Anda di halaman 1dari 49

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS

RIA WIJAYANTI

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

ABSTRAK RIA WIJAYANTI. Arang Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan GUSTAN PARI. Ampas tebu, sebagai limbah pabrik gula adalah suatu bahan yang mengandung karbon cukup tinggi. Hal tersebut yang mendasari bahwa ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif untuk pemurnian minyak goreng bekas. Pemurnian minyak goreng bekas menggunakan arang aktif merupakan salah satu metode yang dapat dikembangkan karena bahan bakunya mudah didapatkan dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Pengaktifan arang dilakukan setelah proses karbonisasi dengan 3 faktor, yaitu konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, dan waktu aktivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan arang aktif terbaik adalah arang aktif yang diaktivasi pada suhu 700C selama 120 menit untuk arang aktif tanpa aktivasi kimia dan arang aktif dengan perendaman H3PO4 10% yang diaktivasi pada suhu 800C selama 120 menit untuk arang aktif dengan aktivasi kimia. Kesetimbangan adsorpsi asam lemak bebas dipelajari menggunakan isoterm Freundlich dan Langmuir pada kondisi yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa isoterm Freundlich memiliki linearitas yang lebih tinggi dibandingkan isoterm Langmuir. Hasil pemurnian menunjukkan bahwa arang aktif yang digunakan dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas. Penurunan kadar asam lemak bebas terbesar diperoleh dari arang aktif dengan aktivasi kimia (49,7%).

ABSTRACT RIA WIJAYANTI. Active Carbon from Bagasse for Adsorbent in Cooking Oil Purification. Under the direction of BETTY MARITA SOEBRATA and GUSTAN PARI. Bagasse, a waste of sugar factory, is a subtance which has high carbon content. This shows that bagasse can be applied as active carbon in cooking oil purification. Cooking oil purification using an active carbon as adsorbent was a good method because of low cost process. In this research, carbon activation was relied on 3 factors carbonisation process, e.g. H3PO4 concentration, activation temperature, and activation time. Research result showed that the best activation without chemical treatment was carried out at 700 C for 120 minute and the best activation with chemical activation was carried out at 800 C for 120 minute with H3PO4 10%. The adsorption equilibrium of free fatty acid was studied using Freundlich and Langmuir isotherm at similar condition. In this research, Freundlich isotherm showed better linearity than Langmuir isotherm. The purification result showed that active carbon from bagasse was capable of reducing free fatty acid content in cooking oil. The higher free fatty acid reduction was given by activated carbon with chemical treatment (49,7%).

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS

RIA WIJAYANTI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

PRAKATA Dengan menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji syukur hanyalah bagi Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul "Arang Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas". Penelitian ini dilaksanakan dari Mei sampai November 2008 di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si., M.Si. dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si., APU selaku pembimbing tugas akhir yang telah memberikan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf dan laboran Kimia Fisik dan Lingkungan, staf dan laboran Laboratorium Kimia Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor, pak Khotib, Ade, Maipa, Susan, Yuyun, dan rekan-rekan mahasiswa kimia 41. Terakhir penulis menghaturkan terima kasih kepada Ibu, Bapak, serta Wawan atas dukungan materi, doa, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2009 Ria Wijayanti

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 9 Oktober 1986 dari ayah Sugiarto dan ibu Sulmiyati. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMU Negeri 2 Purworejo pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Praktikum Kimia TPB tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008 serta asisten Praktikum Kimia Fisik dan Lingkungan tahun ajaran 2007/2008.

DAFTAR ISI Halaman


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ viii PENDAHULUAN ...................................................................................................1 TINJAUAN PUSTAKA Arang Aktif ..................................................................................................2 Pembuatan Arang Aktif ...............................................................................2 Tebu .............................................................................................................3 Adsorpsi .......................................................................................................3 Isoterm Adsorpsi ..........................................................................................4 Minyak Goreng ............................................................................................5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat.............................................................................................5 Metode .........................................................................................................6 HASIL DAN PEMBAHASAN Arang Aktif ..................................................................................................8 Penggunaan Arang Aktif untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas ..........12 Uji Pendahuluan .........................................................................................13 Isoterm Adsorpsi ........................................................................................14 Pemurnian Minyak Goreng Bekas .............................................................15 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ....................................................................................................15 Saran...........................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16 LAMPIRAN...........................................................................................................18

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman tebu ......................................................................................................3 2 Pengaruh perlakuan pada rendemen arang aktif .................................................8 3 Pengaruh perlakuan pada kadar air arang aktif ....................................................9 4 Pengaruh perlakuan pada kadar zat terbang arang aktif.......................................9 5 Pengaruh perlakuan pada kadar abu arang aktif ................................................10 6 Pengaruh perlakuan pada kadar karbon terikat arang aktif................................11 7 Pengaruh perlakuan pada daya jerap benzena arang aktif .................................11 8 Pengaruh perlakuan pada daya jerap kloroform arang aktif ..............................12 9 Pengaruh perlakuan pada daya jerap iod arang aktif .........................................12 10 Pengaruh bobot arang aktif b1c2 pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas ..........................................................................13 11 Pengaruh bobot arang aktif a2b2c2 pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas ..........................................................................13 12 Pengaruh waktu kontak pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas pada arang aktif b1c2 .........................................................13 13 Pengaruh waktu kontak pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas pada arang aktif a2b2c2 .....................................................14 14 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2 .............14 15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2............14 16 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2..........15 17 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2 ........15 18 Kadar asam lemak bebas pada adsorpsi menggunakan arang aktif b1c2..........15 19 Kadar asam lemak bebas pada adsorpsi menggunakan arang aktif a2b2c2......15

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian .........................................................................................19 2 Standar mutu arang aktif menurut SNI 06-3730-95...........................................20 3 Standar mutu minyak goreng menurut SNI 06-3741-95....................................20 4 Karakterisasi arang aktif dari ampas tebu ..........................................................21 5 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar air .........................................27 6 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar zat terbang............................28 7 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar abu.........................................29 8 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar karbon terikat .......................31 9 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada jerap benzena .................................33 10 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada daya jerap kloroform.....................34 11 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada daya jerap iodin.............................35 12 Uji pendahuluan ................................................................................................38 13 Isoterm Adsorpsi ...............................................................................................40 14 Analisis kadar FFA pada minyak goreng bekas................................................41

PENDAHULUAN Perkembangan industri meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga industri merupakan salah satu sektor penting yang menopang perekonomian negara Indonesia. Hal ini menyebabkan kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri baik industri pangan maupun nonpangan menggunakan arang aktif dalam proses produksinya. Sebagian besar kebutuhan arang aktif di Indonesia masih diimpor karena mutu arang aktif domestik masih rendah (Ferry 2002). Arang aktif banyak digunakan sebagai adsorben pemurnian gas, pemurnian pulp, penjernihan air, pemurnian minyak, katalis, dan sebagainya. Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik karbon organik maupun anorganik dengan syarat bahan tersebut mempunyai struktur berpori (Sudrajat 1994). Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif antara lain ampas penggilingan tebu, sekam padi, tongkol jagung, sabut kelapa, ampas pembuatan kertas, dan batu bara (Sembiring dan Sinaga 2003). Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas wilayah kurang lebih 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makasar (Witono 2003). Pada tahun 2006 produksi tebu di Indonesia mencapai kurang lebih 64169,06 ton (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2006). Dalam proses produksi gula, dari setiap tebu yang diproses dihasilkan ampas tebu sebesar 90%, gula yang dimanfaatkan hanya 5%, dan sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air (Witono 2003). Limbah pabrik gula berupa ampas tebu sangat mengganggu lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Selama ini pemanfaatan ampas tebu hanya terbatas untuk pakan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih cukup rendah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah pertanian (Witono 2003). Kandungan karbon yang tinggi dalam ampas tebu menjadi dasar untuk memanfaatkannya sebagai arang aktif. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan-bahan makanan. Kerusakan

minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi makanan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250 C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan menimbulkan berbagai macam penyakit, misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak (Widayat 2006). Pemanfaatan minyak goreng bekas yang sudah dimurnikan sangat menguntungkan bagi industri yang menggunakan minyak goreng dalam proses produksinya. Penelitian pemurnian minyak goreng bekas yang sudah dilakukan antara lain menggunakan metode filtrasi membran berukuran pori 0.05 m (Andreas 2004), arang aktif dan bentonit (Darmawan 2006), dan zeolit alam (Widayat 2006). Pemurnian minyak goreng bekas menggunakan membran mempunyai kelemahan, yaitu biaya yang dibutuhkan besar dan umur membran tidak terlalu lama. Pemurnian minyak goreng dengan arang aktif dari limbah pertanian merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan. Selain bahannya mudah didapatkan, biaya yang dibutuhkan juga tidak banyak. Penelitian tentang pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian kayu untuk pemurnian minyak goreng bekas telah dilakukan oleh Ferry (2002). Hasilnya menunjukkan bahwa serbuk gergajian kayu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif dan mampu menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas tetapi tidak efektif untuk memulihkan warna. Rasjiddin (2006) juga telah melakukan penelitian tentang pembuatan arang aktif dari tempurung biji jambu mede untuk pemurnian minyak goreng bekas. Hasilnya menunjukkan bahwa tempurung biji jambu mete dapat ditingkatkan daya gunanya melalui pengolahan menjadi arang aktif yang dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida serta meningkatkan nilai kejernihan minyak goreng bekas. Penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan bahan baku alternatif dalam pembuatan arang aktif yang diaplikasikan sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Pemanfaatan ampas tebu menjadi arang aktif diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis bahan.

