Anda di halaman 1dari 23

1

The Effect of CLA Supplementation in Full Cream Milk to Lipid Profile, SGOT SGPT, Total and Differential Leucocyte Count in Rats which Fed High-Fat Diet (1)Kurniati Dwi Utami, (2)Wulandari, (3)Bayu Sigha ABSTRACT Background: full cream milk provides many benefits for children's health. However, full cream milk also has some negative impact to the body such as increasing the intake of fat, causing obesity and hypercholesterolemia. Obesity is a chronic inflammatory condition characterized by the increasing number and types of leukocytes as well as the levels of SGOT and SGPT. Conjugated Linoleic Acid (CLA) can be found in full cream milk but processing may decrease the amount of CLA in it. Several studies have shown that CLA can reduce levels of SGOT SGPT, lipid profile and inflammatory processes. Research goals: to determine the effect of CLA supplementation in full cream milk on the lipid profile, levels of SGOT and SGPT and the number and types of leukocytes count in rats which fed high-fat diet Methods: Thirty Sprague Dawley rats used in this study and divided randomly into five groups. High-fat diet given for four weeks in four groups and followed by dosing with full cream milk with supplementation of CLA 0.5% or 2%, or 0.5% CLA without full cream milk. Blood sampling for analysis performed on days 1, 21 and 49 via the retroorbital venous peripheral blood Sprague Dawley rats. The results: Sprague Dawley rats body weight increased after high-fat diet for three weeks and slightly downward trend after full cream milk and CLA for four weeks. Highfat diet for three weeks increased SGOT SGPT and lipid profile (p <0.05) and the leukocyte count (p = 0.7). After treatment of CLA, the results show downward trend on lipid profile, SGOT SGPT, the number and type of leucocyte count after treatment of full cream milk and 0.5 and 2% CLA Keywords: full cream milk, conjugated linoleic acid, lipid profile, SGOT, leukocyte
1 2

Student in Faculty of Medicine, Health Nutrition Programme, Gadjah Mada University Student in Faculty of Medicine, Health Nutrition Programme, Gadjah Mada University 3 Student in Faculty of Medicine, Health Nutrition Programme, Gadjah Mada University

Efek Pemberian Susu Full Cream Dengan Penambahan Conjugated Linoleic Acid (CLA) Terhadap Profil Lipid, Kadar SGOT SGPT, Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit Tikus yang Diberi Diet Tinggi Lemak

(1)Kurniati Dwi Utami, (2)Wulandari, (3)Bayu Sigha

INTISARI
Latar belakang: Susu full cream memberikan banyak manfaat bagi kesehatan anak. Namun susu full cream juga memiliki beberapa dampak negative bagi tubuh seperti meningkatkan asupan lemak, menyebabkan obesitas dan hiperkolesterol. Obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronis yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan jenis leukosit serta kadar SGOT dan SGPT. Conjugated Linoleic Acid (CLA) dapat ditemukan dalam susu full cream namun pengolahan susu dapat menurunkan jumlah CLA di dalamnya. Beberapa penelitian menunjukkan CLA dapat menurunkan kadar SGOT SGPT, profil lipid dan proses inflamasi. Tujuan penelitian: untuk mengetahui pengaruh penambahan CLA dalam susu full cream terhadap profil lipid, kadar SGOT SGPT dan jumlah serta hitung jenis leukosit pada tikus yang diberi diet tinggi lemak Metode: Sebanyak tiga puluh tikus Sprague dawley digunakan dalam penelitian ini dan dibagi secara acak kedalam lima kelompok. Diet tinggi lemak diberikan selama empat minggu pada empat kelompok dan dilanjutkan dengan pemberian susu full cream yang diberi tambahan CLA dengan kadar 0,5% atau 2%, atau 0,5% CLA tanpa susu full cream. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke 1, 21 dan 49 melalui darah tepi vena retroorbital tikus Sprague dawley. Hasil penelitian: berat badan tikus Sprague dawley meningkat setelah pemberian diet tinggi lemak selama tiga minggu dan sedikit mengalami trend penurunan setelah pemberian susu full cream dan CLA selama empat minggu. Pemberian diet tinggi lemak selama tiga minggu meningkatkan profil lipid dan SGOT SGPT (p<0,05) dan rerata jumlah leukosit (p=0,7). Setelah dilanjutkan pemberian diet tinggi lemak yang dilanjutkan dengan pemberian treatmen CLA pada perlakuan, diperoleh hasil trend penurunan pada profil lipid, SGOT SGPT, jumlah dan jenis hitung leukosit setelah treatmen pemberian susu full cream dan CLA 0,5 dan 2 % Kata kunci : susu full krim, conjugated linoleic acid, profil lipid, SGOT, leukosit

1.Mahasiswa 2.Mahasiswa 3.Mahasiswa

di di di

Fakultas Fakultas Fakultas

Kedokteran, Kedokteran, Kedokteran,

Program Program Program

Studi Studi Studi

Gizi Gizi Gizi

Kesehatan, Kesehatan, Kesehatan,

Universitas Universitas Universitas

Gadjah Gadjah Gadjah

Mada Mada Mada

PENDAHULUAN

Susu memberikan berbagai manfaat dalam tubuh, karena mengandung berbagai macam nutrisi penting di dalamnya sehingga baik bagi pertumbuhan dan

perkembangan optimal anak. Salah satu jenis susu yang banyak dijual di pasaran dan diminati anak-anak adalah susu full cream. Susu full cream memiliki efek negatif dan positif bagi tubuh. Efek positif dari susu full cream adalah susu ini secara alami mengandung berbagai senyawa aktif seperti Conjugated Linoleic Acid (CLA) dan berbagai mineral penting seperti kalsium, serta memiliki rasa yang lebih gurih dan nikmat karena kandungan lemak yang cukup tinggi di dalamnya (1). Walaupun secara alami CLA terkandung dalam susu segar, namun proses pengolahan menyebabkan penurunan kandungan berbagai zat aktif di dalamnya, termasuk CLA. Efek negatif dari susu full cream adalah kandungan kolesterol dan lemak jenuh di dalamnya yang dapat menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia.

