Anda di halaman 1dari 13

Manifestasi klinis HIV pada Anak

PENDAHULUAN Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam tahun kemudian (1989), AIDS sudah merupakan penyakit yang mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8,000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius. AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubinstein dan Amman pada tahun 1983 di Amerika Serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember 1989 di Amerika telah dilaporkan 1995 anak yang berumur kurang dari 13 tahun yang menderita AIDS dan pada bulan Maret 1993 terdapat 4.480 kasus. Jumlah ini merupakan l,5 % dari seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun anak-anak tertinggi di dunia adalah di Afrika terutama negara-negara Afrika Sub-Sahara. Sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya akibat AIDS. Setiap tahun diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS; 500,000 diantaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang dan berkembang; 700,000 diantaranya terjadi pada anak-anak. Dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37.8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2.1 juta anak-anak di bawah 15 tahun. Infeksi HIV Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi HIV. Cara paling efisien dan efektif untuk menanggulangi infeksi HIV pada anak secara universal adalah dengan mengurangi penularan dari ibu ke anaknya (mother-to-child transmission (MTCT). Namun demikian setiap hari terjadi 1800 infeksi baru pada anak umur kurang dari 15 tahun, 90% nya di negara berkembang atau terbelakang dan melalui penularan dari ibu ke anaknya. Upaya pencegahan transmisi HIV pada anak menurut WHO dilakukan melalui 4 strategi, yaitu mencegah penularan HIV pada wanita usia subur, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV, mencegah penularan HIV dari ibu HIV hamil ke anak yang akan dilahirkannya dan memberikan dukungan, layanan dan perawatan berkesinambungan bagi pengidap HIV. Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) untuk anak dan bayi yang terinfeksi karenanya menjadi satu jalan untuk menanggulangi pandemi HIV pada anak di samping upaya untuk mencegah penularan infeksi HIV pada anak dan bayi.

Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang tergolong ke dalam keluarga retrovirus subkelompok lentivirus, seperti virus Visna pada biri-biri, sapi, dan feline serta Simian Immunodeficiency Virus (SIV). Lentivirus mampu menyebabkan efek sitopatik yang singkat dan infeksi laten dalam jangka panjang, juga menyebabkan penyakit progresif dan fatal termasuk wasting syndrom dan degenerasi susunan saraf pusat. Perjalanan penyakit HIV Perkembangan penyakit AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem imun pejamu dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan HIV. Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi sempurna oleh respons imun adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi jaringan limfoid perifer yang kronik dan progresif. Perjalanan penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah sel T CD4+ dalam darah. Infeksi primer HIV pada fetus dan neonatus terjadi pada situasi sistim imun imatur, sehingga penjelasan berikut merupakan ilustrasi patogenesis yang khas dapat diikuti pada orang dewasa. Infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen, atau cairan tubuh lainnya dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor gp120 atau gp41. Tergantung dari tempat masuknya virus, sel T CD4+ dan monosit di darah, atau sel T CD4+ dan makrofag di jaringan mukosa merupakan sel yang pertama terkena. Sel dendrit di epitel tempat masuknya virus akan menangkap virus kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel dendrit mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope HIV, sehingga sel dendrit berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel T CD4+ melalui kontak langsung antar sel. Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus dalam jumlah banyak dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV akut (gejala dan tanda nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi sel T subset CD4 atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer. Setelah penyebaran infeksi HIV, terjadi respons imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap antigen virus. Respons imun dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus, yang menyebabkan berkurangnya viremia dalam 12 minggu setelah paparan pertama. Setelah infeksi akut, terjadilah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV, sehingga fase ini disebut juga masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV. Kendati demikian, penghancuran sel T CD4+ dalam jaringan limfoid terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+ yang bersirkulasi semakin berkurang. Lebih dari 90% sel T yang berjumlah 1012 terdapat dalam jaringan limfoid, dan HIV diperkirakan menghancurkan 1-2 x 109 sel T CD4+ per hari. Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel T CD4+ yang hancur dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun, siklus infeksi virus, kematian sel T, dan infeksi baru berjalan terus sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan sirkulasi. Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain, dan respons imun terhadap infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid. Transkripsi gen HIV dapat ditingkatkan oleh stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan sitokin. Sitokin (misalnya TNF) yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons terhadap infeksi mikroba, sangat efektif untuk memacu produksi HIV. Jadi, pada saat sistem imun berusaha menghancurkan mikroba lain, terjadi pula kerusakan terhadap sistem imun