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan ampas tebu untuk membuat arang aktif yang digunakan sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas dengan pengaruh konsentrasi bahan kimia pengaktif, suhu, dan waktu aktivasi . TINJAUAN PUSTAKA Arang Aktif Arang aktif atau karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Arang aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air, atau bahanbahan kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Arang aktif mengandung 5-15% air, 23% abu, dan sisanya adalah karbon. Arang aktif berbentuk amorf, terdiri atas pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya. Pelat tersebut bertumpuk-tumpuk satu sama lain membentuk kristal dengan sisa hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lain yang tersisa di dalamnya (Tangkuman 2006). Arang aktif berbentuk kristal berukuran mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menjerap gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak larut atau terdispersi dalam cairan (Roy 1985). Sembiring dan Sinaga (2003) menyatakan bahwa arang aktif merupakan senyawa karbon berbentuk amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan hal ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif bersifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu (adsorpsinya bersifat selektif), bergantung pada besar atau volume pori-pori, dan luas permukaan. Daya jerap arang aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif. Kapasitas adsorpsi arang aktif bergantung pada karakteristik arang aktifnya, seperti: tekstur (luas permukaan, distribusi ukuran pori), kimia permukaan (gugus fungsi pada permukaan), dan kadar abu. Selain itu juga bergantung pada karakteristik adsorpsi: bobot

molekul, polaritas, pKa, ukuran molekul, dan gugus fungsi. Kondisi larutan juga berpengaruh, seperti: pH, konsentrasi, dan adanya kemungkinan adsorpsi terhadap zat lain (Villacarias 2005). Arang aktif dibagi menjadi dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000 , digunakan dalam fase cair, berfungsi memindahkan zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, dan membebaskan pelarut dari zat pengganggu. Arang aktif tipe ini dapat diperoleh dari serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah. Sedangkan arang aktif sebagai penyerap uap biasanya berbentuk granular atau pelet yang sangat keras, diameter pori berkisar antara 10-200 , tiap pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan, dan pemurnian gas. Arang aktif tipe ini dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bara atau bahan baku yang mempunyai struktur keras (Sembiring dan Sinaga 2003). Pembuatan Arang Aktif Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik karbon organik maupun anorganik dengan syarat bahan tersebut mempunyai struktur berpori. Bahan-bahan tersebut antara lain kayu, batu bara muda, tulang, tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, tandan kelapa sawit, limbah pertanian seperti kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol, dan pelepah jagung (Sudrajat 1994). Pembuatan arang aktif terdiri atas dua tahap utama, yaitu proses karbonisasi (pirolisis) bahan baku dan proses aktivasi bahan terkarbonisasi pada suhu tinggi. Proses karbonisasi adalah proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon yang berlangsung pada suhu 600-700 C. Proses aktivasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang. Pari (1996) melakukan proses karbonisasi bahan pada suhu 500 C selama 4-5 jam. Proses aktivasi arang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu aktivasi gas dan aktivasi kimia. Prinsip dasar aktivasi gas adalah pemberian uap air atau gas

CO2 terhadap arang yang telah dipanaskan, sedangkan aktivasi kimia adalah perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan. Tebu Tebu (Sacharum officinarum, Linn.) merupakan tanaman bahan baku pembuatan gula yang hanya dapat ditanam di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih satu tahun.

sangat terbatas (Lembar Informasi Pertanian 2005). Pentosan merupakan salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu diolah menjadi furfural yang memiliki aplikasi cukup luas dalam beberapa industri terutama untuk mensintesis senyawa-senyawa turunannya seperti furfuril alkohol, furan dan lain-lain (Witono 2003). Kaur (2008) mengemukakan bahwa ampas tebu juga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat seperti Zn2+ (90%), Cd2+ (70%), Pb2+ (80%), dan Cu2+ (55%). Kandungan karbon yang cukup tinggi pada ampas tebu menjadi dasar untuk melakukan pembuatan arang aktif dalam pemurnian minyak bekas. Adsorpsi Adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa akibat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu zat terjerap pada arang bagian luar, kemudian menuju pori-pori arang, dan terjerap pada dinding bagian dalam arang. Mekanisme peristiwa adsorpsi berlangsung sebagai berikut: molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (difusi internal). Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi dan terikat di permukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi dua hal. 1. Terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer. 2. Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida. Ada dua metode adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik (fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia (kimisorpsi). Kedua metode ini terjadi bila molekul-molekul dalam fase cair diikat pada permukaan suatu fase padat sebagai akibat dari gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben), mengatasi

Gambar 1 Tanaman tebu (Witono 2003) Tebu termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian 1 sampai 1300 meter di atas permukaan air laut. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, di antaranya tebu hitam (cirebon), tebu kasur, POJ 100, POJ 2364, EK 28, dan POJ 2878. Setiap tebu memiliki ukuran batang dan warna yang berlainan. Tebu termasuk tanaman berbiji tunggal yang tingginya berkisar antara 2 sampai 4 meter. Batang tebu memiliki banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh bukubuku sebagai tempat tumbuhnya daun. Bentuk daunnya berupa pelepah dengan panjang mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 cm. Permukaan daunnya kasar dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk dengan bentuk menjuntai di puncak sebuah poros gelagah. Tebu mempunyai akar serabut. Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik gula. Dalam proses produksi gula, dari setiap tebu yang diproses dihasilkan ampas tebu sebesar 90%, gula yang dimanfaatkan hanya 5% dan sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air (Witono 2003). Ampas tebu merupakan limbah pabrik gula yang sangat mengganggu apabila tidak dimanfaatkan. Ampas tebu mengandung serat (selulosa, pentosan, dan lignin), abu, dan air (Syukur 2006). Adanya serat memungkinkan digunakannya ampas tebu sebagai pakan ternak, tetapi adanya lignin dengan kandungan cukup tinggi (19.7%) dan kadar protein yang rendah (28%) menyebabkan penggunaannya

energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan ( adsorbat). Bila gaya pengikatan pada permukaan merupakan gaya van der Waals, reaksinya dapat balik, multilayer, dan tidak ada transfer elektron, adsorpsinya disebut fisisorpsi. Bila gaya pengikatannya merupakan interaksi kimiawi, artinya terjadi rekonfigurasi dan transfer elektron antara adsorbat dan adsorben, monolayer, dan reaksinya tidak dapat balik, maka peristiwa adsorpsinya disebut kimisorpsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain: 1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, pori-pori, dan komposisi kimia 2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu ukuran molekul, polaritas molekul, dan komposisi kimia 3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair (larutan) 4. Sifat fase cair, seperti pH dan temperatur 5. Lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung. Perbesaran luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben, tetapi pengecilan ukuran tidak boleh terlalu kecil karena dapat menyebabkan adsorben terbawa oleh aliran fluida. Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada padatan terhadap konsentrasi larutan. Persamaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich, Langmuir, serta Brunauer, Emmet, dan Teller (BET). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi fase cair-padat pada umumnya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins 1999). Adsorben yang baik memiliki kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan yang tinggi. Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
C C2 Q= 1 xV m

V C1 C2 m

= volume larutan (ml) = konsentrasi awal larutan (mg/l) = konsentrasi akhir larutan (mg/l) = bobot adsorben (g)

Isoterm Freundlich Isoterm yang paling umum digunakan adalah isoterm Freundlich yang lebih baik dalam mencirikan kebanyakan proses adsorpsi. Isoterm Freundlich merupakan proses adsorpsi yang terjadi secara fisisorpsi banyak lapisan. Fisisorpsi adalah adsorpsi yang hanya melibatkan gaya intermolekul (ikatan van der Waals) dan ikatannya lemah. Selain itu, pada mekanisme fisisorpsi, selain terjadi ikatan antara adsorbat dengan adsorben, juga memungkinkan terjadinya ikatan antar adsorbat yang terdapat pada larutan maupun limbah (Sunarya 2006). Menurut Atkins (1999), pada proses adsorpsi zat terlarut oleh permukaan padatan diterapkan isoterm Freundlich yang diturunkan secara empiris dengan bentuk persamaan: x = k c 1/ n m apabila dilogaritmakan, persamaan akan menjadi:
log x 1 = log k + log c m n

Keterangan: x/m = jumlah adsorbat teradsorpsi perunit bobot adsorben (mg/g) c = konsentrasi keseimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi k,n = konstanta empiris Isoterm Langmuir Tipe isoterm Langmuir merupakan proses adsorpsi yang berlangsung secara kimisorpsi satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat antara sisi aktif permukaan dengan molekul adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas elektron. Adsorpsi satu lapisan terjadi karena ikatan kimia biasanya bersifat spesifik, sehingga permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat dengan ikatan kimia. Isoterm Langmuir diturunkan berdasarkan teori dengan persamaan: x c = m 1+ c Isoterm Langmuir dipelajari untuk menggambarkan pembatasan sisi adsorpsi dengan asumsi bahwa sejumlah tertentu sisi sentuh adsorben ada pada permukaannya dan semua memiliki energi yang sama, serta

Persentase penjerapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


C C2 % Penjerapan = 1 C X 100% 1

Keterangan: Q = kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g)

adsorpsi bersifat balik (Atkins 1999). Konstanta dan dapat ditemukan dari kurva c terhadap c dengan hubungan x/m prsamaaan: 1 1 c = + c m Isoterm Brunauer, Emmet, Teller (BET) Isoterm BET merupakan metode umum untuk menentukan luas permukaan adsorben dari data adsorpsi, dengan persamaan: x 1 (c 1)x = + n(1 x ) cn cn konstanta n dan c dapat diperoleh dari kemiringan garis perpotongan kurva x hubungan terhadap x. n(1 x ) Minyak Goreng Minyak dan lemak mengandung komponen utama berupa trigliserida yang merupakan ester dari asam lemak dan gliserol. Jenis minyak yang digunakan untuk menggoreng biasanya termasuk minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak kacang tanah yang mengandung asam lemak tak jenuh terutama asam oleat dan linoleat (Selfiawati 2003). Lemak dan minyak merupakan suatu trigliserida yang terbentuk dari kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua golongan, yaitu lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak, misalnya mentega dan lemak yang dimasak bersama-sama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan, misalnya minyak goreng (Ketaren 1986). Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami pemanasan yang berlebihan, bagian molekulnya yaitu gliserol akan mengalami kerusakan dan minyak tersebut akan mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata. Molekulmolekul gliserol tersebut menjadi kering dan membentuk aldehida tidak jenuh yang disebut akrolein. Titik asap suatu minyak goreng bergantung pada kadar gliserol bebasnya. Semakin tinggi titik asapnya, semakin baik mutu minyak goreng tersebut (Winarno 1986). Perubahan sifat fisiko kimia pada minyak dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: keberadaan

komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng yang dapat menyebabkan reaksi hidrolisis minyak, adanya oksigen dari atmosfer yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak, dan suhu proses yang sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses kerusakan minyak. Ketaren (1986) mengemukakan bahwa dalam proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi, dan sumber kalori dalam pangan. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas, dan kenaikan bilangan peroksida. Selain itu dapat juga dilihat dari penurunan bilangan iod dan penurunan kandungan asam lemak tak jenuh. Menurut Ketaren (1986), tujuan utama proses pemurnian minyak adalah menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Kotorankotoran yang ada dalam minyak dapat berupa komponen yang tidak larut dalam minyak, komponen dalam bentuk suspensi koloid, dan komponen yang larut dalam minyak. Komponen yang tidak larut dalam minyak adalah lendir, getah, abu, dan mineral. Komponen dalam bentuk suspensi koloid adalah fosfolipid, karbohidrat, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Komponen yang larut dalam minyak berupa asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, monogliserida, digliserida, dan zat warna yang terdiri dari karotenoid dan klorofil. Tahapan proses pemurnian minyak yang dilakukan adalah pemisahan gum (degumming), netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorisasi). Kadang-kadang satu atau lebih dari tahapan tersebut tidak perlu dilakukan, bergantung pada tujuan penggunaan minyak, misalnya minyak yang digunakan untuk bahan non pangan hanya memerlukan proses penjernihan dan pemisahan gum sedangkan minyak untuk pembuatan sabun hanya memerlukan proses pemisahan gum (Djatmiko dan Ketaren 1985). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah ampas tebu dari Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta,

