Anda di halaman 1dari 14

AKONDROPLASIA

A. Pendahuluan Penyakit keturunan adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua dan anaknya. Namun, bukan berarti setiap kelainan genetik tersebut pasti termanifestasi nyata dalam silsilah keluarga. Adakalanya tersembunyi hingga tercetus oleh faktor lingkungan seperti polutan, pola makan yang salah, dan lain-lain1. Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat. Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan bersifat ringan. Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun) maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada janin yang dikandungnya1. Suatu penyakit atau kelainan dikatakan menurun melalui autosom dominan apabila kelainan atau penyakit tersebut timbul meskipun hanya terdapat satu gen yang cacat dari salah satu orang tuanya. Sebagai perbandingan, penyakit autosom resesif akan muncul saat seorang individu memiliki dua kopi gen mutan1. Penyembuhan luka, kerentanan terhadap infeksi, risiko kanker yang diinduksi lingkungan, berbagai anemia, dan gangguan metabolik, juga efek samping obat-obatan, semua terjadi dengan dengan sejumlah komponen genetik. Setiap sel tubuh dikendalikan oleh kemampuan genetik dan pengaruh lingkungan serta kesempatannya. Lebih dari 6.5000 lokus gen spesifik dari 30.000 sampai 6.000 gen yang mungkin ada pada genom manusia telah diidentifikasi. Malfungsi pada salah satu gen ini secara teoritis mengakibatkan perkembangan penyakit. Kondisi-kondisi genetik merupakan penyebab tersering penyakit akut dan kronis, onset penyakit dapat terjadi pada janin, bayi, anak, atau dewasa2. Berdasarkan sifat alelnya maka kelainan dan penyakit genetik dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Kelainan dan penyakit genetik yang disebabkan faktor alel dominan autosomal 2. Kelainan dan penyakit genetik yang disebabkan faktor alel resesif autosomal 3. Kelainan dan penyakit genetik yang disebabkan alel tertaut dengan kromosom seks / kelamin 4. Kelainan dan penyakit genetik yang disebabkan oleh pengaruh aberasi kromosom Ada tiga mekanisme pewarisan dasar untuk keadaan gen tunggal. Tiga metode pewarisan manusia adalah dominan, resesif, dan terkait-sex atau terkait-X. Kecuali untuk gen pada

kromosom X dan Y laki-laki, semua gen pada individu diploid normal diduplikasi. Jika satu kopi gen (satu alel), ketika muncul mempunyai pengaruh yang dapat di deteksi, keadaan ini dikatakan dominan. Jika pengaruh alel tidak tampak ketika hanya ada satu alel, tetapi tampak jika ada dua alel yang identik secara fungsional, keadaan ini disebut resesif. Jika satu individu mempunyai dua alel yang identik, individu tersebut dikatakan homozigot untuk gen tersebut. Jika seseorang mempunyai dua alel yang berbeda, orang tersebut heterizigot untuk gen yang bersangkutan. Pengaruh keadaan resesif hanya terlihat pada orang-orang homozigot, sedangkan pengaruh keadaan dominan terlihat pada individu heterozigot. Seseorang yang heterozigot karena alel resesifnya tersembunyi digambarkan sebagai karier2. Kelainan dan Penyakit genetik adalah penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata rata manusia, serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia1. Pada pewarisan gen dominan pada autosom, keabnormalan selalu tampak pada tiap generasi. Setiap anak yang terinfeksi penyakit dari orang tua yang terinfeksi memiliki peluang 50% untuk menurunkan penyakit tersebut. Contoh penyakit yang disebabkan oleh kelainan gen dominan pada autosom: Hiperkolesterolemia keluarga, Penyakit Hutington dan Chondrodystropic dwarfism (Achondroplasia) 1.

