Anda di halaman 1dari 36

Case

Pembimbing: Dr. Riza Mansyoer, SP.A.K

Disusun Oleh: Lenny Naulita 030.01.134

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOJA PERIODE 7 Agustus 14 Oktober 2006 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

STATUS PASIEN

I. INDENTITAS
A. Indentitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Berat Badan Tinggi Badan Agama Alamat :k : 7 bulan : Perempuan : 7 kg : 72 cm : Islam : Jln Angin Kembang 66D Rt.04\011 Komplek angkatan laut Dewa Ruci Jakarta Utara Masuk RS No. RM B. Indentitas Orang Tua Ayah Nama Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Penghasilan : Robert Hanafi : 40 tahun : Islam : SMA : Swasta : Rp. 1.500.000 Ibu Ny. Marlina 34 tahun Islam SMP Ibu Rumah Tangga : Selasa, 8 Agustus 2006 Jam 23.30 WIB : 118504

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Januari 2006

Hubungan dengan orang tua Suku Bangsa

: Anak kandung : Batak

II. ANAMNESIS

Alloamannesis dengan ibu pasien tanggal 10 Agustus 2006 A. KELUHAN UTAMA Kejang disertai panas tinggi 10 menit sejak 20 sebelum masuk rumah sakit. B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien seorang anak perempuan berusia 7 bulan datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit. Lama kejang 10 menit. Beberapa saat sebelum kejang pasien demam sangat tinggi. Ibu pasien mengatakan bahwa sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit pasien sudah mulai demam oleh ibu pasien sudah diberi obat penurun panas sanmol dan kepela pasien dikompres.Tapi panasnya tidak turun-turun bahkan semakin lama semakin tinggi. Lalu sekitar tengah malam panasnya semakin tinggi dan beberapa saat kemudian pasien kejang. Kejangnya seluruh badan (kaki dan tangan kaku), mulut terkatup dan mata mendelik ke atas. Beberapa hari yang lalu pasien menderita batuk pilek disertai demam, kemudian sudah berobat dan sudah ada perbaikan. Riwayat muntah dan mencret disangkal oleh ibu pasien. C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien tidak pernah menderita penyakit separti ini sebelumnya. Riwayat trauma kepala (-) Riwayat penyakit asma (-) Riwayat alergi obat- obatan dan makanan (-) D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Ayah pasien pernah mengalami kejang yang disertai panas tinggi sewaktu kecil. E. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Selama mengandung ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya ke rumah sakit setiap bulannya. Ibu pasien tidak pernah mengalami keluhan keluhan yang berarti dan tidak pernah mengkonsumsi obatobatan. Persalinan ditolong oeh seorang dokter dan melalui sebuah operasi Caesar, atas indikasi panggul sempit dan lama kehamilan 9 bulan 10 hari. Pasien dikandung cukup bulan, lahir melalui operasi Caesar, setelah lahir pasien langsung menangis. Warna kulit kemerahan, tidak ada tandatanda sesak maupun kelainan bawaan. Berat badan lahir 3800 gram dan panjang badan 50,1 cm. Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik . F. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pasien dapat tengkurap pada umur 2 bulan dan mengeluarkan kata kata seperti "mama" pada umur 6 bulan. Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik. G. RIWAYAT MAKANAN Usia 0 2 bulan Usia 2 4 bulan Usia 4 6 bulan = ASI = ASI = ASI, bubur susu, buah dan biskuit

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan baik

H. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Bcg DPT / PT Polio Campak Hepatitis

Dasar ( umur ) 1 bulan 5 bulan 2 bulan 2 bulan 6 bulan 3 bulan 3 bulan 4 bulan 4 bulan