arang aktif komersil, dan minyak goreng bekas. Alat yang digunakan adalah tungku pemanas, tungku aktivasi (retort) yang dilengkapi ketel uap, dan software SPSS versi 13.0. Rancangan Percobaaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor perlakuan yang digunakan adalah: 1. Konsentrasi bahan kimia pengaktif, yaitu H3PO4 5% (a1) dan H3PO4 10% (a2) 2. Suhu pengaktifan, yaitu 700 C (b1) dan 800 C (b2) 3. Waktu pengaktifan, yaitu 60 menit (c1) dan 120 menit (c2). Model rancangan = + Ai + Bj + Abij + Ck + ACik + Yijk BCjk + ABCijk + Eijk = nilai respon yang diamati Yijk = efek rata-rata yang sebenarnya = pengaruh konsentrasi H3PO4 taraf Ai ke-i = pengaruh suhu pengaktifan taraf Bj ke-j C = pengaruh waktu pengakifan taraf ke-k = pengaruh interaksi antara Abij konsentrasi H3PO4 taraf ke-i dan suhu aktifasi taraf ke-j = pengaruh interaksi antara ACik konsentrasi H3PO4 taraf ke-i dan waktu pengaktifan taraf ke-k = pengaruh interaksi antara suhu BCjk pengaktifan taraf ke-j dan waktu pengaktifan taraf ke-k pengaruh interaksi antara ABCijk = konsentrasi H3PO4 taraf ke-i, suhu taraf ke-j, dan waktu pengaktifan taraf ke-k = galat dari rancangan faktorial. Eijk Metode Sejumlah ampas tebu dikarbonisasi selama 5 jam. Pengaktifan arang dilakukan setelah proses karbonisasi dengan 3 faktor, yaitu konsentrasi bahan pengaktif (H3PO4 5% dan H3PO4 10%), suhu pengaktifan (700 dan 800 C), dan waktu pengaktifan (60 dan 120 menit). Analisis sifat arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, daya jerap benzena, daya jerap kloroform, dan daya jerap iodin. Sebagai pembanding juga

dilakukan analisis yang sama terhadap sifat arang, arang yang diaktivasi tanpa bahan kimia sebagai kontrol, dan arang aktif komersial. Setelah analisis sifat arang aktif, dilakukan pengujian kemampuan arang aktif untuk memurnikan minyak goreng bekas. Sifat minyak goreng yang dianalisis sebelum dan sesudah dimurnikan adalah kadar asam lemak bebasnya. Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan takaran minimum arang aktif yang dibutuhkan dan waktu kontak yang diperlukan. Pembuatan arang aktif (Ferry 2002) Sejumlah ampas tebu sebanyak kurang lebih 18,5 kg dimasukkan ke dalam tungku pengarangan dan dipanaskan selama 5 jam. Arang yang dihasilkan diaktifkan secara kimia dan gas, yaitu direndam dengan H3PO4 5% dan 10% selama 24 jam kemudian ditiriskan. Setelah itu arang dipanaskan pada tungku aktivasi (retort) pada suhu 700 dan 800 C, kemudian ke dalam tungku aktivasi tersebut dialirkan uap air selama 60 dan 120 menit. Arang aktif kemudian didinginkan selama 24 jam, ditimbang, dan dihitung rendemennya. Sebelum diperlakukan lebih lanjut, arang aktif disimpan dalam plastik yang tertutup rapat. Arang aktif kemudian ditumbuk dengan dan diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh dan selanjutnya siap diuji kualitasnya. Pemurnian Minyak Goreng (Ketaren 1986) Arang aktif dikeringkan di dalam oven 105 C selama 2 jam. Percobaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah arang aktif yang digunakan dilakukan dengan memasukkan sejumlah arang aktif dengan bobot beragam dari 2.5, 5.0, 7.5, dan 10.0% (b/v) ke dalam 25 ml larutan standar asam laurat 0,3%, kemudian di kocok dengan alat shaker selama 1 jam. Sampel disaring dengan bantuan pompa vakum kemudian diukur kadar asam lemak bebasnya. Waktu kontak yang dibutuhkan untuk adsorpsi secara optimal ditentukan dengan memasukkan sejumlah arang aktif (dengan bobot tetap) ke dalam 25 ml contoh minyak kemudian dikocok dengan alat shaker selama 0, 60, 90, dan 120 menit, kemudian disaring dengan kertas saring, lalu diukur kadar asam lemak bebasnya.

Pengujian kualitas arang aktif Penentuan rendemen Arang aktif yang diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian ditimbang. Rendemen dihitung berdasarkan rumus: Rendemen (%) = b(1 c ) 100% a(1 d ) a = bobot contoh sebelum pemanasan (g) b = bobot contoh setelah pemanasan (g) c = kadar air arang aktif (%) d = kadar air arang (%) Penentuan kadar air (SNI 1995) Contoh sebanyak 1 gram (bobot kering udara) ditempatkan di dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang telah berisi contoh tersebut dipanaskan di dalam oven bersuhu 105C selama 4 jam. Kadar air (%) = a b 100% a a = bobot contoh sebelum pemanasan (g) b = bobot contoh setelah pemanasan (g) Penentuan kadar zat mudah menguap (SNI 1995) Contoh kering sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya contoh dipanaskan dalam tanur pada suhu 950C selama 10 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin (bila perlu diikat dengan kawat) selama pemanasan dan dihindari terjadinya pembakaran contoh. Kadar zat mudah menguap (%) = a b 100% a a = bobot contoh sebelum pemanasan (g) b = bobot contoh setelah pemanasan (g) Penentuan kadar abu (SNI 1995) Contoh kering sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah ditentukan bobot keringnya. Selanjutnya contoh dipanaskan di dalam tanur pada suhu 750C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan di dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulang hingga diperoleh bobot yang konstan. Waktu pemanasan cukup 1 jam selama pengulangan. a Kadar abu (%) = 100% b a = bobot sisa contoh (g)

b = bobot awal contoh (g) Penentuan kadar karbon terikat (SNI 1995) Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan. Kadar karbon terikat (%) = 100% - ( b + c ) b = kadar zat mudah menguap (%) c = kadar abu (%) Penentuan daya jerap iodin (SNI 1995) Contoh kering sebanyak 0,25 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang dibungkus kertas karbon, lalu ditambahkan 25 mL larutan I2 0,1 N, kemudian dikocok selama 15 menit pada suhu kamar lalu disaring. Filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga berwarna kuning muda lalu diberi beberapa tetes larutan kanji 1%, dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Daya jerap iodin (mg/g) = A x Na (V ( )) 12,693 fp Nb S V = volume titran (ml) A = volume titrat (ml) Na = normalitas Na2S2O3 (N) Nb = normalitas I2 (N) fp = faktor pengenceran S = bobot arang aktif (g) BE I2 = 126,93 Penentuan daya jerap benzena (C6H6) dan kloroform (CHCl3) Contoh kering sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena atau kloroform dan diinkubasi di dalamnya selama 24 jam agar kesetimbangan adsorpsi tercapai. Selanjutnya cawan yang berisi contoh tersebut dibiarkan selama 5 menit di udara terbuka agar uap benzena atau kloroform yang menempel di cawan petri dapat dihilangkan (mengurangi kesalahan positif), kemudian ditimbang. Daya jerap C6H6 atau CHCl3 (%) = a b 100% a a = bobot contoh sebelum inkubasi (g) b = bobot contoh setelah inkubasi (g)

n P erlaku an

Analisis isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir Sejumlah arang aktif dengan bobot optimum yang didapatkan dari uji pendahuluan dimasukkan ke dalam 25 ml larutan standar asam laurat pada beberapa konsentrasi, yaitu 2000, 3000, 4000, dan 5000 ppm selama 90 menit pada suhu kamar. Kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diukur kadar asam lemak bebasnya. Pengujian minyak goreng bekas Penentuan asam lemak bebas (SNI 1995) Contoh minyak ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 mL dengan bobot antara 1020 gram. Selanjutnya contoh ditambahkan etanol 95% panas dan indikator fenolftalein kemudian dikocok. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi. Kadar asam lemak bebas (%) = mL NaOH N BM 100% g N = normalitas larutan NaOH (N) BM = bobot molekul asam lemak palmitat g = bobot contoh yang diuji (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Arang Aktif Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah ampas tebu dengan kadar air 8,5%, yang telah diarangkan melalui karbonisasi. Karbonisasi ini dilakukan menggunakan tungku pengarangan dengan sistem tertutup sehingga kemungkinan dihasilkannya abu sangat kecil karena tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tungku pengarangan. Pengaktifan arang dilakukan dengan menggunakan tungku aktivasi (retort) yang terbuat dari baja tahan karat. Retort ini dilengkapi dengan alat pemanas listrik. Retort ini juga dilengkapi dengan pengatur suhu sehingga pengaktifan menjadi lebih merata dan sempurna. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Rendemen Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 41,2-88,3% (Gambar 2). Rendemen tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (H3PO4 10%, suhu 700 C, dan waktu 60 menit) dan terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c2 (tanpa H3PO4, suhu 800 C, dan waktu 120 menit). Rendemen arang aktif dipengaruhi oleh waktu

aktivasi, suhu aktivasi, penambahan H3PO4.


a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 0 10 20 30 40 50 60

dan

adanya

70

80

90

100

rendemen (% )

Keterangan: a1= H3PO4 5% b1= 700 C c1= 60 menit

a2= H3PO4 10% b2= 800 C c2= 120 menit

Gambar 2 Pengaruh perlakuan pada rendemen arang aktif Peningkatan suhu dan waktu aktivasi yang digunakan mampu menurunkan rendemen arang aktif yang dihasilkan. Rendahnya rendemen arang aktif ini dikarenakan reaksi antara karbon dengan uap air semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu aktivasi sehingga karbon yang bereaksi menjadi CO2 dan H2 dalam satuan waktu menjadi banyak, sebaliknya jumlah karbon yang dihasilkan semakin sedikit. Peningkatan konsentrasi H3PO4 yang digunakan mampu meningkatkan rendemen arang aktif yang dihasilkan. Menurut Hartoyo (1993), bahan kimia yang ditambahkan dapat memperlambat laju reaksi pada proses oksidasi. Hal ini menunjukkan bahwa H3PO4 dapat berfungsi sebagai pelindung bahan dari panas sehingga semakin tinggi konsentrasi H3PO4 yang digunakan maka semakin sedikit bahan yang terbakar pada saat aktivasi. H3PO4 juga berfungsi sebagai pembersih kotoran yang menempel pada permukaan arang aktif. Kadar air Penetapan kadar air bertujuan mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Nilai kadar air yang dihasilkan berkisar antara 1,5-5,3% (Gambar 3). Kadar air dari semua arang aktif memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) yaitu lebih rendah dari 15% (Lampiran 2).

