Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari berbagai aspek potensi peserta didik yang harus

ditumbuhkembangkan melalui dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan di

atas, salah satunya adalah aspek kecerdasan peserta didik. Aspek ini tidak kalah

pentingnya dengan aspek-aspek yang lainnya yang harus ditumbuhkembangkan.

Salah satu alasannya, karena masa depan bangsa berada di tangan anak-anak

yang cerdas. Hal ini sejalan dengan yang diamanatkan oleh para pendiri Republik

sebagaimana halnya dalam Pembukaan UUD 1945 merumuskan bahwa salah

satu tujuan mendirikan negara bangsa yang merdeka adalah “mencerdaskan

kehidupan bangsa”.

Mengapa para pendiri Republik ini memasukkan kalimat “mencerdaskan

kehidupan bangsa” dalam Pembukaan UUD 1945, hal ini tampaknya disadari

bahwa ketertinggalan dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat bangsa

Indonesia, pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, hanya dapat

diatasi melalui proses tranformasi budaya, dari budaya feodal ke budaya


1
2

demokratis, dari budaya tradisional ke budaya modern, dan dari budaya

masyarakat terjajah menuju budaya masyarakat negara merdeka. Untuk itu, maka

dengan memasukan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan suatu

upaya agar bangsa ini tidak mengulang sejarah kelam di masa lalu yang penuh

dengan pertentangan dan terisolasi dari perkembangan peradaban dunia.

Menyikapi apa yang dikemukakan di atas, berarti salah satu fungsi pendidikan

dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat yang telah

dituangkan di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, menurut

Muhaimin (2000) diperlukan adanya upaya penyelenggaraan satu sistem

pengajaran nasional yang secara sungguh-sungguh berusaha memfungsikan

kecerdasan (intelligence) secara optimal baik intellectual/rational intelligence,

emotional intelligence, dan spiritual intelligence. Dengan memfungsikan

kecerdasan-kecerdasan tersebut secara optimal selama proses pembelajaran, itu

merupakan upaya untuk mencapai kualitas pendidikan yang tinggi.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat berhasil dengan

maksimal tanpa didukung adanya peningkatan kualitas pembelajaran. Peluang

yang dibawa KBK yang memberikan keleluasaan kepada guru sebagai

pengembang kurikulum dalam tatanan kelas juga belum dapat dimanfaatkan

secara optimal, karena keterbatasan kemampuan guru. Keterbatasan kemampuan

guru ini berdampak pada munculnya sikap intuitif dan spekulatif dalam

menggunakan strategi pembelajaran. Kondisi ini berakibat pada rendahnya mutu


3

proses pembelajaran yang bermuara pada rendahnya mutu hasil belajar. Salah

satu cara yang dapat dilakukan agar kondisi yang kurang menguntungkan itu

tidak berkelanjutan dan berkembang lebih jauh, maka guru perlu diberi suatu

perskripsi metodologi pembelajaran yang dipandang kondusif dapat

meningkatkan efektivitas pembelajaran tematik. Hal ini sangat penting,

mengingat karakteristik pengalaman guru dan wawasannya sangat berpengaruh

pada perilaku peserta didik.

Mengacu kepada cara-cara yang ditempuh oleh negara maju dalam

reformasi pendidikan, kunci keberhasilannya adalah reformasi guru. Dengan

demikian, maka seiring dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas

pendidikan melalui pembaharuan kurikulum, sudah tentu sangat menuntut guru

untuk mengadakan perubahan-perubahan terutama dalam penyelenggaraan

proses pembelajaran. Sekaitan dengan tuntutan tersebut, sebagaimana struktur

KBK untuk kelas 1, 2 dan 3 telah ditetapkan bahwa untuk pembelajaran di kelas-

kelas tersebut harus menggunakan pendekatan tematik. Dengan demikian, maka

untuk menunjang keberhasilan KBK dikelas rendah, kuncinya adalah

memfasilitasi guru dengan suatu metodologi pembelajaran yang dapat

menunjang keberhasilan pengembangan pendekatan tematik.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah Model pembelajaran


4

tematik yang bagaimana yang dapat secara kondusif menumbuhkembangkan

kecerdasan majemuk peserta didik?