Ulangan ( umur ) 5 bulan

Kesan: Riwayat imunisasi dasar pasien belum lengkap I. RIWAYAT KELUARGA Pasien merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara, kakak tertua pasien lahir tanggal 1 Desember 1999 dan sekarang berumur 6 tahun. Berjenis kelamin perempuan. Tidak ada lahir mati dan abortus. J. RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI Pasien tinggal bersama orang tua dan uwaknya, di rumah tinggal dinas. Beratap genteng, berlantai ubin, berdinding tembok. Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah cukup baik, ventilasi udara cukup baik. Penerangan listrik dari PLN, sumber air bersih dari PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Kesan: Riwayat perumahan dan sanitasi baik

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2006 di RSUD Koja, Pukul 07.30 WIB. Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital Nadi Frekuensi napas : 100x/menit : 52x/menit

Suhu Berat badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar lengan atas Status gizi: (NCHS) BB/U

: 380C : 7 kg : 72 cm : 41 cm : 14 cm

: 7 kg X 100% 7.7 kg

= 90.9 % (Gizi baik)

TB/U

: 72 cm X 100% 67.6 cm

= 106.5 % ( Normal)

BB/TB Kesan: Gizi baik Kepala Mata

:7 72

X100%

= 9.72 9 (Normal)

: Normocephali, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut : Pupil bulat isokor Conjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/-

Telinga Hidung Mulut Bibir Lidah Tenggorokan

: Normotia, sekret (-), serumen (-), membran timpani tidak dapat dinilai : Bentuk normal,nafas cuping hidung (-), secret (-), septum deviasi (-) : Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-), gigi belum tumbuh : Bibir kering dan pecah- pecah (-), cianosis (-) : Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-) : Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher Toraks Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Extremitas Kulit

: Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid tidak teraba membesar

: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5 : Batas jantung normal : Bunyi jantung 1& 2 reguler, bising (-), irama derap kuda ( - ) : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-) : Vokal Fremitus kanan dan kiri sama : Sonor di kedua hemitoraks : Suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-). : Datar, supel, tidak ada pembesaran hati dan limpa, timpani, bising usus (+) normal : Akral hangat, oedem (-) : Ruam (-), petechie (-), pucat (-), cyanosis (-)

STATUS NEUROLOGIS Rangsangan meningeal kanan Kaku kuduk Kernig Brudzinski 1 Brudzinski 2 : : : : >135 Negatif Negatif (-) >135 Negatif Negatif kiri

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (8 Agustus 2006) DARAH

Hb Ht Leukosit Trombosit ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida

10.3 33 9900

g/dl /ul

normal 12 14 g/dl normal 5000-10000 /ul normal 200-500 rb

% * normal 37 43 %

205.000/ul

137 mEq/l 3.95 mEq/l 90 mEq/l


*

normal 135-147 mEq/l normal 3,5- 5.0 mEq/l normal 97-108 mEq/l

ANALISA GAS DARAH PH PCO2 P02 HCO3BE 02 Saturasi 7.389 normal 7.38-7.44 mmhg mEq/l % 28.6 mmhg* normal 35-40 15.8 mEq/l * normal 21-28 98.3 %
*

170.4 mmhg* normal 95-100 mmhg -8.2 mEq/l * normal -2.5 +2,5 meq/l normal 94-100

Laboratorium ( 9 Agustus 2006) DARAH Hb Ht Trombosit Eritrosit VER (MCV) HER (MCH) 9.8 g/dl* 29 %
*

normal 12-14 normal 37-43

g/dl %

149.000/ul 3.93 juta/ul 73 25 fl

normal 200-500 rb normal 4.0-5.0 juta/ul normal 82-93 normal 27-31 fl

ELEKTROLIT Natrium Kalium 143 mEq/l 3.63 mEq/l normal 135-147 mEq/l normal 3.5-5.0 mEq/l