Hiperkolesterolemia merupakan keadaan meningkatnya kadar kolesterol serum darah dari kadar normal (2). Pada penderita hiperkolesterolemia terjadi peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL) darah. Kadar lemak yang tinggi akan disimpan di dalam tubuh sehingga meningkatkan jumlah sel adiposa. Jaringan adiposa yang terbentuk dalam tubuh akan mengaktifkan makrofag dalam mensekresikan sejumlah faktor pertumbuhan seperti GM-SCF dan molekul PAF (3). Molekul tersebut selanjutnya akan dibawa ke sumsum tulang belakang dan meningkatkan hematopoesis, sehingga meningkatkan jumlah dan jenis sel-sel darah putih (4). Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat terbentuk fatty streak yang merupakan awal terjadnya aterosklerosis. Penyakit kardiovaskuler dapat disebabkan karena ketidakseimbangan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) dalam tubuh. Menurut Almatsier (2004), kandungan LDL yang tinggi dalam darah dan kandungan HDL yang rendah dalam darah, berpengaruh terhadap kejadian aterosklerosis yang akan berakibat pada terjadinya penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner dan stroke).

Adanya peningkatan massa lemak dalam tubuh akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang kemudian akan menumpuk di hepatosit. Bertambahnya asam lemak di dalam hati akan meningkatkan oksidasi dan esterifikasi lemak yang terfokus di dalam mitokondria. Hal ini kemudian akan meningkatkan jumlah radikal bebas. Kenaikan jumlah radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan dan jumlah antioksidan seluler tetap atau lebih kecil, maka kelebihannya tidak bisa dinetralkan dan berakibat pada kerusakan sel-sel hepatosit. Sel-sel hepatosit mengalami kerusakan, maka enzim-enzim yang ada dalam sel hepatosit tersebut akan terlepas ke dalam sirkulasi sistemik. Enzim-enzim yang banyak ditemukan dalam sel hepatosit antara lain SGOT dan SGPT (Suarsana et al., 2006). Salah satu makanan fungsional saat ini yang digunakan sebagai terapi

hiperkolesterolemia yaitu CLA (5). Isomer-isomer dalam CLA mampu menurunkan respon seluler TNF- dan sinyal eicosanoid (6). CLA mampu melindungi dinding arteri dari plaque, sehingga dapat menurunkan sirkulasi lipoprotein dan kolesterol dalam darah, dan meningkatkan metabolisme lemak sehingga tidak disimpan dalam tubuh (7). Selain itu CLA juga dapat meningkatkan transport asam lemak dari jaringan adiposa, mengurangi tingkat basal tumor necrosis factor (TNF ) dan

lipopolysaccharide (LPS) (8). Menurut hasil penelitian Yu-Poth et al. (2003), CLA mampu menurunkan level kolesterol pada serum tikus sehingga berpengaruh terhadap jumlah simpanan lemak dalam jaringan hepatosit. Pengaruh ini dapat terjadi melalui tiga mekanisme utama, yaitu aktivasi Peroxisome-Proliferator-Activated Receptor (PPAR), peningkatan insulin plasma, menurunkan konsentrasi leptin dalam plasma, dan meningkatkan uptake simpanan lemak dalam hati (Tsuboyama-Kasaoka et al., 2000; Clement et al., 2002 dalam EFSA, 2010). CLA juga mampu menginduksi aktivitas adinopektin dalam hati. Adinopectin (disebut juga ACPRP30, AdipoQ, amM1, dan GBP28) adalah suatu peptide hormon dengan

247 asam amino. Adinopectin diinduksi pada awal diferensiasi sel-sel lemak (adiposit) pada manusia dan binatang rodensia, dan sekresinya distimulasi oleh insulin. Adinopectin bersirkulasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi pada aliran darah (Arita et al., 1999 dalam Nagao et al., 2005; Meiliana et al., 2006). Adinopectin memiliki dua macam reseptor, yaitu Adp-R1 dan Adp-R2 (Yamauchi et al., 2003 dalam Nagao et al., 2005). Nagao et al. (2005) dan Meiliana et al.,(2006) melaporkan bahwa Adp-R1 banyak terdapat dalam otot skelet, sementara Adp-R2 sebagian besar terdapat dalam jaringan hepatik. Adinopectin dapat memodulasi kadar lipid dalam plasma, yaitu dengan cara meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sirkulasi dan di otot skelet (Murray et al., 2009) melalui aktivasi AMP-activated protein kinase (AMPK), pada kadar adinopectin yang rendah terjadi akumulasi trigliserida (Meiliana et al., 2006). Adinopectin juga mampu memperbaiki keadaan hepatomegali akibat alkohol maupun obesitas, hepatic steatosis, dan abnormalitas SGPT pada mencit (Xu et al., 2003). Sedangkan pada manusia, didapatkan informasi bahwa konsentrasi adinopectin dalam plasma berhubungan dengan konsentrasi berbagai enzim yang menunjukkan fungsi hati, antara lain SGPT, ALP, dan -glutamyltransferase (review oleh Nagao et al. , 2005). Kemudian, Nagao et al. (2005) menyimpulkan bahwa adinopectin berperan dalam perlindungan hati terhadap Non Alkoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) Efek adinopectin pada metabolisme Trigliseride Rich Protein (TRP) mungkin melibatkan perubahan intrinsik pada metabolisme lemak di dalam otot skelet dan pengaruh terhadap aktivitas lipoprotein lipase (LPL) baik di otot skelet maupun di adiposit. Adinopectin dapat menurunkan akumulasi trigliserida di otot skelet dengan meningkatkan oksidasi asam lemak melalui aktivasi Acetyl-coA Oxidase, Carnitine Palmytoyl-Transferase-1 (CPT-1), dan AMPK. Adinopectin juga mengkatalis VLDL maupun ApoC-III dengan peningkatan ekspresi Peroxisome Proliferator Activator Receptor- (PPAR- ) di hati dan adiposit (Meilliana et al., 2006)