B. Definisi Displasia skeleton menunjukkan adanya keterlibatan epifisis, metafisis, atau diafisis menyeluruh, yang biasanya disertai dengan perawakan pendek yang tidak proporsional sebelum dan/atau sesudah lahir. Individu dengan pendek tidak proporsional disebut menderita keadaan cebol, sedang orang pendek yang proporsional menderita kerdil (nanisme) atau jika sangat pendek, dalam istilah umum disebut midget. Kecuali untuk beberapa fenokopi yang diakibatkan oleh obat-obatan (misal, warfarin) atau defisiensi vitamin (misal, vitamin K), semua displasia skleton tampak mempunyai dasar genetik2,3. Beberapa displasia skeleton dapat didiagnosis pada awal masa prenatal dengan ultrasonografi, pemeriksaan biokimia, dan tekhnik molekuler, yang menunjukkan kemungkinan untuk manajemen obstetrik yang efektif dan pembuatan keputusan orang tua yang terinformasi. Karena hampir separuh anak yang dilahirkan dengan displasia skleton bertahan hidup sesudah masa neonatus dan mempunyai potensi untuk secara relatif mempunyai harapan hidup normal, masalah medis dan sosial memerlukan perhatian khusus untuk meminimalkan efek merugikan yang tidak perlu2,3. Istilah akondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Akondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros yang berarti tidak ada kartilago dan plasia yang berarti pertumbuhan. Secara harfiah akondroplasia berarti tanpa pembentukan/pertumbuhan kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan akondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang. Akondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital 2. Akondroplasia ini adalah displasia skleton murni yang diwariskan dalam cara autosom dominan. Pola pewarisan autosom dominan adalah alel diekspresikan secara fenotip dalam keadaan homozigot dan heterozigot, diturunkan melalui pria dan wanita, penyilangan resiprokal memberikan hasil yang sama. Individu penderita biasanya memiliki genotype heterozygote. Individu penderita akondroplasia mempunyai genotype KK atau Kk sedangkan individu individu normal bergenotip homozigot resesif (Kk)1,2,3.

C. Manifestasi Klinik Perawakan pendek yang tidak proporsional (dwarfisme) dengan panjang batang tubuh yang normal. Mikromelia rizomelia (segmen proksimal anggota gerak yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan segmen tengah dan distal). Kranium biasanya lebih besar daripada

persentil ke 97 pada lingkarannya dengan penonjolan frontal, dan jembatan hidung rata. Biasanya ada jari jemari yang pendek (brakidaktili) dengan tridens hands (ketidakmampuan untuk mendekatkan jari ketiga dan keempat saat ekstensi menghasilkan konfigurasi trident pada tangan). Gambaran trident biasanya hilang pada masa anak akhir atau remaja, dengan tangan tetap pendek dan lebar. Siku mungkin terbatas dalam ekstensi dan pronasi. Ekstensi siku dan panggul yang terbatas. Kaki yang membungkuk/menekuk (genu varum) akibat ligamen lutut yang longgar. Hipermobilitas sendi menyeluruh, terutama pada lutut. Lipatan kulit yang berlebihan di sekitar paha1,2,4. Gibus lumbal lazim terdapat pada masa bayi, tetapi sesudah tahun pertama gibus ini hampir selalu hilang dan sering diganti dengan punggung lurus, selalu dengan lordosis lumbal yang jelas1,2,4. Kifosis torakolumbal atau gibus biasanya nampak pada saat lahir atau masa awal bayi. Lordosis lumbal yang berlebihan ketika anak mulai berjalan. Bokong yang prominen dan abdomen yang menonjol yang terjadi akibat meningkatnya kemiringan panggul pada anak dan dewasa1,2,4. Bayi akondroplasia seringkali hipotoni disertai perkembangan motorik yang terhambat selama masa bayi dan diawal masa kanak-kanak Tonus neuromuskuler normal biasanya diperbe sar pada umur 2-3 tahun. Kelemahan sendi, terutama pada sendi interfalangs, dapat menetap selama masa anak. Gangguan tidur akibat komplikasi neurologis dan respiratorik1,2,4. Gangguan bernafas dengan prevalensi yang tinggi (75 %) dari gangguan bernafas selama tidur. Apnea obstruktif yang disebabkan oleh obstruksi saluran nafas atas. Kebanyakan dari keluhan respiratorik berhubungan dengan penyakit paru rekstriktif korda spinalis1,2,4. akibat dari berkurangnya

ukuran dada atau obstruksi saluran nafas atas dan lebih jarang berhubungan dengan kompresi

