Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar. Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls. Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak

1|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Di dalam sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion (Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga. Diakses tanggal 14 Oktober 2010).

1.2.

Tujuan Percobaan
a. Mengetahui efek obat pelemas otot b. Mengetahui obat obat yang bekerja pada sistem syaraf otonom c. Mengetahui cara kerja obat obat syaraf otonom

1.3. Hipotesis
Pada percobaan ini, mencit yang diberikan diazepam secara intra peritoneal akan menjadi lemas (terjadi penurunan aktvitas mencit), lalu aktivitasnya akan meningkat kembali setelah diberikan strignin secara intra peritoneal. Sedangkan pada mencit yang diberikan strignin secara intra peritoneal akan mengalami peningkatan aktivitas.

2|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem syaraf otonom yang dikenal juga dengan nama sistem syaraf vegetatif, sistem syaraf visceral atau sistem syaraf tidak sadar, sistem mengendalikan dan mengatur kemauan. Sistem syaraf ini terdiri dari atas serabut syaraf-syaraf, ganglionganglion dan jaringan syaraf yang mensyarafi jantung, pembuluh darah, kelenjarkelenjar, alat-alat dalaman dan otot-otot polos. Obat-obat yang sanggup mempengaruhi fungsi sistem syaraf otonom, bekerja berdasarkan kemampunannya untuk meniru atau memodifikasi aktivitas neurohimor-transmitor tertentu yang dibebaskan oleh serabut syaraf otonom di ganglion atau sel-sel (organ-organ) efektor. Termasuk kelompok ini pula adalah beberapa kelenjar diantaranya kelenjar ludah, keringat dan pencernaan, dan juga otot jantung, yang sebagai pengecualian bukan merupakan otot polos, tetapi suatu otot lurik. Dengan demikian, sistem saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan, dan peredaran darah, serta pernapasan (Tjay & Rahardja, 2002). Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat ke organ efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf pascaganglion. Lingkaran refleks saraf otonom terdiri dari serat aferen yang sentripental disalurkan melalui nervus vagus, nervus pelvikus, nervus splanknikus, dan saraf otonom lainnya. Badan sel serat-serat ini terletak di ganglia dalam kolumna dorsalis dan ganglia sensorik dari saraf kranial tertentu. Tidak jelas perbedaan antara serabut aferen sistem saraf otonom dengan serabut aferen sistem somatik, sehingga tidak dikenal obat yang secara spesifik dapat mempengaruhi serabut aferen otonom. Serat eferen yang disalurkan melalui saraf praganglion, ganglion, dan saraf pascaganglion berakhir pada sel efektor (Tjay & Rahardja, 2002).

3|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik. Sebaliknya kejadian somatik dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Pada susunan saraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, yaitu di medulla oblongata terdapat pengatur pernapasan dan tekanan darah; hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme karbohidrat dan lemak, pusat tidur dan sebagainya. Hipotalamus dianggap sebagai pusat sistem saraf otonom. Walaupun demikian masih ada pusat yang lebih tinggi lagi yang dapat mempengaruhinya yaitu korpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai koordinator antara sistem otonom dan somatik (Tjay & Rahardja, 2002). Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal dari torakal 1 sampai lumbal 3, dalam sistem ini termasuk ganglia paravertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem parasimpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui saraf otak ke III, VII, IX dan X, dan N. pelvikus yang berasal dari bagian sacral segmen 2, 3, dan 4. Sebagian besar neuron praganglion parasimpatis berakhir di sel-sel ganglion yang tersebar merata atau yang terdapat pada dinding organ efektor (Mutschler, 1991). Terdapat 5 perbedaan pokok antara saraf otonom dan saraf somatik yaitu : 1. Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangka 2. Sinaps saraf otonom simpatis terletak dalam ganglia yang berada di medulla spinalis, yakni ganglio pravertebralis dan ganglia paravertebralis. Tetapi sinaps saraf otonom parasimpatis berakhir di ganglia parasimpatis, yang terdapat di luar organ yang dipersarafi, yakni ganglia siliaris, pterigopalatina, submandibula, otikus dan pelvis. Saraf somatik hanya mempunyai satu jenis neuron motorik, yang berasal dari otak atau medulla spinalis langsung menuju otot rangka tanpa melalui ganglia 3. Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf somatik tidak membentuk pleksus 4. Saraf somatik diselubungi sarung mielin, saraf otonom pasca ganglion tidak bermielin
4|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

