Anda di halaman 1dari 18

M A N AJ E ME N AG RI B I S NI S T AN A M A N P E RK E B UN A N K E L AP A S AW I T (Elaeis guineensis Jacq)

Oleh: Vikri Novandi Abar 090308054 KeteknikanPertanaian

K E T E K NI K A N P E RT A NI A N F A K UL T AS PE R T A NI A N U NI V E R S I T AS S U M AT E R A UT A R A 2012

Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan, dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik, mengingat semakin langkahnya atau menurunnya mutu sumber daya alam, seperti minyak bumi/petrokimia, dan air serta lingkungan secara global, sementara di Indonesia sumber-sumber ini belum tergarap secara optimal. Ke masa depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional, dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk menciptakan nilai tambah di sektor industri dan jasa. Dalam Rencana Pembangunan Nasional, pemerintah telah menyusun strategi pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan dan memelihara pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, pemberantasan kemiskinan, dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama untuk mencapai tujuan ini, mengingat masih banyaknya sumber daya alam pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal, dan bahkan belum di manfaatkan sama sekali. Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah pengahasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah malaysia. Di indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Kelapa sawit di datangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka di kenalah jenis kelapa sawit Deli Dura. Pada tahun

1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seseorang dari Belgia, yang lalu diikuti oleh K.Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaysia pada 1911-1912. Di Malaysia, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1971 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor yang menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911. Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha peningkatan pada masa Republik Indonesia dilakukan dengan program bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatan hasil, dan pemasok utama diambil alih oleh Malaysia. Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebuanan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif. Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika. Aspek hulu (benih dan buah) Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palm lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilannya menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki

waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA,free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Kelapa sawit tidak menghasilkan tunas susur. Pembiakannya adalah melalui penyemaian biji-biji. Buah terdiri dari tiga lapisan:

. Pada beberapa tahun ini produsen benih dihadapkan masalah beredarnya benih palsu, karena benih impor mempunyai resiko penularan atau

pembawaanpenyakit yang bersifat Soil Born dan Air Born, misalnya: layu fusarium, budrot, dan red dibease. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurung digunakan sebagai bahan bakar arang. Kelapa sawit yang berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropika, pada ketinggian 0-500 meter diatas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur dan tempat terbuka, dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun. Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit

berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar ( radikula). Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis : E. Guineensis dan E. Oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E.Oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. Penangkaran seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari:

Dura merupakan sawit yang buahnya memilki cangkang tebal sehingga di anggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antar induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masingmasing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%. Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan. Pokok yang matang mempunyai satu batang pokok yang tunggal dan tumbuh sehingga 20 meter tingginya. Daunnya merupakan daun majemuk yang anak-anak daunnya tersusun lurus pada kedua-dua belah tulang daun utama seolah-olah bulu dan mencapai 3 hingga 5 meter panjangnya. Pokok yang muda menghasilkan lebih kurang 30 daun setiap tahun, dengan pokok matang yang melebihi 10 tahun menghasilkan lebih kurang 20 tahun. Bunganya berbentuk rumpun yang padat. Setiap bunganya kecil sahaja, dengan tiga sepal dan tiga kelopak. Buahnya memakan 5 hingga 6 bulan untuk masak dari masa pendebungan,. Ia terdiri daripada lapisan luar yang berisi dan berminyak (perikarp), dengan biji tunggal (isirung) yang juga kaya dengan minyak . Bilangan pelepah yang dihasilkan meningkat sehingga 30 hingga 40 ketika berumur tiga hingga empat tahun dan kemudiannya menurun sehingga 18 hingga

