Anda di halaman 1dari 5

Urolithiasis

BAB I KONSEP DASAR Urolithiasis A. PENGERTIAN Urolithiasis adalah adanya batu atau kulkulus dalam sistem urinarius atau saluran perkemihan,(Barbara M. Nettina, 2002). Ureterolithiasis adalah batu yang terdapat di ureter Urolithiasis B. ETIOLOGI Penyebab secara pati belum diketahui (idiopatik), namun ada beberapa faktor precipitasi terbentuknya batu, yaitu : (R. Sjamsuhidajat, 2004) 1. Makanan yang banyak mengandung purin 2. Dehidrasi 3. Hiperparatiroidisme 4. Immobilisasi 5. Obstruksi kronik oleh benda asing didalam traktus urinarius Menurut Soeparman, 2000 penyebab urolithiasis dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Faktor intrinsik a. herediter b. usia : 30 50 tahun c. pria tiga kali lebih banyak dibandingkan wanita 2. Faktor ekstrinsik a. faktor geografis : daerah berkapur b. pemasukan cairan kurang dan peningkatan kalsium, terutama berasal dari fastfood c. diet purin, oksalat, dan kalsium Teori pembentukan batu menurut Mansjoer Arif, (2000) meliputi : 1. Teori inti (nukleus) : kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang sudah mengalami supersaturasi. 2. Teori matriks : matrik organik yang berasal dari serum atau protein- protein urin memberikan kemungkinan pengendapan kristal. 3. Teori inhibitor kristalisasi : beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi. Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi itu tergantung pada PH urin, kekuatan ion, konsentrasi cairan, dan pembentukan kompleks : 1. Batu kalsium disebabkan oleh : a. Hiperkalsiuria absorptif : gangguan metabolisme yang menyebabkan absorsi usus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid. b. Hiperkalsiuria renalis : kebocoran pada ginjal. 2. Batu oksalat disebabkan oleh : a. Primer auto somal resesif. b. Ingesti, inhalasi : vitamin C, ethilen glycol, methoxyflurane, anestesi c. Hiperoksalouria entenik : inflamasi saluran pencernaan, reseksi usus halus, bypass jejunoileal, sindrom malabsorpsi. Urolithiasis 3. Batu asam urat disebabkan oleh : a. Makanan yang banyak mengandung purin. b. Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma. c. Dehidrasi kronis. Urolithiasis C. MANIFESTASI KLINIS Menurut R. Syamsul Hidayat dan Wim Dejong, (1997). Gejala dan tandanya tergantung pada lokasi batu, besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu : 1. Hematuria (kencing darah).

2. Disuria Pada pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri, sakit mendadak yang disebabkan batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa pegal di CVA (Costovertebra Angle) atau kolik yang menjalar ke perut bawah sesuai lokasi batu dalam ureter. 3. Pancaran urine terganggu. Menurut R. Sjamsuhidajat, (2004) manifestasi klinis dari urolithiasis yaitu : 1. Nyeri pinggang : lokasi batu di ginjal, diureter bagian atas. 2. Nyeri pinggang menjalar ke abdomen atau ke skrotum dan testis atau ke vulva : batu di ureter atau bledder. 3. Nyeri hebat (kolik) biasanya intermiten tetapi sangat berat : bila ureter spasme dan batu tidak dapat melaluinya. 4. Mual, muntah : timbul sebagai respon sympatis dan parasympatis karena peristaltik dan spasme ureter. 5. Pucat, diaphoresis D. PATHOFISIOLOGI Urolithiasis Mekanisme pembentukan batu ginjal atau urologi belum diketahui secara pasti. Berbagai faktor mempengaruhi proses pembentukan batu. Faktor utama yaitu supersaturasi filtrat. Faktor lain yaitu PH urine, stasis urine dan deficiensi faktor penghambat pembentuk batu. Batu terbentuk dari calsium, phospat, oxalat, asam urat, struvit dan kristal cystine. Dan yang paling banyak adalah batu calsium yaitu calsium phopat dan calsium oxalat. Batu asam urat dibentuk dari pengaruh metabolisme purine, batu struvit terbentuk karena akibat dari ure splitting bacteri dan mengandung magnesium, phospat dan amonium. Batu cystine terbentuk dari crystal cystine sebagai akibat dari defek tubulur renal. Ketika filtrat yang harus diekskresikan semakin meningkat konsentrasinya, keadaanini sangat mendorong terjadinya keadaan supersaturasi. Contohnya sebagai efek immobilisasi yang lama dapat menyebabkan mobilisasi calsium dari tulang sehingga kadar serum kalsium meningkat yang berdampak terhadap beban yang harus diekskresikan. Jika intake cairan tidak adekuat akan terjadi supersaturasi dan akan terbentuk batu, lebih banyak batu kalsium. PH urine dapat meningkatkan atau melarutkan batu saluran kemih. Batu asam urat cenderung terbentuk pada keadaan urine yang asam. Batu struvit dan kalsium phosfat cenderung terbentuk pada keadaan urine yang alkali. Batu kalsium oxalat tidak dipengaruhi oleh PH urine. Batu dibentuk di ginjal dan menuju ureter dan turun kedalam vesika urinaria. Sering kali batu tersangkut di sudut uretepelvie ataupun dilekukkan uretero visikal. Bila batu menyumbat dan menghambat aliran urine menyebabkan dilatasi ureter sehingga terjadi keadaan hidroureter. Rasa nyeri karena spasme ureter terasa sangat berat dan seperti diremes atau ditusuk dan dapat menyebabkan shock. Dapat juga klien mengalami hematuria karena kerusakan lapisan urethelial. Jika obstruksi tidak segera diatasi atau dihilangkan, urin stasis dapat menyebabkan infeksi dan secara bertahap mengganggu fungsi ginjal pada bagian yang dipengaruhi. Obstruksi terus menerus dapat menyebabkan hidroneprosis atau pembesaran ginjal. E. PATHWAY Urolithiasis Diet Purin ISK Hiper Immobilitas Dehidrasi Paratioroid Asam urat Bakteri Osteoclast Reabsobsi memingkat Pemecah urea Hiperkalsemia air meningkat Kristalisasi Sedimen dan Reabsobsi Pemekatan urin asam urat kristalisasi calsium di ginjal menungkat

