Anda di halaman 1dari 14

KARSINOMA SERVIKS UTERI

I.

EPIDEMIOLOGI Gambaran epidemiologi yang penting pada karsinoma serviks uteri adalah insidennya yang tinggi pada usia pertengahan. Karsinoma serviks menepati urutan yang ke 2 setelah kanker payudara pada wanita diseluruh dunia.Karsinoma serviks uteri merupakan tumor ganas ginekologi yang terbanyak ditemukan di Indonesia, mengenai wanita usia 30 60 tahun, terbanyak antara usia 45 50 tahun. Sekitar 9 % dari wanita usia 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invansif pada saat terdiagnosis. Perode laten dan fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.

II.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Penyebab langsung dan pasti kanker serviks uteri belum diketahui, berbagai penelitian menunjukan bahwa kanker serviks mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan aktivitas seksual. Berbagai faktor yang berhubungan dengan kejadiannya adalah : Insiden lebih tinggi pada wanita yang kawin,jarang ditemukan pada wanita yang virgo ( perawan ). Sering pada wanita yang Coitus pertama ( coitache ) dialami pada usia muda ( 16 tahun ). Insiden meningkat dengan tingginya paritas. Meningkat dengan wanita yang melahirkan dengan jarak persalinan terlampau dekat. Meningkat pada orang yang sosio ekonomi yang rendah ( hegiene seksual yang jelek ). Meningkat pada wanita yang gonta ganti pasangan. Jarang terdapat pada wanita yang suaminya disirkumsisi.

III.

Sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV ( Human Papilloma Virus ) tipe 16 18. Sering ditemukan pada wanita perokok. Pengunaan kotrasepsi oral diduga dapat meningkatkan resiko menderita karsinoma serviks terutama adenokarsinoma.

PATOLOGI Karsinoma serviks timbul antara batas antara epitel yang melapisi ektoserviks yaitu porsio ( epitel berlapis gepeng ) dan endoserviks kanalis serviks ( epitel koboit atau silindris ) yang disebut Squamo Calumnar junction ( SCJ ). Serviks yang normal mengalami metaplasi akibat saling desak kedua jenis epitel yang saling melapisi. Dengan masuknya mutagen persio yang erosit ( Metaplasia squamosa ) yang semua fsiologik yang dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I ( Neoplasia Intraepithelial Serviks I ) NIS II, III dan KIS dan pada akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi Mikroinvansif proses keganasan akan berjalan terus ( 2,3 ). Persio yang erosit bukanlah termasuk lesi premaligna selama tidak ada bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Periode laten ( dari NIS _ KIS ) tergantung dari daya tahan dari pasien, umumnya fase prainvasif berkisar antara 3 20 tahun ( rata rata 10 tahun ) ( 2,3 ). Tumor dapat tubuh ( 2,3,4,5 ) Eksofitik : mulai dari SCJ karena lumen vagina sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi dan nekrotik. Endofitik : mulai dari SCJ tubuh didalam stroma servik dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus. Ulseratif : mulai dari SCJ dan cenderung merusak jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Pemeriksaan histopatologik sebagian besar ( 95 97 % ) berupa epidrmoid / squamosa cell carsinoma sianya dapat merupa adeno carsinoma dan sarkoma ( 2,3, 4 ).

IV.

PENYEBARAN Penyebaran pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh limfe dan secara perkontinuitatum menuju : Fornices dan dinding vagina Korpus uteri Parametrium dan oragan organ lain.

V. AJCC Tx To Tis TI

KLASIFIKASI Tingkat keganasan klinis dibagi menurut FIGO 1995 dan AJCC ( 3 ) FIGO 0 I KLINIS Tumor primer tidak dapat dinilai Tidak ditemukan tumor primer Karsinoma in situ Karsinoma serviks pada uterus ( perluasan korvus uterus dapat diabaikan )