25 pelepah. Pelepah sawit meliputi helai daun, dengan setiap daunnya mengandung lamin, racis tengah petiol, dan kelopak pelepah. Setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65 cm dan menguncup, dengan lebarnya antara 2,5 cm hingga 4 cm. Ada dua jenis bentuk kedudukan helai daun dalam Elaeis oleifera. Pelepah sawit tersusun dalam bentuk pusaran. Stomata atau rongga terbuka untuk menerima cahaya dalam proses fotosintesis wujud pada permukaan helai daun. Pelepah matang mempunyai duri, dan berukuran hingga 7.5cm, dengan petiol lebih kurang satu perempat daripada panjang pelepah. Aspek budidaya Pengembangan tanaman kelapa sawit telah dilakukan secara luas di Indonesia baik di kawasan barat maupun di kawasan timur Indonesia. Potensi lahan yang tersedia untuk pengembangan kelapa sawit umumnya cukup bervariasi, yaitu lahan berpotensi tinggi, lahan berpotensi sedang, dan lahan yang berpotensi rendah. Budidaya kelapa sawit tidaklah mudah, karena perlu banyak hal yang harus dilakukan membudidayakan kelapa sawit, misalnya areal untuk menanam kelapa sawit tersebut. Areal berpotensi rendah sedang tersebut memiliki faktor pembatas untuk pengembangan kelapa sawit yang meliputi : -3 bulan/tahun yang menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata dalam setahun. -bergunung dengan kelerangan 25-40% (areal dengan kemiringan lereng diatas 40% tidak disarankan untuk pengembangan tanaman kelapa sawit). jenis tanah yang memiliki kandungan bantuan yang tinggi dan kondisi drainase kurang baik.

gambut

Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0 - 500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80 -

90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000 - 2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan pada saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Aspek manajemen Pada Perkebunan Kelapa Sawit Pada prakteknya, ruang lingkup manajemen perkebunan kelapa sawit dibagi berdasarkan kelompok kegiatan yang ada di lapangan, di pabrik, di kantor kebun maupun di kantor direksi. Pengelompokan kegiatan tersebut adalah: 1. Kegiatan investasi termasuk di dalamnya rencana penanaman baru, tanaman ulang, pembangunan pabrik, pem,bangunan sarana dan prasarana, pengadaan tenaga kerja yang meliputi volume kerja, penjadwalan kerja, maupun biayanya. Perencanaan ini dilakukan oleh bagian perencanaan atau disebut manajemen perencanaan. 2. Operasional kegiatan investasi yang sedang dilaksanakan, misalnya

pembangunan dan pemeliharaan tanaman baru sebagai penambahan areal atau peremajaan yang biasanya disebut tanaman belum menghasilkan (TBM), pelaksanaan pembangunan pabrik atau prasarana, dll. 3. Operasional kegiatan keproduksian meliputi kegiatan pemeliharaan dan penanaman tanaman yang sudah menghasilkan, pengolahan tandan di pabrik serta pemeliharaan sarana penunjang keproduksian. 4. Produktivitas tenaga kerja beserta sistem pengupahan dan kesejahteraan sosialnya dipantau dan dikelola oleh bagian khusus yang dapat digolongkan sebagai manajemen tenaga kerja dan pengupahan. Biasanya dikelola dari kantor pusat (direksi). 5. Masalah pembiayaan diatur dari kantor direksi dibantu oleh petugas administrasi di semua lini mulai yang terbawah yaitu kerani afdeling sampai yang tertinggi di kantor direksi. 6. Penjualan hasil dilakukan oleh kantor direksi melalui bagian penjualan. Bagian penjualan ini mencari calon pembeli dan melakukan negosiasi harga untuk diputuskan oleh Direksi. 7. Manajemen pengawasan memegang peranan yang penting pada perkebunan kelapa sawit. Pengawasan dalam berbagai kegiatan harus dilakukan. Mulai

dari pelaksanaan kultur teknis, penjadwalan yang sudah ditentukan, prosedur yang ditempuh, realisasi kegiatan, pemakaian biaya sampai pada penjualan hasil dan biaya produksi. Pengawasan ini dilakukan pada lini terbawah oleh atasannya, oleh satuan tugas khusus yang dibentuk Direksi atau kepala bagian dari kantor direksi. 8. Organisasi pada suatu unit usaha maupun unit kegiatan sangat berpengaruh sekali terhadap kelancaran proses dalam mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Organisasi yang serasi dalam berbagai lapis perlu dikaji dengan sebaik baiknya. Organisasi yang baik akan dapat menjelaskan garis tanggung jawab, kewajiban dari masing masing individu, yang berada dalam organisasi ini. Organisasi ini tidak harus statis tetapi harus dapat tumbuh kembang sesuai dengan perubahan yang terjadi. Harus ada garis yang jelas antara wewenang dan tanggung jawab, ada garis komando dari atas ke bawah, ada pendelegasian, sederhana tetapi jelas. Secara langsung perencanaan dan pengawasan ini tidak akan

