Anda di halaman 1dari 28

39

BAB III
METODE WAVELET THRESHOLDING UNTUK DATA RUNTUN WAKTU 3.1. Analisis Runtun Waktu Menggunakan Wavelet Thresholding Misalkan data runtun waktu membentuk model Transformasi Wavelet Diskrit. yang akan dilakukan

dinyatakan sebagai hasil estimasi data dan adalah matriks

adalah residual yang berdistribusi IID dengan mean nol. orthonormal

yang disebut filter yang digunakan untuk mencari koefesien adalah vektor kolom dengan panjang dan pada { adalah

wavelet, yang ditunjukkan , dengan koefesien vektor wavelet koefisien DWT level ke , kemudian elemen ke

maka Dengan . Jika memenuhi : {


|| || || ||

(3.1.1) dan dan harus

adalah element ke dari masing-masing dan } dilakukan perbandingan kuadrat terhadap {


|| || || ||

}. (thresholding) dengan mengikuti pola persamaan

Untuk mengestimasi (2.6.1) maka diperoleh:

(3.1.3) dan ,

Dari persamaan (2.6.1) menyatakan pendefinisian koefisien dari detail koefisien dari aproksimasi maka dapat dituliskan : dengan dan

(3.1.4) , yaitu mendefinisikan dan jumlahan koefisien

yang menggambarkan analisis multiresolusi (MRA) deret sebagai jumlah dari sebuah konstanta vektor .

dengan

40

3.1.1. Langkah-langkah Thresholding Skema thresholding untuk mengestimasi fungsi D terdiri dari tiga langkah dasar yaitu: 1. Dihitung koefisien wavelet melalui Transformasi Wavelet Diskrit (DWT) yaitu W X. 2. Dibentuk koefisien thresholding W(t), dilakukan sesuai fungsi yang diinginkan (fungsi soft atau hard thresholding) 3. Diestimasi D melalui telah dithresholding.
T

W(t) atau invers dari koefisien DWT yang

3.1.2. Fungsi Thresholding Ada dua jenis fungsi thresholding yaitu: a. Hard Thresholding Dimana koefisien thresholding { b. Soft Thresholding Dimana koefisien thresholding { dengan { } ={ ; { } menjadi | | dengan elemennya : (3.1.6) menjadi | | dengan elemennya : (3.1.5)

merupakan parameter thresholding. (Percival dan Walden,2000) Visualisasi fungsi Hard Thresholding dan Soft Thresholding dapat dilihat pada gambar berikut:

41

Plot untuk soft dan hard thresholding

hard thresholding

soft thresholding
2 4 6 x 8 10

origin signal

-2

-2

-4

-4

-6

-6

6 x

10

-6
2

-4

-2

6 x

10

a. Plot data Asli

b. Plot Hard Thresholding

c. Plot Soft Thresholding

Gambar 3.1.1. Contoh Plot Hard dan Soft Thresholding Fungsi Hard thresholding lebih dikenal karena terdapat diskontinyu yang berada di atas threshold tidak

dalam fungsi thresholding sehingga nilai

disentuh dengan prinsip mereduksi semua koefesien menjadi nol yang nilainya lebih kecil dari threshold. Sebaliknya, fungsi soft thresholding yaitu sejak nilai berada diatas threshold kontinyu

. Motivasi penggunaan soft

thresholding berasal dari prinsip bahwa noise mempengaruhi seluruh koefisien wavelet. Juga kekontinyuan dari fungsi soft thresholding membuat kondisi yang lebih baik untuk alasan statistik. (Ogden,1997)

3.1.3. Pemilihan Parameter Thresholding Pada estimasi fungsi dengan metode wavelet thresholding, tingkat kemulusan estimator ditentukan oleh level resolusi , fungsi thresholding threshold . Namun pemilihan level pemilihan parameter . Nilai dan fungsi threshold dan parameter tidak sedominan

yang terlalu kecil memberikan estimasi fungsi yang terlalu besar

yang sangat tidak mulus (under smooth) sedangkan nilai

memberikan estimasi yang sangat mulus (over smooth). Oleh karena itu perlu dipilih parameter threshold yang optimal untuk mendapatkan fungsi yang optimal. Untuk memilih nilai threshold optimal, ada dua kategori pemilihan yaitu memilih satu harga threshold untuk seluruh level resolusi (pemilihan secara global) dan pemilihan threshold yang tergantung pada level resolusi. 1. Global Thresholding Global thresholding berarti memilih satu nilai parameter thresholding yang

