Anda di halaman 1dari 7

Permukiman Kumuh Jakarta : Kampung dan Proyek MHT Oleh: Nur Fatina Risinda NPM: 0806316045

Permukiman kumuh adalah salah satu masalah yang sering terjadi pada negara berkembang dan kota-kota besar dunia. Menurut Wikipedia (2011) pengerti permukiman kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Yang kemudian kawasan kumuh ini sering dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Selain itu adalah masalah kesehatan yang terjadi di permukiman kumuh karena kurang higienisnya tempat tersebut. Saat ini permukiman kumuh sudah menjadi suatu jenis permukiman yang sudah tak jarang kita lihat di kota besar seperti Jakarta. Permukiman kumuh muncul dalam berbagai bahasa di berbagai kota, mulai dari istilah squatter di Inggris, shanty town di India, hingga favelas di Brazil. Di Jakarta permukiman kumuh sering disebut kampung. Permukiman kumuh ini merupakan hasil dari kebikajan pemerintah yang gagal, karena pemerintahan yang buruk, korupsi, peraturan yang tidak tepat guna, menghilangkan fungsi pasar tanah, system keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan yang paling mendasar adalah kemauan politik (UN-HABITAT, Darrudono, 2009). Seringkali istilah kampung pun muncul dalam perbincangan sehari-hari di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, ketika seseorang yang bermukim di permukiman kumuh yang bersesejajar dengan permukiman yang tidak kumuh, dan warga permukiman kumuh itu beraktivitas di wilayah yang lebih mewah itu, mereka seringkali disebut orang-orang kampung atau warga kampung. Istilah ini menandakan bahwa saat ini sebetulnya

permukiman kumuh Jakarta masih banyak dan dengan perkembangan yang ada, eksistensinya menjadi beriringan dengan permukiman formal. Masalahnya kampung ini sering kali dianggap sebagai suatu ancaman. Seperti masalah keamanan dan kebersihan, melihat dari lingkungannya yang terkesan gelap dan kotor. Tak jarang pula warga kampung yang beraktifitas di permukiman yang lebih mewah itu dianggap berkedudukan rendah. Jika melihat dari keadaan tempat tinggal kumuh, memang benar adanya, bahwa kampung di Jakarta ada dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Rumah-rumah berimpitan tidak karuan, entah apakah matahari bisa masuk menerangi rumah mereka pada siang hari. Dapat dibayangkan pula dengan sempitnya jalan masuk ke dalam permukiman tersebut, pasti sangat sulit untuk dilewati kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran. Bisa dibilang tidak adanya fasilitas dan pelayanan pembuangan sampah juga mengakibatkan sampah yang bertumpuk-tumpuk. Hal inilah yang menyebabkan kampung sering kali dikatakan kotor dan juga tidak sehat. Menteri perumahan rakyat, Suharso Monoarfa, mengatakan bahwa kondisi Jakarta untuk perumahan dan kawasan permukimannya seperti keruwetan kota New York 20 tahun lalu (2011). Beliau mengatakan 20 tahun lalu, Manhattan yang dikenal dengan Bronx-nya, juga mengalami maslah permukiman kumuh dan menjadikan permukiman kumuh sebagai sebuah lambang kota yang gagal, seperti layaknya Jakarta sekarang ini. Tetapi kini, New York telah berubah menjadi kota yang bersih dan teratur, dengan point penting terletak pada keterlibatan pemerintah dan swasta membangun kota New York dengan menempatkan dua bidang utama yakni perumahan dan pengembangan kawasan permukiman (housing and urban development). Sebetulnya Jakarta pun sudah memiliki sebuah program yang tak kalah bagusnya untuk menata permukiman kumuh yang ada. Proyek itu adalah program Muhammad Husni Thamrin atau yang biasa disingkat proyek MHT.