T1a

IA

Karsinoma

invasive

ditentukan

cara

mikroskopik selusi lesi yang terlihat secara mikroskopik dan infasi superfesial adalah stadium T1b / 1b. Invasi ke stroma, lebih kecil dari 5 mm. keterlibatan p embuluh darah, vena atau limfe tidak mempengaruhi klasifikasi. T1a1 IA1 Ukuran invasi stroma tumor lebih kecil dengan 3 mm dan 7 mm kearah orizontal. T1a2 IA2 Invasi ke stroma lebih dari 3mm dan keci

dari 5 mmengan penyebaran horizontal lebih kecil dari 7 mm. T1b IB Lesi jelas terbatas pada serviks dan secara mikroskopik melebihi stadium T1aIa2. T1b1 T1b2 IB1 IB2 Lesi nampak dalam ukuran lebih kecil 4 mm. Lesi nampak dalam ukuran lebih besar 4 mm. T2 II Karsinoma serviks sudah menembus uterus tetapi tidak sampai kedinding pelvis atau 1/3 bawah vagina. T2a IIA Penyebarannya hanya ke vagina dan

parametrium masih bebas. T2b IIB Penyebaran panggul. T3 III Penyebaran telah sampai dinding pelvis atau 1/3 bagian distal vagian / menyebabkan hidronefrosis dan gangguan fungsi ginjal. Tumor telah melibatkan 1/3 bagian distal T3a IIIa ( tidak ada celah bebas antara tumor dengan dinding vagina ) Tumor meluas ke dinding panggul atau T3b IIIB menyebabkan hodronefrosis atau gangguan vagina telah mengenai

paramerium tetapi belum sampai pintu

faal ginjal. Tumor telah menginvasi mukosa vesika T4 IVA urinaria atau rektum dan atau telah meluas kedinding pelvis Metasisi luas Kelenjar limfe redional ( N ) M1 IVB Kelenjar limfe redional para servikal, parametrial, hipogastrik ( obturator ), termasuk iliaka interna dan eksterna, paraskral dan sakral. Kelenjar limfe regional tidak bisa dinilai

Tidak Nx N0 N1 Mx M1 -

ada

metatasis

dikelenjar

limfe

regional. Metastasis ke kelenjar limfe regional Metastasis luas ( M ) Metastasis tidak bisa dinilai

IVB Metastasis luas

VI.

GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS

Karsinoma serviks tidak memberikan gejala pada awalnya, penemuan kasus perlu diutamakan disamping pencegahan, namun demikian ada beberapa gejala yang sering timbul : ( 2,4,6 ). Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, sekret yang keluar dari vagina makin lama akan berbauh busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Pendarahan kontak, adalah pendarahan yang terjadi setelah berhubungan seksual, sangat seringa ditemuakan ( 75 80 % ). Pendarahan spontan, umumnya pada tingkat klinis yang sudah lanjut ( II dan III ). Anemia sering menyertai sebagai akibat pendarahan pervaginam berulang, penurunan berat badan, menjadi lemah, dan gejala konstitusi lainnya. Rasa nyeri pada daerah pinggang ( lumbosakral ) akibat infitrasi tumor keserabut sel syaraf. Gejala gejala yang disebabkan metastase jauh sesuai dengan organ yang dikenai. Pada pemeriksaan fisik yang penting adalah terlihatnya lessi pada serviks. Lesi mungkin eksofitik, ulseratif, atau mempunyai plak. Beberapa lesi bisa saja tidak terlihat pada kanalis servukalis tapi bisa diaprisiasikan pada pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan harus bisa memperkirakan besarnya lesi ada atau tidaknya ruang antara tumor dengan rongga pelvis. Disamping itu perlu dievaluasi kelenjar limfe regional panggul dan fossa suprakavikull. Membuat diagnosis karsinoma serviks uteri yang lebih lanjut tidak sulit, yang menjadi masalah bagai mana mediagnosis dalam tingkat yang sangat dini misalnya pada prainvasif.

Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, maka dibuat kesepakatan secara rasional untuk melakukan deteksi dini pada setiap wanita sekali saja setelah melewati umur 30 tahun ( 2 ). Hasil pemeriksaan sitologi eksfoliatif dari ekto dan endoservils yang positif tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diperoleh dengan pemeriksaan biopsi ( 2,3,4 ). Diagnosis kerja karsinoma servils ditegakkan dengan : ( 3 ). Riwayat perjalanan penyakit Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan bimanual pada pelvis dan rektum. Prosedur diagnostik : Pap smear jika ada pendarahan Kolposkopi Biopsi konisasi Dilatasi dan kuretase Sistokopi dan restosigmoidoskopi ( stadium IIB,III,IVA )