digunakan untuk seluruh level resolusi . Ogden (1997) memberikan dua

42

pemilihan threshold yang hanya bergantung pada banyaknya data pengamatan N yaitu : a. Minimax Threshold Sebuah threshold optimal dapat diperoleh berdasarkan ukuran sampel disebut dengan minimax threshold Johnstone (1994) sebagai berikut : Tabel 3.1.1. Nilai Threshold Minimax N 2 4 8 16 32 64 128 256 b. Universal Threshold Merupakan alternatif lain dalam global thresholding yang digunakan untuk memilih parameter thresholding, Donoho dan Jhonstons (1994) menyarankan menggunakan parameter universal threshold jika residual berdistribusi atau 0 0 0 1,200 1,270 1,474 1,669 1,860 N 512 1024 2048 4096 8192 16384 32768 65536 2,074 2,232 2,414 2,594 2,773 2,952 3,131 3,310 (Ogden,1997) , telah ditabelkan oleh Donoho dan

Gaussian (IID) multivariate dengan mean nol dan kovarian . adalah vektor elemen ke-l dari residual

dari persamaan yaitu : (3.1.6)

(3.1.1) berdistribusi normal dengan mean nol dan variansi konstan dan ketika ,

Untuk mengecek apakah residual mengikuti proses Gaussian maka dilakukan Uji Normalitas Residual, Uji Indepedensi Residual, Uji Homogenitas Variansi. Uji Normalitas Residual digunakan Uji Kolmogorov Smrinov seperti pada materi ARIMA dan untuk uji homogenitas Variansinya digunakan Uji Korelasi Rank Spearman yaitu: Uji Hipotesis : H0 H1 : Variansi residual konstan : Variansi residual tidak konstan

Taraf Signifikansi :

43

Statistik Uji :

Keterangan : nilai korelasi Rank Spearman selisih antara ranking ukuran sampel Kriteria Uji : H0 ditolak jika atau P-value dengan ranking nilai mutlak | |

Parameter optimal yang disarankan oleh Donoho dan Jhonston yaitu universal threshold sebagai berikut : harus diestimasi dari data melalui dan (3.1.7) adalah ukuran sampel.

Ogden (1997) memberikan estimasi berdasarkan koefisien wavelet empiris pada level resolusi tertinggi (koefesien wavelet level pertama) dengan

fungsi Median Deviasi Absolut (MAD) yaitu:

{|

|}

{|

||

|}

(3.1.8)

Jika ukuran sampel (N) besar mengakibatkan variansi sama dengan satu, maka pemilihan parameter universal threshold adalah .

(Percival dan Walden, 2000) 2. Level-Dependent Thresholding Level-dependent thresholding berarti memilih parameter resolusi bergantung level

dengan demikian ada kemungkinan perbedaan nilai threshold tidak

yang dipilih untuk tiap level resolusi. Jika model (3.3.1) residual berdistribusi Gaussian (non-IID) multivariate dan sebuah ke dari residual

merupakan vektor

dengan variansi tidak konstan dan tidak independen maka optimal yang digunakan adalah Adaptive Threshold.

parameter threshold

Pemilihan threshold ini didasarkan pada prinsip untuk meminimalkan Stein

44

Unbiased Risk Estimator (SURE) pada suatu level resolusi. Threshold adapt untuk himpunan koefisien detail didefinisikan sebagai : (3.1.9) dengan | Keterangan : = jumlah koefesien Wavelet pada masing-masing level resolusi = parameter yang dicoba-coba dalam rentang tertentu = koefesien Wavelet pada masing-masing level resolusi (Antoniadis dan Bigot, 2003) | | | yang beranggotakan koefisien

45

3.2. Perbandingan Analisis Data Runtun Waktu antara ARIMA dan Wavelet Thresholding Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perbandingan analisis data runtun waktu antara metode ARIMA dan Wavelet Thresholding, Langkah-langkah penyelesaian kedua metode dapat dijelaskan dalam diagram alir berikut : a. Diagram alir atau flowchart penyelesaian masalah dengan metode ARIMA Start

Data

Plot Time Series, ACF, PACF dan Dickey Fuller Tidak Stasioner Ya Identifikasi Model Differensi atau Transformasi

Estimasi Parameter Model Verifikasi Model

Model dengan MSE terkecil

End Gambar 3.2.1 Diagram Alir Pengolahan Data dengan Metode ARIMA

46

b. Diagram alir atau flowchart penyelesaian masalah dengan metode wavelet thresholding Start

Data

Plot Time Series

Transformasi Wavelet Diskrit

Thresholding

Pemilihan Fungsi Thresholding

Pemilihan Parameter Threshold

Invers Hasil Threshoding Hasil Estimasi dengan MSE terkecil

End Gambar 3.2.2 Diagram Alir Pengolahan Data dengan Wavelet Thresholding Setelah diperoleh hasil terbaik dari metode ARIMA dan Wavelet Thresholding, kemudian dibandingkan kedua MSE-nya untuk memilih estimasi yang terbaik.