Chlorida

98 mEq/l

normal

97-98

mEq/l

ANALISA GAS DARAH HCO3BE O2 saturasi Rontgen Deskripsi : Tampak infiltrat di daerah suprahiler kanan dan kiri serta di daerah paradikal kanan Hilus kiri normal dan hilus kanan menebal. Cor normal Kesan : Sugestif proses spesif pru kanan duplek. 16.9 mEq/l* 99.2 % normal 21-28 mEq/l - 8.1 mEq//l* normal -2.5 +2.5 mEq/l normal 94-100 %

VI. RESUME
Pasien seorang anak perempuan, berumur 7 bulan, BB 7 kg datang diantar keluarganya dengan keluhan kejang yang disertai panas tinggi 20 menit sebelm masuk rumah sakit, pasien kejang dengan mata mendelik ke atas dan seluruh badan pasien menjadi kaku, kejang terjadi lebih kurang selama 10 menit. Pasien pernah menderita batuk pilek disertai demam beberapa hari sebelumnya dan sudah mulai mengalami perbaikan selain itu pasien tidak pernah memiliki riwayat kejang sebelumnya. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Nadi Suhu Laju napas Berat napas : 100x/ menit : 380C : 52x/ menit : 7 kg : Sakit sedang : Compos mentis

Panjang badan Gizi dalam batas normal).

: 72 cm : Baik

Pada pemeriksaan fisik secara umum tidak ditemukan adanya kelainan (semua

V.

DIAGNOSA KERJA
Kejang demam sederhana

VI. DIAGNOSA BANDING (-)

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


(-)

VIII. PENATALAKSAAN
IGD : 1. O2 nasal I liter/ menit 2. IUFD KAEN 2 A 10 tetes/menit 3. Sagestan 2 x 15 mg 4. Cefat 3 x 250 mg 5. Pamol syrup 2 x 1/2 cth 6. Dumin suppostoria 125 mg, bila suhu diatas 390C BANGSAL :

1. IVFD KAEN 2 A 12 tetes/ menit

2. Sagedtam 2x 15 mg 3. Velocef 3 x cth 4. Dumin suppostoria 125 mg, bila suhu diatas 390C

IX. PROGNOSIS
Ad vitam Ad fungtionam Ad sanationam : Bonam : Bonam : Bonam

X. FOLLOW UP
Pemeriksaan Tanggal

10 Agustus 2006
Kejang ( - ) Keluhan

11 Agustus 2006
Kejang ( - ) Suhu badan OS pagi ini membaik, kemarin malam jam 23.00 suhu badan OS meningkat Sampai 38 C Nafsu makan membaik

12 agustus 2006
Kejang ( - ) demam (-) Makan dan minum baik Os diperbolehkan pukang

Demam ( + ) Tidak nafsu makan

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

Sakit Sedang Compos mentis HR = 100x /menit RR = 52x /menit Suhu = 38 C Normocephali CA -/- , SI -/ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ Bunyi jantung 1 2 reguler Bising (-) Irama derap Kuda (-) Datar, Supel NT(-)

Sakit Sedang Compos mentis HR = 80x /menit RR = 40x /menit Suhu = 36.2 C Normocephali CA -/- , SI -/ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ Bunyi jantung 1 2 reguler Bising (-) Irama derap Kuda (-) Datar, Supel NT(-)

Sakit Sedang Compos mentis HR = 88x /menit RR = 44x /menit Suhu = 36 C Normocephali CA -/- , SI -/ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ Bunyi jantung 1 2 reguler Bising (-) Irama derap Kuda (-) Datar, Supel NT(-)

Kepala

Mata Leher Paru

Jantung

Abdomen

Extremitas

Akral hangat Oedem (-) Sianosis (-) Brudzinsky (-)

Akral hangat Oedem (-) Sianosis (-) Brudzinsky (-)

Akral hangat Oedem (-) Sianosis (-) Brudzinsky (-)

Kernig (-)

Kernig (-)

Kernig (-)