Pemeriksaan radiologi 1.USG


USG pada system reproduksi wanita adalah modalitas pencitraan utama untuk evaluasi dari saluran kelamin perempuan dan panggul.USG digunakan sebagai tambahan untuk pemeriksaan fisik untuk mengkonfirmasi kehadiran massa panggul dan untuk mengevaluasi ukuran, kontur, dan karakter,menentukan organ asal,evaluasi untuk keterlibatan organ lainnya,dan mendeteksi kehadiran ascites, hydronephrosis, dan metastasis. Pemeriksaan USG adalah transabdominal dimulai menggunakan lebar kandung kemih sebagai jendela panggul. Pendekatan transvaginal digunakan untuk meningkatkan visualisasi dari semua lesi dan untuk

mengatasi keterbatasan terbatas pada kandung kemih yang terisi dan obesitas. Aliran warna yang digunakan untuk mengidentifikasi panggul pembuluh darah, mengidentifikasi vaskular lesi pelvis, dan mendeteksi neovascularity tumor. Salin infus sonohysterography (SHG) pemeriksaannya yaitu dengan memasukkan cairan steril salin pada rongga rahim dari sini dapat terbentuk rongga rahim sehingga dapat mendeteksi adanya kelainan rahim dan endometrium. Rahim Normal pada wanita dewasa berbentuk gambaran seperti buah pir. Myometrium adalah tingkat menengah di echogenicity, endometrium lebih echogenik disbanding myometrium. Ketebalan echo endometrium ergantung pada masa menstruasi. Myometrium terdalam, disebut zona junctional, mungkin muncul sebagai lapisan tipis hypoechoic yang berdekatan dengan garis endometrium echogenik . Maksimum dimensi rahim normal di wanita dewasa adalah 9 cm panjangnya, 6 cm lebar dan 4 cm anteroposterior diameter. Setelah menopause, rahim atrophies untuk sekitar 6A- 2 A-2 cm. Rahim pada anak-anak berbentuk cerutu.. Posisi rahim normal di pelvis termasuk miring ke depan (anteverted; ini adalah yang paling umum), miring mundur menuju sakrum (retroverted), atau dilipat anteriorly (semut(anteflexed) atau posterior (retroflexed). Rahim normal mungkin juga miring kanan atau kiri ke arah dinding sisi panggul. Posisi rahim yang berubah dengan tingkat mengisi kandung kemih dan kehadiran panggul massa. Retroverted atau retroflexed rahim muncul lebih bulat pada gambaran transabdominal. Normal vagina muncul sebagai sebuah tabung otot rata dengan echogenik pada mukosa. Pemeriksaan USG selalu berkorelasi dengan tahap siklus menstruasi, yang mempengaruhi biasa ketebalan endometrium. Pada akhir haid, endometrium diskrit dan tipis (2-3 mm). Selama tahap proliferatif, endometrium mengasumsikan penampilan tiga lapisan. Endometrium basal berdekatan dengan myometrium zona junctional, tetap echogenik, sedangkan endometrium fungsional, yang akan menebal dan akhirnya relatif hypoechoic selama paruh pertama siklus menstruasi. Pada midcycle, endometrium biasanya berukuran 8 sampai 10 mm double-layer ketebalan. Pada menstruasi, melalui fase dalam endometrium semakin mengental hingga 14 mm dan menjadi lebih echogenik. Myometrium junctional zona muncul

sebagai halo hypoechoic sekitar endometrium. Dalam wanita normal, ketebalan endometrium echogenik tidak melebihi 5-7 mm.

GAMBAR 37.1. Rahim normal. A. Transabdominal sagittal melalui penuh urin kandung (B) menunjukkan bentuk kontur dan pear halus rahim normal (U). Endometrium lebih echogenik dari sekitar myometrium. Gambar ini menunjukkan tiga lapisan khas munculnya tahap proliferatif endometrium. Leher rahim (C) yang menonjol ke dalam vagina atas (V) di persimpangan antara sumbu panjang rahim dan sumbu vagina. B. Transvaginal sagittal gambar rahim menunjukkan peningkatan resolusi teknik ini. Endometrium lebih tajam didefinisikan dan myometrium lebih jelas dievaluasi. Gambar ini menunjukkan khas echogenik munculnya dalam fase endometrium. Menebal Endometrium ketebalan endometrium harus selalu berkorelasi dengan usia, sejarah menstruasi, dan tahap Siklus haid (3). Ketebalan penuh endometrium echogenik seragam, termasuk anterior dan posterior endometrium, diukur tegak lurus terhadap sumbu panjang rahim. Pada wanita dengan aktif siklus haid, garis endometrium dapat mengukur hingga 14 mm selama fase dalam. Namun, dalam wanita endometrium biasanya tidak melebihi 5 mm di ketebalan. Terapi penggantian hormon mengental endometrium di wanita dengan 1-2 mm. Pada wanita dengan pendarahan abnormal vagina, U.S. demonstrasi abnormal endometrium ketebalan merupakan indikasi untuk biopsi endometrium. Ukuran normal endometrium ketebalan mencegah kebutuhan untuk biopsi. Dalam wanita wanita, ketebalan endometrium & lt; 5 mm indikasi atrofi endometrium.