C. Tujuan Penulisan

Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengembangkan

metodologi quantum teaching dalam pembelajaran tematik sebagai upaya

menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik sekolah dasar.


5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Slameto (1991 : 24), “belajar diartikan sebagai suatu proses usaha

yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dan interaksi

dengan lingkungannya.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan Morgan yang dikutip Soekamto,

Toeti dan Udin Saripudin (1997 : 26), “bahwa belajar didefinisikan sebagai

perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan

pengalaman

Dari ke dua pendapat tersebut memuat 3 (tiga) unsur yang penting dalam

belajar yaitu : 1) belajar adalah perubahan tingkah laku, 2) perubahan tingkah laku

terjadi karena latihan atau pengalaman, dan 3) perubahan tersebut harus bersifat

relatif permanen dan tetap dalam jangka waktu yang cukup lama.

Menurut Winkel (1996 : 28), “belajar adalah merupakan suatu aktivitas mental

psikis yang berlangsung didalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan

nilai. Perubahan itu bersifat relatif, konstan dan berbekas”.

Menurut Surakhmad, Winarno (1997 : 31), “belajar pada hakekatnya adalah

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang secara sadar, sehingga menghasilkan suatu

perubahan tingkah laku pada diri si belajar (orang yang belajar) itu sendiri”. Dari

pendapat ini mempertegas bahwa belajar


5 itu merupakan suatu perubahan dalam
6

bentuk sikap dan nilai positif. Selama kegiatan belajar berlangsung terjadi proses

interaksi antara sibelajar dengan sumber-sumber belajar. Adapun sumber-sumber

belajar dapat berupa manusia maupun bukan manusia. Oleh karena itu, belajar dapat

dikatakan sebagai suatu proses yang kompleks bagi si pembelajar, guna menjalani

suatu pengalaman edukatif berupa perubahan-perubahan pola tingkah laku tersebut

diorganisir untuk mencapai prestasi belajar berdasarkan tujuan pembelajaran yang

diharapkan. Dengan demikian belajar dapat diartikan sebagai individu yang

mengalami, dan menghayati sesuatu yang aktual. Penghayatan yang diperoleh dari

kegiatan belajar tersebut dapat menghasilkan perubahan pada pematangan,

pendewasaan pola tingkah laku, sistem nilai dan perbendaharaan pengertian (konsep-

konsep) serta kekayaan informasi.

Dalam hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. kata prestasi berasal

dari Bahasa Belanda prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi,

diartikan sebagai hasil usaha. “Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang

dan diberi pengertian sebagai kemampuan, keterampilan, sikap seseorang dalam

menyelesaikan sesuatu” (Arifin, Zaenal, 1999 : 78).

Menurut Djamarah, Syaiful Bahri (1994 : 19), “prestasi adalah hasil dari suatu

kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara

kelompok”.

Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang

tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang

telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi
7

belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar.

Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari

prestasi belajar seseorang tersebut.

Menurut Gagne (dalam Djamarah, Syaiful Bahri, 1994 : 21), “prestasi belajar

dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu :

1) keterampilan intelektual;

2) informasi verbal;

3) strategi kognitif;

4) keterampilan motorik; dan

5) sikap.

Pendapat ini diartikan : Pertama, keterampilan intelektual (intellectual skills).