5. Saraf otonom menginervasi sel efektor yang bersifat otonom, artinya sel efektor itu dapat berfungsi tanpa persarafan. Sebaliknya, jika saraf somatik putus maka otot rangka yang bersangkutan mengalami paralisis disusul atropi otot (Mutschler, 1991). Sistem saraf otonom berfungsi untuk memelihara keseimbangan dalam organisme. Sistem ini mengatur fungsi-fungsi yang tidak di bawah kesadaran, diantaranya: Sirkulasi, dengan cara menaikkan atau menurunkan aktivitas jantung dan khususnya melalui penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah Pernapasan, dengan cara menaikkan atau menurunkan frekuensi pernapasan dan penyempitan atau pelebaran otot bronkhus. Peristaltik saluran cerna. Tonus semua otot polos lain (misalnya kandung empedu, ureter, kandung kemih, uterus). Sekresi kelenjar keringat, kelenjar air ludah, kelenjar lembung, kelenjar usus, dan kelenjar-kelenjar lain. (Wawansumantri, 2009) Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ jantung dan kelenjar (Tjay & Rahardja, 2002). Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan cara menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan tempat pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu: 1. Hambatan a. Kolinergik Hemikolinium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf sehingga mengurangi sintesis asetilkolin. Toksin botulinus menghambat pelepasan pada sintesis atau penglepasan transmitter

5|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

asetilkolin di semua saraf kolinergik. Toksin tersebut memblok secara irreversibel pelepasan asetilkolin dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling poten yang dikenal. Toksin botulinum memproteolisis protein membrane; sintaksin dan SNAP-25 (synaptosome associated protein) yang berperan dalam fusi membran vesikel dengan membran prasinaps dalam eksositosis vesikel kolinergik. Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa. b. Adrenergik Metiltirosin memblok sintesis norepinefrin dengan menghambat tirosinhidroksilase, enzim yang mengkatalisis tahap penentu laju sintesis (rate limiting slope) norepinefrin. Sebaliknya, metildopa, penghambat dopa dekarboksilase, seperti dopa sendiri didekarboksilasi dan dihidroksilasi menjadi -metil norepinefrin. Guanetidin dan bretilium juga mengganggu penyimpanan norepinefrin dengan akibat pengosongan norepinefrin di vesikel. 2. Menyebabkan penglepasan transmitter a. Kolinergik Racun laba-laba black widow yaitu latroroksin menyebabkan penglepasan asetilkolin (eksositosis) yang berlebihan, disusul dengan blokade. b. Adrenergik Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan pelepasan norepinefrin yang relatif cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik. Sebaliknya, reserpin dengan memblok transport aktif norepinefrin dan transmitter lain misalnya 5-HT dan dopamin ke dalam vesikel menyebabkan pengosongan transmitter secara lambat dari vesikel. Norepinefrin di luar vesikel akan dipecah oleh MAO. Akibat pengosongan depot norepinefrin di ujung saraf, terjadi penurunan aktivitas yang bermanifestasi sebagai penurunan tekanan darah. 3. Ikatan dengan reseptor