SNI AAK a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 Perlakuan a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 2 4 6 8 Kadar air (% ) 10 12 14 16

Arang aktif bersifat higroskopis sehingga mudah menyerap uap air dari udara. Hal ini dikarenakan strukturnya terdiri atas 6 atom C yang membentuk kisi heksagonal yang memungkinkan uap air terperangkap di dalamnya dan tidak dapat lepas pada kondisi pengeringan dengan oven 105 C. Kadar air dari sampel diharapkan mempunyai nilai rendah karena kadar air yang tinggi akan mengurangi daya jerap arang aktif terhadap gas maupun cairan gas (Pari 1996). Kadar zat mudah menguap Penetapan kadar zat mudah menguap bertujuan mengetahui kandungan senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi tetapi menguap pada suhu 950 C. Kadar zat mudah menguap yang dihasilkan berkisar antara 5,0-9,0% (Gambar 4).
SNI AAK

Keterangan: a0b0 = arang aktif tanpa aktivasi SNI = persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) Gambar 3 Pengaruh perlakuan pada kadar air arang aktif Kadar air dari semua arang aktif juga mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan arang aktif komersial yang mencapai 12,9%. Kadar air tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit) dan kadar air terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit). Rendahnya kadar air ini disebabkan karena terjadi reaksi antara H2O yang terdapat pada arang aktif dengan CO yang menghasilkan gas CO2 dan H2. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4 serta interaksi antara konsentrasi H3PO4, suhu, dan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar air arang aktif. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan kadar air terendah dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar air yang terkandung di dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan. Semakin lama proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan dapat meningkatkan kadar air dalam arang aktif. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi daya adsorpsi arang aktif terhadap cairan maupun gas.

a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 perlakuan a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Kadar zat mudah menguap (% )

Gambar 4 Pengaruh perlakuan pada kadar zat mudah menguap arang aktif Kadar zat mudah menguap dari semua arang aktif memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena mempunyai nilai yang lebih rendah dari 25% (Lampiran 2). Kadar zat mudah menguap tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit) dan kadar zat mudah menguap terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 60 menit). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6) didapatkan bahwa konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi serta interaksi antara konsentrasi H3PO4 , suhu, dan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar zat mudah menguap arang aktif. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi 700 C, dan

waktu aktivasi 60 menit) merupakan perlakuan terbaik karena efisien, walaupun tidak mempunyai kadar zat mudah menguap terendah tetapi secara statitik tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menghasilkan kadar zat mudah menguap terendah, yaitu b2c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 60 menit). Peningkatan suhu aktivasi cenderung menurunkan kadar zat terbang. Hal ini dapat terjadi karena pada suhu tinggi penguraian senyawa nonkarbon berlangsung sempurna. Kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi gas dan larutan. Kadar abu Penentuan kadar abu bertujuan menentukan kandungan oksida logam dalam arang aktif. Abu merupakan komponen anorganik yang tertinggal setelah bahan dipanaskan pada suhu 500-600 C dan terdiri dari kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan komponen lain dalam jumlah kecil.
SNI AAK a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 Perlakuan a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 10 20 30 40 50 60 70

dihasilkan memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4 dengan suhu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4 dengan waktu aktivasi, dan interaksi antara suhu dengan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar abu arang aktif. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit) menghasilkan arang aktif terbaik karena lebih efisien. Perlakuan ini tidak menghasilkan kadar abu terendah, namun secara statistika perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menghasilkan kadar abu terendah, yaitu a2b1c1 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit). Kadar abu yang besar dapat mengurangi kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi gas dan larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, natrium, magnesium, dan kalsium akan menyebar ke dalam kisi-kisi arang aktif sehingga menutupi pori-pori arang aktif (Sudrajat 1985). Besarnya nilai kadar abu disebabkan karena proses pengarangan dilakukan di udara terbuka sehingga terjadi kontak udara yang mengakibatkan proses pembentukan arang menjadi tidak sempurna dan kemungkinan terbentuknya abu juga semakin besar. Kadar karbon terikat Penentuan kadar karbon terikat bertujuan mengetahui kandungan karbon setelah karbonisasi. Kadar karbon terikat yang dihasilkan berkisar antara 31,0-66,9% (Gambar 6). Kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b2c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 60 menit) dan kadar karbon terikat terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c2 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4 dengan suhu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4 dengan waktu aktivasi, dan interaksi antara suhu dengan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat arang aktif. Hasil uji Duncan

Kadar abu (% )

Gambar 5 Pengaruh perlakuan pada kadar abu arang aktif Kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 28,0-62,7%. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c2 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan kadar abu terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit). Kadar abu dari semua arang aktif tidak memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena mempunyai nilai yang lebih tinggi dari 10%. Demikian juga bila dibandingkan dengan arang aktif komersial maka semua arang aktif yang

Perlakuan

menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit) menghasilkan arang aktif terbaik karena lebih efisien. Perlakuan ini tidak menghasilkan kadar karbon terikat tertinggi, namun secara statistika perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menghasilkan kadar karbon terikat tertinggi, yaitu a2b2c1 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 60 menit).
SNI AAK a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 Perlakuan a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 10 20 30 40 50 60 70

banyak mengandung senyawa nonkarbon sehingga gas atau uap yang dapat diserap menjadi lebih sedikit (Pari 1996).
SNI AAK a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 5 10 15 20 25 30

Daya jerap benzena (% )

Gambar 7 Pengaruh perlakuan pada daya jerap benzena arang aktif Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap daya jerap benzena. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan a2b2c2 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800C, dan waktu aktivasi 120 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan daya jerap benzena tertinggi dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Daya jerap kloroform Daya jerap kloroform yang dihasilkan berkisar antara 13,64-38,89% (Gambar 8). Daya jerap tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan daya jerap kloroform terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a1b1c1 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 700C, dan waktu aktivasi 60 menit). Semua arang aktif memiliki daya jerap kloroform yang lebih rendah dibandingkan dengan daya jerap kloroform dari arang aktif komersial. Semua arang aktif juga tidak memenuhi standar kualitas arang aktif menurut Departemen Kesehatan RI karena nilai daya jerap kloroformnya kurang dari 40%. Rendahnya daya jerap kloroform ini dikarenakan masih adanya senyawa-senyawa nonkarbon yang menempel pada permukaan arang aktif dan menutupi pori-pori arang aktif

Kadar karbon terikat (% )

Gambar 6 Pengaruh perlakuan pada kadar karbon terikat arang aktif Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu setiap sampel. Semakin besar kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon terikat akan semakin rendah. Kadar karbon terikat juga dipengaruhi oleh lamanya waktu reaksi yang menyebabkan zat kimia yang bereaksi semakin banyak sehingga jumlah karbon yang tersisa semakin sedikit. Dengan kata lain kadar abu yang dihasilkan pada proses tersebut semakin banyak (Pari 1996). Daya jerap benzena Daya jerap benzena yang dihasilkan berkisar antara 9,3-24,1% (Gambar 7). Semua arang aktif tidak memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena mempunyai nilai daya jerap benzena di bawah 25%. Daya jerap benzena tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan daya jerap benzena terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a1b1c1 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 700C, dan waktu aktivasi 60 menit). Rendahnya daya jerap arang aktif terhadap benzena disebabkan karena pori-pori yang terbentuk pada permukaan arang aktif masih

sehingga menurunkan daya jerapnya terhadap kloroform.


AAK a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 Perlakuan a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2 b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

dibandingkan dengan arang aktif komersial tetapi hanya ada 2 arang aktif yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena daya jerap iodinnya melebihi 750 mg/g, yaitu arang aktif dengan perlakuan a1b2c2 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit).
SNI AAK a2b2c2 a2b2c1 a2b1c2 a2b1c1 Perlakuan a1b2c2 a1b2c1 a1b1c2 a1b1c1 b2c2

Daya jerap kloroform (% )

Gambar 8 Pengaruh perlakuan pada daya jerap kloroform arang aktif Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 10) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap daya jerap kloroform. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan a2b2c2 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan daya jerap kloroform tertinggi dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Daya jerap arang aktif terhadap kloroform dipengaruhi oleh tingkat kepolaran permukaan arang aktif. Besarnya daya jerap terhadap kloroform menunjukkan bahwa permukaan arang aktif banyak mengandung senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehida, dan asam karboksilat. Daya jerap kloroform yang dihasilkan mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan daya jerap benzena. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menjerap senyawa yang lebih polar dibandingkan dengan benzena. Daya jerap iodin Daya jerap arang aktif terhadap iodin berkisar antara 508,2517-846,5939 mg/g (Gambar 9). Daya jerap iodin tertinggi terdapat pada perlakuan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan daya jerap iodin terendah terdapat pada perlakuan a1b1c1 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 700 C, dan waktu aktivasi 60 menit). Semua arang aktif memiliki nilai daya jerap iodin yang lebih tinggi jika

b2c1 b1c2 b1c1 b0c0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

Daya jerap iod (mg/g)

Gambar 9 Pengaruh perlakuan pada daya jerap iodin arang aktif Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 11) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap daya jerap iodin. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan a2b2c2 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan daya jerap iodin tertinggi dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Besarnya daya jerap iodin berkaitan dengan terbentuknya pori pada arang aktif yang semakin banyak dengan bertambahnya waktu aktivasi. Selain itu, besarnya daya jerap arang aktif terhadap iodin berhubungan dengan pola struktur mikropori yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya diameter pori arang aktif tersebut yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10 (Pari 2002). Penggunaan Arang Aktif untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas Berdasarkan karakterisasi arang aktif yang telah dilakukan, besarnya daya jerap iodin merupakan faktor utama untuk menentukan arang aktif terbaik yang akan digunakan sebagai adsorben pada pemurnian minyak

goreng bekas. Arang aktif tersebut diperoleh dari 2 jenis perlakuan yang berbeda, yaitu arang aktif tanpa penambahan H3PO4 (tanpa aktivasi kimia) dan arang aktif dengan penambahan H3PO4 (menggunakan aktivasi kimia). Berdasarkan hasil uji Duncan (Lampiran 11) diperoleh arang aktif terbaik dari perlakuan tanpa H3PO4 adalah b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi 120 menit) sedangkan arang aktif terbaik dari perlakuan adalah a2b2c2 menggunakan H3PO4 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit). Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan bobot arang aktif dan waktu kontak optimum pada pemurnian minyak goreng bekas. Standar asam lemak bebas yang digunakan adalah asam laurat karena merupakan asam lemak yang paling dominan dalam minyak goreng kelapa sawit. Pengaruh bobot adsorben terhadap kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam laurat dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kapasitas adsorpsi dan peningkatan persentase penjerapan asam lemak bebas seiring dengan bertambahnya bobot adsorben. Hal ini sesuai yang dilakukan oleh Barros (2003) yang menyatakan bahwa pada saat ada peningkatan bobot adsorben, maka ada peningkatan persentase penjerapan dan penurunan kapasitas adsorpsi. Berdasarkan kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan, bobot adsorben yang paling baik adalah 6,99% untuk arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi 120 menit) dan 7,00% untuk arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit).
100 Kapasitas adsorpsi (Q) mg/g 80 60 40 20 0 2.5 5 7.5 10 %Bobot ads orben Q E 100 80 60 40 20 0 % penjerapan (E)

kapasitas adsorpsi (Q)mg/g

80 60 40 20 0 2.5 5 7.5 10 %Bobot ads orben Q E

80 60 40 20 0

Gambar 11 Pengaruh bobot arang aktif a2b2c2 pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan seiring dengan peningkatan waktu kontak.
90 kapasitas adsorpsi Q 85 (Q )mg/g 80 75 70 65 60 55 50 45 1 1.5 Waktu (jam) Q E 2 90 85 80 75 70 65 60 55 % penjerapan (E)

