 24 jam pertama. Sebab pada ablasio retina, lapisan batang dan kerucut tidak dapat terlalu lama terlepas, karena nutrisi yang didapatkan adalah dari lapisan kapiler koroid. Kalau terlambat dioperasi, lapisan batang dan kerucut menjadi degeneratif sehingga tindakannya tidak berhasil baik. Prinsip pengobatan adalah mencari tempat robekan, menutupnya,
1

mengeluarkan cairan subretina dengan pungsi yang dilakukan didaerah yang paling tinggi ablasinya, sehingga retina melekat kembali.1

2.2

Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dalam mengikuti kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata di RSPAD Gatot Soebroto.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris dan berakhir ditepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5 mm dibelakang garis swalbach pada sisi temporal dan 5,7 mm dibelakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuh dengan membrane bruch, koroid, dan sclera. Di sebagian besar tempat, retina dan epithelium pigmen retina mudah terpisah sehingga membentuk suatu ruang subretina.3

Gambar 1. Penampang Lapisan Retina4

Lapisan lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: 3 1. Membrana limitans interna, merupakan membrana hialin antara retina dan badan kaca. 2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan menuju ke N. Optikus. Didalam lapisan lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel daripada N. Optikus. 4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar. 5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor. 7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid 8. Membrana limitans eksterna, yang merupakan membran ilusi. 9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut. 10. Epitelium pigmen retina Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari 1 lapis sel. Secara klinis, makula adalah daerah yang dibatasi oleh arcade arcade pembuluh darah retina temporal. Ditengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila

dilihat dengan opthalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular diretina pada angiografi flouresensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan lapisan parenkim karena akson akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat kepermukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraselular retina yang normalnya kosong potensial paling besar dimakula. 3 Retinal Pigment Epithelium (RPE) RPE merupakan suatu lapis sel kuboid yang berasal dari neuroektoderm. Pada bagian anterior RPE berlanjut menjadi epitel pigmen badan silier dan iris sedangkan pada bagian posterior membran basalis RPE berfusi dengan serabut saraf papil nervus optikus. Sisi basal RPE saling bersilangan secara rumit dengan lapisan dalam membran Bruch. Bagian lateral sel sel RPE saling berikatan erat pada zonula adherens dan zonula occludens. Ikatan tersebut merupakan sawar darah retina bagian luar (outer blood retinal barrier) yang mencegah masuknya cairan dari lapisan koriokapiler. Permukaan apikal mempunyai vili yang menyelubungi segmen luar fotoreseptor. Sawar darah retina bagian dalam (inner blood retinal barrier) dibentuk oleh ikatan endotel pembuluh darah retina yang bersifat impermeabel.4 RPE terdiri dari satu lapisan sel sel kuboid berpigmen. Bagian basal melekat erat pada membran Bruch sedangkan bagian apeks berbentuk mirovilli yang berintegrasi pada segmen luar fotoreseptor. Pada bagian tepi dari sel didekat apeks, sel sel melekat erat satu dengan lainnya yang disebut tight junctions. Dengan demikian molekul molekul dan cairan dari koroid tidak dapat melewati sel sel RPE. Hanya zat zat yang akan diperlukan akan melewati RPE, sedangkan yang bersifat racun terhadap retina akan ditahan. Barier darah retina ini termasuk salah satu fungsi penting dari RPE. Fungsi lain dari RPE adalah

membantu perlekatan neuroretina dengan RPE, proses katabolit retina dan ekses cairan, menyerap sinar. 3 Korpus Vitreus Korpus vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus terdiri dari 99% air dan 1% meliputi dua komponen, yaitu kolagen dan asam hialuronat yang memberikan bentuk dan konsistensi seperti gel vitreus. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Membran hialoid merupakan permukaan luar vitreus yang normalnya berkontak dengan kapsul lensa posterior di anterior dan serat zonula, epitel pars plana dan membran limitan interna retina di bagian posterior.5 Basis vitreus mempunyai luas 3 4 mm yang melekat erat pada ora serata. Jaringan vitreus kortikal pada daerah ini lebih kuat perlekatannya. Perlekatan yang kuat antara korteks vitreus dengan basis vitreus menyebabkan pada posterior vitreus detachment (PVD) akut permukaan membran hialoid posterior meninggalkan sisa perlekatan pada batas posterior basis vitreus. Trauma tumpul yang berat pada mata mengakibatkan tarikan basis vitreus dengan robekan pars plana sepanjang batas anterior dan pada retina sepanjang batas posterior. 5 Vitreus bagian tengah terdapat ruang dengan diameter 1-2 mm memanjang dari belakang ke arah kaput nervus optikus yang disebut Cloquets canal yang ke arah anterior membentuk fossa patelar. Ligamen hialoideokapsular merupakan perlekatan sirkuler antara tepi fosa patelar dan permukaan posterior lensa. Ruang yang terbentuk antara lensa dengan fossa patelar disebut Bergers space. Cloquets canal ke arah posterior melebar dan membentuk ruang yang disebut space of Martegiani. 5 Perlekatan vitreus paling kuat terletak pada basis vitreus. Basis vitreus mempertahankan perlekatan pada lapisan epitel pars plana dan retina yang terletak di belakang ora serata. Tempat perlekatan vitreus lain yang relatif kuat di