Bila tidak ada hidrosefalus, perkembangan mental dan motor biasanya normal. Profil perkembangan Denver telah dikumpulkan untuk memonitor kemajuan perkembangan pada akondroplasia1,2,4. Timbulnya gejala-gejala yang terjadi akibat kompresi servikomedularis seperti: nyeri, ataksia, inkontinensia, apnea, kuadriparesis progresif dan gawat napas1,2,4. Kepala besar sepanjang hidup yang tidak proporsional, dengan penonjolan frontal yang mencolok, tulang hidung yang tertekan, hipoplasia maksila, saluran hidung yang menyempit dan prognatisme mandibula yang relatif. Kurva pertumbuhan tertentu untuk akondroplasia telah dikembangkan, yang terutama bermanfaat dalam memonitor pertumbuhan cepat pada ukuran kepala pada masa bayi karena hidrosefalus dapat mempersulit akondroplasia. Stenosis relatif pada foramen magnum pada semua pasien didokumentasikan dengan CT Scan. Stenosis foramen magnum dianggap sebagai penyebab meningkatnya insidensi dari : hipotona, sleep apnea, sindroma kematian bayi mendadak dan hidrosefalus simtomatik pada masa bayi dan awal kanakkanak jarang berhubungan dengan penyempitan dari foramen magnum1,2,4. Stenosis spinalis simtomatik pada lebih dari 50 % pasien sebagai konsekuensi dari kanalis spinalis yang kecil secara kongenital disertai gejala nyeri punggung, perubahan sensorik ekstremitas bawah, inkontinensia, paraplegia. Onset dari gejala : biasanya setelah 20 atau 30 detik. Gejala neurologis diklasifikasikan berdasarkan keparahan neurologis dan adanya stenosis spinalis (lutter dan langer, 1977), terdiri dari : - Tipe I ( nyeri punggung dengan perubahan sensorik dan motorik)

- Tipe II (Klaudikasio intermitten yang menghambat pergerakan) - Tipe III ( penekanan akar saraf) - Tipe IV (paraplegia onset akut) 1,2,4. Maloklusi gigi yang membuka ke depan adalah lazim dan harus ditatalaksana oleh ortodontis yang sudah terbiasa dengan masalah akondroplasia. Kematian bayi dan atau awal masa kanak-kanak mendadak telah dilaporkan pada beberapa kasus akibat kompresi medula servikalis karena foramen magnum kecil1,2,4.

D. Insidens Frekwensi gen diperkirakan sekitar 1/16.000 dan 1/35.000. Terdapat sekitar 5000 penderita akondroplasia di Amerika Serikat dan 65.000 diseluruh dunia. Insidensi akondroplasia antara 0,5 dan 1,5 dalam 10.000 kelahiran. Tingkat mutasi cukup tinggi dan diperkirakan antara 1,72x10-5 dan 5,75 x 10-5 pergamet pergenerasi3. Jika salah satu orang tua mempunyai gen akondroplasia, maka anaknya 50% mempunyai peluang untuk mendapat kelainan akondroplasia yang diturunkan heterozigot akondroplasia. Jika kedua orang tua menderita akondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak normal 25%, anak yang menderita akondroplasia 50% dan 25% anak dengan homozigot akondroplasia (biasanya meninggal). Akondroplasia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dengan frekwensi yang sama1.

E. Patogenesis Akondroplasia merupakan gangguan autosomal dominan dengan penetrasi lengkap. Yang terjadi sporadis pada sekitar 80 % kasus, hasil dari mutasi do novo. Adanya efek usia paternal (usia paternal yang lebih tua pada kasus-kasus sporadis) dan dapat terjadi mosaikisme gonadal (2 atau lebih anak dengan akondroplasia klasik lahir dari orang tua yang normal). Ciri pada pewarisan autosomal dominan antara lain : 1. Sifat tersebut mungkin ada pada pria maupun wanitanya. 2. Sifat itu juga terdapat pada salah satu orang tua pasangan. 3. Sekitar 50% anak yang dilahirkan akan memiliki sifat ini meskipun salah satu pasangan tidak memiliki sifat ini. 4. Pola pewarisan bersifat vertikal, artinya tiap generasi yang ada pasti ada yang memiliki sifat ini. 5. Bila sifat yang diwariskan berupa penyakit keturunan, anak-anak yang tidak menderita penyakit ini bila menikah dengan pasangan yang normal, maka keturunan yang dihasilkan juga akan normal juga1,5.

Akondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3. Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasus akondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang. Kedua mutasi tersebut dihasilkan pada subsitusi residu arginin dengan glisin pada posisi 380 (G3804) dan protein matur pada domain transmembran FGFR3. Mutasi yang jarang menyebabkan subsitusi dari glisin 315 yang terdekat dengan sistem (G375C). Mutasi jarang lainnya menyebabkan subsitusi dari glisin 346 dengan asam glutamate (G346E). Mekanisme spesifik dimana mutasi F6FR3 mengganggu perkembangan skeletal pada akondroplasia masih belum di pahami1,7. Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan

mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler1. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3 pada akondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu1. Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis kranium dan bagian tengah wajah (midface) karena bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan mandibula dibentuk melalui osifikasi periosteal dan aposisi1. Basis kranium yang kurang berkembang pada penderita akondroplasia berpengaruh pada perkembangan maksila, karena pertumbuhan basis kranium akan mendorong maksila ke anterior dan ke bawah. Saat perlekatan maksila ke ujung anterior basis kranium, perpanjangan atau pertumbuhan basis kranium akan mendorong maksila ke anterior. Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari pertumbuhan basis kranium adalah bagian penting dalam pertumbuhan maksila ke anterior1. Kegagalan perkembangan atau pertumbuhan basis kranium secara normal pada penderita akondroplasia, memberikan karakteristik midface deficiency atau hypoplasia midface. Hal ini yang mengakibatkan maksila menjadi retrognatik, sedangkan mandibula normal atau sedikit prognatik, sehingga menghasilkan hubungan rahang Klas III1. Tantangan mayor yang dihadapi oleh para peneliti adalah menyelidik model jaringan tulang manusia dan hewan dalam mencari defek dasar gen akondroplasia tidak diketahui. Walaupun banyak kemajuan Human Genome Project dalam generasi marker yang dapat digunakan untuk linkage analysis pada awal tahun 1990, tetapi pada akondroplasia coba

menghindari linkage. Ini diasumsikan karena informatif famili yang sedikit pada kedua jumlah dan ukuran akibat kebanyakan kasus akondroplasia hasil dari mutasi baru. Akhirnya, lokus akondroplasis dipetakan pada lengan pendek distal kromosom 4 pada tahun 1994 [Francomano et al., 1994 Velinov et al., 1994]. Dalam beberapa bulan, mutasi gene yang mengkodekan fibroblast

growth factor receptor 3 (FGFR3) dijumpai pada akondroplasia [Rousseau et al., 1994; Shiang et al., 1994; Bellus et al., 1995a]. Yamg tidak terduga adalah hampir semua penderita akondroplasia dengan karakteristik klinis tipikal ada mutasi G480R yang sama dan berulang, di mana substitusi arginin untuk residue glisin dalam transmembran yang domain tyrosine kinase-couple transmembranereceptor yang ekspresi dalam pertumbuhan lempeng7.

F. Diagnosis Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai pemendekan dari ekstremitas dapat melibatkan seluruh ekstremitas (mikromelia, seperti pada akondrogenesis, sindroma short rib, polydactili, displasia osteogenesis imperfekta diastrofik tipe II), segmen proksimal (rhizomelia seperti akondroplasia) segmen intermedia (mesomelia, seperti mesomelia displasia) atau segmen distal (acromelia, seperti sindroma ellis van creveld). Diagnosa rhizomelia atau mesomelia membutuhkan perbandingan dimensi dari tulang kaki dan lengan dengan paha dan tangan. Femur terlihat pendek secara abnormal sekalipun pada dwafirme. Sehingga pada penapisan abnormal fetal rutin kami cendrung melakukan pengukuran dari femur. Sementara jika berhubungan dengan kehamilan dengan resiko untuk displasia rangka semua segmen pada ekstremitas diukur4,5,7.