47

3.3. Contoh Penerapan Pada contoh ini digunakan data bulanan tingkat berat ekspor Indonesia dalam miliar ton dari bulan Januari 2001 sampai September 2011 yang diperoleh dari situs www.bps.go.id, terdapat pada lampiran 1. Dengan jumlah 128 data observasi sehingga j maksimal = 7. yaitu sebanyak

3.3.1. Analisis Data Runtun Waktu dengan Metode ARIMA 3.3.1.1. Uji Stasioneritas Berdasarkan plot time series yang terdapat pada Lampiran 3 terlihat bahwa data belum stasioner karena mean dan variannya belum konstan. Selain itu juga dapat dilihat dari Plot Fungsi Autokorelasi garis-garis lagnya menurun secara eksponensial dan Plot Fungsi Autokorelasi Parsial menunjukkan bahwa ada lag yang muncul mendekati nilai satu maka dikatakan data belum stasioner. Uji stasioneritas secara visual cenderung sangat lemah maka perlu dilakukan uji akar unit Dickey-Fuller dengan bantuan EVIEWS seperti terlihat dalam Lampiran 3. Analisis uji Dickey-Fuller sebagai berikut : Uji Hipotesis : H0 : H1 : Taraf Signifikansi : Statistik Uji: (data tidak stasioner) (data stasioner)

- 0.148872 se

Atau nilai Probabilitas Kriteria Uji : H0 ditolak jika < nilai statistik DF atau nilai probabilitas Kesimpulan : Dari output uji root Dickey-Fuller diperoleh atau

maka H0 diterima. Jadi

dapat disimpulkan bahwa secara formal data belum stasioner.

48

Langkah selanjutnya adalah melakukan differensi data satu kali dan uji stasioneritas kembali baik secara visual maupun formal. Setelah data didifferensi terlihat pada plot time series pada Lampiran 3 data sudah stasioner karena mean dan variannya konstan. Selain itu dapat dilihat juga dari plot Plot Fungsi Autokorelasi dan Plot Fungsi Autokorelasi Parsial menunjukkan bahwa terdapat lag yang muncul di atas garis standar error maka dikatakan data stasioner. Uji stasioneritas secara formal perlu dilakukan untuk mengecek asumsi stasioneritas data seperti dalam Lampiran 3. Analisis uji Dickey-Fuller sebagai berikut : Uji Hipotesis : H0 : H1 : Taraf Signifikansi : Statistik Uji:
- -12.94082 se

(data tidak stasioner) (data stasioner)

Atau nilai Probabilitas Kriteria Uji : H0 ditolak jika Kesimpulan : Dari output uji root Dickey-Fuller diperoleh ( atau
12.94082)

nilai statistik DF atau nilai probabilitas

maka H0 ditolak. Jadi

dapat disimpulkan bahwa secara formal data sudah stasioner. Untuk mengetahui apakah model ARIMA yang sesuai dapat dilihat pada Plot Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial dari data yang sudah didifferensikan. Dari Plot Fungsi Autokorelasi, rk melebihi batas standar error terdapat satu lag, sehingga terlihat model MA (1). Sedangkan pada Plot Fungsi Autokorelasi Parsial, rk muncul tiga buah lag yang melebihi batas standar error, sehingga terlihat model AR (4).

49

3.3.1.2.Identifikasi Model Sehingga identifikasi model awal yang terbentuk adalah ARIMA (4,1,0), ARIMA (0,1,1), dan ARIMA (4,1,1). Sebelum mengetahui model mana yang terbaik terlebih dahulu dilakukan overfit atau underfit terhadap semua model antara lain : ARIMA (3,1,1), ARIMA (3,1,0),ARIMA (2,1,1), ARIMA (2,1,0), ARIMA (1,1,1), ARIMA (1,1,0).