Diagnosa

Kejang Demam

Kejang Demam

Kejang Demam

Pengobatan

IUFD KAEN 2A IUFD KAEN 2A IUFD KAEN 2A 12 tetes/menit 12 tetes/menit di distop stop bila demam (-) Sagestam215mg Proris syr 31 Sagestam215mg cth Velocef 31/2 cth Velocef 31/2 Velocef 31/2 Cth cth Pamol sirup 31 cth Pamol sirup 31 cth Dumin 125mg > 39 C k/p Dumin 125mg > 39 C k/p Antralin 50mg k/p,digunakan bila dumin tidak bisa digunakan (masuk)

ANALISA KASUS
Pada kasus ini didiagnosa sebagai kejang demam sederhana karena dari anamnesa, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa kejang yang terjadi pada pasien ini memenuhi kejang demam menurut Kesepakatan UUK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI (2004), yaitu: Kejang demam yang berlangsung singkat Umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 10 Bangkitan kejang tonik atau tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam

menit

Pada kasus ini dari anamnesa diketahui bahwa pasien seorang anak perempuan berusia 7 bulan datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan kejang sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien kejang dengan mata mendelik ke atas dan seluruh badan pasien menjadi kaku. Kejang terjadi selama 10 menit. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya. Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya menderita batuk pilek disertai demam 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang bisa menjadi faktor pencetus dari timbulnya demam bila tidak diobati dengan baik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu yang tinggi 38 0C menunjukkan adanya demam yang dapat menyebabkan perubahan keseimbangan potensial membran sel neuron sehingga terjadi kejang. Different diagnosis pada pasien ini dengan penyakit lain tidak diperlukan misalnya dengan penyakit meningitis atau encephalitis.Karena dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda rangsangan meningeal yang merupakan bukti bahwa tidak adanya proses infeksi intrakranial sehingga menyingkirkan diagnosis banding. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi: 1. IVFD 2A 12 tetes/menit 2. Sagestam 2x 15 mg 3. Velocef 3x cth

4. Dumin supp 125 mg, bila suhu diatas 390c Berdasarkan data diatas jumlah cairan yang di berikan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Berdasarkan rumus perhitungan kebutuhan air dan elektrolit harian pada anak didapatkan:

Berat Badan Sampai dengan 10 kg 11-20 kg > 20 kg

Kebutuhan air(perhari) 100 ml/kgBB 1000 ml + 50 ml/kgBB (untuk tiap kg diatas 10 kg). 1500 ml + 20 ml/kgBB(untuk tiap kg diatas 20 kg).

Kebutuhan cairan pada pasien ini dengan BB 7 kg adalah: = 7 kg x 100cc/hari = 700 cc/hari Dan setiap kenaikan suhu 10c, kebutuhan cairan ditambah 12%. Pada kasus ini didapatkan suhu badan pasien 380c sehingga kebutuhan cairannya menjadi: = 700 cc +( 700 x 12%) = 784 cc/hari Jumlah cairan yang diberikan: Tetesan / menit = = = Kesimpulan Cairan x tetesan makro Lama pemberian dlm jam x 60 menit 784 x 15 24 x 60 8,16 8 tetes/menit. : Jumlah cairan yang diberikan pada pasien ini melebihi jumlah kebutuhannya. Pada pasien ini di berikan cairan 2A . Pada 2A terdapat glukosa 2,5% = 2,5 gr / 100 cc

1 gram glukosa = 4 kalori = 2,5 x 4 kalori 100 cc = 10 kal / 100 cc = 100 kal / 1L 50 kal / kolf 50 500 cc 500 = 78,4 kalori 80 kal Kebutuhan kalori anak umur 7 bulan : 110 kal/kg BB/ hr = 110 x 7 kg = 770 kal/ hari Jadi pemberian 2A tidak mencukupi kebutuhan kalori pasien ini meskipun ditambah dengan kalori yang ditambahkan dari makanan karena nafsu makan pasien berkurang. Bila pada pasien ini diberikan cairan KA EN 1B maka: Pada KA EN 1B terdapat glukosa 3,75 gr/ 100cc 1 gram glukosa = 4 kalori = 3,75 x 4 kalori 100 cc = 15 kal / 100 cc = 150 kal / 1L 75 kal / kolf 75 500 cc 500 = 117,6 kalori = X 784 cc = X 784cc