Belajar keterampilan intelektual berarti belajar bagaimana melakukan sesuatu secara

intelektual. Ada enam jenis keterampilan intelektual, : 1) diskriminasi-diskriminasi,

yaitu kemampuan membuat respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda

pula; 2) konsep-konsep konkret, yaitu kemampuan mengidentifikasi ciri-ciri atau

atribut-atribut suatu objek; 3) konsep-konsep terdefinisi, yaitu kemampuan

memberikan makna terhadap sekelompok objek-objek, kejadian-kejadian, atau

hubungan-hubungan; 4) aturan-aturan, yaitu kemampuan merespons hubungan-

hubungan antara objek-objek dan kejadian-kejadian; 5) aturan tingkat tinggi, yaitu

kemampuan merespons hubungan-hubungan antara objek-objek dan kejadian-

kejadian secara lebih kompleks; 6) memecahkan masalah, yaitu kemampuan

memecahkan masalah yang biasanya melibatkan aturan-aturan tingkat tinggi. Kedua,


8

strategi-strategi kognitif (cognitive strategies). Strategi-strategi ini merupakan

kemampuan yang mengarahkan prilaku belajar, mengingat, dan berpikir seseorang.

Ada lima jenis strategi-strategi kognitif : 1) strategi-strategi menghafal, yaitu strategi

belajar yang dilakukan dengan cara menghafal ide-ide dari sebuah teks; 2) strategi-

strategi elaborasi, yaitu strategi belajar dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari

dengan materi lain yang relevan; 3) strategi-strategi pengaturan, yaitu strategi belajar

yang dilakukan dengan cara mengelompokkan konsep-konsep agar menjadi kategori-

kategori yang bermakna; 4) strategi-strategi pemantauan pemahaman, yaitu strategis

belajar yang dilakukan dengan cara memantau proses-proses belajar yang sedang

dilakukan; 5) strategi-strategi afektif, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan

cara memusatkan dan mempertahankan perhatian. Ketiga, informasi verbal (verbal

information). Belajar informasi verbal adalah belajar untuk mengetahui apa yang

dipelajari baik yang berbentuk nama-nama objek, fakta-fakta, maupun pengetahuan

yang telah disusun dengan baik. Keempat, keterampilan motor (motor skills).

Kemahiran ini merupakan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu dengan

menggunakan mekanisme otot yang dimiliki. Kelima, sikap (attitudes). Sikap

merupakan kemampuan mereaksi secara positif atau negatif terhadap orang, sesuatu,

dan situasi.

Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom.

Menurut Bloom (dalam Surya, Mohamad, 1992 41-45), “prestasi belajar yang dicapai

oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotorik”.
9

Menurut pendapat ini aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir,

mengetahui, dan memecahkan masalah. Ada enam tingkatan aspek kognitif yang

bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks : 1) pengetahuan (knowledge),

yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya; 2)

pemahaman (comprehension, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau

meringkas; 3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau

menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau

konkret; 4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan

sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya

dapat dimengerti; 5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-

bagian ke dalam suatu keseluruhan; 6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan

menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan

kriteria tertentu.

Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan

penyesuaian perasaan sosial. Aspek ini mempunyai lima tingkatan dari yang

sederhana ke yang kompleks : 1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan

menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; 2) penanggapan

(responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus

yang datang; 3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap

gejala atau stimulus yang datang; 4) organisasi (organization), yaitu penerimaan

terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang

lebih tinggi; 5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan


10

keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi

pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan

motorik. Aspek ini meliputi : 1) persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan

indra dalam melakukan kegiatan; 2) kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan

dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik, maupun

emosional; 3) mekanisme (mechanism), berkaitan dengan penampilan respons yang

sudah dipelajari; 4) respon terbimbing (guided respons), yaitu mengikuti atau

mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; 5) kemahiran (complex

overt respons), berkaitan dengan gerakan motorik yang terampil; 6) adaptasi

(adaptation), berkaitan dengan keterampilan yang sudah berkembang di dalam diri

individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; 7)

keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai

dengan situasi yang dihadapi.

Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering

disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang

dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan. Hasil

belajar biologi adalah hasil kegiatan belajar setelah siswa mengikuti pembelajaran

secara optimal.

Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk

menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.

Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegansi) yang


11

mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-

ide dan belajar. Berikut ini, Sujiono, dkk. (2004) memberikan batasan tentang

intelegensi atau kognitif menurut beberapa ahli psikologi, seperti menurut Terman,

bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak, semtara menurut

Colvin bahwa kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan, dan menurut Hunt bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses

informasi yang disediakan oleh indra.