3.3.1.3. Estimasi Parameter Setelah kita melakukan identifikasi model maka tahap berikutnya adalah estimasi model. Estimasi model ini dilakukan untuk menguji apakah koefisien parameter signfikan atau tidak. Uji Siginifikansi Parameter Uji Hipotesis : H0 : Parameter tidak siginifikan terhadap model H1 : Parameter siginifikan terhadap model Taraf Signifikansi : Statistik Uji : atau P-value Kriteria Uji : Tolak H0 jika | |>

atau P-value <

Dengan n = jumlah pengamatan dan s = jumlah parameter. Keputusan : Berdasarkan output Final Estimates of Parameters dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :

50

Tabel 3.3.1 Uji Siginifikansi untuk Model Runtun Waktu Differensi Pertama Model Nilai P-value 1 = 0.190 2 = 0.104 3 = 0.331 4 = 0.081 1 = 0.694 c = 0.151 1 = 0.000 2 = 0.000 3 = 0.190 1 = 0.104 c = 0.140 1 = 0.256 2 = 0.244 3 = 0.602 1 = 0.497 c = 0.240 1 = 0.000 2 = 0.000 3 = 0.553 c = 0.2090 1 = 0.399 2 = 0.164 1= 0.169 c = 0.165 1 = 0.000 2 = 0.000 c = 0.231 1 = 0.735 1= 0.000 c = 0.118 1 = 0.000 c = 0.364 1= 0.000 c = 0.129 Keputusan H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 diterima H0 ditolak H0 diterima H0 ditolak H0 diterima

ARIMA (4,1,1)

ARIMA (4,1,0)

ARIMA (3,1,1)

ARIMA (3,1,0)

ARIMA (2,1,1)

ARIMA (2,1,0)

ARIMA (1,1,1)

ARIMA (1,1,0) ARIMA (0,1,1)

51

Kesimpulan : Berdasarkan tabel 3.3.1. dapat diperoleh model terbaiknya yaitu : model ARIMA (2,1,0), ARIMA (1,1,0), dan ARIMA (0,1,1) dengan masingmasing konstanta tidak signifikan sehingga dibentuk model baru tanpa konstannya yaitu model ARIMA (2,1,0) tanpa konstan, ARIMA (1,1,0) tanpa konstan, dan ARIMA (0,1,1) tanpa konstan yang akan dilakukan verifikasi modelnya.

3.3.1.3. Verifikasi Model Setelah mengestimasi model dan melakukan uji signifikansi parameter maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji diagnostik. Dalam suatu runtun waktu, residual yang dihasilkan oleh model yang signifikan harus mengikuti proses white noise. Proses white noise merupakan proses stasioner. Proses dimana artinya residual independen berdistribusi normal

dengan mean 0 dan variansi konstan. Untuk mengetahui apakah residual mengikuti proses white noise maka dilakukan pengujian sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Residual. Berdasarkan pada Lampiran 6 maka dapat dikatakan residual semua model berdistribusi normal karena residual tersebar mengikuti pola garis lurus sehingga asumsi normalitas residual terpenuhi. Uji secara visual cenderung lemah sehingga perlu dilakukan uji secara formal yaitu dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov berikut : Uji Hipotesis : H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Taraf Signifikansi : Statistik Uji : D=sup| Kriteria Uji : Tolak H0 jika Keputusan : atau P-value < | atau P-value

52

Tabel 3.3.2. Uji Normalitas Residual Model ARIMA (2,1,0) ARIMA (2,1,0) tanpa konstan ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,1,0) tanpa konstan ARIMA (0,1,1) ARIMA (0,1,1) tanpa konstan Kesimpulan : Berdasarkan tabel 3.3.2. dari ketiga model tersebut yang memenuhi P-value 0.131 0.030 0.010 0.030 0.045 0.010 Keputusan H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak

asumsi normalitas residual hanya ARIMA (2,1,0) dengan konstan sehingga dilakukan analisis lebih lanjut untuk model tersebut.. 2. Uji Independensi Residual Uji Hipotesis : H0 : Tidak ada korelasi antar lag (residual independen) H1 : Ada korelasi residual antar lag (residual dependen) Taraf Signifikansi : Statistik Uji : Kriteria Uji : H0 ditolak jika atau P-value

dengan m=lag maksimum dan s = jumlah parameter yang diestimasi. Keputusan :

Tabel 3.3.3. Uji Independensi Residual Model Lag 12 ARIMA (2,1,0) 24 36 48 Df 9 21 33 45 10.1 27.5 41.9 48.9 P-value 0.340 0.154 0.137 0.318 Keputusan H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima

53

Kesimpulan Berdasarkan tabel 3.3.3. model ARIMA (2,1,0) memenuhi asumsi independensi residual, artinya tidak ada korelasi antar lag.