6|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

Obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitter disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya efek transmitter pada sel tersebut karena tergesernya transmitter dari reseptor disebut antagonis atau bloker. 4. Hambatan destruksi transmitter a. Kolinergik Antikolinesterase merupakan kelompok besar zat yang menghambat destruksi asetilkolin karena menghambat AChE, dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh asetilkolin dan terjadinya perangsangan disusul blokade di reseptor nikotinik. b. Adrenergik Ambilan kembali norepinefrin setelah penglepasannya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik. Hambatan proses ini oleh kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis oleh obat tersebut. Penghambat COMT misalnya entakapon hanya sedikit meningkatkan respon katekolamin, sedangkan penghambat MAO misalnya tranisilpromin, pargilin, iproniazid, dan nialamid hanya meningkatkan efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin. Sekarang telah dikembangkan MAO yang lebih selektif. Monoaminoksidase-A yang menghambat MAO pemecah norepinefrin dan 5-HT dan penghambat MAO-B yang mneghambat pemecahan dopamin (Mutschler, 1991). Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi dalam 5 golongan, yaitu: 1. Parasimpatomimetik atau kolinergik Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.

7|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

2. Simpatomimetik atau adrenergik Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis. 3. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik Golongan obat yang menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis 4. Simpatolitik atau penghambat adrenergik Golongan obat yang menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis. 5. Obat ganglion Golongan obat yang merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion (Pearce, 2002).

8|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat


Jarum suntik Timbangan hewan coba Stopwatch

3.1.2. Bahan
Mencit Diazepam 10 g/20 ml Strignin 0,01%

3.2. Cara Kerja


a) Sediakan 2 ekor mencit b) Amati keadaan biologis dari hewan coba, meliputi bobot badan, frekuensi jantung, laju nafas, refleks, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri, dan gejala lainnya bila ada c) Pada mencit 1, disuntikkan diazepam 10 g/ 20 ml secara intra peritoneal d) 30 menit kemudian, suntikkan dengan strignin 0,01% e) Pada waktu yang sama, pada mencit 2 juga disuntikan strignin 0,01 % secara intra peritoneal f) Amati gejala yang terjadi selang waktu 10 menit selama 60 menit g) Tentukan onset dan durasinya

9|Pelemas otot dan obat -obat syaraf otonom

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 1. Data biologi hewan coba Pengamatan Bobot badan Frekuensi jantung Laju nafas Refleks Tonus otot Kesadaran Rasa nyeri Gejala lain Hewan coba Mencit 1 21 gram 81 132 +++ +++ +++ +++ defekasi Mencit 2 16 gram 95 127 +++ +++ +++ +++ defekasi

Tabel 2. Perhitungan dosis diazepam dan strignin No. mencit 1 2 Berat mencit (gram) 21 16 Obat Diazepam strignin Strignin Dosis (Volume pemberian) 0,21 ml 0,16 ml 0,12 ml

10 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Tabel 3. Pengamatan gejala yang terjadi pada mencit 1 Perlakuan Pengamatan Diazepam Strignin 0 125 109 +++ +++ +++ +++ 10 124 82 +++ +++ +++ +++ salivasi 20 112 84 +++ +++ +++ +++ 30 128 80 +++ +++ +++ +++ Salivasi 40 131 84 +++ +++ +++ +++ 50 129 83 +++ +++ +++ +++ 60 123 79 +++ +++ +++ +++

Frekuensi jantung Laju nafas Refleks Tonus otot Kesadaran Rasa nyeri Gejala lain Onset (menit) Durasi (menit)

85 135 +++ +++ +++ +++ salivasi 9.13

10.45

Tabel 4. Pengamatan gejala yang terjadi pada mencit 2 Pengamatan Frekuensi jantung Laju nafas Refleks Tonus otot Kesadaran Rasa nyeri Gejala lain Strignin 0 162 85 +++ +++ +++ +++ 10 127 89 +++ +++ +++ +++ 20 128 91 +++ +++ +++ +++ 30 134 83 +++ +++ +++ +++ Salivasi 40 130 76 +++ +++ +++ +++ 50 128 75 +++ +++ +++ +++ 60 125 71 +++ +++ +++ +++

Defekasi Defekasi Defekasi

11 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Onset (menit) Durasi (menit)