oleh HIV. Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS dimana terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200 sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi oportunistik, neoplasma, kaheksia (HIV wasting syndrome), gagal ginjal (nefropati HIV), dan degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati HIV). MNAIFESTASI KLINIS TANDA DAN GEJALA INFEKSI HIV DAN AIDS. Fase penyakit Manifestasi klinis Penyakit HIV akut Demam, sakit kepala, sakit tenggorokan dengan faringitis, limfadenopati generalisata, eritema Masa laten klinis Berkurangnya jumlah sel T CD4+ AIDS Infeksi oportunistik Protozoa (Pneumocystis carinii, Cryptosporidium) Bakteri (Toxoplasma, Mycobacterium avium, Nocardia, Salmonella) Jamur (Candida, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum) Virus (cytomegalovirus, herpes simplex, varicella-zoster) Tumor Limfoma (termasuk limfoma sel B yang berhubungan dengan EBV) Sarkoma Kaposi Karsinoma servikal Ensefalopati Wasting syndrome MASA INKUBASI DAN PENULARAN Masa inkubasi pada orang dewasa berkisar 3 bulan sampai terbentuknya antibodi anti HIV. Manifestasi klinis infeksi HIV dapat singkat maupun bertahun-tahun kemudian. Khusus pada bayi di bawah umur 1 tahun, diketahui bahwa viremia sudah dapat dideteksi pada bulan-bulan awal kehidupan dan tetap terdeteksi hingga usia 1 tahun. Manifestasi klinis infeksi oportunistik sudah dapat dilihat ketika usia 2 bulan. Cara penularan HIV yang paling penting pada anak adalah dari ibu kandungnya yang sudah mengidap HIV baik saat sebelum dan sesudah kehamilan. Penularan lain yang juga penting adalah dari transfusi produk darah yang tercemar HIV, kontak seksual dini pada perlakuan salah seksual atau perkosaan anak oleh penderita HIV, prostitusi anak, dan sebab-sebab lain yang buktinya sangat sedikit. Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air ludah (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, berenang di kolam renang atau kontak sosial seperti pelukan dan berjabatan tangan, serta dengan barang yang dipergunakan sehari-hari bukanlah merupakan cara untuk penularan. Oleh karena itu, seorang anak yang terinfeksi HIV tetapi belum memberikan gejala AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan darah ibu atau

sekret genitalia yang mengandung HIVselama proses kelahiran, dan post partum melalui ASI. Transmisi dapat terjadi pada 20-50% kasus. Faktor prediktor penularan adalah stadium infeksi ibu, kadar Limfosit T CD4 dan jumlah virus pada tubuh ibu, penyakit koinfeksi hepatitis B, CMV atau penyakit menular seksual lain pada ibu, serta apakah ibu pengguna narkoba suntik sebelumnya dan tidak minum obat ARV selama hamil. Proses intrapartum yang sulit juga akan meningkatkan transmisi, yaitu lamanya ketuban pecah, persalinan per vaginam dan dilakukannya prosedur invasif pada bayi. Selain itu prematuritas akan meningkatkan angka transmisi HIV pada bayi. HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya baik dari cairan ASI maupun sel-sel yang berada dalam cairan ASI (limfosit, epitel duktus laktiferus). Risiko untuk tertular HIV melalui ASI adalah 11-29%. Bayi yang lahir dari ibu HIV (+) dan mendapat ASI tidak semuanya tertular HIV, dan hingga kini belum didapatkan jawaban pasti; tetapi diduga IgA yang terlarut berperan dalam proses pengurangan antigen. WHO menganjurkan untuk negara dengan angka kematian bayi tinggi dan akses terhadap pengganti air susu ibu rendah, pemberian ASI eksklusif sebagai pilihan cara nutrisi bagi bayi yang lahir dari ibu HIV (+). Transmisi melalui perawatan ibu ke bayinya belum pernah dilaporkan. Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah yang mengandung HIV atau produk darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah dilakukannya skrining darah donor untuk HIV, maka transmisi melalui cara ini menjadi jauh berkurang. Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada penyalahguna obat intravena yang menggunakan jarum suntik bersama. Sekali tertulari, maka seorang pengguna akan dapat menulari pasangannya melalui hubungan seksual. Untuk mengantisipasi tersebarnya aneka penyakit melalui cara ini, di banyak negara maju sudah dilakukan program harm reduction bagi pengguna narkoba dengan membagikan jarum suntik steril pada pemakai. Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan seksual, atau korban perkosaan, atau prostitusi anak. Penderita AIDS yang berumur 20-an mendapat infeksi HIV pada masa remaja. MASNIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun. Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.

Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa hipoksia, sesak napas, jari tabuh, dan limfadenopati. Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum. Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal. Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b Stadium klinis 1 Asimtomatik Limfadenopati generalisata persisten Stadium klinis 2 Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana Erupsi pruritik papular Infeksi virus wart luas Angular cheilitis Moluskum kontagiosum luas Ulserasi oral berulang Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan Eritema ginggival lineal Herpes zoster Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis, tonsillitis ) Infeksi kuku oleh fungus Stadium klinis 3 Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap terapi standara Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5o C intermiten atau konstan, > 1 bulan) a Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama kehidupan) Oral hairy leukoplakia Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut TB kelenjar TB Paru Pneumonia bakterial yang berat dan berulang Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia (<500/mm3) atau trombositopenia (<50 000/ mm3) Stadium klinis 4b Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak berespons terhadap terapi standara Pneumonia pneumosistis Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis, infeksi tulang dan

sendi, meningitis, kecuali pneumonia) Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun) TB ekstrapulmonar Sarkoma Kaposi Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru) Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus) Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset umur > 1bulan Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis) Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea) Isosporiasis kronik Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral Progressive multifocal leukoencephalopathy Catatan: a. Tidak dapat dijelaskan ebrarti kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab yang lain b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat disertakan pada kategori ini

http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/01/14/tanda-dan-gejala-hiv-dan-aids-pada-anak/

Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan dapat mengakibatkan kecacatan. Sejarah Epidemi Sebelum dilakukan imunisasi massal mulai tahun 1969, di Amerika terjadi epidemi rubella tiap 6 9 tahun dengan epidemi terakhir pada tahun 1964 dengan perkiraan sebanyak lebih dari 20.000 kasus sindroma rubella kongenital dan 11.000 kasus keguguran. Insidens tertinggi adalah pada umur 5 9 tahun sebanyak 38,5 % dari kasus pada tahun 1966-1968. Meskipun insiden rubella turun sampai 99 % antara 1966-1968, 32 % dari semua kasus terjadi pada umur 15-29 tahun. Tanpa imunisasi, 10 % 20% populasi di Amerika dicurigai terinfeksi rubella. Tujuan imunisasi adalah eradikasi infeksi rubella kongenital. Jumlah kasus sindroma rubella kongenital yang dilaporkan turun sampai 99 % sejak tahun 1969. Setelah penurunan yang tajam dari insiden sindroma rubella kongenital, insiden mendatar sekitar 0.05 per 100.000 kelahiran hidup selama10 tahun terakhir karena infeksi rubella tetap berlanjut pada wanita usia subur. Bila semua wanita ini telah divaksinasi (idealnya) insiden sindroma rubella kongenital pasti akan turun sampai nol.

Penyebaran Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam. Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk dapat terjadi viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas. Bayi- bayi yang dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 50 %, dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi tersebut merupakan ancaman bagi bayibayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.