3.3.1.4. Pemilihan Model ARIMA Terbaik Dari output E-Views 4 dan minitab, setelah dilakukan analisis dengan beberapa uji asumsi maka data tingkat eksport Indonesia dalam miliar ton memiliki model terbaik ARIMA (2,1,0) dengan MSE

3.3.2. Analisis Data Runtun Waktu dengan Metode Wavelet Thresholding Diketahui bahwa data Tingkat Ekspor Indonesia dari bulan Januari 2001 sampai dengan September 2011 bahwa tidak stasioner (pada analisis sebelumnya). Data tersebut bisa langsung dianalisis dengan metode wavelet karena dalam metode wavelet tidak memerlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi seperti metode klasik. Wavelet merupakan alat matematika yang menjadi alternatif untuk analisis time series. Keunggulan dari analisis wavelet adalah mampu menganalisis data menjadi komponen yang memiliki frekuensi berbeda melalui translasi (pergeseran) dan dilatasi (penskalaan) dengan cara mendekomposisikan data. Sehingga wavelet mampu menyederhanakan dan mengurangi noise (gangguan) tanpa memperlihatkan penurunan mutu data. Dalam tugas akhir ini analisis data digunakan metode wavelet thresholding, seperti telah dijelaskan sebelumnya, data yang tak stasioneritas tersebut dilakukan DWT (Transformasi Wavelet Diskrit). Di sini filter yang digunakan dari keluarga orthogonal Daubechies dengan panjang bandwitch 4 biasa ditulis dengan maksimal yaitu . Digunakan data sebanyak atau , dengan level

, namun level yang digunakan hanya sampai level ke-6

, sehingga menghasilkan koefisien DWT yaitu: . (dapat dilihat pada lampiran 7) Estimasi dengan fungsi soft dan hard thresholding, untuk parameter threshold (batas ambang) optimalnya yaitu universal threshold, minimax threshold, adaptive threshold.

54

Parameter threshold yang digunakan telah optimal sesuai metodenya yang memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Tetapi tugas akhir ini ketiga metode pemilihan threshold yang disebutkan akan dicobakan, untuk mencari parameter mana yang terbaik untuk kasus yang diangkat dengan ukuran ketepatan MSE(Mean Square Error). Berikut penyelesaian masalah dengan menggunakan tiga metode pemilihan parameter threshold () optimal tersedia dalam Software R dengan package wmtsa : 1. Minimax Threshold Pada tugas akhir ini data yang digunakan adalah optimal dengan metode minimax threshold adalah sehingga parameter yang diperoleh dan metode ini tidak

dari tabel 3.1.1. digunakan pada semua level resolusi

mensyaratkan data berdistribusi Gaussian atau tidak sehingga dapat langsung diestimasi sebagai berikut (program terdapat pada lampiran 8):
Soft Minimax Level 1
50 40 40 50

Hard Minimax Level 1

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Soft Minimax Level 2


50 40 40 50

Hard Minimax Level 2

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Soft Minimax Level 3


50 40 40 50

Hard Minimax Level 3

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

55

Soft Minimax Level 4


50 40 40 50

Hard Minimax Level 4

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Soft Minimax Level 5


50 40 40 50

Hard Minimax Level 5

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Soft Minimax Level 6


50 40 40 50

Hard Minimax Level 6

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Gambar 3.3.1. Plot Soft dan Hard Thresholding Minimax Level Resolusi 1 Sampai 6 Keterangan : : Plot Data asli : Hasil Thresholding

Tabel 3.3.4. Nilai MSE pada Tiap Fungsi dan Level Thresholding Level Resolusi Pertama Fungsi Thresholding soft hard soft hard soft hard soft hard soft hard soft hard MSE 3.918186 4.071956 5.694302 6.153827 7.362951 7.979811 7.334119 7.566342 8.2824 8.602822 8.748088 7.821032

Kedua

Ketiga

Keempat

Kelima

Keenam

56

Dari gambar 3.3.1 dengan parameter minimax dengan fungsi soft dan hard thresholding, pada level resolusi yang berbeda, dapatdiketahui estimasi wavelet thresholding yang paling mendekati dengan plot data aslinya adalah pada ) yang merupakan estimasi pertama dari soft thresholding dianggap sebagai yang terbaik dan memiliki MSE yang terkecil yaitu 3.918186. 2. Universal Threshold Parameter optimal dengan metode universal threshold adalah : =