Gambar 12 Pengaruh waktu kontak pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas pada arang aktif b1c2
% penjerapan (E) 85 75 65 55 45 1 1.5 waktu (jam) Q E 2 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 kapasitas adsorpsi (Q) mg/g

Gambar 10 Pengaruh bobot arang aktif b1c2 pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas

Gambar 13 Pengaruh waktu kontak pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas pada arang aktif a2b2c2

%penjerapan (E)(

Lamanya proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapannya selama rentang waktu tertentu. Pada saat keduanya mencapai nilai optimum, maka lama proses adsorpsi tersebut diambil sebagai waktu optimum adsorpsi. Berdasarkan Gambar 13, proses adsorpsi meningkat pada selang waktu 60-90 menit. Selanjutnya proses adsorpsi cenderung tetap untuk kedua jenis arang aktif. Waktu kontak optimum untuk kedua jenis arang aktif adalah 90 menit. Isoterm Adsorpsi Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif. Adsorpsi fase padat cair biasanya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins 1999). Ikatan yang terjadi antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben dapat terjadi secara fisisorpsi dan kimisorpsi. Isoterm adsorpsi arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi 120 menit) tipe Langmuir dan Freundlich diperlihatkan pada Gambar 14 dan 15. Isoterm adsorpsi arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit) tipe Langmuir dan Freundlich diperlihatkan pada Gambar 16 dan 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua kurva adalah linear. Linearitas kedua tipe isoterm pada adsorpsi menggunakan b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi 120 menit) menunjukkan linearitas yang tinggi, yaitu 94,2% untuk isoterm Langmuir dan 99,1% untuk isoterm Freundlich. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe isoterm terjadi pada proses adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif.
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 398.5860 697.18945 C (ppm)

3.5000 3.0000 2.5000 L og X/M 2.0000 1.5000 1.0000 0.5000 0.0000 2.6005 2.8387 log C 2.9937 3.2565 y = 0.1061x + 2.4978 R2 = 0.9913

Gambar 15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2 Berdasarkan perbandingan dari kedua tipe isoterm adsorpsi tersebut ternyata linearitas isoterm adsorpsi tipe Freundlich lebih tinggi dibandingkan dengan isoterm Langmuir. Oleh karena itu, isoterm tipe Freundlich lebih baik digunakan untuk mencirikan mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi 120 menit). Hasil yang sama diperoleh pada isoterm adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit). Kedua tipe isoterm menunjukkan linearitas yang tinggi, yaitu 94,8% untuk isoterm Langmuir dan 99,4% untuk isoterm Freundlich (Gambar 16 dan 17). Berdasarkan perbandingan dari kedua tipe isoterm adsorpsi tersebut ternyata linearitas tipe isoterm Freundlich lebih tinggi dibandingkan isoterm Langmuir, sehingga tipe isoterm Freundlich lebih tepat digunakan untuk mencirikan mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit).
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 602.22174 802.61481 C (ppm)

X /M ( p p m /g )

X /M ( p p m /g )

y = 328.76x + 1208.2 R2 = 0.9416

y = 367.41x + 1064.8 R2 = 0.9482

985.58342

1805.0625

997.90214

1396.6357

Gambar 14 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2

Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2

1.8

3.2000 3.1000 lo g X /M m 3.0000 2.9000 2.8000 2.7000 2.6000 2.5000 2.7798 2.9045 log C 2.9991 3.1451
FFA (%)

1.6 1.4 1.2

y = 0.0595x + 2.719 R2 = 0.9938

1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 awal jelantah Minyak goreng pem urnian

Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2 Pemurnian Minyak Goreng Bekas Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis. Proses oksidasi pada minyak goreng dipercepat oleh pemanasan pada suhu tinggi dan dikarenakan adanya kontak dengan udara, sedangkan proses hidrolisis dipercepat karena adanya air. Kadar asam lemak bebas maksimum adalah 0,3% menurut persyaratan Standar Nasional Indonesia (Lampiran 3). Berdasarkan Gambar 18 dan 19 terlihat bahwa kadar asam lemak bebas pada minyak goreng curah yang telah dipakai melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Kadar asam lemak bebasnya mengalami penurunan setelah proses pemurnian menggunakan arang aktif, yaitu sebesar 18,1% untuk arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi 120 menit) dan sebesar 49,7% untuk arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 C, dan waktu aktivasi 120 menit). Arang aktif dengan menggunakan aktivasi kimia mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas.
1.8 1.6 1.4 1.2 FFA (% ) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 awal jelantah Minyak goreng pem urnian

Gambar 19 Kadar asam lemak bebas pada adsorpsi menggunakan arang aktif a2b2c2 Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kedua arang aktif yang dihasilkan kurang efektif untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas. Hal ini disebabkan karena arang aktif terbaik yang dihasilkan walaupun daya jerap terhadap iodnya sudah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia tetapi belum memenuhi persyaratan standar untuk dipakai sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Daya jerap iod minimal yang harus dipenuhi untuk dapat digunakan sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas adalah 1000 mg/g. Selain itu juga karena arang aktif yang dihasilkan mempunyai daya jerap terhadap benzena lebih rendah dibandingkan dengan daya terhadap jerap kloroform sehingga mampu menjerap senyawa yang lebih polar dibandingkan benzena. Kadar abu yang sangat tinggi dari arang aktif juga akan mengurangi kemampuan daya jerap arang aktif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif. Perlakuan yang menghasilkan arang aktif terbaik adalah arang yang diaktivasi pada suhu 700 C selama 120 menit (b1c2) untuk arang aktif tanpa aktivasi kimia dan arang dengan perendaman H3PO4 10% yang diaktivasi pada suhu 800 C selama 120 menit (a2b2c2) untuk arang aktif dengan aktivasi kimia. Perlakuan kimia dalam hal ini mampu meningkatkan kualitas arang aktif dari ampas tebu. Kedua tipe isoterm adsorpsi, yaitu Freundlich dan Langmuir terjadi pada proses adsorpsi asam lemak bebas menggunakan arang aktif. Linearitas isoterm adsorpsi tipe Freundlich lebih besar dibandingkan dengan

Gambar 18 Kadar asam lemak bebas pada adsorpsi menggunakan arang aktif b1c2

isoterm adsorpsi tipe Langmuir sehingga tipe isoterm Freundlich lebih tepat digunakan untuk mencirikan mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif. Nilai linearitas isoterm Freundlich untuk arang aktif tanpa aktivasi kimia dan dengan aktivasi kimia adalah masing-masing 99,1 dan 99,4% sedangkan untuk isoterm Langmuir masingmasing 94,2 dan 94,8%. Hasil pemurnian minyak goreng bekas oleh arang aktif menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan kurang efektif untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas. Penurunan kadar asam lemak bebasnya sebesar 18,1% untuk arang aktif terbaik dengan perlakuan tanpa aktivasi kimia dan 49,7% untuk arang aktif terbaik dengan perlakuan aktivasi kimia. Saran Penggunaan H3PO4 sebagai bahan kimia pengaktif pada arang dari ampas tebu kurang efektif untuk menghasilkan arang aktif dengan kualitas baik, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengganti bahan kimia lain sebagai bahan kimia pengaktif. Kadar abu yang diperoleh dari semua arang aktif melebihi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) sehingga perlu digunakan metode untuk mengurangi kadar abu tersebut. Penggunaan arang aktif sebagai adsorben pada senyawa yang lebih polar dapat menjadi pilihan aplikasi lain karena arang aktif yang dihasilkan mempunyai daya jerap terhadap kloroform yang lebih tinggi dibandingkan daya jerap terhadap benzena. DAFTAR PUSTAKA Andreas. 2004. Kajian Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Metode Filtrasi Membran Berukuran Pori 0.05 m. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2006. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara Menurut Jenis Tanaman di Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id//update2007/Food% 20Crops%20Statistica/htm. [10 Mar 2008] Barros LM. 2003. Biosorption of cadmium using the fungus aspergillus niger. Braz J Chem Eng 20:3

Darmawan S. 2006. Pembuatan Minyak Kemiri dan Pemurniannya dengan Arang Aktif dan Bentonit. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24:413-423. Djatmiko B, S Ketaren. 1985. Pemurnian Minyak. Bogor: Agroindustri Press. Ferry J. 2002. Pembuatan Arang Atif dari Serbuk Gergajian Kayu sebagai Biosorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Sastrohamidjojo H, penerjemah. Yogyakarta: Ugm Press. Terjemahan dari: Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Gaikwad RW. 2004. Removal of Cd () from Aqueous Solution by Activated Charcoal Derived from Coconut Shell. India: Department of Chemical Engineering, Pravara Rural Engineering College. Kaur S, Walia TPS, Mahajan RK. 2008. Comparative Studies of Zinc, Cadmium, Lead, and Copper on Economically Viable Adsorbents. Journal of Environmental and Engineering Sciences 7:83-90. Lembar Informasi Pertanian. 2005. Fermentasi Ampas Tebu untuk Pakan Ternak. http://www.iptek.net.id/ind/htm. [16 Feb 2008]. Pari G. 1996. Kualitas Arang Aktif dari 5 Jenis Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14:60-68. Pari G. 1996. Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Sengon (Paraserianthes falcataria) dengan Cara Kimia. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14:308-320. Pari G. 1996. Pembuatan dan Koalitas Arang Aktif dari Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai Bahan Adsorben. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14:274289. Pari G. 2002. Pemanfaatan Teknologi Limbah Alternatif Industri

Pengolahan Kayu. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Rasjiddin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Roy GM. 1985. Activated Carbon Applications in the Food and Pharmaceutical Industries. Lancaster: Technomic.

Widayat, Suherman, Haryani K. 2006. Optimasi Proses Adsorpsi Minyak Goreng Bekas dengan Adsorben Zeollit Alam: Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar 17:77-82. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Witono JA. 2003. Produksi Furfural dan Turunannya: Alternatif Peningkatan Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia. http//www.chem-is try.org/sect=fokus/htm. [16 Feb 2008].