Mengacu kepada batasan tentang kognitif, maka pada dasarnya kognitif

berhubungan erat dengan intelegensi. Dalam hal ini kognitif lebih bersifat pasif atau

statis yang merupakan potensi atau daya untuk memahami sesuatu, sedangkan

intelegensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya

atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku. Dengan demikian, maka

kognitif merupakan bagian dari intelegensi. Apabila kognitifnya tinggi, maka

intelegensinya tinggi pula.

Menurut Howard Gardner, kecerdasan merupakan kemampuan untuk

menyelasaikan suatu masalah atau menciptakan produk yang berharga atau bernilai

dalam satu atau lebih latar belakang budaya. Menurutnya setiap anak memiliki

kecerdasan majemuk (multiple intellegence). Oleh karena itu, bagi Gardner tidak ada

anak yang bodoh atau pintar, yang ada adalah anak yang menonjol dalam salah satu

atau beberapa jenis kecerdasan. Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi

kecerdasan anak, guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode

khusus. Menurut Gadner delapan kecerdasan yang dimiliki oleh anak, yaitu meliputi
12

(kecerdasan linguistik), Logic Smart (kecerdasan logika matematika), Body Smart

(kecerdasan fisik), Picture Smart (kecerdasan visual spasial), Self Smart (kecerdasan

intrapersonal), people Smart (kecerdasan interpesonal), Music smart (kecerdasan

musikal), dan Nature Smart (kecerdasan natural). Kedelapan kecerdasan tersebut

dapat saja dimiliki individu, hanya saja adalam taraf yang berbeda, selain itu

kecerdasan ini juga berdiri sendiri, terkadang bercampur dengan kecerdasan yang

lain.

Sesuai dengan karakteristik perkembangan dan cara peserta didik belajar, serta

konsep belajar dan pembelajaran bermakna bagi peserta didik kelas awal sekolah

dasar, maka kegiatan pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran

tematik. Inti pembelajaran tematik adalah meniadakan batas-batas antara berbagai

bidang studi dan menyajikan materi pelajaran dalam bentuk keseluruhan. Dalam

pembelajaran tematik pada dasarnya yang penting bukan hanya cara menyajikan

materi pembelajarannya, tetapi juga tujuannya. Dengan kebulatan materi

pembelajaran diharapkan pembelajaran mampu mewujudkan peserta didik yang

memiliki pribadi yang integrated, yakni manusia yang sesuai dan selaras hidupnya

dengan sekitarnya.

Sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik sekolah dasar kelas

rendah, maka melalui makalah ini dikembangkan model pembelajaran tematik yang

memfokuskan pada pengembangan kecerdasan majemuk peserta didik. Salah satu

upaya pembelajaran yang bernuansakan kecerdasan majemuk akan menjadi lebih

bermakna apabila guru memiliki motivasi dan kreatif dalam mengorkestrasi


13

pembelajarannya dengan cara-cara yang ditawarkan oleh quantum teaching, yaitu

”Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Duni Mereka”.

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Slameto (1988 ; 36)

menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa ada dua faktor

yitu :

1) Faktor intern (yang berasal dari dalam diri siswa) yang terdiri dari :
a) Faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motivasi, kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan
2) Faktor ekstern (yang berasal dari luar diri siswa) yang terdiri dari :
a) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik hubungan antar
anggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga ,
pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan
antar guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu
sekolah, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media dan teman bergaul.

Adanya pengaruh intern merupakan hal yang logis dan wajar, sebagai akibat

perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan

disadarinya. Kebutuhan untuk belajar dan berprestasi membuat siswa harus

mengerahkan segala daya upaya untuk mencapainya. Salah satu pengaruh intern

tersebut adalah intelgensi. Dalam situasi yang sama, siswa yang berintelgensi tinggi

besar kemungkinan lebih berhasil dari siswa yang berintelegensi rendah. Tetapi hal

itu belum dapat menjamin. Seperti yang diungkapkan Slameto (1991 : 58) “siswa

yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam
14

belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks

dengan banyak faktor yang mempengaruhinya”.