Keterangan : diestimasi dari


{| |}

Parameter universal threshold digunakan jika residual dari hasil estimasi berdistribusi Gaussian pada persamaan (3.1.1) asumsi normalitas, independensi dan variansi konstan harus dipenuhi. Untuk mengetahui apakah residual mengikuti proses Gausian maka dilakukan pengujian sebagai berikut : a. Uji Normalitas Residual. Berdasarkan pada Lampiran 9 dengan Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan uji normalitas residual pada masing-masing level resolusi untuk mengetahui apakah parameter universal ini bisa digunakan atau tidak sebagai berikut : Uji Hipotesis : H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Taraf Signifikansi : Statistik Uji : D=sup| Kriteria Uji : Tolak H0 jika Keputusan : atau P-value | atau P-value

57

Tabel 3.3.5. Uji Normalitas Residual Level Resolusi Pertama Fungsi soft hard soft hard soft hard soft hard soft hard soft hard P-value 0.03184 0.05213 0.3886 0.5205 0.9647 0.9647 0.607 0.7665 0.1612 0.4726 0.06265 0.8025 Keputusan H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima

Kedua

Ketiga

Keempat

Kelima

Keenam Kesimpulan :

Berdasarkan tabel 3.3.5. semua level resolusi telah memenuhi asumsi normalitas residual kecuali pada resolusi pertama dengan fungsi soft thresholding. b. Uji Independensi Residual Uji Hipotesis : H0 : Tidak ada korelasi antar lag (residual independen) H1 : Ada korelasi residual antar lag (residual dependen) Taraf Signifikansi : Statistik Uji : Kriteria Uji : H0 ditolak jika atau P-value dengan m=lag

maksimum dan s = jumlah parameter yang diestimasi. Keputusan :

58

Tabel 3.3.6 Uji Independensi Residual Level Resolusi Fungsi Soft Thresholding Lag 12 24 36 48 12 24 36 48 12 24 36 48 12 24 36 48 12 24 36 48 Hard Thresholding 12 24 36 48 12 24 36 48 12 24 36 48 12 24 36 48 P-value Keputusan H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak

Pertama

Hard Thresholding

8.7 4.9 9.3 3.4

Soft Thresholding Kedua Hard Thresholding

0.00062

6.

Soft Thresholding Ketiga

0.005951

Soft Thresholding Keempat Hard Thresholding

Soft Thresholding

0.05222 0.06422 0.08836 0.000627 0.003978 0.0006228

59

Kelima Hard Thresholding

Soft Thresholding Keenam Hard Thresholding Kesimpulan

12 24 36 48 12 24 36 48 12 24 36 48

0.7461 0.1442 0.1079 0.1569

2 0.7004 0.1849 0.132 0.1983

H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima

Berdasarkan tabel 3.3.6. diketahui pada fungsi soft thresholding pada level resolusi ketiga dan fungsi hard thresholding pada level resolusi ketiga,keempat, kelima dan keenam memenuhi asumsi independensi residual sedangkan sisanya tidak memenuhi. c. Uji Homogenitas Variansi Berdasarkan pada Lampiran 9 dengan Uji Rank Korelasi Spearman dilakukan uji homogenitas variansi (variansi konstan) sebagai berikut : Uji Hipotesis : H0 : Variansi residual konstan H1 : Variansi residual tidak konstan Taraf Signifikansi : Statistik Uji :

Kriteria Uji : H0 ditolak jika Keputusan atau P-value

60

Tabel 3.3.7. Uji Variansi Konstan Level Resolusi Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam Kesimpulan Berdasarkan tabel 3.3.6 diketahui semua level resolusi dengan fungsi soft maupun hard thresholding variansinya tidak konstan. Setelah residual dianalisis untuk mengetahui apakah berdistribusi Gaussian (normal) dengan mean nol dan variansi konstan . Fungsi soft hard soft hard soft hard soft hard soft hard soft hard P-value Keputusan H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak

2.7 2.7 1.7 9.6 2.5 6.9 2.2 2.1

Analisis untuk asumsi normalitas digunakan metode Kolmogorov Smirnov dengan hasil semua level resolusi resolusi pertama berdistribusi Gaussian kecuali pada level

dengan fungsi soft thresholding.

Analisis untuk asumsi indepedensi residual digunakan uji Ljung-Box dengan hasil fungsi soft thresholding pada level resolusi ketiga dan fungsi hard thresholding pada level resolusi ketiga,keempat, kelima dan keenam memenuhi asumsi independensi residual sedangkan sisanya tidak memenuhi Analisis untuk asumsi variansi konstan digunakan uji Korelasi Rank Spearman dengan hasil semua variansi tidak konstan. Berdasarkan uji yang telah dilakukan terhadap residual dari hasil estimasi tidak berdistribusi IID maka parameter universal threshold tidak bisa digunakan dan alternative penggantinya adalah Adaptive threshold yang tidak mengasumsikan residualnya berdistribusi IID.