sekeliling tepi diskus optikus, sedangkan di sekeliling fovea dan pembuluh darah retina perifer perlekatannya lemah. 5

Gambar 2. Vitreous Base Koroid Koroid melapisi bagian posterior dari retina. Struktur ini terdiri dari tiga lapisan pembuluh darah yaitu lapisan koriokapiler yang bersifat permeabel pada bagian dalam, lapisan pembuluh darah kecil pada bagian tengah dan lapisan pembuluh darah besar pada bagian luar. Lapisan ini menebal pada bagian posterior dan menipis pada bagian anterior bola mata.5 2.2 Fisiologi Retina Retina adalah jaringan paling kompleks dimata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optik, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu tranduser yang elektif. Sel sel batang dan kerucut dilapisan foto reseptor mampu mengubah rangsang cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan

oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan pada akhirnya ke korteks penglihatan.3 Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1 : 1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama di gunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). 7 Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskular pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk suatu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foto cahaya di serap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glukolipid membran yang separuh terbenam dilempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak pada rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. 7 Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam macam nuansa abu abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi sepenuhnya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang - panjang

gelombang tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, sore / senja diperantarai oleh kombinasi sel batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. Warna retina biasanya jingga dan kadang kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia. 7 Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri opthalmika, arteri retina sentralis masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan retina luar atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. 7 Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksan subjektif retina seperti tajam penglihatan, penglihatan warna dan lapang pandang. pemeriksaan objektif adalah opthalmoskop direct dan indireck, slitlamp (biomikroskop), elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG), dan visual evoked respons (VER). 7 Mekanisme Perlekatan Retina Normal Retina dan lapisan epitel berpigmen dalam keadaan normal tidak dapat dipisahkan. Keadaan ini berhubungan dengan struktur di sekitar retina sensoris yang masing masing memiliki peranan penting dalam mempertahankan retina dalam keadaan attached. Secara normal retina melekat sangat erat pada epitel pigmen retina (EPR) dan tidak akan lepas kecuali pada beberapa keadaan patologis. Vitreous melekat dianterior pada retina perifer, pars plana, dan sekitar lempeng optik dan agak longgar pada makula dan pembuluh darah retina. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat dibelakang ora serata.4 Retina yang attached memerlukan lima hal yang harus berfungsi baik, yaitu fungsi korpus vitreous sebagai tamponade internal, adanya matrik interfotoreseptor, tekanan negatif yang dihasilkan oleh fungsi transpor RPE, sawar