10

Penyusutan ekstremitas berat dihubungkan dengan osteogenesis imperfekta tipe II, akondrogenesis, tanathrofik, diastrofik dan kondroektodermal displasia dapat dideteksi melalui pengukuran tunggal dari panjang femur di usia 16-18 minggu gestasi. Pada kasus akondroplasia diagnosis mungkin tidak dapat dilakukan hingga berusia 22-24 minggu, sehingga pengukuran secara serial dibutuhkan. Akondroplasia homozigotik biasanya fetal memiliki manifestasi ekstremitas yang pendek yang lebih abnormal lebih awal dibandingkan bentuk dengan heterozigot. Dan dapat terjadi makrocephali dengan penonjolan frontal dan depresi dari tulang hidung,4,5,8. Deformitas pengurangan ekstremitas terisolasi seperti Amelia (tidak adanya ekstremitas secara komplit), acheiria (tidak ada tangan), phocomelia atau aplasia hipoplasia dari radius dan ulna seringkali diwariskan sebagai bagian dari sindroma genetik (Holt-Oram syndrome, pansitopenia fanconi, trombositopenia dengan ketidak adanya syndroma radius) dan femur beresiko yang telah didiagnosis melalui ultrasonografi. Penyebab lain kehilangan ekstremitas yang fokal termasuk sindroma tali amnion, paparan thalidomide dan sindroma regresi kaudal4,8. Jari tangan dan kaki fetus dapat terlihat dan dengan pemeriksaan yang teliti, abnormalitas jumlah, bentuk, pergerakan dan sikap dapat terlihat / dikenali beberapa displasia tulang termasuk gangguan pada tangan dan kaki. Polidaktili mengacu pada adanya jari yang lebih dari 5 digiti. Hal ini diklasifikasikan sebagai postaxial jika ekstra digiti berada pada ulna atau fibula dan reaxial jika berada pada lokasi radius dan ulna. Sindaktili mengacu pada jaringan lunak dan penggabungan dari beberapa jari. Klinodatili terdiri dari deviasi dari jari-jari. Disproporsi / ketidaksesuaian dari tangan dan kaki dan bagian lain dari ekstremitas juga dapat merupakan tanda dari displasia tulang4,5,8. Pada fetus dengan displasia tulang, pergerakan ibu tentang pergerakan bayi biasanya berkurang, seperti pada akondrogenesis dan displasia thanatropik. Ultrasonografi dapat digunakan untuk diagnosis dari kondisi yang ditandai oleh limitasi dari fleksi atau ekstensi dari ekstremitas seperti arthrogryphosis dan sindroma pterygium multiple4,5,8. Beberapa displasia rangka diasosiasikan dengan thoraks yang kecil dan retriksi dada yang mengarah kepada hypoplasia yang merupakan penyebab kematian tersering pada kondisi ini. Kesesuaian dari dimensi dinding dada dapat diperiksa dengan mengukur lingkaran dada

11

setinggi/setingkat gambaran jantung dengan 4 ruang dan pemeriksaan rasio lingkaran thorak ke abdominal, rasio thoraks dan ke lingkaran kepala atau rasio lingkar jantung ke thoraks4,5,8. Pada roentgenogram menampakkan pelvis pendek dengan sayap iliaka lebar, atap asetabulum horizontal, dan lekukan sakroiskiadika yang sempit dan dalam. Jarak interpedikula vertebra mengurang dari L1 sampai L5, ini berlawanan dengan pelebaran kaudal pada

normalnya, ini merupakan yang membedakan akondroplasia, walaupun tidak dapat tampak pada bayi baru lahir. Ruang diskus bertambah dengan mengorbankan korpus vertebra, dan kanalis spinalis sempit. Mungkin ada penonjolan dan baji anterior pada vertebra thorakalis bawah atau vertebra lumbalis atas. Ada lekukan posterior vertebra lumbalis. Pada pandangan lateral, pedikula tampak pendek. Basis tengkorak pendek, dan foramen magnum kecil serta tidak teratur. Kranium relative besar disbanding wajahnya, disertai penonjolan frontal dan hipoplasia maksila. Tulang panjang panjangnya berkurang, terutama pada segmen tungkai proksimal, dan tampak agak lebar dan pendek gemuk. Metafisis mengalami beberapa pelebaran dan dapat tampak berbentuk V (tanda sirkumfleks). Pertumbuhan fibula relative berlebihan. Tulang tubulus tangan dan kaki lebih pendek serta lebih lebar daripada normal, pemendekan paling besar pada falang. Diameter anterioposterior dada berkurang disertai dengan penangkupan iga anterior2. Pada MRI menunjukkan adanya tekanan di daerah Cervicomedullary pada Foramen Magnum dan adanya kyphosis pada daerah thoracolumbal2. Dapat dilakukan evaluasi prenatal atau postnatal termasuk studi khromosomal, investigasi biokimia (misal Hipoposfatemia) dan analisa DNA untuk meningkatkan jumlah dari osteochondrodisplasia. postnatal2,3.