Faktor ekstern cukup berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, salah satunya

adalah kualitas pengajaran. Seperti yang dikemukan Nana Sudjana (1989 : 40), bahwa

“salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di

sekolah ialah kwalitas pengajaran dalam mencapai tujuan pengajaran. Yang pada

hakekatnya hasil belajar tersirat dalam tujuan pengajaran”.

Hal lain yang berhubungan dengan keberhasilan belajar adalah pengalaman.

Dalam teori belajar Gestalt yang dikemukan oleh Nasution (1986 : 76) bahwa

“belajar akan memberi hasil yang sebaik-baiknya bila didasarkan pada pengalaman,

karena pengalaman ialah suatu interaksi, yaitu aksi dan reaksi antara individu dengan

lingkungannya”.

Selain faktor-faktor di atas, waktu dan kesiapan belajarpun mempunyai andil

dalam keberhasilan belajar. Seperti yang diungkapkan Carrol dalam Makmun, Abdin

Syamsudin, (1987 : 19) bahwa “setiap siswa pada dasarnya kalau diberi kesempatan

belajar dengan mempergunakan waktu sesuai dengan yang diperlukannya mungkin

dapat mencapai taraf penguasaan serperti yang dicapai rekannya”. Dan salah satu

penyebab kesulitan belajar ialah cukup tidaknya waktu serta tepat tidaknya

penggunaan waktu tersebut untuk belajar.

Di sisi lain peran guru juga merupakan penentu dalam keberhasilan belajar

siswa. Mengajar sebagai salah satu tugas yang harus dilaksanakan guru tidak hanya

mencakup pemberian materi pelajaran tetapi juga harus mampu membimbing


15

kegiatan siswa dan mengatur serta mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar

siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan

belajar.

1 Ada pendapat yang menyatakan bahwa “kegagalan guru dalam menjalankan

tugasnya dikarenakan mereka tidak mampu menyadari dan mewujudkan prinsip bahwa

proses belajar secara fundamental adalah proses kejiwaan yang sangat penuh dengan

larutan emosi” (Winarno, Surakhmad 1997 : 69). Jadi belajar bukan kegiatan yang

terbatas pada segi kognitif tetapi juga segi afektif atau emosi. Seorang siswa yang

emosinya sedang terganggu tidak dapat belajar dengan baik. Hal ini disebabkan karena

tidak dapat berkonsentrasi terhadap pelajaran yang sedang dihadapinya oleh karena itu

diperlukan adanya motivasi yang dapat menumbuhkan keinginan siswa untuk tetap

belajar samapai siswa menyadari bahwa yang dipelajarinya itu berguna. Tugas guru

adalah menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar tumbuh. Selain memberikan

motivasi, guru juga harus mempunyai keterampilan lain, yaitu dapat membuat kombinasi

yang baik antara waktu, materi pelajaran dan metode mengajar yang digunakan.
16

BAB III

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK

A. Perencanaan Pengembangan Model Pembelajaran

Langkah-langkah yang ditempuh dalam perencanaan pengembangan

model pembelajaran ini adalah (a) analisis kurikulum, (b) pengembangan

program, (c) menyusun silabus, dan (d) uji kelayakan terbatas.

B. Tahap Pengembangan Model Pembelajaran

Langkah ini menurut Borg dan Gall (1979) merupakan langkah uji coba

utama dan uji coba operasional. Langkah pengembangan ini dilakukan melalui

beberapa siklus dengan mengikuti paradigma prosedur penelitian tindakan.

Adapun aspek-aspek yang diteliti pada tahap pengembangan ini meliputi (1)

perencanaan pembelajaran, (2) implementasi perencanaan pembelajaran, yang

meliputi aktivitas guru dan peserta didik, dan (3) hasil belajar.