darah retina yang intak, dan tekanan osmotik koriokapilaris yang akan menarik cairan dari ruang subretina. 4 Korpus vitreous yang dibungkus oleh membran hialoid yang berhadapan langsung dengan kapsul posterior lensa di anterior dan sisanya berhadapan dengan membran limitan interna retina. Karena posisinya ini korpus vitreous berperan sebagai tamponade internal. 4 Matriks interfotoreseptor yang dihasilkan RPE berfungsi sebagai pelekat yang melekatkan retina dengan RPE. Matriks ini mengandung protein, glikoprotein dan glikosaminoglikan yang melapisi setiap fotoreseptor dan melekatkannya dengan RPE. Adhesi antara retina dan RPE ini yang mempertahankan retina pada tempatnya, kecuali ada tarikan kuat seperti traksi dari vitreous yang akan melepaskan adhesi ini. Struktur dan fungsi adhesi matriks interfotoreseptor ini tergantung pada derajat hidarasi dan kandungan ion, yang keduanya dikontrol oleh fungsi transpor sel RPE. 4 Tekanan negatif terjadi oleh fungsi transpor selektif bersama dengan adanya tight junction antara sel RPE yang tidak memungkinkan difusi cairan secara pasif melalui RPE. Keadaan ini menyebabkan retina attached. 4 Bagian apikal pada badan sel menunjukkan aktivitas metabolik. Keadaan ini memungkinkan RPE berperan sebagai sawar darah retina dan berfungsi mengontrol masuknya cairan dan nutrisi yang sangat penting bagi fotoreseptor. Membran RPE bagian apikal dan basal mengandung kanal kanal ion selektif yang berperan dalam transpor aktif air, ion, glukosa dan asam amino. Pompa NaK berada pada membran basal, dan pompa klorida-bikarbonat berada pada membran apikal. Potensial listrik yang dihasilkan dari kerja ion ion mengontrol cairan di ruang subretinal. Fungsi transpor aktif ini memerlukan RPE yang intak. 4 Pemeriksaan Funduskopi / Oftalmoskopi Retina Dengan oftalmoskop terutama yang diperiksa adalah papil N II, retina, makula dengan fovea sentralisnya, koroid dan pembuluh darah retina, tetapi juga

10

dapat diperiksa jaringan lain seperti kornea, COA, iris, koroid dan badan kaca, meskipun dengan slitlamp pemeriksaan untuk jaringan ini lebih baik hasilnya.7 Pada pemeriksaan tampak fundus berwarna merah, papil batas tegas, berwarna agak kemerahan, ditengahnya lebih pucat kurang lebih 1/3 diameter pupil. Ditengah tengah papil keluarlah arteri dan vena retina sentral yang bercabang ke atas, ke bawah, kemudian ke nasal dan ke temporal. Arteri dibedakan dengan vena, arteri berbentuk lurus berwarna merah terang, lebih kecil, sedangkan vena lebih berkelok, warna lebih tua, dan lebih besar. Perbandingan diameter arteri dan vena adalah 2:3. Pada daerah makula lutea, yang letaknya 2 papil diameter temporal dari papil dan kelihatan sebagai bercak yang berwarna lebih merah dari sekitarnya, ditengah tengahnya terdapat fovea sentralis yang terlihat seolah olah ada cahaya pada tempat itu, karena itu disebut refleks fovea (+).7

Gambar 3. Funduskopi Retina Normal 4 2.3 Ablasio Retina Traksi

Patofisiologi
Ablasio retina traksional merupakan lepasnya retina sensoris dari RPE yang disebabkan oleh tarikan membran vitreoretina atau proliferasi retina. Untuk

11

dapat menarik retina membran vitreoretina harus mempunyai kekuatan yang lebih besar dengan mekanisme perlekatan retina. Adanya vitreoretinal attachment menyebabkan retina ikut tertarik dan lepas dari RPE jika ada gaya tarikan yang lebih kuat dari mekanisme yang mempertahankan posisi normalnya. Jika RPE masih baik, tarikan kuat akan menyebabkan robekan sehingga terjadi kombinasi ablasio retina traksional dan regmatogen. Jika RPE rusak retina akan mudah terlepas akibat tarikan tanpa mengakibatkan robekan. 7 Penyakit penyebab yang sering menimbulkan ablasio retina traksional antara lain retinopati diabetik proliferatif. Neovaskularisasi aktif maupun regresif yang terbentuk pada penyakit ini menimbulkan traksi yang menyebabkan ablasio retina. 7 Kelainan herediter dan kongenital yang dapat menyebabkan ART diantaranya Von Hippel-Lindau disease, Persistent hyperplastic primary vitreous. Sedangkan pada keadaan inflamasi seperti infeksi toxocara canis dan proliverative vitreoretinopathy dapat membentuk jaringan fibrosis yang menyebabkan tarikan pada retina. Perdarahan vitreous yang disebabkan oleh trauma penetrasi menimbulkan respon proliferatif fibrovaskular. 7 Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata. Ablasio retina akibat traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen dibawahnya disebabkan oleh adanya membrane vitreosa, epiretina atau subretina yang terdiri dari fibroblast dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. 7 Tiga jenis traksi vitreoretina yang menyebabkan terjadinya ablasio retina traksi adalah: 7

12

1.