Pada tingkat hepatik, adinopectin dapat menurunkan suplai Non-Esterified Fatty Acid (NEFA) ke hati untuk glukoneogenesis, oleh karena itu menurunkan sintesis trigliserida (Meiliana et al., 2006). Nagao et al. (2005) menyimpulkan bahwa CLA berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi adinopectin di dalam hepar tikus Zuker dengan cara meningkatkan regulasi salah satu atau kedua reseptornya. Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa CLA memiliki potensi dalam proses pengendalian hiperkolesterolemia. Penambahan CLA pada susu full cream diharapkan dapat mengurangi efek negatif susu full cream sebagai penyebab hiperkolesterolemia. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh penambahan CLA pada susu full cream terhadap profil lipid, kadar SGOT SGPT, serta jumlah dan hitung jenis leukosit sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan studi makanan fungsional dari produk susu. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian true experimental dengan rancangan pre dan post group design. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus Sprague dawley jantan dengan berat badan rata-rata 80-90 gram dan berumur 6 minggu yang diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) UGM dan analisa jumlah serta jenis leukosit dilakukan di Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM. Tikus ditempatkan dalam kandang individual yang terbuat dari bahan stainless steel dan mendapat perawatan adaptasi selama 3 hari, agar tikus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru (9). Setelah melewati masa adaptasi, pada hari ke-1 dilakukan pengambilan darah tikus secara acak (masing-masing kelompok 1 ekor) untuk dilakukan analisa profil darah. Selanjutnya, tikus dibagi menjadi 5 kelompok (n=6). Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang hanya diberi diet standar AIN 93G, kelompok kedua adalah kelompok yang hanya diberi diet tinggi lemak saja, kelompok ketiga adalah kelompok yang diberi diet tinggi lemak dan suplementasi CLA

0,5% (10), kelompok keempat adalah kelompok tikus yang diberi diet tinggi lemak dan susu full cream dengan suplementasi 0,5% atau setara dengan 2,75 mg CLA dan kelompok lima adalah kelompok tikus yang diberi diet tinggi lemak dan susu full cream dengan suplementasi 2% atau setara dengan 11 mg CLA. Dosis CLA yang diberikan pada penelitian ini masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Menurut penelitian yang telah dilakukan (22), dosis 150-200 mg CLA/hari pada tikus atau setara dengan 650 mg/hari pada manusia merupakan dosis yang aman untuk dikonsumsi. Pemberian diet lemak dilakukan selama tiga minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet tinggi lemak dan susu full cream yang ditambah CLA selama empat minggu. Diet tinggi lemak pada penelitian ini merupakan formulasi pakan standar AIN93 G ditambah 20% lemak babi per kg pakan dan 3 ml kuning telur yang diberikan melalui sonde lambung/cekok. Air dan pakan diberikan secara ad libitum. Susu diberikan secara sonde lambung sebanyak 3 ml per hari. Untuk menganalisa profil darah selama perlakuan dilakukan pengambilan darah melalui vena retroorbital pada hari ke-21 dan 49. Darah yang diambil dari plexus pre-orbitalis lau diukur kadar profil lipidnya yaitu trigliserid dengan metode colorimetric enzymatic test GPO (Glyserol Phospat) , total kolesterol menggunakan metode colorimetric enzymatic test CHOD-PAP (Cholesterol Phenol Aminoantipyrine) dan HDL, LDL, VLDL dengan metode precipitation of LDL, VLDL and chylomicrons berupa penambahan phosphotungstic acid dan magnesium. Darah disentrifuge untuk mengambil serumnya. Kemudian diambil 10 l serum (sesuai keperluan) untuk ditambahkan ke reagent. Komposisi reagent yaitu goods buffer 50 mmol/l, phenol 5 , 4-aminoantipyrine 0,3 , cholesterol esterase 200 U/l, cholesterol oxidase 50 U/I, peroxidase 3 KU/I, standard 200 mg/dl. Untuk analisa SGOT dan SGPT dilakukan dengan menggunakan alanine amino transferase dan aspartate amino transferase kits. Analisa SGOT

1. Substrat start Sebanyak 100l serum dicampur dengan reagen 1 (TRIS pH 7,8 sebanyak 80 mmol/L, L-Aspartate 40 mmol/L, MDH 600 U/L, dan LDH 600 U/L) pada suhu 37C. Dicampur dengan vortex kemudian diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambah dengan reagen 2 (2-oxologlutarate 12 mmol/L dan NADH 0,18 mmol/L). Selanjutnya, divortex dan dibaca absorbansinya setelah 1 menit, kemudian dibaca absorbansinya lagi setelah 1, 2, dan 3 menit. 2. Sampel start Sebanyak 100l serum dicampur dengan monoreagen sebanyak 1000 L pada suhu 37C. Divortex, kemudian dibaca absorbansinya setelah 1 menit. Nyalakan stop watch dan baca absorbansinya lagi setelah 1, 2, dan 3 menit. Monoreagen terdiri dari 20 mL reagen 1 dan 5 mL reagen 2. Monoreagen ini harus terlindung dari cahaya. 3. Penghitungan A/ menit x faktor pada tabel 7 berikut: Substrat start 340 nm 334 nm 365 nm Sampel start 340 nm 334 nm 365 nm Menit 1, 2, dan 3. 37C 2143 2184 3971 37C 1745 1780 3235

A/ menit : selisih absorbansi sampel pada substrat dan

4. Dilution limit Sampel harus didilusi 1 + 9 dengan 0,9% larutan NaCl, A/ menit. Jika selisihnya 0,16 pada 340 nm dan 334 nm atau 0,08 pada 365 nm, maka dikalikan dengan 10. b. Analisa SGPT

1. Substrat start Sebanyak 100l serum dicampur dengan reagen 1 (TRIS pH 7,5 sebanyak 100 mmol/L, L-Alanine 500 mmol/L, dan LDH 1200 U/L) pada suhu 37C. Dicampur dengan vortex kemudian diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambah dengan reagen 2 (2-oxologlutarate 15 mmol/L dan NADH 0,18 mmol/L). Selanjutnya, divortex dan dibaca absorbansinya setelah 1 menit, kemudian dibaca absorbansinya lagi setelah 1, 2, dan 3 menit. 2. Sampel start Sebanyak 100l serum dicampur dengan monoreagen sebanyak 1000 L pada suhu 37C. Divortex, kemudian dibaca absorbansinya setelah 1 menit. Nyalakan stop watch dan baca absorbansinya lagi setelah 1, 2, dan 3 menit. Monoreagen terdiri dari 20 mL reagen 1 dan 5 mL reagen 2. Monoreagen ini harus terlindung dari cahaya. 3. Penghitungan A/ menit x faktor pada tabel 8 berikut; Substrat start 340 nm 334 nm 365 nm Sampel start 340 nm 334 nm 365 nm 37C 2143 2184 3971 37C 1745 1780 3235

A/ menit : selisih absorbansi substrat dan sampel pada menit 1, 2, dan 3. 4. Dilution limit Sampel harus didilusi 1 + 9 dengan 0,9% larutan NaCl, A/ menit. Jika selisihnya 0,16 pada 340 nm dan 334 nm atau 0,08 pada 365 nm, maka dikalikan dengan 10.