25.11

15.25

4.2. Perhitungan Dosis


a) Mencit 1 Diazepam = a= a = 0,000105 g = 0,105 mg maka, volume yang dibutuhkan : = b = b = 0,21 ml Strignin = a = a = 0,00001575 g maka, volume yang dibutuhkan : = b = b = 0,1575 ml

12 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

b) Mencit 2 Strignin = a = a = 0,000012 g maka, volume yang dibutuhkan : = b = b = 0,12 ml

4.3. Pembahasan
Pada percobaan mengenai obat obat pada syaraf otonom dilakukan pada hewan coba mencit yang diberikan diazepam dan strignin secara intra peritoneal. Diazepam diberikan pada mencit 1 yang kemudian diberikan strignin pada menit ke-30 setelah pemberian obat pertama. Sedangkan strignin diberikan pada mencit kedua. Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ jantung dan kelenjar. Pada mencit yang diberikan diazepam, mencit mengalami penurunan aktivitas yang ditandai dengan melemahnya kondisi tubuh mencit. Hal ini terjadi pada 9.13 menit setelah pemberian diazepam secara intra peritoneal. Penurunan aktivitas tersebut disebabkan oleh reseptor benzodiazepin yang mempengaruhi kanal ion Cl-, sehingga ion Cl- yang masuk ke dalam sel meningkat. Peningkatan

13 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

tersebut menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi sehingga menurunkan aktivitas syaraf. Diazepam merupakan suatu obat yang merupakan turunan dari golongan benzodiazepine. Benzodiazepine meningkatkan kerja GABA di SSP. Diazepam bekerja disemua sinaps GABAA, tapi kerjanya dalam mengurangi spastisitas sebagian dimediasi di medulla spinalis. Karena itu diazepam bisa digunakan pada spasme otot yang asalnya dari mana saja, termasuk trauma otot lokal. Tetapi, obat ini menyebabkan sensasi pada dosis yang diperlukan untuk mengurangi tonus otot. Penurunan aktivitas pada mencit tersebut terjadi selama kurang lebbih 1 menit 32 detik. Kembali normalnya aktivitas mencit tersebut diakibatkan karena durasi diazepam yang telah berakhir. Sedangkan setelah diberikan stirgnin secara intra peritoneal, aktivitas mencit menjadi lebih meningkat, ditandai dengan meningkatnya denyut jantung mencit. Hal ini disebabkan oleh masuknya strignin kedalam tubuh mencit. Dimana strignin bekerja dengan meningkatkan aktivitas sistem syaraf pusat dan otonom. Strignin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmitor penghambatan, yaitu glisin dan asetilkolin yang merupakan neuro inhibitor di daerah penghambatan pascasinaps. Strignin menyebabkan

perangsangan pada semua bagian SSP. Sehingga aktivitas mencit dapat semakin meningkat dengan adanya rangsangan pada sistem syaraf akibat adanya rangsangan oleh strignin tersebut. Efek farmakologis strignin pada mencit ke-2 mulai terlihat pada menit ke-15,25 setelah penyuntikan dan berakhir pada menit ke-25,11. Sehingga durasi obat tersebut adalah selama 10 menit 26 detik.

14 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus sehingga mempengaruhi fungsi otot polos dan organ jantung dan kelenjar. Obat obat yang bekerja pada syaraf otonom diantaranya adalah diazepam dan strignin. Diazepam bekerja dengan mempengaruhi reseptor benzodiazepin terhadap kanal ion Cl-, sehingga ion Cl- yang masuk ke dalam sel meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi sehingga menurunkan aktivitas syaraf. Sehingga diazepam digolongkan sebagai obat depresan sistem syaraf. Strignin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmitor penghambatan, yaitu glisin dan asetilkolin yang merupakan neuro inhibitor di daerah penghambatan pascasinaps. Sehingga strignin dapat digolongkan sebagai stimulant sistem syaraf.

15 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Anda mungkin juga menyukai