Selfiawati E. 2003. Kajian Proses Degumming dan Netralisasi pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sembiring MT, Sinaga TS. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). Sumatera Utara: Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. SNI. 1995. SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Jakarta: Dewan Standarsisasi Nasional. Sudrajat R, Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Syukur DA. 2006. Integrasi Usaha Perternakan Sapi pada Perkebunan Tebu. http//www.disnakkeswanlampung.go.id/i ndex.php.htm. [16 Feb 2008]. Tangkuman HD. 2006. Jagung Versus Jarak Pagar, Aren, dan Kelapa. http//www.hariankomentar.com/arsip/arsi p_2006/nov_22/index.html. [23 Mar 2008]. Trisnawati D. 2004. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) sebagai Adsorben pada Pemucatan Minyak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Villacarias F et al. . 2005. Adsorption of Simple Aromatic Compounds on Activated Carbon. Journal of Colloid and Interface Science 293:128-136.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas tebu Dikarbonisasi selama 5 jam Arang Direndam dalam H3PO4 5 dan 10% Aktivasi uap air Suhu 700 dan 800 C, 60 dan 120 menit Arang aktif

Arang aktif komersial

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Rendemen Kadar air Kadar abu Kadar zat terbang Kadar karbon terikat Daya jerap benzena Daya jerap kloroform Daya jerap Iodium

Uji pendahuluan

Isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich

Aplikasi sebagai adsorben pemurnian minyak goreng bekas

Penurunan asam lemak bebas

Lampiran 2 Standar mutu arang aktif menurut SNI 06-3730-95


Uraian Kadar zat terbang (%) Kadar air (%) Kadar abu (%) Bagian tak mengarang Daya serap terhadap I2 (mg/g) Karbon aktif murni (%) Daya serap terhadap benzena (%) Daya serap terhadap biru metilena (mg/g) Bobot jenis curah (g/ml) Lolos mesh Jarak mesh (%) Kekerasan (%) Syarat Kualitas Butiran Serbuk Maks 15 Maks 25 Maks 4.5 Maks 15 Maks 2.5 Maks 10 0 0 Min 750 Min 750 Min 80 Min 65 Min 25 Min 60 Min 120 0.45-0.55 0.3-0.35 Min 90 90 80 -

Lampiran 3 Standar mutu minyak goreng menurut SNI 06-3741-95


Komponen Air Bilangan peroksida Asam lemak bebas (sebagai asam laurat) Logam-logam berbahaya: Besi (Fe) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Raksa (Hg) Arsen (As) Minyak pelican Keadaan (bau, warna, rasa) 1.5 ppm 0.1 ppm 0.1 ppm 0.05 ppm 0.1 ppm negatif normal Maksimum 0.30% 1.0 mg oksigen/100g 0.30%

Lampiran 4 Karakterisasi arang aktif dari ampas tebu


Kadar zat terbang (%) 26.0739 35.8000 6.6000 5.5944 6.5934 6.1876 5.4890 4.5954 7.6923 7.6846 6.2749 6.3872 7.8685 9.2722 8.4915 8.1673 6.8862 7.2782 8.5914 9.4905 6.8931 6.4870 6.1876 5.9880 5.6943 5.6830 40.0599 43.1568 Kadar karbon terikat (%) 44.6553 33.6000 57.5000 57.8422 51.7483 43.9122 46.0080 42.4575 30.7692 28.5429 60.0598 58.2834 54.5817 56.3310 63.1369 63.9442 53.6926 53.8385 62.6374 63.3367 66.5335 63.3733 64.9701 65.0699 64.9351 61.4158 54.2458 51.2488 Daya jerap benzena (%) 6.5467 6.1969 9.6355 9.7354 11.2000 12.8436 12.2939 14.5000 12.6500 13.0370 9.1908 9.4453 10.1449 10.2794 16.1919 17.0000 19.1309 18.4000 12.3315 10.3397 10.3948 10.4895 18.6221 18.0819 24.1138 24.1259 16.0229 15.3694 Daya jerap kloroform (%) 10.7892 10.2346 15.0350 16.0260 19.5902 20.4795 23.1884 21.0895 24.4755 21.9390 12.8936 14.3928 14.2429 15.3923 24.0140 24.2379 29.9201 29.5205 17.4738 16.2519 19.9301 18.6813 27.5225 24.9251 38.9111 38.8611 20.0099 19.1437 Daya jerap iod (mg/g) 159.6748 162.3179 610.5760 612.8914 726.3448 724.0294 624.7048 624.8690 618.0712 615.6186 506.9365 509.5669 536.1805 538.8320 736.8016 736.8016 792.7093 795.3525 588.4784 584.5328 570.3042 572.9579 732.1791 734.8328 847.0084 846.1793 491.6162 486.1135

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Jenis b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK

Rendemen (%)

Kadar air (%) 6.1938 6.4000 1.5000 1.5984 2.2977 2.0958 2.3952 1.9980 4.4955 4.3912 2.6892 2.4950 3.6853 3.9880 4.6953 4.8805 3.2934 3.4895 4.2957 6.2937 2.9970 2.7944 2.5948 2.5948 2.3976 2.3928 12.6873 13.0869

Kadar abu (%) 29.2707 30.6000 35.9000 36.5634 41.6583 49.9002 48.5030 52.9471 61.5385 63.7725 33.6653 35.3293 37.5498 34.3968 28.3716 27.8884 39.4212 38.8833 28.7712 27.1728 26.5734 30.1397 28.8423 28.9421 29.3706 32.9013 5.6943 5.5944

72.0683 68.3303 60.0799 41.1896 84.5160 64.0731 51.6339 44.1251 88.2918 66.9138 57.6908 44.4206

Keterangan: b0c0 = arang tanpa aktivasi a1 = H3PO4 5% a2 = H3PO4 10%

b1 = suhu aktivasi 700C c1 = waktu 60 menit b2 = suhu aktivasi 800C c2 = waktu 120menit AAK= arang aktif komersial

Lanjutan Lampiran 4 Data karakterisasi arang aktif untuk kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat
bobot cawan kosong (gr) 20.861 22.811 20.996 20.785 22.256 20.887 21.037 25.694 21.046 25.694 24.061 21.704 18.258 19.599 19.891 22.268 21.007 20.799 25.683 23.799 22.281 22.091 20.615 21.026 22.939 24.049 22.301 22.959 bobot setelah oven 105C (gr) 21.800 23.747 21.981 21.770 23.234 21.868 22.015 26.675 22.002 26.652 25.038 22.681 19.225 20.562 20.845 23.223 21.976 21.767 26.641 24.737 23.252 23.065 21.591 22.002 23.916 25.028 23.175 23.829 bobot isi kering (gr) 0.939 0.936 0.985 0.985 0.978 0.981 0.978 0.981 0.956 0.958 0.977 0.977 0.967 0.963 0.954 0.955 0.969 0.968 0.958 0.938 0.971 0.974 0.976 0.976 0.977 0.979 0.874 0.87 bobot setelah tanur 950C (gr) 21.601 23.453 21.930 21.730 23.191 21.827 21.984 26.649 21.970 26.619 25.002 22.642 19.183 20.509 20.807 23.190 21.940 21.729 26.598 24.705 23.213 23.028 21.555 21.968 23.883 24.995 22.901 23.528 bobot isi setelah tanur 950C (gr) 0.740 0.642 0.934 0.945 0.935 0.940 0.947 0.955 0.924 0.925 0.941 0.938 0.925 0.910 0.916 0.922 0.933 0.930 0.915 0.906 0.932 0.937 0.940 0.942 0.944 0.946 0.600 0.569 bobot setelah tanur 750C (gr) 21.154 23.117 21.355 21.151 22.673 21.387 21.523 26.224 21.662 26.333 24.399 22.058 18.635 19.944 20.175 22.548 21.402 21.189 25.971 24.071 22.547 22.393 20.904 21.316 23.233 24.379 22.358 23.015 bobot isi setelah tanur 750C (gr) 0.293 0.306 0.359 0.366 0.417 0.500 0.486 0.530 0.616 0.639 0.338 0.354 0.377 0.345 0.284 0.280 0.395 0.390 0.288 0.272 0.266 0.302 0.289 0.290 0.294 0.330 0.057 0.056

jenis

bobot isi (gr)

b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK

1.001 1.000 1.000 1.001 1.001 1.002 1.002 1.001 1.001 1.002 1.004 1.002 1.004 1.003 1.001 1.004 1.002 1.003 1.001 1.001 1.001 1.002 1.002 1.002 1.001 1.003 1.001 1.001

Lanjutan Lampiran 4 Contoh perhitungan (b1c1): Rendemen = bobot akhir (1 kadar air arang aktif ) 100% =
bobot awal (1 kadar air arang )

71.715 gr (1 0.015736) ) x100% 105 gr (1 0.067202) = 72.0683%

o Kadar air = bobot awal bobot akhir setelah pemanasan 105 C 100%

bobot awal

1.000 0.985 gr x100% 1.000 gr = 1.500%


0 = bobot sebelum pemanasan bobot setelah pemanasan 950 C 100%

Kadar zat mudah menguap


bobot sebelum pemanasan

1.000 0.934 gr x100% 1.000 gr = 6.600%

o Kadar abu = bobot setelah pemanasan 750 C 100%

bobot sebelum pemanasan

0.359 gr x100% 1.000 gr = 35.900% = Kadar karbon terikat = 100% (kadar zat mudah menguap + kadar abu )% = 100%- (6.600 + 35.900)% = 57.500%

Lanjutan Lampiran 4 Data penentuan daya jerap arang aktif pada iodin
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 jenis b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK bobot sampel (gr) 0.252 0.252 0.250 0.250 0.250 0.250 0.251 0.252 0.251 0.252 0.252 0.252 0.250 0.250 0.253 0.253 0.252 0.252 0.252 0.252 0.251 0.251 0.251 0.251 0.250 0.253 0.251 0.252 volume I2 (ml) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 volume Na2S2O3 terpakai (ml) 8.32 8.30 5.69 5.67 4.69 4.71 4.82 4.80 4.87 4.87 5.72 5.70 5.53 5.51 3.39 3.95 3.53 3.51 5.10 5.13 5.23 5.21 4.01 3.99 3.17 3.10 6.50 6.53 [Na2S2O3] N 0.1081 0.1081 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.1081 0.1081 0.1081 0.1081 0.1081 0.1081 0.1081 0.1081 0.0975 0.0975 0.1081 0.1081 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 0.0975 [I2] N 0.1030 0.1030 0.1069 0.1069 0.1069 0.1069 0.0929 0.0929 0.1030 0.1030 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.1035 0.0929 0.0929 0.1035 0.1035 0.0929 0.0929 0.0929 0.0929 0.0929 0.0929 0.1037 0.1037 daya jerap iodin (mg/g) 159.6748 162.3179 610.5760 612.8914 726.3448 724.0294 624.7048 624.8690 618.0712 615.6186 506.9365 509.5669 536.1805 538.8320 810.1612 736.8016 792.7093 795.3525 588.4784 584.5328 570.3042 572.9579 732.1791 734.8328 847.0084 846.1793 491.6162 486.1135 Rerata

160.9963 611.7337 725.1871 624.7869 616.8449 508.2517 537.5062 773.4814 794.0309 586.5056 571.6311 733.5059 846.5938 488.8649

Contoh perhitungan (b1c1):