Contoh Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran :

Tumbuhkan Tanya jawab eksplorasi pengalaman siswa, menceritakan


pengalama ulang tahun masing-masingn, menetapkan topik,
dan tujuan yang akan dicapai
Alami: Mengamati foto ulang tahun dan menceritakan isi foto ulang
tahun masing-masing Tanya jawab pengalaman ulang tahun
sesuai isi foto Membaca teks pendek tentang ”Ani Ulang
Tahun” yang dilanjutkan dengan tanya jawab sesuai isi teks.
Namai Menyimak penjelasan guru bahwa foto sebagai salah satu
dokumen keluarga
Mengidentifikasi macam-macam dokumen yang biasanya
dimiliki oleh suatu keluarga.

17
17

Demonstrasi Mengamati macam-macam bangun datar dan mengidentifikasi


bangun datar lingkaran,persegi, persegi panjang,dan segitiga.
Mengidentifikasi album foto dan foto sebagai salah satu bentuk
bangun datar.
Berlatih membuat bangun datar persegi dan persegi panjang
dengan menggunakan kertas warna.
Ulangi Dalam kelompok menemukan macam-macam dokumen
keluarga dan manfaatnya
Memilih dan mewarnai bangun datar persegi dan persegi
panjang
Rayakan Bernyanyi dan menari bersama ”selamat ulang tahun” (pesta
kelas dengan menaburkan guntingan kertas)
18

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana

dikemukakan pada bab empat, maka kesimpulan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1.Sebelum pengembangan model pembelajaran tematik dengan rancangan

quantum teaching, guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik masih sesuai

jadwal pelajaran yang ada. Dengan demikian, maka kondisi pelaksanaan

pembelajaran tematik masih bersifat fragmentaris, dan terkotak-kotak berdasarkan

bidang studi. Di samping itu, pembelajaran belum diarahkan untuk menstimuli

kecerdasan majemuk peserta didik.

2.Salah satu ciri pengembangan pembelajaran tematik dengan rancangan skenario

quantum teaching dapat dilihat dari langkah-langkah pembelajaran yang meliputi

Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (TANDUR).

Dengan langkah-langkah tersebut ternyata pembelajaran menjadi kondusif dalam

menstimuli perkembangan kecerdasan majemuk peserta didik sekolah dasar. Hal

ini bersamaan dengan meningkatnya pemahaman dan kinerja guru dalam

melaksanakan pembelajaran tematik dengan rancangan skenario quantim

teaching yang fokusnya pada upaya menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk

peserta didik.

19
19

3.Model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario quantum teaching

merupakan produk dari penelitian ini, ternyata cukup kondusif dalam

menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik. Perkembangan setiap

aspek kecerdasan majemuk peserta didik mengalami peningkatan yang berarti,

yaitu rata rata skor hasil asesmen selama dan setelah pembelajaran tematik

B. Saran

Implementasi model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario

quantum teaching ini memerlukan adanya dedikasi yang tinggi dari pihak guru.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan model pembelajaran

ini yaitu sangat membutuhkan adanya kreativitas guru. Kreativitas guru yang

diperlukan, di antaranya (a) kreatif dalam memilih tema dan topik yang harus

dikaitkan dengan kebutuhan perkembangan dan minat peserta didik, dalam hal

ini terkait dengan kreatif dalam memilih bahan ajar yang relevan dengan tema

dan topik tersebut, (b) kreatif dalam membuat variasi keterpaduan baik intra

maupun antarbidang studi, (c) kreatif dalam mengelola kelas, dan (d) kreativitas

dalam menciptakan aktivitas belajar yang bermakna sehingga dapat

menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik.

DAFTAR BACAAN

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Parasetyo. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
Pustaka Setia.

Arifin, Zaenal. (1999). Evaluasi Instruksional. Bandung : PT. Rosdakarya,1999.


20

Azwar, Syaifuddin. (1998). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Djamarah, Syaiful Bahri dan aswan Zain.(2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar.(2003). Proses Belajar Menagajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Purwanto, Ngalim.(1995). Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin. (1995). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung :


PT. Remaja Rosdakarya.
Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia

Anda mungkin juga menyukai