10

Pada analisa jumlah leukosit, darah yang telah diambil kemudian diberi asam lemah dan diencerkan menggunakan pipet leukosit hingga perbandingan 1:20. Darah yang telah diencerkan tersebut kemudian diteteskan pada bilik hitung. Analisa jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan bilik hitung improved neubauer. Pada analisa hitung jenis leukosit, darah yang telah diambil diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan. Apusan darah yang terdapat pada kaca objek kemudian diwarnai dengan metode pewarnaan giemsa. Setelah apusan darah kering, dapat dilakukan hitung jenis leukosit menggunakan alat differential counter cell. HASIL PENELITIAN 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Badan dan Kadar Kolesterol Kondisi awal sampai akhir penelitian, tikus tampak sehat dan memiliki bulu yang mengkilat. Pada hari ke-1 diperoleh rerata berat badan yang berbeda antar kelompok, namun hal tersebut tidak bermakna secara statistik (p=0,097). Data berat badan tikus disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Perkembangan Berat Badan Tikus Sprague dawley Kelompok Rerata berat badan hari ke- 1 (gr) Rerata hari ke-21 (gr) Rerata hari ke-49 (gr)* %Pening katan rerata BB hari ke-1 dan hari ke-21 24,73 37,03 34,41 41,41 36,05 %Peningk atan rerata BB hari ke-21 dan hari ke-49* 14,62 22,56 24,53 22,56 23,86

Kontrol normal Diet tinggi lemak Diet tinggi lemak+CLA 0,5% Diet tinggi lemak+SFC CLA 0,5% Diet tinggi lemak+SFC CLA 2%

110,5 8,06 103,5 10,03 104,1 5,19 101,8 7,35 96,6 9,37

137,8 7,02 141,8 5,34 141 5,83 142,8 5,52 134,1 4,91

158 7,07 173,8 5,49 175,6 6,50 175,5 6,15 166,1 5,15

Keterangan = signifikan jika p < 0,05, * = nilai p = 0,00

Dari tabel diatas diketahui bahwa pemberian diet tinggi lemak selama 7 minggu dan susu full cream yang ditambah CLA selama 4 minggu meningkatkan berat badan

11

tikus (p=0,00). Setelah pemberian diet tinggi lemak pada hari ke-21, rerata berat badan terendah terdapat pada kelompok kontrol normal dan rerata berat badan tertinggi terdapat pada kelompok susu full cream + CLA 0,5%, namun perbedaan rerata berat badan ini tidak berbeda secara statistik (p=0,092). Hal ini disebabkan selisih peningkatan berat badan masing-masing kelompok pada hari ke-21 yang tidak berbeda jauh. Pada hari ke-49 terjadi peningkatan rerata berat badan tikus secara bermakna (p=0,00) dari masing-masing kelompok. Kelompok normal memiliki selisih

peningkatan rerata yang lebih kecil dibandingkan kelompok yang mendapat perlakuan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan asupan lemak yang diberikan dalam diet pada kelompok normal dan kelompok perlakuan. Kadar kolesterol tikus Sprague dawley sebelum dan sesudah perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar Kolesterol Total Tikus Sprague dawley Kelompok perlakuan Kadar Kolesterol Total (mg/dL) Hari ke-21 Hari ke-49 Kontrol normal 104,25 2,44 107,14 3,25 Diet tinggi lemak 207,04 4,58* 225,79 5,33 Diet tinggi lemak+CLA 0,5% 210,75 6,14* 172,5 3,77* Diet tinggi lemak+SFC CLA 0,5% 210,49 5,55* 140,34 42,09* Diet tinggi lemak+SFC CLA 2% 216,33 5,60* 114,81 4,03* Keterangan *signifikan dengan p<0,05 % selisih hari ke-21 dan 49 2,77 9,05 -18,14 -33,25 -46,92

Pemberian diet tinggi lemak selama 3 minggu meningkatkan rerata kadar kolesterol total pada kelompok diet tinggi lemak, kelompok CLA 0,5%, kelompok susu full cream + CLA 0,5%, kelompok susu full cream + CLA 2% pada hari ke-49 secara bermakna (p<0,05). Selanjutnya kadar kolesterol pada tikus menurun setelah dilakukan pemberian CLA pada susu full cream selama 4 minggu (p<0,05).

12

2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar SGOT SGPT Tabel 3.. Perubahan kadar SGOT pree dan post test

Kelompok perlakuan
Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D Kelompok E

Kadar SGOT (U/L) Pree test


21,47 0,32 31,98 0,71 32,84 0,73 33,42 1,91 32,09 0,85

Post test
21,65 0,30 32,25 0,70 29,26 0,39* 25,99 0,35* 22,62 0,36*

pree dan post test


-3.58 -7,43 -9,48

Keterangan: *) penurunan kadar SGOT bermakna secara statistik (p<0,05) Tabel 4. Perubahan kadar SGPT pree dan post test Kelompok perlakuan Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok A B C D E Kadar SGPT (U/L) Pree test Post test 23,11 0,57 44,32 0,35* 45,81 0,76* 44,87 1,07* 44,07 1,29* 23,35 0,60 44,55 0,35 40,54 0,19* 35,38 0,34* 31,15 0,24* pree dan post -5,28 -9,50 -12,91

Keterangan: **) penurunan kadar SGPT bermakna secara statistik (p<0,05)

Seperti halnya peningkatan kolesterol total, pemberian diet tinggi lemak selama 3 minggu juga telah meningkatkan kadar SGOT pada kelompok B, C, D, dan E secara bermakna (p<0,05), yaitu 151,71% dibandingkan dengan kelompok A. Setelah pemberian CLA dalam susu full krim, kadar SGOT pada ketiga kelompok tersebut mengalami penurunan secara bermakna (<0,05). Pada konsentrasi CLA 0,5%, penurunan kadar SGOT pada kelompok C sebesar 10,89% dan pada kelompok D sebesar 22,24%. Hal ini berarti bahwa

pengaruh susu full krim dengan penambahan CLA akan menghasilkan penurunan SGOT yang lebih tinggi daripada kelompok lain. Pada kelompok E, penurunan kadar