menghasilkan pendapatan, tetapi harus dibiayai yang sebagian dimasukkan sebagai biaya umum, investasi dan kegiatan produksi. Tujuan Manajemen Pada Perkebunan Kelapa Sawit Manajemen perkebunan memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam program jangka panjang maupun jangka pendeknya. Tujuan tersebut ada yang jelas dapat dihitung secara fisik, namun ada yang tidak dapat dihitung dan perlu diketahui oleh semua pihak. Tujuan tersebut dijabarkan dalam bentuk sasaran. Sasaran tersebut harus dapat dijelaskan secara fisik dan dijelaskan pada setiap lini, pada setiap unit kerja bahkan sampai pada setiap individu. Pencapaian sasaran yang dinyatakan secara kuantitatif akan mudah dilaksanakan. Sasaran tersebut dapat pula dibagi berdasarkan waktu kerja misalnya harian, mingguan, bulanan, tahunan, dll. Pekerjaan pekerjaan di lapangan, seperti panen/produksi, memberantas lalang, memberantas hama/penyakit, pengolahan hasil, dll, yang diserahkan pelaksanaannya pada karyawan, selalu diminta secara harian sehingga perlu dibuat rencana harian. Pembayaran gaji misalnya memerlukan informasi setiap

bulan, penjualan hasil sebulan sekali, situasi tanaman atau mutasi tanaman diperlukan 6 bulan sekali, dll. Sasaran manajemen dapat pula diarahkan langsung pada objek yang ditentukan dan dari sini baru digabungkan menjadi sasarn yang lebih utama. Praktek manajemen tersebut dikenal sebagai management by objective atau dikenal sebagai target setting. Peran dari masing masing objek harus diteliti sebaik baiknya dan diusahakan dapat bekerja secara prima. Agar dapat bekerja secara prima, maka kondisi yang diperlukan haruslah dilengkapi kekurangannnya. Untuk ini maka objek harus dipisahkan satu persatu kemudian ditetapkan kondisi bagaimana diperlukan dan bagaimana menciptakannya. Tolak ukur keberhasilan manajemen dapat diketahui jika dalam suatu periode tertentu manajemen berhasil bekerja dengan efisien, misalnya biaya yang dikeluarkan lebih murah atau lebih rendah dari yang normal. Hal ini dapat dihitung dari perbandingan output dan input, memberikan tingkat keuntungan atau profit yang maksimum dan pekerjaan yang dilakukan secara efektif, artinya pekerjaan dilakukan dengan baik sesuai dengan output. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit. Dalam dokumen praktis ini digambarkan prospek pengembangan agribisnis saat ini hingga tahun 2010 dan arah pengembangan hingga tahun 2025. Masyarakat luas, khususnya petani, pengusaha dan pemerintah dapat menggunakan dokumen praktis ini sebagai acuan. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%),

perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha. Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung secara handal oleh enam produsen benih dengan kapasitas 124 juta per tahun. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, dan PT. Bina Sawit Makmur masing-masing mempunyai kapasitas 35 juta, 25 juta, 15 juta, 12 juta, 12 juta, dan 25 juta. Permasalahan benih palsu diyakini dapat teratasi melalui langkah-langkah sistematis dan strategis yang telah disepakati secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan secara hati-hati terutama dengan pertimbangan penyebaran penyakit. Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang dengan pesat. Saat ini jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13,520 ton TBS per jam. Sedangkan industri pengolahan produk turunannya, kecuali minyak goreng, masih belum berkembang, dan kapasitas terpasang baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000 baru memproduksi olekimia 10,8% dari produksi dunia. Secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama

pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah 1) menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan 2)

menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obata-obatan dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya. Sedangkan sasaran utamanya adalah 1) peningkatan produktivitas menjadi 15 ton TBS/ha/tahun, 2) pendapatan petani antara US$ 1,500 2,000/KK/tahun, dan 3) produksi mencapai 15,3 juta ton CPO dengan alokasi domestik 6 juta ton. Arah kebijakan jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam jangka menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit meliputi peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembangan. Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung dengan program-program yang komprehensif dari berbagai aspek manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan (perbenihan, budidaya dan pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan pemberdayaan masyarakat) hingga evaluasi. Kebutuhan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit 60.000 ha per tahun untuk lima tahun ke depan adalah Rp. 12,7 trilyun. Kebutuhan investasi di Indonesia Barat adalah Rp. 5,8 trilyun, investasi petani plasma sebesar Rp. 3,4 trilyun perusahaan inti sebesar Rp. 1,9 trilyun pemerintah sebesar Rp. 587milyar. Kebutuhan investasi di Indonesia Timur adalah Rp. 6,8 trilyun (investasi petani plasma sebesar Rp. 3,9 trilyun, perusahaan inti sebesar Rp. 2,3 trilyun dan pemerintah sebesar Rp. 649 milyar.