Traksi Tangensial (Tangential traction) Traksi yang disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular epiretina

dengan lipatan retina dan kerusakan pembuluh darah retina. 2. Traksi Anteroposterior (Anteroposterior traction) Yaitu disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskuler yang meluas dari retina posterior ke dasar anterior vitreous 3. Traksi Bridging (Bridging traction) Menyebabkan kontraksi membran fibrovaskuler yang teregang dari bagian salah satu posterior retina ke bagian yang lainnya.

Faktor Predisposisi Ablasio Retina Traksi7


A. Retinopati Diabetes Proliferatif Pada mata dengan retinopati diabetes proliferatif dan adhesi vitreoretinal persisten, jaringan neovaskular yang meninggi dapat mengalami fibrosis dan membentuk pita pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan menimbulkan kontraksi terus menerus pada korpus vitreum. Hal ini dapat menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif. B. Retina Prematuritas. Terdapat kegagalan awal vaskularisasi retina normal, diikuti oleh fase pembentukan pembuluh darah baru, terjadi perdarahan retina, kemudian terjadi peningkatan puntiran dan dilatasi pembuluh darah retina, agresif yang meluas ke dalam vitreous dan menyebabkan ablasio retina traksional. C. Retinopati Sel Sabit Pasien dengan penyakit hemoglobin C sel sabit (penyakit SC) dan hemoglobin sel sabit dengan thalasemia (ST hal) mengalami retinopati bentuk berat. Pada retinopati sel sabit terjadi pembentukan pembuluh darah baru

pembuluh darah baru dapat menyebabkan perdarahan vitreous dan ablasio retina traksional.

13

Gejala dan Tanda


Fotopsia dan floaters biasanya tidak ada karena traksi vitreoretina membentuk secara tersembunyi dan tidak disertai dengan PVD akut. Penurunan lapang pandang biasanya perlahan dan menetap selama berbulan bulan dan beberapa tahun. 7 Lepasnya retina membentuk konfigurasi konkaf dan tidak terdapat robekan. Cairan subretina lebih dangkal dibandingkan pada ablasio retina rematogen dan jarang meluas ke ora serata. Terangkatnya retina terjadi pada tempat traksi vitreoretina. Gerakan retina terjadi penurunan berat badan dan tidak ada perubahan cairan. Jika ablasio retina traksi terdapat robekan, hal itu diansumsikan mempunyai karakteristik ablasio retina regmatogenosa dan terjadi progresif lebih cepat (kombinasi ablasio retina regmatogenosa - traksi). 7

Diagnosis
Diagnosis ablasio retina nonregmatogen tipe traksi dibuat berdasarkan anmnesis, pemeriksaan oftalmologik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan pasien dengan ablasio retina eksudatif maupun traksional akan mengeluhkan turunnya tajam penglihatan, gangguan lapang pandang,

metamorfsia, atau floaters. Fotopsia dapat dikeluhkan pada penderita karena adanya tarikan pada daerah perlekatan vitreoretina. 7 Anamnesis juga perlu dilakukan untuk mencari penyebab ablasio berupa penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi, gangguan jantung, gangguan ginjal, nyeri sendi riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, riwayat trauma pada mata dan operasi mata sebelumnya. 7 Pada pemeriksaan oftalmologik kasus ablasio retina eksudatf

menunjukkan tajam penglihatan menurun. Turunnya tajam penglihatan tergantung pada luasnya, letak ablasio dan lamanya ablasio. Pemeriksaan segmen posterior dengan funduskopi, terdapat bentuk ablasio seperti kubah atau konkaf. Elevasi

14

retina sensoris single atau multipel. Ablasio retina traksional tidak meluas ke ora serata. 7 Pemeriksaan penunjang dilakukan jika pemeriksaan finduskopi tidak dapat mamadai atau untuk membantu terapi. Pemeriksaan USG berguna, terutama jika media tidak jernih atau terdapat kekeruhan vitreous, untuk menunjukkan keadaan lokasi, ukuran, tumor intra orbita serta kedaan koroid. Perbedaan pemeriksaan USG pada ablasio retina eksudatif akan tampak pergerakan undulasi, sedangkan ablasio retina traksional tidak ada undulasi dan tampak permukaan elevasi yang konkaf. 7 Pemeriksaan foto fundus angiografi pada ablasio retina eksudatif dan traksional, dapat berarti jika cairan subretina jernh dan ablasio retina tidak terlalu besar (bullous). Fokus hiperfluoresen kecil dapat terlihat akibat adanya neovaskularisasi koroid pada beberapa penyakit. Pemeriksaan ini juga dapat berguna sebagai penuntun jika akan dilakukan fotokoagulasi laser. Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah untuk mencari faktor rematoid, anti nuclearantibody (ANA), sel LE, faktor pembekuan darah dan lain lain. 7