GAMBAR 37,4. Karsinoma endometrium. Transvaginal mengungkapkan endometrium menebal diukur pada 14 mm antara kaliper pada wanita postmenopause dengan perdarahan vagina. Biopsi dikonfirmasi karsinoma endometrium.

2.MRI
MR biasanya lebih dipilih dari pada CT untuk pementasan terbukti penyakit.Pada T1WIs, karsinoma leher servik adalah isointense di myometrium. Pada T2WIs, tumor lebih tinggi dalam sinyal dibandingkan dengan sinyal lebih rendah dari jaringan leher rahim normal (12). Tanda-tanda invasi dinding sisi termasuk tumor abutting atau memperluas ke dalam 3 mm dari otot-otot pelvis. High-intensitas sinyal di parametrium di T2WIs adalah bukti invasi parametrial. Vagina keterlibatan dibuktikan oleh hilangnya kulit tipis normal vagina otot pada T2WIs. Lokal pementasan oleh CT dibatasi oleh fakta bahwa sampai 50% tumor isodense leher jaringan pada kontras dan noncontrast scan (Fig. 35.8). Tumor yang terlihat adalah P.914 heterogeneously hypodense pada postcontrast scan. MR dan CT menggunakan node pembesaran (& gt; 10 mm di sumbu pendek) sebagai kriteria utama untuk keterlibatan. T Hal ini secara inheren tidak akurat, karena kanker serviks dikenal melibatkan node tanpa memperbesar mereka. Pusat nekrosis dalam nodus limfa sangat prediksi tumor keterlibatan, terlepas dari ukuran node. Penyebaran limfatik melibatkan internal dan eksternal iliac, presacral, dan paraaortic node. Metastasis jauh umumnya melibatkan hati, paru-paru, dan tulang. Studi pencitraan harus mencakup ginjal untuk menilai untuk halangan.

FIGURE 35.1. Normal MR Anatomy: Female. A. Sagittal midline T2WI. B. Axial T2WI. The uterus is in a normal anteverted position impressing on the bladder (B). The high-signal-intensity endometrium (e) is surrounded by the low-signal-intensity junctional zone (arrowhead) and the intermediate-signal-intensity myometrium (m). The cervix (c) is lower in signal intensity than the myometrium. Multiple follicles are seen on both ovaries (o). The vagina (arrow) has high-intensity epithelium and low-intensity muscular walls. R, rectum. Normal MR Anatomy The internal anatomy of the uterus is depicted best on T2WIs (6). On T2WIs, the endometrium appears as a high-signal-intensity central stripe surrounded by the low-signal-intensity junctional zone (Fig. 35.1). The bulk of the myometrium is intermediate signal intensity. The low signal intensity of the inner junctional zone of the myometrium is caused by its lower water content. On T1WIs, the entire uterus is low in signal intensity and the internal anatomy of the uterus is poorly demonstrated. With gadolinium enhancement, uterine zonal anatomy is shown on T1WIs. The cervix is largely composed of collagenous tissues that are low in signal intensity on both T1WIs and T2WIs, providing a dark background for visualization of hyperintense cervical carcinomas. The endocervical epithelium and mucus are homogeneous high signal on T2WIs. High-resolution MR using surface or intravaginal coils shows two zones in the cervical fibromuscular stroma: a darker inner zone that is contiguous with the uterine junctional zone and an intermediate signal outer zone that is distinctly darker than the myometrium. Vaginal anatomy is also best seen on T2WIs, which shows the muscular vaginal wall as low in signal and the epithelium and mucus as high in signal. The normal ovaries of fertile women are easily identified by the bright signal of the follicles on T2WIs. The follicles are low or intermediate in signal on T1WIs. The cortex of the ovary in the premenopausal P.911 woman is darker in the signal than the medulla on T2WIs. The postmenopausal ovary is more difficult to identify because of the absence of follicles and the nearly equal signal intensity of the cortex and medulla on both T1WIs and T2WIs. Normal CT Anatomy Because the position of the uterus is so variable and CT is limited to axial slices, the outline of the uterus may appear lobulated or bulbous solely because of position. The uterus is uniform in soft tissue density, and its internal anatomy is not well demonstrated by CT. Because the myometrium is highly vascular, the uterus enhances more than most other pelvic organs. Fluid in the uterine cavity is usually low density. The ovaries are easily mistaken for unopacified bowel loops in the pelvis. Ovarian follicles are recognized by their fluid attenuation (7). The vagina is seen in cross section as a flattened ellipse of soft tissue density between the bladder and rectum. Normal fallopian tubes are not demonstrated by CT FIGURE 35.7. Cervical Carcinoma, Stage IA, on MR. This T2WI was obtained in an oblique coronal plane to the patient to image the cervix in transverse orientation. The tumor (T), appearing dark gray, has nearly completely replaced the