61

3. Adapitve Threshold Adapitve threshold adalah metode pemilihan threshold optimal yang

berbeda-beda di tiap level resolusi yang berdasarkan nilai minimal dari SURE, metode ini hanya berlaku untuk fungsi soft thresholding dan mensyaratkan residual dari hasil estimasi wavelet thresholding tidak berdistribusi bantuan

Gaussian(non-IID). Nilai SURE dan threshold Adaptive dengan Software R adalah: a. Pada level resolusi pertama 60.95267, 58.50630, 75.58181, 59.57841, 57.04048, 81.28552, 59.42883, 61.59035, 85.05097,

nilai SURE-nya adalah 62.43799, 58.17989, 60.66998, 90.03939, 56.84549, 66.29687, 91.06175, 60.15993, 64.56366, 95.66040,

120.66313, 119.03283, 122.69552, 145.11525, 148.27007, 160.16271, 158.61135 ,163.68460, 163.78391, 167.82771, 168.87947, 170.33278, 194.40896, 196.51964, 195.32402, 199.89312, 224.01216, 226.41340, 236.34377, 244.12847, 249.54631, 248.51365, 250.87293, 249.92796, 258.62728, 277.87813, 277.25806, 296.35338, 299.09874, 298.81137, 321.34046, 323.01153, 343.52215, 356.69216, 366.52840, 382.99167, 385.78745, 455.67844, 477.71364, 481.32315, 483.09902, 490.88320, 496.57246, 499.33623, 560.40066 dan SURE terkecil yaitu 56.84549 terletak pada koefisien wavelet dengan nilai 0.2814951, yang menjadi parameter threshold adaptive level pertama. b. Pada level resolusi kedua 31.57924, 32.37120, 37.36413, 38.57883, 32.32245, 39.90197, 52.52913, nilai SURE-nya adalah 30.03772, 31.78551, 40.35585, 52.46532, 31.60590, 43.60083, 51.19119, 39.13404, 44.72521, 59.42147,

48.45289, 47.64225, 58.63732,

73.61238, 104.00150, 128.1444, 148.60532, 175.66205,

181.76869, 216.36406, 220.16970, 267.15849, 266.51833, 271.28686, 334.31719 dan SURE terkecil yaitu 30.03772 terletak pada koefisien wavelet dengan nilai 0.03433075, yang menjadi parameter threshold adaptive level kedua. c. Pada level resolusi ketiga 17.60220, 31.88997, 32.82356, nilai SURE-nya adalah 14.06952, 45.04598, 45.01133, 69.68333,

62

75.24553, 88.37732, 105.95683, 130.89783, 132.20187, 134.87005, 145.66146 dan SURE terkecil yaitu 14.06952 terletak pada koefisien wavelet dengan nilai 0.06591596, yang menjadi parameter threshold adaptive level ketiga. d. Pada level resolusi keempat nilai SURE-nya adalah 40.80675,

96.32413, 868.28077, 2983.91298, 40.80675 dan SURE terkecil yaitu 40.80675 terletak pada koefisien wavelet dengan nilai menjadi parameter threshold adaptive level keempat. e. Pada level resolusi kelima nilai SURE-nya adalah 11.10746, , yang

15.19176, 24.96749, 26.55638, 63.18195, 233.29707, 235.89960, 1124.31213 dan SURE terkecil yaitu 11.10746 terletak pada koefisien wavelet dengan nilai 3.114753, yang menjadi parameter threshold adaptive level kelima. f. Pada level resolusi keenam nilai SURE-nya adalah 3683.856,

3695.398 dan SURE terkecil yaitu 3683.856 terletak pada koefisien wavelet dengan nilai 42.91769, yang menjadi parameter threshold adaptive level keenam. Berikut hasil estimasinya (program terdapat pada lampiran 10) :
Soft Adaptive Level 1
50 40 40 50

Soft Adaptive Level 2

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Soft Adaptive Level 3


50 40 40 50

Soft Adaptive Level 4

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Soft Adaptive Level 5


50 40 40 50

Soft Adaptive Level 6

30

20

20

40

60

80

100

120

20
0

30

20

40

60

80

100

120

Gambar 3.3.2. Plot Soft Thresholding Adaptive Level Resolusi 1 Sampai 6 Keterangan : : Plot Data asli : Hasil Thresholding