Kebutuhan investasi untuk peremajaan kebun kelapa sawit 100.000 ha per tahun untuk lima tahun ke depan adalah Rp. 14,6 triliun. Kebutuhan investasi untuk peremajaan 80.000 ha di Indonesia Barat adalah Rp. 10,7 triliun (investasi petani plasma sebesar Rp. 8 triliun perusahaan inti sebesar Rp. 2,4 miliar dan pemerintah sebesar Rp. 349,912,500,000). Kebutuhan investasi untuk peremajaan 20.000 ha di Indonesia Timur adalah Rp.3,9 triliun (investasi petani plasma sebesar Rp. 3 triliun perusahaan inti sebesar Rp. 741 miliar dan pemerintah sebesar Rp. 113 miliar. Total biaya investasi yang diperlukan dalam 5 tahun ke depan sekitar Rp. 27,3 triliun. Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan intiplasma dengan penguatan kelembagaan melalui pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan. Pemilikan saham ini dilakukan melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan penjualan hasil atau dari hasil outsourcing dana oleh organisasi petani. Kebutuhan investasi untuk pengembangan pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton per tahun (6.600 kl per tahun) dan kapasitas 100.000 ton per tahun (110.000 kl per tahun) masing-masing adalah Rp. 12 miliar dan Rp. 180 miliar. Apabila setiap tahun dibangun satu pabrik skala kecil dan besar, maka total biaya investasi yang diperlukan dalam lima tahun ke depan Rp. 860 miliar. Nilai investasi tersebut diperlukan untuk membeli peralatan dan mendirikan bangunan pabrik. Dukungan kebijakan sarana dan prasarana serta regulasi diperlukan untuk mencapai sasaran investasi dan pengembangan agribisnis sawit ini. Dukungan kebijakan diharapkan diperoleh dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Deparetemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara BUMN, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kantor Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, Pemerintah Daerah, dan Kejaksaan Agung serta Kepolisian. Minyak kelapa sawit sebagai minyak diesel Minyak solar diperoleh dari minyak bumi, dikenal sebagai bahan bakarmotor diesel yang telah biasa digunakan. Sebagai penganti minyak solar orang sekarang sudah mulai menggunakan biodiesel. Bahan bakar biodiesel

berasal dari tumbuhan atau dari hewan yang direaksikan dengan metanol (proses transesterifikasi) sehingga diperoleh minyak methil ester (ME). Selanjutnya methil ester sering disebut dengan biodiesel atau bahan bakar motor diesel yang berasal dari minyak tumbuhan atau hewan. Biodiesel sudah banyak digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi dia Amerika Serikat. Campuran yang banyak dipakai adalah 20% ME : 80% solar, dan 35% ME : 65% solar. Biodiesel murni (100%) sudah pula digunakan sejak 1994, dengan mesin yang sedikit di modifikasi atau tanpa di modifikasi. Penggunaan 100% ME dapat menurunkan emisi gas asp sampai 50%, tetapi tidak disarankan, karena dapat merusak dan menyumbat saluran bahan bakar seperti pipa dan pengedap. Minyak sawit yang telah direaksikan dengan metanol, dengan