Gejala klinis

Gambaran klinis infeksi rubella serupa dengan penyakit lain dan kadang-kadang tidak tampak gejala dan tanda infeksi. Pada orang dewasa mula-mula terdapat gejala prodromal berupa malaise, mialgia dan sakit kepala. Pada anak-anak sering tidak diketahui gejala prodromal ini, atau apabila ada sangat minimal. Onset dari gejala prodromal sering dilaporkan dengan munculnya limfadenopati postaurikuler, yang biasanya dilanjutkan dengan munculnya ruam setelah 6-7 hari. Bercak-bercak berupa exanthema yang khas yaitu makulo papular yang sentrifugal mulai dari dada atas, abdomen kemudian ekstremitas yang akan menghilang dalam 3 hari. Kadang-kadang timbul arthralgia yang tergantung dari virulensi virus. Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimester I.. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trimester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.

Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori : 1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu : a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8

minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul. b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal. c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri. d. Retardasi mental dan beberapa kelainan lain antara lain: e. Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash ) f. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain 2. Extended sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ). 3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.

Diagnosis

Diagnosis infeksi rubella sangat sulit karena gejalanya yang tidak khas. Timbulnya ruam selama 2-3 hari dan adanya adenopati postaurikuler dapat sebagai diagnosis awal kecurigaan infeksi rubella, tetapi untuk diagnosis pastinya diperlukan konfirmasi serologi atau virologi. Virus rubella dapat ditemukan pada struktur jaringan yang dapat diambil dari hapusan orofaring, tetapi tindakan ini sulit dilakukan.

Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1 2 minggu setelah infeksi primer dan menetap selama 1 - 3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi primer, tetapi bila negatif belum tentu tidak terinfeksi.

Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi.

Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut : * Virus rubella yang dapat diisolasi. * Adanya IgM spesifik rubella * Menetapnya IgG spesifik rubella..

2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap. Didapatkan 2 defek dari item a , atau masing-masing satu dari item a dan b. a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati. 1. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.

3. CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.

4. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek.

5. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal

6. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS:

Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur < 24 bulan dan pada ibu.. Kecepatan penurunan antibodi sesuai penurunan pasif dari antibodi didapat.

Pencegahan

Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberikan kekebalan yang lama dan bahkan bisa seumur hidup. Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella

tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat berisiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang. Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang risiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara tepat.

http://www.enformasi.com/2009/02/virus-rubella.html

Rubella, umumnya dikenal sebagai campak Jerman, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rubella. Nama "rubella" berasal dari bahasa Latin yang berarti,''''merah kecil. Rubella juga dikenal sebagai campak Jerman karena penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh dokter Jerman pada pertengahan abad ke-kedelapan belas. Penyakit ini sering ringan dan serangan sering lewat tanpa diketahui. Penyakit ini dapat bertahan satu sampai tiga hari. Anak-anak sembuh lebih cepat daripada orang dewasa. Infeksi dari ibu oleh virus rubella selama kehamilan bisa serius, jika ibu terinfeksi dalam 20 minggu pertama kehamilan, anak dapat lahir dengan sindrom rubella bawaan (CRS), yang mencakup berbagai penyakit tersembuhkan serius. aborsi spontan terjadi di hingga 20% dari kasus. Rubella adalah infeksi anak umum biasanya dengan kesal sistemik yang minimal meskipun arthropathy transien dapat terjadi pada orang dewasa. komplikasi serius sangat jarang. Terlepas dari dampak infeksi transplasenta pada janin berkembang, rubella merupakan infeksi yang relatif sepele. Acquired rubella (bukan bawaan) ditularkan melalui tetesan emisi udara dari saluran pernapasan bagian atas kasus aktif. Virus ini juga dapat hadir dalam tinja urin, dan pada kulit. Tidak ada negara carrier: reservoir ada seluruhnya dalam kasus manusia aktif. Penyakit ini memiliki masa inkubasi 2 sampai 3 minggu.

Pada kebanyakan orang virus dengan cepat dihilangkan. Namun, mungkin bertahan selama beberapa bulan post partum pada bayi bertahan dalam CRS. Anak-anak ini merupakan sumber signifikan dari infeksi pada bayi lain dan, lebih penting, untuk kontak wanita hamil. Nama''''rubella kadang-kadang bingung dengan''''rubeola, sebuah nama alternatif untuk campak di negara-negara berbahasa Inggris, sedangkan penyakit tidak berhubungan. Dalam beberapa bahasa Eropa lainnya,''rubella''dan''rubeola''adalah sinonim, dan rubeola''''bukan merupakan nama alternatif untuk campak.