Diagnosis Banding
Ablasio retina nonregmatogen perlu dibedakan dengan kelainan lain seperti ablasio retina regmatogen (ARR), retinoschisis degenerative dan ablasio koroidal. Penurunan tajam penglihatan dan lapang pandangan pada ARR umumnya mendadak dan progresif. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran ablasio yang bergelombang, adanya robekan (tear), memperlihatkan fenomena shifting fluid. 7 Retinoshisis Degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyaluronidase mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang

15

diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang terjadi. Funduskopy memperlihatkan elevasi koroid berwarna kecoklatan dengan permukaan konvek dan relatif tidak bergerak.8 Choroidal Detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas.7,8

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ablasio retina nonregmatogen adalah mencari dan mengatasi penyakit penyebabnya karena penyakit sistemik yang mendasari terjadinya ablasio retina nonregmatogen. Ablasio retina traksional memerlukan kombinasi tindakan bedah berupa vitrektomi, seperti pada bunch retinal vein occlusion, untuk melepas membran dan scleral buckling serta injeksi gas intraokular. 5 Prosedurnya meliputi irisan kecil pada dinding mata untuk memasukkan alat alat ke dalam rongga vitreous, tindakan pertama adalah memindahkan vitreus dengan menggunakan vitreus culter. Selanjutnya dilakukan teknik sayatan tractional bands dan air fluid exchange yakni memasukkan cairan silikon untuk menempelkan kembali retina. Pemilihan teknik ini berdasarkan tipe dan penyebab ablasi retina. Pada teknik ini kepala pasien harus berada dalam posisi tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel.7

16

Gambar 4. Scleral Buckling4

Gambar 5. Vitrektomi4 Prognosis Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula terlepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya. Namun, bagian penting penglihatan dapat kembali pulih dalam beberapa bulan.8

17

Komplikasi Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut. Prosedur vitreoretina yang rumit dapat memperthankan penglihatan namun dengan hasil penglihatan lebih buruk.8

18

BAB III KESIMPULAN

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang dari sel epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut dari koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan gangguan nutrisi dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik. Pasien dengan ablasio retina mempunyai keluhan penglihatan menurun, terdapat riwayat adanya pijaran (fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat, terlihat adanya pergerakan retina dan mata bergerak, pupil terlihat adanya defek aferen pupil. Tekanan bola mata biasanya rendah. Pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan untuk mencari kelainan penyerta, seperti diabetes mellitus. Ultrasonografi dilakukan untuk melihat adanya robekan retina ataupun tumor yang menjadi faktor predisposisi ablasio retina. Penatalaksanaan ablasio retina nonregmatogen adalah mencari dan mengatasi penyakit penyebabnya karena penyakit sistemik yang mendasari terjadinya ablasio retina nonregmatogen. Ablasio retina traksional memerlukan kombinasi tindakan bedah berupa vitrektomi, seperti pada bunch retinal vein occlusion, untuk melepas membran dan scleral buckling serta injeksi gas intraokular.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Retina & Tumor Intraokular. In: Oftalmologi Umum. 14th ed. Widya Medika: Jakarta; 2006: 197-207. 2. Larkin GL. Retinal Detachment. [online]. 2009 Nov 23: Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview 3. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Anatomi dan Embriologi Mata. In: Oftalmologi Umum. 14th ed. Widya Medika: Jakarta; 2006: 13,14. 4. http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Schematic_diagram_of_the_human_eye.p ng Accessed 6/1/2012 5. American Academy of Ophtalmology Staff. Retina vascular Disease In : American Acedemy of Ophtalmology staff, editor. Retina and Vitreous. Basic science course sec 12. San Fransisco The Foundation of American Acedemy of Ophtalmology. 2009 2010. Hal 292 368. 6. Lewis H, Kreiger AE. Rhegmatogenous retinal detachment. In : Tasmann W, Jeager EA. Eds. Duane,s clinical ophtalmology. Vol.3. Philadelphia Raven : 1997. Hal 1-10 7. Kansky J, Clinical Ophtalmology A Systemic Approach. Fourth edition at 1999. Hal 354 391 8. Michael RG, Wilkinson CP, Rice TA. Retinal Detachment. St. Louis The CV Mosby Company 1990. Hal 10-13

20

Anda mungkin juga menyukai