perbandingan 30% ME minyak sawit 70% solar. Minyak sawit yang digunakan adalah minyak sawit yang tidak diproses menjadi minyak masak, karena kualitas yang kurang baik. Biodiesel nampaknya akan menjadi energi yang mempunyai prospek danmasa depan yang cerah, karena Biodiesel tidak beracun, biodegradable, essentially free of sulfur dan carcinogenic benzene, dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui, sumber yang dapat didaur ulang, tidak menambah secara signifikan terdapat akumulasi gas rumah kaca. Biodiesel cukup menjanjikan sebagai bahan bakar alternatif untuk motor diesel. Manajemen Pemasaran Agribisnis Kelapa Sawit Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia. Walaupun produksi minyak nabati produksi minyak kelapa sawit mengalami kenaikan cukup pesat dari tahun ke tahun. Namun Indonesia tidak luput dari hal yang tidak mendukung seperti pengaruh cuaca buruk (badai El Nino), sehingga menyebabkan kadar asam minyak kelapa sawit tinggi. Hal ini mengakibatkan mutu minyak kelapa sawit bervariatif. Walaupun begitu prospek minyak sawit cukup menjanjikan di dasawarsa milenium ini, indikatornya dilihat dari meningkatnya konsumsi kelapa sawit dunia. Harapan dan perkiraan naiknya produksi dan pemasaran minyak kelapa sawit dunia terutama oleh negara-negara penghasil utama minyak kelapa sawit ternyata tidak diikuti oleh perkembangan pemasaran minyak kelapa sawit di

Indonesia kuartal pertama tahun 2000 ini. Sebagai contoh adalah mekanisme tender yang dilaksanakan oleh pihak PT Perkebunan Nusantara diwakili Kantor Pemasaran Bersama, tidak menunjukkan gairah pasar yang diharapkan. Terjadi penurunan volume rata - rata penjualan diawal tahun 2000 tersebut. Sebagai komoditi yang bebas diperdagangkan di pasar internasional, perdagangan minyak sawit Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal yang berimplikasi pada produksi dan perdagangan minyak sawit Indonesia. Ekspor minyak sawit Indonesia umumnya ditujukan untuk pasar ekspor Eropa. Maka sedikit masalah pada minyak sawit Indonesia akan mengancam kelangsungan ekspor minyak sawit. Disamping itu adanya peluang - peluang yang ada karena masih banyaknya lahan potensial dan strategi pemasaran yang tepat khususnya dalam menjual minyak kelapa sawit merupakan masalah yang cukup dipecahkan dalam rangka mengembalikan kepercayaan dunia terhadap mutu minyak sawit Indonesia serta rangka memenangkan persaingan ekspor minyak sawit dan selain terhadap produsen minyak nabati lainnya yang merupakan substistusi minyak sawit. Secara internal penjualan di Kantor Pemasaran Bersama, menjelang awal tahun 2000 nilai penjualan dengan mekanisme tender menciut drastis. Menurut pelaku pasar, diperkirakan karena adanya penjualan langsung dari pihak produsen kepada prosesor, tanpa mekanisme tender. Mekanisme ini dikhawatirkan akan merusak mekanisme tender yang sedang digalakkan. Disamping itu kondisi politik yang sedang tidak begitu menguntungkan perekonomian menyebabkan para procesor lebih cenderung untuk berhati-hati dalam melakukan pengadaan stok CPO. Namun pihak PTP yang diwakili KPB tetap menyelengarakan tender karena cukup diakui akan mampu mendapatkan harga terbaik. Kantor Pemasaran Bersama KPB merupakan suatu organisasi yang memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di seluruh Indonesia. Minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil, CPO, merupakan salah satu produk yang ditangani oleh KPB khususnya Divisi Penjualan Kelapa Sawit. Mekanisme tender merupakan salah satu metoda penjualan yang terdapat di Divisi Kelapa Sawit selain dari metoda - metoda lainnya seperti free sale dan Long Term Contract.

Dari berbagai masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor - faktor apakah yang perlu dipertimbangkan pada harga penjualan minyak kelapa sawit di dalam negeri khususnya di Kantor Pemasaran Bersama? 2. Metoda penjualan apakah yang terbaik untuk metoda - metoda penjualan yang dilaksankan saat ini oleh Kantor Pemasaran Bersama? Dari permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi faktor - faktor yang dipertimbangkan pada penjualan minyak kelapa sawit di Kantor Pemasaran Bersama. 2. Mengkaji kemungkinan - kemungkinan alternatif metoda penjualan yang lain yang dapat diterapkan di Kantor Pemasaran Bersama. Metoda pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan identifikasi eksternal dan internal dari kondisi perdagangan minyak kelapa sawit dewasa ini. Setelah itu dilakukan analisa proses hirarki dari elemen - elemen yang merupakan kesimpulan sesuai analisa disebelumnya untuk dilakukan suatu pengambilan keputusan tentang alternatif penjualan apakah yang merupakan metoda penjualan terbaik didukung dengan kondisi perekonomian minyak kelapa sawit saat penelitian tersebut berlangsung. Penilaian secara konseptual dilakukan dengan mengadakan pertanyaan pertanyaan kepada pihak manajemen juga untuk data - data sekunder lainnya, seperti misalnya kondisi perekonomian minyak kelapa sawit di Indonesia dan formula LTC. Data lain seperti perdagangan ekspor dan impor diperoleh dari lembaga - lembaga penyedia data statistik dan studi perpustakaan. Untuk melakukan pengambilan keputusan dilakukan dengan kuestioner secara sengaja terhadap para pakar atau yang berpengalaman dalam menangani masalah kelapa sawit Indonesia. Menurut penelitian ini, hal - hal yang mempengaruhi fluktuasi harga pada penjualan minyak kelapa sawit terutama mempertimbangkan harga,