Gejala rubella
Setelah masa inkubasi 14-21 hari, gejala utama infeksi virus rubella adalah munculnya ruam (exanthem) pada wajah yang menyebar ke batang dan anggota badan dan biasanya menghilang setelah tiga hari. Gejala lain termasuk demam ringan, pembengkakan kelenjar (limfadenopati post serviks), nyeri sendi, sakit kepala dan konjungtivitis. Kelenjar bengkak atau kelenjar getah bening bisa bertahan sampai seminggu dan demam jarang naik di atas 38 o C (100,4 o F). Ruam hilang setelah beberapa hari tanpa pewarnaan atau mengupas kulit. tanda Forchheimer's terjadi pada 20% kasus, dan ditandai oleh kecil, papula merah pada daerah langit-langit lunak. Rubella dapat menyerang siapa saja dari segala usia dan umumnya merupakan penyakit ringan, jarang terjadi pada bayi atau mereka yang berusia lebih dari 40. Para orang tua adalah semakin parah gejala yang mungkin. Sampai dengan sepertiga anak perempuan yang lebih tua atau wanita mengalami nyeri sendi atau gejala jenis artritis dengan rubella. Virus ini dikontrak melalui saluran pernafasan dan memiliki masa inkubasi 2 sampai 3 minggu. Selama periode inkubasi, pembawa menular tetapi mungkin tidak menunjukkan gejala.

Sindrom rubela kongenital


Rubella dapat menyebabkan sindrom rubella bawaan pada yang baru lahir. Sindrom (CRS) berikut infeksi intrauterin oleh virus Rubella dan terdiri dari cacat jantung, otak, oftalmik dan pendengaran. Hal ini juga dapat menyebabkan prematur, berat badan lahir rendah, dan trombositopenia neonatal, anemia dan hepatitis. Risiko cacat besar atau organogenesis tertinggi untuk infeksi pada trimester pertama. CRS adalah alasan utama vaksin untuk rubella dikembangkan. Banyak ibu yang kontrak rubella dalam trimester kritis pertama baik memiliki keguguran atau bayi yang masih lahir. Jika bayi bertahan infeksi, dapat lahir dengan kelainan jantung berat (PDA yang paling umum), kebutaan, tuli, atau kehidupan lain yang mengancam gangguan organ. Manifestasi kulit yang disebut "lesi blueberry muffin."

Penyebab rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella, sebuah togavirus yang amplop dan memiliki genom RNA beruntai tunggal. Virus ini ditularkan melalui jalur pernafasan dan bereplikasi dalam kelenjar nasofaring dan getah bening. Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5 sampai 7 hari setelah infeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik dan mampu menyeberangi plasenta dan menginfeksi janin di mana sel-sel berhenti dari berkembang atau menghancurkan mereka.

Diagnosis rubella
Virus rubela antibodi IgM spesifik yang hadir pada orang yang baru terinfeksi oleh virus Rubella tetapi antibodi ini bisa bertahan selama lebih dari setahun dan hasil tes positif harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Kehadiran antibodi ini bersama dengan, atau waktu yang singkat setelah itu, karakteristik ruam menegaskan diagnosis.

Pencegahan Rubella
infeksi Rubella yang dicegah dengan program imunisasi aktif menggunakan hidup, vaksin virus dinonaktifkan. Dua vaksin virus hidup dilemahkan, RA 27 / 3 dan strain Cendehill, yang efektif dalam pencegahan penyakit dewasa. Namun penggunaannya pada wanita prepubertile tidak menghasilkan penurunan yang signifikan pada tingkat insiden keseluruhan CRS di Inggris. Penurunan hanya dicapai dengan imunisasi dari semua anak. Vaksin ini sekarang diberikan sebagai bagian dari vaksin MMR. WHO merekomendasikan dosis pertama diberikan pada 12 sampai 18 bulan usia dengan dosis kedua pada 36 bulan. Wanita hamil biasanya diuji untuk kekebalan terhadap rubella sejak dini. Perempuan ditemukan rentan tidak divaksinasi sampai setelah bayi lahir karena vaksin mengandung virus hidup. Program imunisasi telah cukup berhasil. Kuba menyatakan bahwa penyakit dihilangkan pada 1990-an, dan pada tahun 2004 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengumumkan bahwa kedua bentuk bawaan dan diperoleh dari rubella telah dieliminasi dari Amerika Serikat.