Volume titrat x N Na 2 S 2 O3 )) 12,693 fp N I2 Daya jerap iodin = bobot arang aktif 5,69 ml x 0,0975 N (10ml ( )) 12,693 2,5 0,1069 N = 0,25 gr = 610,5760 mg/g (10 (

Lanjutan Lampiran 4 Data karakterisasi arang aktif pada benzena


bobot cawan kosong (gr) 50.474 49.902 49.146 39.605 48.169 39.908 39.640 34.481 55.935 49.704 34.841 39.441 40.767 39.377 39.924 38.831 34.463 54.912 50.449 49.878 49.167 39.620 55.911 49.683 40.986 50.339 40.997 55.933 bobot isi awal (gr) 2.001 2.001 2.003 2.003 2.000 2.001 2.001 2.000 2.000 2.002 2.002 2.001 2.001 2.004 2.001 2.000 2.002 2.000 2.003 2.002 2.001 2.002 2.003 2.002 2.003 2.002 2.097 2.017 bobot stlh inkubasi (gr) 2.132 2.125 2.196 2.198 2.224 2.258 2.247 2.290 2.253 2.263 2.186 2.190 2.204 2.210 2.325 2.340 2.385 2.368 2.250 2.209 2.209 2.212 2.376 2.364 2.486 2.485 2.433 2.327 bobot benzena terjerap (gr) 0.131 0.124 0.193 0.195 0.224 0.257 0.246 0.290 0.253 0.261 0.184 0.189 0.203 0.206 0.324 0.340 0.383 0.368 0.247 0.207 0.208 0.210 0.373 0.362 0.483 0.483 0.336 0.310

jenis b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK

Contoh perhitungan (b1c1): Daya jerap benzena = bobot benzena terjerap 100%
bobot awal

0.193 gr x100% 2.003 gr = 9.6355%

Lanjutan Lampiran 4 Data karakterisasi daya jerap arang aktif pada kloroform
cawan kosong (gr) 38.857 36.113 40.772 34.619 34.450 83.749 48.767 39.540 39.404 45.423 55.307 50.480 36.088 34.610 39.660 45.396 34.502 83.791 42.160 39.470 40.791 34.634 39.386 45.404 42.142 39.450 47.744 50.417 stlh inkkubasi (gr) 2.218 2.208 2.303 2.324 2.393 2.412 2.465 2.423 2.492 2.440 2.259 2.289 2.286 2.309 2.484 2.486 2.601 2.593 2.353 2.289 2.401 2.376 2.553 2.501 2.781 2.780 2.423 2.421 kloroform terjerap (gr) 0.216 0.205 0.301 0.321 0.392 0.410 0.464 0.422 0.490 0.439 0.258 0.288 0.285 0.308 0.481 0.485 0.599 0.591 0.350 0.320 0.399 0.374 0.551 0.499 0.779 0.778 0.404 0.389

jenis b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK

bobot isi (gr) 2.002 2.003 2.002 2.003 2.001 2.002 2.001 2.001 2.002 2.001 2.001 2.001 2.001 2.001 2.003 2.001 2.002 2.002 2.003 1.969 2.002 2.002 2.002 2.002 2.002 2.002 2.019 2.032

Contoh perhitungan (b1c1): Daya jerap kloroform = bobot kloroform terjerap 100%
bobot awal

0.193 gr x100% 2.003 gr = 0.301% =

Lampiran 5 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar air
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: RESPON Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 30.215(a) 242.881 4.612 .348 .003 10.494 7.573 .223 6.962 2.227 275.323 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 Mean Square 2.747 242.881 2.306 .348 .003 5.247 3.786 .223 3.481 .186 F 14.800 1308.666 12.426 1.873 .019 28.270 20.402 1.203 18.755 Sig. .000 .000 .001 .196 .894 .000 .000 .294 .000

32.442 23 a R Squared = .931 (Adjusted R Squared = .868)

RESPON Duncan Subset ABC A0B1C1 A0B2C1 A0B1C2 A2B2C2 A1B1C1 A2B2C1 A2B1C2 A1B2C2 A1B1C2 A0B2C2 A1B2C1 A2B1C1 Sig. N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 .093 .168 .056 .059 .057 1 1.549200 2.196600 2.196750 2.395200 2 2.196600 2.196750 2.395200 2.592100 2.594800 2.895700 2.395200 2.592100 2.594800 2.895700 3.391450 2.895700 3.391450 3.836650 3.836650 4.443350 4.787900 4.443350 4.787900 5.294700 .084 3 4 5 6

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .186. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Lampiran 6 Hasil analisis ragam pada kadar zat mudah menguap


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: RESPON Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 33.835(a) 1149.240 6.511 1.708 .233 6.271 8.361 .112 10.639 2.615 1185.690 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 Mean Square 3.076 1149.240 3.256 1.708 .233 3.135 4.181 .112 5.320 .218 F 14.116 5274.259 14.941 7.839 1.068 14.389 19.186 .512 24.413 Sig. .000 .000 .001 .016 .322 .001 .000 .488 .000

36.449 23 a R Squared = .928 (Adjusted R Squared = .863)

RESPON Duncan Subset ABC A0B2C1 A2B2C2 A2B2C1 A0B1C1 A1B1C1 A0B1C2 A2B1C2 A1B2C2 A0B2C2 A1B2C1 A1B1C2 A2B1C1 Sig. N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 5.042200 5.688650 6.087800 6.097200 2 5.688650 6.087800 6.097200 6.331050 6.390500 6.690050 6.087800 6.097200 6.331050 6.390500 6.690050 7.082200 6.690050 7.082200 7.688450 7.688450 8.329400 8.570350 8.329400 8.570350 9.040950 .172 3 4 5 6

.057 .076 .078 .064 .097 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .218. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Lampiran 7 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar abu
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: RESPON Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 2537.379(a) 33675.199 1671.085 169.398 223.316 334.554 88.894 31.686 18.446 67.046 36279.624 2604.425 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 23 Mean Square 230.671 33675.199 835.542 169.398 223.316 167.277 44.447 31.686 9.223 5.587 F 41.286 6027.236 149.547 30.319 39.969 29.939 7.955 5.671 1.651 Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .006 .035 .233

a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .951)

RESPON Duncan Subset AB A2B1 A2B2 A0B1 A0B2 A1B1 A1B2 Sig. N 12 2 2 2 2 2 2 1 30.606492 34.497300 35.973300 36.231700 45.779250 50.725050 62.655500 2 3

.173 .192 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 15.048. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.270. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.

Lanjutan Lampiran 7
RESPON Duncan Subset AC A2C1 A2C2 A0C1 A0C2 A1C1 A1C2 Sig. N 12 2 2 2 2 2 2 .173 .192 1 30.606492 34.497300 35.973300 36.231700 45.779250 50.725050 62.655500 1.000 2 3

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 15.048. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.270. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.

RESPON Duncan Subset BC B1C1 B1C2 B2C1 B2C2 Sig. N 16 2 2 2 2 1 31.763694 36.231700 45.779250 50.725050 62.655500 2 3

.222 .178 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 15.048. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.424. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.

Lampiran 8 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada kadar karbon terikat
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: RESPON Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 2468.657(a) 74250.498 1539.417 137.085 237.964 366.211 151.146 35.558 1.278 54.422 76773.577 2523.079 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 23 Mean Square 224.423 74250.498 769.708 137.085 237.964 183.105 75.573 35.558 .639 4.535 F 49.485 16372.164 169.720 30.227 52.471 40.375 16.664 7.841 .141 Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .016 .870

a R Squared = .978 (Adjusted R Squared = .959) RESPON Duncan Subset AB A1B2 A1B1 A0B2 A2B2 A0B1 A2B1 Sig. N 2 2 2 2 2 2 12 1 29.656050 2 44.232750 47.830250 55.456350 57.671100 59.171600 62.240333 3

1.000 .317 .090 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13.793. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.270. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.

Lanjutan Lampiran 8
RESPON Duncan Subset AC A1C2 A1C1 A0C2 A2C2 A0C1 A2C1 Sig. N 2 2 2 2 2 2 12 1.000 .317 1 29.656050 2 44.232750 47.830250 55.456350 57.671100 59.171600 62.240333 .090 3

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13.793. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.270. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05. RESPON Duncan Subset BC B2C2 B2C1 B1C2 B1C1 Sig. N 2 2 2 2 16 1.000 .301 1 29.656050 2 44.232750 47.830250 57.671100 61.008744 .336 3

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13.793. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.424. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.

Lampiran 9 Hasil analisis ragam pada daya jerap benzena


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Daya jerap benzena (%) Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 461.972a 4653.117 66.924 280.967 15.749 68.745 2.413 4.245 22.930 6.633 5121.722 468.605 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 23 Mean Square 41.997 4653.117 33.462 280.967 15.749 34.372 1.206 4.245 11.465 .553 F 75.977 8417.902 60.535 508.294 28.492 62.183 2.182 7.680 20.741 Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .155 .017 .000

a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .973)

Daya jerap benzena (%) Duncan A A0 A1 A2 Sig.


a,b

N 8 8 8

1 11.9869

Subset 2 13.7229

1.000

1.000

16.0624 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .553. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000. b. Alpha = .05.

Lanjutan Lampiran 9
Daya jerap benzena (%) Duncan
a,b

Subset Interaksi a1b1c1 a0b1c1 a1b1c2 a2b1c2 a2b1c1 a0b1c2 a0b2c2 a0b2c1 a1b2c1 a2b2c1 a1b2c2 a2b2c2 Sig. N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 9.3181 9.6855 10.2122 10.4422 2 9.6855 10.2122 10.4422 11.3356 3 4 5 6 7 8

10.4422 11.3356 12.0218

11.3356 12.0218 12.8435

12.0218 12.8435 13.3970 16.5960 18.3520 18.7655

.186

.061

.065

.077

.103

1.000

.588

24.1199 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .553. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.

Lampiran 10 Hasil analisis ragam pada daya jerap kloroform


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Daya jerap kloroform (%) Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 1138.697a 11659.782 129.445 684.965 125.552 103.879 26.966 20.919 46.971 13.096 12811.575 1151.793 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 23 Mean Square 103.518 11659.782 64.723 684.965 125.552 51.939 13.483 20.919 23.485 1.091 F 94.854 10683.893 59.306 627.636 115.044 47.592 12.354 19.168 21.520 Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .001 .000

a. R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .978)

Lanjutan Lampiran 10
Daya jerap kloroform (%) Duncan A A0 A1 A2 Sig.
a,b

N 8 8 8

Subset 1 2 20.2279 20.5768 25.3196 .517 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.091. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000. b. Alpha = .05.

Lampiran 11 Hasil analisis ragam dan uji Duncan pada daya jerap iodin
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Daya jerap iod (mg/g) Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 249896.371a 10384240.0 8605.369 109822.659 14036.839 101392.448 92.148 198.856 15748.053 34.020 10634170.4 249930.391 df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 12 24 23 Mean Square 22717.852 10384239.99 4302.684 109822.659 14036.839 50696.224 46.074 198.856 7874.027 2.835 F 8013.382 3662885 1517.708 38738.300 4951.285 17882.335 16.252 70.143 2777.445 Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Daya jerap iod (mg/g) Duncan A A1 A0 A2 Sig.


a,b

Subset N 8 8 8 1 644.1476 644.6382 .571 2

684.5591 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.835. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000. b. Alpha = .05.