63

Tabel 3.3.8. Nilai MSE pada Tiap Fungsi dan Level Thresholding Level Resolusi Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam Fungsi Thresholding Soft Soft Soft Soft Soft Soft MSE 4.093113 3.946578 6.250947 5.462676 5.591824 8.934713

Dari gambar 3.3.2. dengan parameter threshold optimal Adaptive Threshold dengan fungsi soft thresholding dapat dianalisis bahwa plot mendekati data aslinya terdapat pada level resolusi pertama dan kedua. Untuk mengetahui yang terbaik dari kedua estimasi dibandingkan MSE yang terkecil yaitu 3.946578 dengan parameter adalah 0.03433075 yang terdapat pada

estimasi fungsi soft thresholding pada level resolusi kedua. Hasil dari ketiga metode pemilihan parameter optimal maka dihasilkan estimasi yang terbaik yaitu : a. Untuk metode minimax threshold yang terbaik adalah estimasi fungsi soft thresholding pada level resolusi pertama . b. Untuk metode universal threshold tidak bisa digunakan karena residualnya tidak berdistribusi Gaussian. c. Untuk metode adaptive threshold yang terbaik adalah estimasi fungsi soft thresholding pada level resolusi kedua . Dari pernyataan diatas memperlihatkan bahwa dengan parameter optimal minimax threshold pada level resolusi pertama dengan fungsi soft thresholding memberikan estimasi data runtun waktu data ekspor Indonesia yang terbaik karena menghasilkan MSE yang terkecil. dengan nilai MSE yaitu dengan nilai MSE yaitu

64

3.3.3. Membandingkan Kebaikan Estimasi antara ARIMA dan Analisis Wavelet Thresholding

Gambar 3.3.3 Plot Gabungan Data Asli, Fits ARIMA (2,1,0), dan Wavelet Thresholding Dari Gambar 3.3.3, diketahui pendekatan dengan Wavelet Thresholding dan ARIMA cukup mendekati data asli. Untuk lebih memperkuat keyakinan, maka digunakan ukuran kebaikan model berdasarkan nilai MSE. Analisis runtun waktu dengan Wavelet Thresholding mempunyai MSE terkecil dengan parameter threshold minimax di level yaitu sebesar . Dalam lampiran 6, . Sehingga analisis runtun

diperoleh MSE model ARIMA (2,1,0) sebesar

waktu dengan Wavelet Thresholding menghasilkan estimasi model data runtun waktu yang lebih baik dibanding ARIMA untuk contoh kasus tersebut.

65

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan pada pembahasan dari bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan metode ARIMA dalam estimasi data nonstasioner, memiliki kelemahan karena adanya beberapa asumsi yang harus terpenuhi, sedangkan untuk metode Wavelet yang merupakan metode tanpa parameter dan tanpa asumsi sebagaimana metode ARIMA. 2. Dalam analisis runtun waktu dengan Wavelet Thresholding ada beberapa langkah yaitu Transformasi Wavelet Diskrit, kemudian mereduksi koefisien wavelet dengan fungsi Soft dan Hard

Thresholding dengan parameter threshold yang optimal. Pada tugas akhir ini parameter optimal yang digunakan yaitu : Minimax Threshold, Universal Threshold dan Adaptive Threshold.

66

DAFTAR PUSTAKA

Antoniadis,A. and Bigot, J. 2003. Wavelet Estimators in Nonparametric Regression: A Comparative Simulation Study. Nicosia :University Joseph Fourier. Anton, H. 1995. Aljabar Linear Elementer. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga. Box, G.E.P., Jenkins, G.M., and Reissel. G.C. 1994. Time Series Analysis Forecasting and Control, 3rd edition, Englewood Cliffs : Prentice Hall. Bruce, A. and Gao, HY. 1996. Applied Wavelet Analysis with S-PLUS. New York : Springer-Verlag. Makridakis, S, Wheelwright, S.C., and McGee, V.E. 1999. Jilid 1 edisi kedua, Terjemahan Ir. Hari Suminto, Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Nason, G.P. 2006. Wavelet Methods in Statistics with R. Springer. Bristol: University Walk. Odgen, R.T. 1997. Essential Wavelets for Statistical Application and Data Analysis. Boston :Birkhauser. Percival, D.B. & Walden, A.T. 2000. Wavelet Methods for Time Series analysis, 1st published. New York : Cambridge University Press. http://bps.go.id/ekspor indonesia

Anda mungkin juga menyukai