supply/demand, kondisi politik dan keamanan, serta perubahan teknologi yang berlangsung. Derivatif lain yang juga dipertimbangkan berkaitan dengan kondisi diatas adalah kurs, substitusi, produksi, kebijaksanaan/peraturan pemerintah dan cadangan minyak kelapa sawit.

Dari penelitian selain teridentifikasi faktor - faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi nilai penjualan CPO, dan untuk mengantisipasi faktor faktor tersebut pihak KPB khususnya divisi penjualan kelapa sawit menggunakan mekanisme penjualan dengan tender, penjualan bebas dan long term kontrak. Alternatif lain dari metoda penjualan yang ada tersebut yaitu bursa berjangka dan e - commerce belum dapat diadakan. Hendaknya pihak KPB khususnya divisi penjualan kelapa sawit juga mempertimbangkan penggunaan mekanisme penjualan lain seperti bursa berjangka dan eletronic commerce khususnya untuk mengantisipasi maraknya globalisasi perdagangan dan perubahan teknologi informasi. Pendekatan Pemasaran Agribisnis Kelapa Sawit Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditas unggulan negara kita. Pada saat sekarang ini, komoditas kelapa sawit masih tetap menjadi komoditas perkebunan yang penting dan menjanjikan, mengingat hasilnya (minyak kelapa sawit dan inti sawit) merupakan bahan baku industri sekaligus komoditas ekspor yang sangat penting karena kemanfaatannya yang sangat luas. Negara kita Indonesia menduduki peringkat ke dua terbesar negara negara penghasil Kelapa Sawit dunia. Sejalan dengan tingginya minat untuk memperkebunkan Kelapa Sawit, pemerintah kita memberikan semacam tawaran dan kemudahan untuk membangun perkebunan kelapa sawit melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Program ini adalah merupakan sebuah langkah dalam rangka menindaklanjuti kebijakan pemerintah tentang Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kelautan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada bulan Juni 2005 di Jati Luhur, Jawa Barat. Hal ini tentunya menjadi sebuah komitmen dalam upaya pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan yang pada saat sekarang ini sudah menjadi dilema besar bagi negeri ini. Sesuai dengan Visi Perkebunan 2020 yaitu sebagai sumber kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah menempatkan perkebunan kelapa sawit sebagai unggulan nasional. Dalam kontek ini pengembangan industri kelapa sawit harus menghasilkan produk hulu hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial. Maka pendekatan yang

akan ditempuh adalah Pengembangan Klaster Industri Berbasis Kalapa Sawit (Media Perkebunan, 2009). Program ini melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Di sisi lain pihak perbankan juga dilibatkan untuk menyalurkan kredit dalam mambantu pembiayaan. Program Revitalisasi Perkebunan sendiri adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Diharapkan dengan program ini, mampu meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat melalui pengembangan perkebunan serta meningkatkan penguasaan ekonomi nasional dengan mengikutsertakan masyarakat (petani/pekebun) dan pengusaha lokal.

DAFTAR PUSTAKA http://anandayopantry.blogspot.com/2011/09/manajemen-pemasaran-agribisniskelapa.html [Diakses: 12 Maret 2010]. http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4sawit [Diakses: 12 Maret 2010]. http://www.scribd.com/doc [Diakses: 12 Maret 2010]. Lubis, A. U., 1994. Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Pusat Penelitian Kelapa Sawit Press, Medan.

Anda mungkin juga menyukai