G. Diagnosis Banding Thanatophork displasia, keadaan cebol neonatus selalu mematikan, kepalanya lebih besar dibandingkan dengan badannya, yang sering menyebabkan keracunan diagnostik dengan akondroplasia. Tungkai bengkok pendek sedang, toraks sangat kecil, jembatan hidung cukup rata, dan brakidaktili juga khas. Tanda-tanda radiologis meliputi korpus vertebra yang seperti biskuit (misalnya, platispondili berat), kontur sampai kaput femoris seperti pisang, pelebaran metafisis,

12

spikula marginal, perlekukan, dan tulang iliaka persegi hipoplastik dengan penahan asetabulum. Kadang-kadang penderita mempunyai fusi sutura kongenital yang menimbulkan kontur tengkorak menyerupai daun semanggi (kleebat shadel) genetiknya tidak seluruhnya dipahami,beberapa pasangan saudara kandung ada pada kebanyakan kasus sporadik2.

H. Penanganan Akondroplasia dapat dikomplikasi oleh hidrosefalus, yang biasanya diakibatkan dari obstruksi foramen magnum, dan karena sindrom kompresi medula lumbalis dan akar syaraf, maloklusi gigi, gangguan pendengaran karena otitis media berulang, dan strabismus (akibat dari dismorfisme kraniofasial). Pembengkakan kaki dan kifosis menetap dapat juga memerlukan perhatian. Di samping pengenalan segera dan pengobatan yang tepat untuk masalah ini, manajemen selama masa kanak-kanak harus diperhatikan terutama mengenai pengaruh sosial dan psikologis dari perawakan yang sangat pendek dan penampakan yang tidak biasa, dan dengan konseling genetik. Terapi segera dan tepat terutama diperlukan pada setiap episode otitis media akut. Hidrosefalus tidak lazim tetapi harus dikenali seawal mungkin. Ada beberapa bukti bahwa fisioterapi dan penahan selama masa kanak-kanak dapat memperbaiki komplikasi kifosis infantil yang lama atau lordosis berat yang dapat memperjelek stenosis lumbalis pada umur dewasa. Osteotomi dapat terindikasi tepat sebelum atau selama remaja untuk mengkoreksi pembengkokan kaki progresif berat2.

I.

Prognosis Harapan hidup pada akondroplasia adalah normal, kecuali untuk sedikit (jarang) penderita

dengan hidrosefalus atau dengan komplikasi berat kompresi medulla spinalis servikalis atau lumbalis. Rata-rata ketinggian dewasa pada akondroplasia sekitar 131,5 cm (51,8 inci) pada pria 125 cm (49,2 inci) pada wanita2.

13

DAFTAR PUSTAKA

1.

Riani S, Moeh H and Budianto AK.Genetic Disese Patterns Akondroplasia Distribution In The Realm Of Population. 2011

2.

Behrman RE, Kliegman RM and Abelson HT . Nelson Esensi Pediatri Edisi 4. EGC, Jakarta 2010. 144 - 166.

3.

Nelson, WE, Behrman RE, and Kliegman R, et all. Nelson Textbook of Pediatrics. EGC, 2005. 2397 - 2398. Barnes EG and Spicer DD. Embryo & Fetal Pathology. Cambridge. 388 427. Sastrawinata. Bioteknologi Molekuler Praktis dan Aplikasi Sitogenetika Dasar. PT. Alumni, Bandung, 2008. 49 56.

4. 5.

6. 7.

Chen H. Atlas of Genetic Diagnosis and Counseling. Humana Press. 7 - 22. Horton WA. Invited Comment Recent Milestones in Achondroplasia Research, American Journal of Medical Genetics 140A: 166-169. 2006.

8.

Pilu G, Nicolaides K, Ximene R, Handbook of Fetal Abnormalities. 2000.

14

Anda mungkin juga menyukai