normal cervix, seen only as a black rim (arrowheads). No parametrial invasion is evident. Free intraperitoneal fluid (ff) is seen in the cul-de-sac. B, bladder.

FIGURE 35.8. Cervical Carcinoma, Stage IIb, on CT. Heterogeneous tumor (T) has completely replaced the cervix on this CT scan. Stranding densities (arrowheads) into the paracervical fat indicate parametrial invasion by tumor.

Untuk kesimpulan.FEMALE GENITAL SALURAN modalitas utama untuk pencitraan saluran kelamin perempuan adalah kami menggunakan teknik transabdominal dan transvaginal (1). MR dan CT digunakan untuk tahap dan menindaklanjuti Keterpaparan panggul dan untuk melengkapi kita dengan memberikan tambahan karakterisasi lesi. MR, karena kapasitas yang sangat baik untuk

membedakan jenis jaringan, berguna dalam membuat pencitraan diagnosis penyakit panggul (lihat Bab 1) (2). Selain itu, banyak lesi rahim dan adnexal mungkin ditemumukan secara kebetulan oleh MR. Histerosalpingografi (HSG) ini digabungkan dengan Amerika Serikat, CT, dan MR untuk mendiagnosis congenital anomalies saluran kelamin perempuan dan mekanik penyebab Kemandulan. HSG dilakukan oleh cannulating leher rahim dan menyuntikkan agen kontras ke lumina rahim dan tabung saluran indung telur.

PENATALAKSANAAN Pada tingkat klinis KIS pada umumnya dilakukan pengangkatan jaringan patologi, dapat juga diterapi lokal dengan bedah krio, tetapi laser jika lesi dapat dilihat penuh dengan kolposkopi. Jika penderita sudah mempunyai cukup anak dan sudah tua maka dapat dilakukan histerektomi total ( 2,3 ). Pada tingkat klinis IA, umumnya diterapi sebagai kanker yang invansif, bila kedalamannya kecil atau hanya 1mm meliputi daerah yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfe, dan pembuluh darah maka penanganannya dilakukan seperti KIS ( 2,3 ). Pada stadium klinis IB dan IIA dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul, pasca bedah bisanya dilanjukan

dengan penyinaran tergantung pada ada tidaknya tumor dalam kelenjar limfe yang diangkat ( 2,3 ). Pada stadium IIB, III, IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini dilakukan radiopterapi. Pada stadium IV A dan IV B penyinaran hanya bersipaf paliatif, pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang telah sembuh 1 tahun penangana, maka dilakukan operasi jika terapi yang terdahulu adalah radiasi dan prosesnya terbatas pada panggul. Bila proses sudah jauh dan operasi tidak mungkin dilakukan maka dipilih kemoterapi ( 2 ). VII. PROGNOSIS Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya Umur pasien Keadaan umum Tingkat klinis keganasan Ciri ciri histologis sel tumor Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani. Sarana pengobatan yang ada

Angka ketahanan hidup pada tingkat klinis I umumnya berkisar 80 90 % stadium II 60 70 %, stadium III 30 40 % sedangkan stadium IV umumnya kurang dari 10 % ( 3 ).

Anda mungkin juga menyukai