13

SGOT tampak lebih nyata, yaitu sebesar 29,55%. Hal ini berarti bahwa susu full krim dengan suplementasi CLA 2% lebih mampu menurunkan kadar SGOT daripada susu ull krim dengan konsentrasi CLA 0,5%. Selain berpengaruh terhadap penurunan

kadar SGOT, CLA juga berpengaruh terhadap penurunan kadar SGPT


Pemberian diet tinggi lemak selama 3 minggu pada kelompok B, C, D, dan E juga telah meningkatkan kadar SGPT secara bermakna (p<0,05), yaitu sebesar 193,62% dibandingkan dengan kelompok A. Setelah pemberian CLA dalam susu full krim, kadar SGPT pada ketiga kelompok tersebut mengalami penurunan secara bermakna (p<0,05). Pada konsentrasi CLA 0,5%, penurunan kadar SGPT pada

kelompok C sebesar 11,52% dan pada kelompok D sebesar 21,17%. Hal ini berarti bahwa pengaruh susu full krim dengan penambahan CLA akan menghasilkan penurunan SGPT yang lebih tinggi daripada kelompok lain. Pada kelompok E, penurunan kadar SGPT tampak lebih nyata, yaitu sebesar 29,30%. Hal ini berarti bahwa susu full krim dengan suplementasi CLA 2% lebih mampu menurunkan kadar SGPT daripada susu full krim dengan konsentrasi CLA 0,5%. 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Leukosit Untuk mengetahui jumlah dan jenis leukosit pada kelompok tikus yang akan digunakan sebelum perlakuan, dilakukan pengambilan darah pada 6 ekor tikus secara random sampling. Dari jumlah leukosit tikus Sprague Dawley diperoleh rata-rata sebesar 6,2661,31 ribu/ mm3. Pada kondisi awal tikus tampak sehat, hal ini dapat dilihat dari kondisi tikus dan bulunya yang mengkilat. Dari hasil yang diperoleh, jumlah leukosit awal tikus Sprague dawley ini lebih rendah dibandingkan rentang normal yang ada yaitu 9,4 14,9 ribu / mm3 (12). Adapun hasil rata-rata jumlah leukosit setiap kelompok pada hari ke-21 dan ke-49 disajikan pada Tabel 5

14

Tabel 5. Rerata jumlah leukosit pada tikus Sprague dawley Perlakuan Jumlah leukosit Jumlah leukosit pada pada hari ke 21 hari ke 49 (ribu/mm3) (ribu/mm3) 9,4 3 10,76 3 9,41,4 8,912,80 11,413,11 10,304,51 11,452,25 9,611,95 12,154,41 8,982,89

Kontrol normal Diet tinggi lemak Diet tinggi lemak+CLA 0,5% Diet tinggi lemak+SFC CLA 0,5% Diet tinggi lemak+SFC CLA 2% Keterangan = *signifikan bila p<0,05

Dari hasil analisa rerata jumlah leukosit pada hari ke-21 dan ke-49 menunjukkan jumlah leukosit masing-masing kelompok masih dalam batas normal dan tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=3,9). Pada hari ke-21 diketahui terdapat 1 ekor tikus yang mengalami peningkatan jumlah leukosit pada kelompok normal dan 2 ekor tikus pada kelompok yang diberi diet tinggi lemak, sementara itu sebanyak 3 ekor tikus pada kelompok kontrol dan 4 ekor tikus pada kelompok yang diberi diet tinggi lemak masih mempunyai jumlah leukosit dibawah normal (12). 3. Pengaruh pemberian perlakuan terhadap hitung jenis leukosit Pada hari ke-1 penelitian di ambil enam ekor tikus secara random sampling untuk dianalisa hitung jenis leukositnya. Kemudian diperoleh hasil rerata %eosinofil 1,831,72; %neutrofil 23,834,83, %limfosit 72,35,20; dan %monosit 21,26. Pada karakteristik awal data diketahui tikus memiliki persen neutrofil dan eosinofil yang lebih tinggi dibandingkan standar (12). Hasil hitung jenis leukosit pada tikus Sprague Dawley dapat dilihat pada Tabel 6. Pemberian diet tinggi lemak memberi gambaran respon inflamasi yang berbeda antar kelompok perlakuan. Pada tiga minggu pertama terjadi peningkatan rerata persen neutrofil, eosinofil dan monosit pada kelompok diet tinggi lemak saja dan kelompok susu full cream + CLA 0,5%. Pada kelompok CLA 0,5% terjadi

15

peningkatan persen neutrofil dan eosinofil, sedangkan pada kelompok susu full cream + CLA 2% hanya terdapat peningkatan persen eosinofil. Pemberian diet tinggi lemak selama tiga minggu menyebabkan peningkatan rerata persen neutrofil pada kelompok perlakuan kecuali pada kelompok susu full cream + CLA 2%. Pada kelompok ini terlihat persen neutrofil pada batas normal. Hal ini disebabkan adanya perbedaan proses inflamasi yang terjadi pada tiap kelompok perlakuan. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh metabolisme dan kondisi fisiologis tubuh individu tikus. Pada kelompok ini baru terdapat 2 ekor tikus yang mengalami peningkatan persen neutrofil. Pemberian diet tiga minggu juga menyebabkan peningkatan rerata persen monosit pada kelompok perlakuan kecuali pada kelompok CLA 0,5% dan kelompok susu full cream + CLA 2%. Pada kelompok CLA 0,5% baru terdapat 3 ekor tikus yang mengalami peningkatan persen monosit dan pada kelompok susu full cream + CLA 2% baru terdapat 2 ekor tikus yang mengalami peningkatan persen monosit. Pada kelompok kontrol normal juga terjadi peningkatan persen neutrofil. Dalam keadaan sehat, sel neutrofil sedikit ditemukan di jaringan. Tetapi jika terdapat benda asing yang masuk ke dalam tubuh, maka jumlah neutrofil dapat meningkat melebihi normal. Pemberian CLA selama empat minggu menyebabkan terjadi penurunan persen neutrofil dan monosit darah (p<0,05). Pada kelompok CLA 0,5% terjadi penurunan rerata persen neutrofil sebanyak 15,5% dan monosit 0,34%, pada kelompok susu full cream + CLA 0,5% terjadi penurunan rerata neutrofill sebesar 14,83% dan monosit 2,67%, sementara pada kelompok susu full cream + CLA 2% terjadi penurunan neutrofil sebesar 1% dan monosit 1,5%.