BATU Kalsifikasi Sedimen

Gesekan Obstruksi Terapi Kandung kemih pembedahan Insisi Pendarahan Inflamasi Retensi urin Kerusakan Risiko defisit Sensitivitas Refluk Ujung syaraf Volume cairan syaraf Terputusnya meningkat kontinuitas jaringan Nyeri Hidroneprosis Nyeri Gangguan aktivitas Gagal ginjal Port deentri kuman Gangguan Eliminasi BAK Resti Infeksi

(Price, Silvia Anderson,1995 Fisiologi Proses-Proses Penyakit, E4, EGC Jakarta)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urolithiasis Menurut Harwono Sapto dan Susanto Fitri (2002) pemeriksaan diagnostik utuk pasien ureterolithiasis meliputi : 1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan analisis urine yang dilakukan meliputi : a. Berat jenis urine atau analisa urine : sering ada sel darah merah, putih, crystal, perubahan PH, kultur sering ada bakteri. Urine 24 jam study : sering terjadi peningkatan kadar kalsium, phospat, asam urat, oxalat atau cystine. b. Darah : kadar kalsium, protein, elektrolit, asam urat, phospat, BUN, creatinin dan sel darah putih terjadi peningkatan. 2. Foto Rontgen a. BNO (Buiknier Overziecht / Plan Foto Abdomen) Pemeriksaan ini digunakan dalam saluran kemih juga menentukan besar, macam dan lokasi batu. b. IVP (Intro Vena Pyelographic) Dari pemeriksaan ini dapat diketahui struktur dan fungsi dari sistim ginjal, ureter dan buli-buli, kandung kemih. c. CT Scan Pemeriksaan ini dilakukan apabila kedua pemeriksaan yang lainnya belum diketahui batu, macam maupun lokasi batu, CT Scan tampak adanya batu atau massa.