Lanjutan Lampiran 11
Daya jerap iod (mg/g) Duncan
a,b

Interaksi a1b1c1 a1b1c2 a2b1c2 a2b1c1 a0b1c1 a0b2c2 a0b2c1 a0b1c2 a2b2c1 a1b2c1 a1b2c2 a2b2c2 Sig.

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1 508.2517

2 537.5063

Subset 6

10

11

571.6311 586.5056 611.7337 616.8449 624.7869 725.1871 733.5060 736.8016 794.0309 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 .074 1.000 846.5939 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.835. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.

Lampiran 12 Uji pendahuluan Penentuan bobot adsorben optimum pada arang aktif b1c2 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700C, waktu 120 menit), NaOH 0.0968 N
Bobot adsorb en (gr) 0 0 0.6250 0.6254 1.2501 1.2500 1.8751 1.8759 2.5015 2.5018 volume NaOH terpakai (ml) 0.36 0.38 0.24 0.24 0.14 0.14 0.08 0.08 0.05 0.05 bobot contoh (gr) 1.0301 1.0781 1.0246 1.0049 1.0260 1.0073 1.0118 1.0073 1.0096 1.0047 FFA terjerap (ppm) Kapasitas adsorpsi (Q), mg/g

N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

% FFA 0.6689 0.6749 0.4535 0.4624 0.2642 0.2691 0.1531 0.1538 0.0959 0.0963

FFA (ppm) 6889.7311 6951.7023 4670.8882 4762.4560 2720.9669 2771.4802 1576.6594 1583.7030 987.5594 992.3758

% efisiensi penjerapan

2248.3285 2156.7607 4198.24.98 4147.7365 5342.5573 5335.5137 5931.6573 5926.8479

89.9331 86.2153 83.9583 82.9547 71.2303 71.1061 59.2810 59.2258

32.4240 31.1706 60.6752 59.9452 77.2133 77.1115 85.7273 85.6577

Contoh perhitungan: volume NaOH terpakai x Normalitas NaOH x 0.200 %FFA = x100% bobot contoh 0.36 ml x 0.0968 N x 0.0200 = x 100% 1.0301 g = 0.6689%

FFA (ppm) =

0.6689 gr 1.03 gr 1000 ml 1000 mg x x x 100 gr 1 ml 1L 1 gr

= 6889.7311 mg/L = 6889.7311 ppm

FFA terjerap = rerata FFA awal FFA akhir = 6920.7167 ppm 4670.8882 ppm = 2248.3285 ppm
konsentrasi awal konsentrasi akhir xVolume laru tan bobot adsorben

Kapasitas adsorpsi =

= =

konsentras i FFA terjerap x volume laru tan bobot adsorben 2248.3285 ppm x 25ml 0.6250 gr

= 89.9331 mg/g

Efisiensi penjerapan = =

konsentrasi FFA terjerap x100% konsentrasi FFA awal 2248.3285 ppm x100% 6920.7167 ppm

= 32.4240%

Lanjutan Lampiran 12 Penentuan bobot adsorben optimum pada arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700C, waktu 120 menit)
volume NaOH terpakai (ml) 0.36 0.38 0.24 0.24 0.14 0.14 0.08 0.08 0.05 0.05 bobot larutan (gr) 1.0301 1.0781 1.0246 1.0049 1.0260 1.0073 1.0118 1.0073 1.0096 1.0047 FFA terjerap (ppm) Kapasitas biosorpsi (Q), mg/g

N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

% bobot 0 0 2.50 2.50 5.00 5.00 7.50 7.50 10.00 10.00

% FFA 0.6689 0.6749 0.4535 0.4624 0.2642 0.2691 0.1531 0.1538 0.0959 0.0963

FFA (ppm) 6889.7311 6951.7023 4670.8882 4762.4560 2720.9669 2771.4802 1576.6594 1583.7030 987.5594 992.3758

% penjerapan

2248.3285 2156.7607 4198.24.98 4147.7365 5342.5573 5335.5137 5931.6573 5926.8479

89.9331 86.2153 83.9583 82.9547 71.2303 71.1061 59.2810 59.2258

32.4240 31.1706 60.6752 59.9452 77.2133 77.1115 85.7273 85.6577

Penentuan bobot adsorben optimum untuk arang aktif a2b2c2 (H3PO4 10%, suhu aktivasi 800C, waktu 120 menit)
N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 % bobot 0 0 2.50 2.50 5.00 5.00 7.50 7.50 10.00 10.00 volume NaOH terpakai (ml) 0.36 0.38 0.26 0.26 0.16 0.17 0.12 0.13 0.09 0.09 bobot larutan (gr) 1.0301 1.0781 1.0013 1.0120 1.0035 1.0040 1.0066 1.0229 1.0088 1.0046 % FFA 0.6689 0.6746 0.5022 0.4969 0.3084 0.3275 0.2306 0.2458 0.1725 0.1733 FFA (ppm) 6889.7311 6948.7023 5172.5277 5117.8379 3176.1156 3372.9422 2374.7506 2531.6512 1777.1788 1784.6088 FFA terjerap (ppm) kapasitas adsorpsi (Q), mg/g % penjerap an

1746.6890 1801.3788 3743.1011 3546.2745 4544.4661 4387.5655 5142.0379 5134.6079

69.7894 72.0436 74.5994 70.6936 60.5670 58.4978 51.4163 51.2559

25.2440 26.0344 54.0972 51.2525 65.6789 63.4113 74.3153 74.2079

lanjutan Lampiran 12 Penentuan waktu optimum


jenis 800C/2/10% 800C/2/10% 800C/2/10% 800C/2/10% 800C/2/10% 800C/2/10% 700C/2 700C/2 700C/2 700C/2 700C/2 700C/2 waktu (jam) 1.0 1.0 1.5 1.5 2.0 2.0 1.0 1.0 1.5 1.5 2.0 2.0 bobot larutan (gr) 1.0088 1.0046 1.0009 1.0006 1.0069 1.0015 1.0096 1.0047 1.0088 1.0095 1.0083 1.0093 volume NaOH terpakai (ml) 0.09 0.09 0.04 0.04 0.04 0.04 0.06 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 %FFA 0.1727 0.1734 0.0774 0.0774 0.0769 0.0773 0.1151 0.0963 0.0768 0.0767 0.0768 0.0767 FFA (ppm) 1779.017 1786.454 796.9148 797.1537 792.1661 796.4373 1185.071 992.3758 790.6741 790.1258 791.0662 790.2824 FFA terjerap (ppm) 5140.2 5132.7624 6122.3019 6122.0630 6127.0506 6122.7794 5734.1454 5926.8409 6128.5426 6129.0909 6128.1505 6128.9343 Q 51.3979 51.2375 61.1985 61.1815 61.2558 61.2058 57.3071 59.2258 61.1802 61.2175 60.8362 61.0354 efisiensi 74.2888 74.1813 88.4826 88.4791 88.5512 88.4895 82.8726 85.6577 88.5728 88.5807 88.5671 88.5784

Lampiran 13 Isoterm adsorpsi Data isoterm adsorpsi pada arang aktif b1c2 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700C, waktu 120 menit)
volume NaOH terpakai (ml) 0.02 0.02 0.03 0.04 0.05 0.05 0.09 0.09 [FFA] akhir, ppm (C) 397.9361 399.2359 595.6700 798.7089 990.9296 980.2372 1799.9464 1810.1785 As laurat terjerap, ppm (X) 3512.9623 3511.6625 6323.5467 6120.5078 6683.6004 6694.2928 8846.1336 8835.9015

No 1 2 3 4 5 6 7 8

[FFA]awal ppm 3910.8984 3910.8984 6919.2167 6919.2167 7674.5300 7674.5300 10646.0800 10646.0800

%FFA 0.0386 0.0388 0.0578 0.0775 0.0962 0.0952 0.1748 0.1757

X/M (ppm/gr) 1403.7812 1401.0224 2524.5715 2444.9757 2673.1194 2676.9676 3528.9957 3532.3825

log X/M 3.1473 3.1464 3.4022 3.3883 3.4270 3.4276 3.5477 3.5481

log C 0.4149 0.4152 0.4433 0.4628 0.4765 0.4759 0.5126 0.5129

Data isoterm adsorpsi pada arang aktif a2b2c2 (H3PO4 10%, suhu aktivasi 800C, waktu 120 menit)
volume NaOH terpakai (ml) 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.05 0.07 0.07 [FFA] akhir, ppm (C) 602.4315 602.0119 799.5005 805.7291 994.7420 1001.0622 1398.0174 1395.2540 As laurat terjerap, ppm (X) 3308.4669 3308.8865 6119.7162 6113.4876 6679.7880 6673.4678 9248.0626 9250.8260

No 1 2 3 4 5 6 7 8

[FFA]awal ppm 3910.8984 3910.8984 6919.2167 6919.2167 7674.5300 7674.5300 10646.08 10646.08

%FFA 0.0585 0.0584 0.0776 0.0782 0.0966 0.0972 0.1357 0.1355

X/M (ppm/gr) 1323.228 1323.1841 2447.593 2445.102 2671.8083 2668.2131 3697.1546 3698.9988

log X/M 3.1216 3.1216 3.3887 3.3883 3.4268 3.4262 3.5679 3.5681

log C 2.7799 2.7796 2.9028 2.9062 2.9977 3.0005 3.1455 3.1447

Lampiran 14 Analisis kadar FFA pada minyak goreng bekas


%FFA pada minyak goreng sebelum dipakai volume NaOH terpakai (ml) 0.10 0.09 0.09

Ulangan 1 2 3

Bobot minyak (gr) 1.0142 1.0006 1.0096

(%) FFA 0.1909 0.1741 0.1726

FFA (ppm) 1966.1605 1793.5958 1777.6070

rerata FFA

1845.7878

%FFA pada minyak goreng setelah dipakai volume NaOH terpakai (ml) 0.84 0.84 0.85

Ulangan 1 2 3

Bobot minyak (gr) 1.0128 1.0033 1.0033

(%) FFA 1.6057 1.6209 1.6402

FFA (ppm) 16538.5782 16695.1779 16893.9300

rerata FFA

16709.2287

%FFA pada minyak jelantah setelah pemurnian bobot larutan (gr) 1.0046 1.0056 1.0065 1.0090 volume NaOH terpakai (ml) 0.69 0.69 0.42 0.43

ulangan 1 2 1 2

Jenis 700C/2 700C/2 800C/2/10% 800C/2/10%

%FFA 1.3297 1.3284 0.8079 0.8251

FFA (ppm) 13696.1497 13682.5298 8321.0492 8498.0614

rerata FFA 13689.3398 8409.5553

Anda mungkin juga menyukai