Pengobatan Rubella
Tidak ada pengobatan khusus untuk Rubella, namun, manajemen adalah masalah menanggapi gejala untuk mengurangi ketidaknyamanan. Perawatan bayi baru lahir difokuskan pada pengelolaan komplikasi. cacat jantung kongenital dan katarak dapat diperbaiki dengan operasi langsung. Manajemen CRS mata adalah serupa dengan usia degenerasi makula terkait, termasuk konseling, pemantauan berkala, dan penyediaan perangkat low vision, jika diperlukan.

Prognosis rubella
Infeksi rubella anak-anak dan orang dewasa biasanya ringan, membatasi diri dan seringkali tanpa gejala. Prognosis pada anak-anak dilahirkan dengan CRS adalah miskin.

Rubella Epidemiologi
Rubella adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia. Virus ini cenderung ke puncak selama musim semi di negara-negara dengan daerah beriklim sedang. Sebelum vaksin rubella diperkenalkan pada tahun 1969, wabah meluas biasanya terjadi setiap 6-9 tahun di Amerika Serikat dan 3-5 tahun di Eropa, terutama yang mempengaruhi anak-anak dalam kelompok usia 5-9 tahun. Sejak diperkenalkannya vaksin, kejadian telah menjadi langka di negara-

negara dengan tingkat penyerapan tinggi. Namun, di Inggris masih ada populasi besar orang rentan terhadap rubella yang belum divaksinasi. Wabah rubella terjadi antara pria muda di Inggris pada tahun 1993 dan pada tahun 1996 infeksi itu menular kepada wanita hamil, banyak di antaranya adalah imigran dan rentan. Wabah masih timbul, biasanya di negara berkembang di mana vaksin ini tidak dapat diakses. Selama epidemi di Amerika Serikat antara 1962-1965, infeksi virus rubella selama kehamilan diperkirakan telah menyebabkan 30.000 masih kelahiran dan 20.000 anak-anak akan lahir cacat atau cacat sebagai akibat dari CRS. imunisasi Universal menghasilkan tingkat tinggi kekebalan kelompok adalah penting dalam pengendalian wabah rubella.

Rubella Sejarah
Rubella pertama kali dijelaskan pada pertengahan abad ke-kedelapan belas. Friedrich Hoffmann membuat deskripsi klinis rubella pertama tahun 1740, yang dikonfirmasi oleh de Bergen tahun 1752 dan Orlow tahun 1758. Pada tahun 1814, George de Maton pertama menyarankan bahwa dianggap sebagai penyakit berbeda dari kedua campak dan demam berdarah. Semua dokter adalah Jerman, dan penyakit ini dikenal sebagai Rtheln (dari nama Jerman''''Rteln), maka nama umum dari "campak Jerman". Henry Veale, seorang Inggris Royal Artileri ahli bedah, menggambarkan sebuah wabah di India. Ia menciptakan nama "rubella" (dari bahasa Latin, yang berarti "kecil merah") pada tahun 1866. Secara resmi diakui sebagai entitas dalam 1881, pada Kongres Internasional Kedokteran di London. Pada tahun 1914, Alfred Fabian Hess berteori bahwa rubella disebabkan oleh virus, berdasarkan bekerja dengan monyet. Pada tahun 1938, Hiro dan Tosaka dikonfirmasi dengan memberikan penyakit kepada anak-anak menggunakan pencucian hidung disaring dari kasus akut. Pada tahun 1969 sebuah vaksin virus hidup dilemahkan adalah berlisensi. Pada awal 1970-an, vaksin campak yang mengandung tiga dilemahkan, gondok dan rubela (MMR) virus diperkenalkan.
http://www.news-medical.net/health/What-is-Rubella-%28Indonesian%29.aspx

Anda mungkin juga menyukai