16

Tabel 6. Hasil Analisa Hitung Jenis Leukosit Tikus Sprague dawley

Kelom pok Para Meter *% Neutrofil *% Limfosit *% Monosit % Eosinofil

Hari ke-21 Kontrol normal 24,505,0 723,22 1,831,47 1,25

Tinggi lemak

Tinggi lemak + CLA 0,5% 26,664,80 69,165,19 2,502,07 1,5

Tinggi lemak + SFC CLA 0,5% 28,335,39 666,41 3,831,47 1,33

23,833,06 71,502,16 3,662,06 1

Tinggi lemak + SFC CLA 2% 17,507,38 77,664,96 21,89 3

Hari ke-49 Kontrol normal 31,3310,85 65,6610,05 1,331,55 1,33

Tinggi lemak

Tinggi lemak + CLA 0,5% 11,163,92 86,835,03 2,162,40 1,5

Tinggi lemak + SFC CLA 0,5% 13,506,47 84,168,10 1,161,47 1,5

21,3314,92 7217,87 3,831,32 1,5

Tinggi lemak + SFC CLA 2% 16,667,52 81,838,28 0,500,54 0,6

Nilai Normal

4,5-23,5% 72-94% 0,5-3,5% 0,35-0,6%

Keterangan = signifikan bila p < 0,05 * Signifikan terdapat pada persen neutrofil dan limfosit awal serta pada persen neutrofil, limfosit dan monosit akhir Referensi nilai normal : (Balkaya,1981;Mitruka Ramsley,1981) SFC : susu full cream

17

PEMBAHASAN 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Badan dan Kadar Kolesterol Pada penelitian ini pemberian CLA terjadi trend penurunan berat badan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan pemberian CLA selama 4 minggu dapat menurunkan massa lemak tubuh mencapai 57% (10). Terjadinya peningkatan berat badan pada kelompok yang diberi perlakuan CLA pada penelitian ini disebabkan oleh pemberian susu full cream dan diet tinggi lemak sampai akhir perlakuan yang dimungkinkan dapat menghambat efektifitas kerja CLA dalam menurunkan berat badan tikus Sprague dawley. 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Kolesterol Dari Tabel 2. diketahui kadar kolesterol pada kelompok CLA 0,5% turun sebesar 18,14%, kelompok susu full cream + CLA 0,5% sebesar 33,25% serta kelompok susu full cream + CLA 2% sebesar 46,92%. Hal ini berarti bahwa pemberian susu full cream + CLA 2% paling efektif dalam menurunkan rerata kadar kolesterol darah hingga mencapai normal. Adapun peranan CLA dalam

menurunkan kolesterol darah adalah melalui penurunan aktivitas ACAT (Acyl CoACholesterol Acyl Transferase) yang berfungsi mengkatalisis esterifikasi kolesterol di usus halus dan penurunan absorbsi kolesterol (11). 3. Pengaruh perlakuan terhadap SGOT dan SGPT Murray et al. (2003) dan Nagao et al. (2005) mengatakan bahwa akumulasi trigliserida dalam hepatosit yang ekstensif merupakan suatu keadaan patologik. Jika akumulasi tersebut berlangsung kronis, maka akan menimbulkan perubahan fibrotik, yang kemudian akan berlanjut ke keadaan sirosis dengan perubahan morfologi dan gangguan fungsi hati. Penurunan fungsi hati ditunjukkan dengan peningkatan kadar enzim transaminase dalam hati, yaitu SGOT dan SGPT (Hadi,1986; Wibowo, 2004). Peningkatan kadar SGOT dan SGPT akan terjadi jika ada pelepasan enzim secara intaraseluler ke dalam darah yang disebabkan oleh nekrosis sel-sel hati atau

18

adanya kerusakan hati secara akut misalnya nekrosis hepatoselular atau infark miokardial (Wibowo et al., 2004). Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian, dimana kelompok B, C, D, dan E mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol positif (p<0,05). Pemberian susu full krim dengan suplementasi CLA baik pada konsentrasi 0,5% maupun 2% telah menurunkan kadar SGOT dan SGPT. Hal ini sesuai dengan penelitian Xu et al. (2003) dan Nagao et al. (2005), yang menyatakan bahwa CLA berpengaruh terhadap penurunan kadar SGOT dan SGPT plasma pada hewan coba. Penurunan ini terjadi karena CLA mampu meningkatkan konsentrasi dan aktivitas adinopectin dalam hati tikus (Nagao et al., 2005). Adinopectin merupakan suatu peptide hormon dengan 247 asam amino yang diinduksi pada awal diferensiasi sel-sel lemak (adiposit), baik pada manusia maupun binatang rodensia, dan sekresinya distimulasi oleh insulin (Arita et al., 1999 dalam Nagao et al., 2005; Meilliana et al., 2006). Protein ini berhubungan dengan berbagai enzim yang menunjukkan fungsi hati, antara lain SGPT, ALP, dan glutamyltransferase ( Nagao et al. , 2005). Adinopectin dapat memodulasi kadar lemak dalam plasma dengan cara meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sirkulasi dan di otot skelet melalui aktivasi AMP-activated protein kinase (AMPK) (Meiliana et al., 2006). Pada manusia, konsentrasi adinopectin dalam plasma berhubungan dengan konsentrasi berbagai enzim yang menunjukkan fungsi hati, antara lain SGPT, ALP, dan glutamyltransferase (review oleh Nagao et al., 2005). Kemudian, Nagao et al. (2005) juga menyimpulkan bahwa adinopectin berperan dalam perlindungan hati terhadap Non Alkoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Efek adinopectin yang lain pada metabolisme lemak adalah melalui aktivitas lipoprotein lipase (LPL) baik di otot skelet maupun di adiposit. Adinopectin dapat menurunkan akumulasi trigliserida di otot skelet dengan meningkatkan