G. PENATALAKSANAAN Urolithiasis Menurut Masjoer, Arif (2000), penatalaksanaan pada pasien ureterolithiasis dapat dilakukan dengan cara : 1. Tujuan pengelolaan batu saluran kemih adalah : a. Menentukan dengan tepat adanya batu, lokasi dan besarnya batu. b. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih : rasa nyeri, gangguan ginjal, infeksi.. c. Menghilangkan obstruksi,rasa nyeri dan infeksi. d. Menganalisa batu dan mencari latar belakang terjadinya batu. 2. Tindakan : a. Pemberian analgesik, pemberian antibiotik. b. Pengatur diit, sesuai dengan hasil analisa batu c. Mengangkat batu dengan cara : Operasi : Nephrostomy, Pyelolithotomy, Neprhrolithotomy, Cystotomi, Extracorporeal Shock Wave Lithotomy. H. KOMPLIKASI Urolithiasis Menurut Barbara Engram, (1999) komplikasi dari batu ginjal adalah : 1. Obstruksi ginjal, yang dapat menimbulkan kerusakan permanen bila tidak teratasi 2. Perdarahan 3. Infeksi I. FOKUS PENGKAJIAN Urolithiasis Menurut Doenges, Marilym E, (1999) data dasar pengkajian pasien dengan post operasai ureterolithiasis dengan perpaduan diagnosa keperawatan Nanda (2005 - 2006) meliputi : 1. Data Subyektif : a. Apakah pasien mengeluh nyeri b. Apakah ada tanda tanda infeksi c. Adakah gangguan atau kerusakan mobilitas fisik 2. Data Obyektif : Data obyektif pasien post ureterolithiasis meliputi : a. Pengkajian tentang nyeri. i. Kaji nyeri (PQRST) - P : provokatif : faktor yang memperberat atau memperingan nyeri - Q : quality : nyeri tajam, tumpul, atau merobek - R : region : daerah perjalanan - S : saverity : skala nyeri, intensitas nyeri - T : time : lamanya nyeri ii. Kaji tingkah laku pasien - perilaku berhati-hati - fokus pada diri sendiri - penyempitan fokus - menarik diri dari kontak sosial - perilaku distraksi : merintih, menangis - koping nyeri : mata sayup, gerak kacau b. Pengkajian tentang risiko infeksi. i. kaji keadaan luka pada pembedahan ii. kaji tanda-tanda infeksi : rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia iii. kaji jahitan , lokasi c. Pengkajian tentang gangguan atau kerusakan mobilitas fisik i. kaji tingkat kemandirian pasien atau aktivitas toleransi : makan, mandi, toileting, memakai alat pakaian ii. Kaji sistim musculoskeletal : kekuatan otot, ketegangan otot iii. Kaji sistim kardiovaskuler : tekanan darah, nadi iv. Kaji postur tubuh : saat tidur atau berbaring, duduk, berdiri J. FOKUS INTERVENSI

Diagnosa keperawatan pada pasien ureterolithiasis, meliputi : 1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik : post operasi (pembedahan) a. Observasi tingkat nyeri (intensitas, frekuensi, lokasi) Rasionalisasi menentukan tingkat nyeri pasien b. Observasi vital sign setiap 4 6 jam Rasionalisasi mengetahui perkembangan vital sign yang berhubungan dengan keluhan nyeri c. Memberikan posisi pasien dengan nyaman Rasionalisasi mengurangi rasa nyeri c. Latih relaksasi nafas dalam Rasionalisasi memberikan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri e. Memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasionalisasi agar klien merasa tenang dan nyaman f. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesik Rasionalisasi mengurangi dan menghilangkan nyeri 2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv (pembedahan). a. Monitor vital sign setiap 5 6 jam Rasionalisasi mengetahui perkembangan vital sign b. Monitor tanda dan gejala infeksi Rasionalisasi mengetahui adanya tanda-tanda infeksi c. Memberikan perawatan kulit pada daerah yang berisiko infeksi Rasionalisasi mengurangi terjadinya infeksi d. Dorong asupan nutrisi dan cairan yang cukup Rasionalisasi membantu daya tahan tubuh, untuk mengurangi terjadi infeksi e. Menjelaskan tanda-tanda infeksi dan pencegahannya Rasionalisasi memberikan pengetahuan pasien tentang infeksi f. Kolaborasi dengan medis untuk pemeriksaan darah, kultur Rasionalisasi untuk mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium g. Laksanakan pemberian obat antibiotika sesuai program Rasionalisasi membantu mengurangi terjadinya infeksi 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pengobatan post operasi. a. Observasi keadaan umum pasien Rasionalisasi mengetahui perkembangan keadaan pasien b. Mengobservasi tingkat kekuatan otot Rasionalisasi mengetahui tingkat kekuatan otot c. Mengajarkan rentang gerak Rasionalisasi untuk mendapatkan kembali tingkat aktivitas fisik d. Mengajarkan tehnik relaksasi dengan melakukan message, perawatan kulit dan pertahankan alat tenun bersih dan kering Rasionalisasi mengurangi ketegangan atau kelemahan oto, juga untuk mengurangi sakit e. Atur posisi tidur pasiendan rubah posisi secara teratur Rasionalisasi tidak terjadi komplikasi decubitus f. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam terapi fisik Rasionalisasi membantu klien kearah penyembuhan

Anda mungkin juga menyukai