Proyek MHT ini yang merupakan program perbaikan lingkungan yang dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung (Hilman, 2008). Proyek ini bahkan memperoleh penghargaan dari Yayasan Aga Khan pada tahun 1980 dan dinyatakan sebagai Praktek Global Terbaik oleh Bank Dunia dalam rangka memperbaiki kekumuhan dan kemiskinan pada tahun 2004 (Chaidir, 2009). Program ini dilakukan dengan salah satu bentuknya adalah perbaikan fisik lingkungan, contohnya menata kembali permukiman kampung ini, seperti perbaikan jalan-jalannya sehingga sirkulasi bisa lebih mudah dan nyaman, seperti jika terjadi kebakaran di dalam bisa mudah dijangkau dari luar. Jika dilihat sekarang, kondisi perkampungan di Jakarta, selain sempit, tapi juga tidak memberikan daur hidup yang baik bagi penghuninya. anak-anak jadi bermain di tempat yang tidak seharusnya, seperti jalan raya, rel kereta api, atau di lokasi pembuangan sampah. Anakanak juga sering main di lumpur yang mana lumpur di perkotaan sudah kotor dan tidak sehat karena mengandung sampah. Kemudian tingkat kemiskinan yang ada di sana serta tidak adanya sekolah yang bisa membantu, membuat anak-anak jadi tidak bisa sekolah dan tidak ada yang mendidik. Proyek MHT kemudian diadakan untuk mengurangi hal tersebut. proyek MHT ini bukan hanya dijalankan oleh pemerintah tapi juga seluruh masyarakat yang terlibat. Namun bagaimanapun, pemerintah terlebih dahululah yang harusnya mengambil langkah awalnya yang nantinya akan diikuti oleh rakyatnya. Jika dulu awal kampung adalah urbanisasi yang tidak diiringi kesiapan kota untuk menampung warga baru, dalam hal ini pemerintah juga belum siap menyiapkan kota yang baik untuk menampung urbanisasi, maka saat inilah ketika semua sudah seperti adanya, pemerintah turun tangan untuk memperbaiki, dan mencegah tidak terjadinya lagi ketidaksiapan tersebut.

Dewasa ini, pemerintah-pemerintah di dunia, begitu juga pemerintah Jakarta, mencoba menangani masalah kawasan kumuh ini dengan memindahkan kawasan perumahan tersebut dengan perumahan modern yang memiliki sanitasi yang baik (umumnya berupa rumah bertingkat). Namun, apakah ini sudah menyelesaikan masalah ruang yang dibutuhakan untuk berhidup para warga kampung ini dan apakah sesuai dengan keuangan yang mereka punya. Yang ada malah nantinya akan jadi dipindahtangankan, karena warga ini lebih butuh uangnya daripada tempat tinggal yang diberikan tersebut, dan pada akhirnya mereka kembali membuat kampung. Karena itu, sebetulnya yang menjadi potensi penangan masalah kampung ini adalah mengenai perbaikan kampung tadi. Perbaikan dan peningkatan kesejahteraan bagi warganya. Sebagai salah satu contoh peningkatan kesejahteraan permukiman kumuh adalah yang terjadi di favelas Santa Marta, Rio de Janeiro, Brazil. Saat ini pemerintah Rio de Janeiro, sedang gencar-gencarnya mengembangkan bidang pariwisata di favelas yang ada di sana dalam rangka piala dunia tahun 2014 dan olimpiade musim panas 2016, salah satunya adalah favela Santa Marta. Karena dibalik kelihatan carut marutnya dan kumuhnya permukiman di favela-favela Brazil, tersimpan daya tarik tersendiri untuk didatangi turis karena istilah favela memang sudah banyak dikenal oleh orang luar Brazil. Pengembangan bidang pariwisata ini dimulai dengan pembersihan kriminalitas di favelas. Yang dulunya, polisi bahkan tak berani masuk ke celah-celah favela, kini polisi sudah mampu menertibkan suasana dengan didirikannya beberapa pos polisi untuk pengawas serta adanya patrol keliling. Kemudian dibangunnya trem yang dijadikan alat tranportasi untuk mengantar warga maupun turis menuju ke atas, atau sebaliknya, mengingat favela di Rio de Janeiro daerah berbukit yang curam. Yang kemudian menarik adalah, pemanfaatan warga lokal sebagai tour guide untuk daerah tersebut. mereka diajari bahasa asing dan diajarkan untuk menghafal daerah-daerah