19

oksidasi asam lemak melalui aktivasi Acetyl-coA Oxidase, Carnitine PalmytoylTransferase-1 (CPT-1), dan AMPK. Adinopectin juga mengkatalis VLDL maupun ApoC-III dengan peningkatan ekspresi Peroxisome Proliferator Activator Receptor- (PPAR- ) di hati dan adiposity (Meilliana et al., 2006). Pada tingkat hepatik, adinopectin dapat menurunkan suplai Non-Esterified Fatty Acid (NEFA) ke hati untuk glukoneogenesis, sehingga adinopectin mampu menurunkan sintesis trigliserida (Meiliana et al., 2006). Nagao et al. (2005) menyimpulkan bahwa CLA berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi

adinopectin di dalam hepar hewan coba dengan cara meningkatkan regulasi salah satu atau kedua reseptornya. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Leukosit Dari Tabel 5. diketahui pemberian diet tinggi lemak tidak meningkatkan jumlah leukosit sampai melebihi batas normal, hal ini dimungkinkan waktu pemberian diet tinggi lemak selama tujuh minggu belum dapat menimbulkan peningkatan jumlah leukosit walaupun telah menyebabkan tikus mengalami hiperkolesterolemia. Namun terdapat literatur yang mendukung hasil penelitian ini. Pada penelitian sebelumnya (13), diketahui bahwa jumlah leukosit dipengaruhi oleh tipe hiperlipidemia yang diderita tiap individu. Peningkatan jumlah leukosit dialami pada kelompok hiperlipidemia jenis hipertrigliserida dan tidak meningkat pada penderita hiperkolesterolemia murni (13). Penelitian lain menunjukkan tidak terdapat peningkatan jumlah leukosit secara signifikan pada tikus yang diberi diet aterogenik selama penelitian walaupun plak aterosklerosis telah terbentuk pada pada hewan coba tersebut (14,15). Pada hari ke-49 diketahui juga tidak terdapat perbedaan bermakna pada rerata jumlah leukosit antar kelompok (p=0,39). Namun dapat dilihat bahwa terjadi penurunan rerata jumlah leukosit pada kelompok yang diberi CLA. Pada kelompok CLA 0,5% jumlah leukosit menurun sebanyak 9,61%, pada kelompok susu full

20

cream + CLA 0,5% menurun sebanyak 15,72%, serta pada kelompok susu full cream + CLA 2% menurun sebesar 25,51%. Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (16) yakni pemberian CLA dapat menurunkan jumlah leukosit darah sebanyak 22,8% pada hewan coba. Pada penelitian tersebut dipergunakan dosis CLA sebesar 4% yang ditambahkan pada garam yang dikonsumsi hewan coba. 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Hitung Jenis Leukosit Dari Tabel 6. diketahui terjadi peningkatan persen neutrofil dan monosit pada kelompok yang diberi diet tinggi lemak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya, bahwa terjadi peningkatan jumlah neutrofil dan monosit pada hewan coba yang diberi diet tinggi lemak. Peningkatan tersebut disebabkan aktivasi leukosit oleh sejumlah ligan yang dikeluarkan oleh sel endothelium (17). Pada respon awal peradangan, jumlah neutrofil di dalam darah dapat meningkat 45 kali lipat. Hal ini disebabkan kombinasi senyawa kimia yang dilepaskan jaringan yang meradang sehingga menyebabkan banyaknya pelepasan leukosit terutama neutrofil (18). Pada respon inflamasi kronis akibat pemberian diet tinggi lemak terjadi lesi aterogenik yang mengakibatkan meningkatnya jumlah sel mononuklear, terutama monosit yang jumlahnya dapat mencapai 90% dari normal. Pada pasien yang mengalami arterosklerosis perifer terjadi peningkatan persen neutrofil dan monosit darah (20) yang tidak disertai peningkatan total leukosit (19). Pada Tabel 6. juga diketahui terdapat penurunan persentase monosit dan limfosit setelah pemberian CLA dan susu selama empat minggu. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (16), bahwa pemberian CLA dapat menurunkan persentase jumlah sel monosit dan neutrofil. Rendahnya persentase monosit pada kelompok yang diberi suplementasi CLA dapat disebabkan berkurangnya produksi senyawa proinflamatori seperti TNF-,IL-6 dan IL-1 yang mempunyai peran penting dalam mengatur proses inflamasi. Berkurangnya reaksi inflamatori juga dapat disebabkan karena kemampuan antioksidan yang dimiliki oleh CLA (7), selain itu

21

hal ini juga disebabkan kemampuan CLA dalam meningkatkan transpor asam lemak dari jaringan adiposa, mengurangi tingkat basal tumor necrosis factor (TNF ) dan lipopolysaccharide (LPS) (8), serta menghambat pembentukkan fatty streak dengan jalan menghambat agregrasi platelet dan menurunkan kosentrasi fibrinogen (21). Pemberian diet tinggi lemak dan CLA memberikan perbedaan rerata pada persen limfosit namun masih dalam batas normal (p<0,05). Hasil ini didukung penelitian yang lain (26), bahwa pemberian diet tinggi lemak tidak meningkatkan persen limfosit. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan pada membran sel limfosit yang menyebabkan apoptosis limfosit T yang aktif oleh induksi LDL teroksidasi. Selain itu, limfosit merupakan pertahanan imun spesifik yang akan bereaksi lebih lambat dibandingkan sistem imun innate. Pada penelitian yang dilakukan pada tikus yang mengalami aterosklerosis juga tidak terdapat peningkatan persen limfosit walaupun telah terbentuk ateroma pada pembuluh darah (14). Peningkatan eosinofil pada tikus yang diberi diet tinggi lemak dapat disebabkan adanya proses peradangan yang disebabkan oleh parasit ataupun mekanisme alergi melalui IgE. Pada penelitian ini pemberian diet tinggi lemak dan CLA tidak menurunkan persen eosinofil (p>0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, bahwa pemberian suplementasi CLA pada hewan coba berperan dalam menurunkan persentase jumlah sel eosinofil (16). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pemberian CLA selama 4 minggu dapat menurunkan rerata persen neutrofil dan limfosit namun tidak menurunkan persen limfosit, eosinofi dan jumlah leukosit tikus Sprague dawley yang diberi diet tinggi lemak. Penurunan rerata persen neutrofil terbanyak terjadi pada kelompok yang diberi CLA 0,5% sedangkan penurunan persen monosit terbanyak terjadi pada kelompok yang diberi susu full cream + CLA 0,5%. Hal ini menunjukkan

22

bahwa cara pemberian CLA memiliki mekanisme yang berbeda dalam menurunkan proses inflamasi

KESIMPULAN DAN SARAN Berat badan tikus Sprague dawley meningkat setelah pemberian diet tinggi lemak selama tiga minggu dan sedikit mengalami trend penurunan setelah pemberian susu full cream dan CLA selama empat minggu. Pemberian diet tinggi lemak selama tiga minggu meningkatkan profil lipid dan SGOT SGPT (p<0,05) dan rerata jumlah leukosit (p=0,7). Setelah dilanjutkan pemberian diet tinggi lemak yang dilanjutkan dengan pemberian treatmen CLA pada perlakuan, diperoleh hasil trend penurunan pada profil lipid, SGOT SGPT, jumlah dan jenis hitung leukosit setelah treatmen pemberian susu full cream dan CLA 0,5 dan 2 %

RUJUKAN 1. Jiang, J., Alicja, W., and Bengt, V. Relation Between the Intake of Milk Fat and The Occurrence of Conjugated Linoleic Acid in Human Adipose Tissue. Am J Clin Nutr 1999; 70:7-21 2. Agoreyo, F.O., Ownley, B. and Onuorah, M. N. Effect of Aqueous Extracts of Hibiscus Sabdariffa and Zingiber Officinale on Blood Cholesterol and GlucoseLevels of Rats. Afr Jour of Biotech 2008;7(21):3949- 3951 3. Lawrence, G.S. Peran Adiponektin Pada Gangguan Vaskuler Sindrom Metabolik. Med Nus 2005. 24(2):112-117 4. Dovgan, P.S., and Edwards, C.R. Cigarette Smoking Increase Adherence to Cultured Endothelial Cell Monolayer.Biochem Biophsy. Jurnal of Res. Commune 1994; 203(2):929-934. 5. Kepler. C.R., Hirons, K.P., McNeill, J.J and Tove, S.B. Intermediates and Products of The Biohydrogenation of Linoleic Acid by Butyrivibrio Fibrisolvens. J of Bio Chem 1966; 211:13501354. 6. Pariza, M.W., Yeonhwa, P. and Mark, E.C. Mechanism of action of Conjugated Linoleic Acid : Evidence and Speculation. Minireview : University of Wisconsin Madion, Food Res Intitute Madison 2000:87-95 7. McGuire, M.A. Conjugated linoleac acid (CLA) A Ruminat Fatty Acid with Beneficial Effects on Human Health. J.Anim Sci 2000; 77:1-8 8. Turek, M. John, J., Yongi, L., Ingrid, A.S., Ken, G.D., Allen, W and Bruce, A. Modulation of Macrophage Cytokine Production by Conjugated Linoleic Acids is Influenced by the Dietary n-6:n-3 Fatty Acid Ratio. J. Nutr. Biochem 1998; (9):258266, Elsevier Science Inc. 9. Wibowo, W.A., Lilik, M., dan Retno, B. 2004. Pengaruh Pemberian Perasan Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia) Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Diet Tinggi Lemak. Bagian Farmasi Veteriner dan Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. 10. Park, Y., Karen, J.A., Wei, L., Jayne, M.S., Mark, E.C and Michael, W.P. Effect of Conjugated Linoleic Acid on Body Composition in Mice. J of Lipids 1997; 32(8)

23

11. Shaomei, Y.P., Ying, D., Zhao, G., Krisetherton, P.M., and Eterthon, T. 2003 Conjugated Linoleic Acid Upregulates LDL receptorGene Expression in HepG2 cells. lnh Nutrient-Gene Interactions-Research Communication. 12. Balkaya, M., Voydova, H., and Humeryca, D.S. Some Hematological and Characteristic of Male and Female Sprague Dawley Rats. Journal of Hematology 1991; 2-17 13. Huang, Z.S., Chien, K.L., Yang, C.H., Tsai, C.H and Wang, C.H. Peripheral Differential Leukocyte Counts in Humans Vary with Hyperlipidemia, Smoking, and Body Mass Index. Journal of Lipid 2001;36 (3) 14. Aji, D., Yanuartono, L. dan Mulyani, T. Peranan Interleukin 1 Dalam Pembentukan Lesi Aterosklerosis pada Tikus Putih yang Diberi Diet Aterogenik. J. Gama Sains 2003; V(2):146-255 15. Mulyani, G.T. Peranan Transforming Growth Factor dalam Pembentukkan Lesi Aterosklerosis pada Tikus Putih yang Diberi Diet Aterogenik. J Sains Vet 2003; (XXI):38-42 16. Flrez-Daz, E.B., Kegley, G.F., Erf, D.L., Kreider, K.P., Coffey, N.D., and Krumpelman, S.L. Influence of Live Weight Gain and Calcium Salts of Conjugated Linoleic Acid on Growth Performance and Immune Function of Growing Cattle. AAES Res Series 545 2006;167-170 17. Van-Ostrom, T.J., Rabelink, K. and Versedeyen, C. Activation of leucocyte by Postprandial Lipemia in Healthy Volunteers. Atherosclerosis 2004;177 (1): 175-182 18. Guyton, A.C. 1995. Fisiologi Dasar Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta : EGC 19. Markus, J., Jasmine, M.W and Oliver, K. Association of Neuthrophils and Future Cardiovascular Evens in Patients with Peripheral Artery Disease. J Vascular Surg 2005; 41(4):610-617 20. Dovgan, P.S., and Edwards, C.R. Cigarette Smoking Increase Adherence to Cultured Endothelial Cell Monolayer.Biochem Biophsy. Jurnal of Res. Commune 1994; 203(2):929-934. 21. Raff, M., Tine, T., Samar, B., Pernille, N., Martin, T and Ellen, H. A Diet Rich in Conjugated Linoleic Acid and Butter Increases Lipid Peroxidation but Does Not Affect Atherosclerotic, Inflammatory, or Diabetic Risk Markers in Healthy Young Men. Am Society for Nutr 2008;509-5010 22. Larsen, T.M., Toubro,S and Arne, A. Efficacy and Safety of Dietary Supplements Containing CLA for The Treatment of Obesity: Evidence From Animal and Human Studies. Journal of Lipid Research 2003; (44):2235-2239

Anda mungkin juga menyukai