yang boleh dikunjungi oleh para turis. Aturan yang dibuat adalah turis tidak boleh masuk ke rumah warga karena dianggap akan mengganggu privasi warga, dan hanya diberi waktu 3 jam untuk berkeliling. Kedatangan turis ini tak hanya sekedar untuk menambah pemasukan baik waraga maupun pemerintah setempat, tetapi juga di program tersebut, kedatangan turis akan membantu sekolah bagi anak-anak tidak mampu. Apa yang terjadi di permukiman kumuh Brazil ini bisa dijadikan contoh untuk penyelesaian permukiman kumuh kota-kota besar di Indonesia, khususnya DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara. Tapi apakah kita harus menunggu sampai adanya event besar seperti Brazil, tentu saja tidak. Proyek MHT yang sudah berjalan sejak zaman Gubernur Ali Sadikin harusnya masih pantas dijadikan sekarang. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1977, bahwa jika masalah permukiman ini didiamkan, merupakan beban sosial, tentu saja bagi kita semua. Untuk itu, yang diperlukan adalah pemerintah yang tegas, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan dan melanjutkan proyek ini. Pemulihan permukiman kumuh di Brazil juga tidak berhasil tanpa adanya campur tangan pihak atas yang tegas dan sungguh-sungguh ingin memperbaiki lingkungannya menjadi lebih baik lagi. Sebab ini bukan hanya mengenai pemerintah dan daerah itu saja, tetapi juga daerah sekitarnya yang juga hidup berdampingan dengan permukiman kumuh tersebut, atau juga dengan permukiman kumuh di kota-kota lain. Perubahan ini bisa menyebabkan efek yang luar biasa bahkan sampai ke luar negeri, seperti yang terjadi di favela Brazil. Rasanya jika Brazil yang memiliki 1000 favela di negaranya saja mencoba untuk menyejahterakan negaranya, rasanya tidak mungkin jika Jakarta tidak mencoba. Sebab kekuatan suatu Negara atau suatu wilayah perkotaan, bukan hanya di pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, tetapi juga semua lapisan rakyatnya. Dengan membuat sejahtera rakyat, diharapkan kekuatan yang

terkumpul bisa lebih kuat lagi, sehingga bisa menjadi wilayah yang maju dan bisa dikenal dengan citranya yang baik.

Daftar Pustaka Darrudono. Pola MHT: Untuk Penanggulangan Masalah Squatter. 2009. Dalam materi kuliah Teori Permukiman dan Perumahan Perkotaan tanggal 17 Oktober 2011. Triatno Yudo Harjoko. Illegal Settlement. Materi kuliah Teori Permukiman dan Perumahan Perkotaan tanggal 24 Oktober 2011. Wikipedia, Kawasan Kumuh, http://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_kumuh, 21 Juni 2010. Natalia Ririh, Jakarta bak New York 20 Tahun Lalu , http://properti.kompas.com/read/2011/03/23/04091045/Jakarta.bak.New.York.20.Tah un.Lalu, 23 Maret 2011. Ir.Izhar Chaidir, MA, Revitalisasi Permukiman Kampung Kota, http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=188, Juli 2009. Imam Hilman, Program Perbaikan Kampung: Proyek Muhammad Husni Thamrin di Jakarta Tahun 1969-1979, Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Juli 2008. Amy Stillman, Rio Seeks to Boost Favela Tourism, http://www.bbc.co.uk/news/world-latinamerica-11568243, 9 November 2010. http://www.favelatourismworkshop.com/

Anda mungkin juga menyukai