X = 784 X 50

X = 784 X 75

Jadi pemberian KA EN 1B sudah hampir mencukupi kebutuhan kalori pasien ini jika pada pasien ini diberikan intake makanan yang cukup. Sagestam dan Velocef merupakan antibiotik yang diberikan pada pasien ini sebab pada pasien juga terdapat batuk dan pilek. Prognosis pasien pada kasus ini adalah baik sebab kejang berlangsung singkat, kurang dari 10 menit dan langsung berhenti dan tidak ada kejang susulan sesudahnya. Tetapi prognosis dapat berubah menjadi buruk bila tipe kejangnya adalah kejang demam kompleks dimana kejang berlangsung lebih dari 15 menit terdapat kejang berulang dalam waktu 24 jam. Prognosis juga diperberat seandainya ada riwayat epilepsy dalam keluarga, tetapi hal ini tidak ditemukan pada pasien ini. Pada kasus ini tidak terjadi kegawatdaruratan sebab kejang langsung berhenti dalam waktu kurang dari 10 menit, suhu badan pasien mulai menurun. Kegawatdaruratan pada pasien kejang demam terjadi bila kejang lebih dari 30 menit dan tidak berhenti (status konvulsivus). Pasien diberikan obat fenobarbital 10-20 mg/ kg BB IV atau IM. Jika tidak terdapat kejang berulang lagi maka diberikan dosis pemeliharaan fenobarbital IV/IM 5-7 mg/ kg BB diberikan 12 jam kemudian. Akan tetapi apabila didapati kejang berulang maka pasien langsung dirujuk ke ICU. Kesimpulan pada pembahasan kasus ini bahwa diagnosa kejang demam sederhana dapat ditegakkan sesuai dengan teori dan tinjauan kasus yang ada,

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Kejang didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi otak yang involunter yang dimanifestasikan sebagai penurunan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik yang abnormal, perilaku yang abnormal, gangguan sensorik, atau kelainan otonom
2

. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat demam (suhu rectal di

atas 38 0C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak di atas umur 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya 11. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38
0

C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Menu rut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,berhubungan dengan demam tetapi tadak terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu 9. Definisi ini menyingkirkan penyakit saraf separti meningitis, ensefalitis atau enselopati. Kejang keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. Kejang demam harus dibedakan mengenai epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. EPIDEMILOGI Sebanyak 2-5 % anak- anak yang berumur antara 6 bulan sampai 5 tahun pernah mengalami kejang yang disetai demam. Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu kali akan mengalami kejang demam dan 1-3 dari anak-anak ini akan mengalami kejang demam tambahan. Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya. Makin tua umur anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan terjadinya kejang tambahan 4. Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan

insiden mendekati 3-4 % anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan bahwa vasopressin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia. Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, Eropa Barat. Di negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira- kira 80% dan mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukan bahwa kira- kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17- 23). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki
4

ETILOGI Pada tingkat pengetahuan kita saat ini dapat dikatakan bahwa infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi. Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, misalnya: 1. Demam itu sendiri 2. Efek produk toksin daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak 3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi 4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau encefalopati toksik sepintas 6. Gabungan semua faktor diatas Kebanyakan kejang demam terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang mendadak, dan paling sering terjadi selama hari pertama demam. Biasanya demam yang mencetuskan kejang demam pada disebabkan oleh suatu infeksi pada tubuh anak. Infeksi yang paling sering adalah infeksi pada saluran atas, otitis media, campak, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih 11. PATOFISIOLOGI

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1. Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang

berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 4. Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. KLASIFIKASI Dahulu di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta digunakan klasifikasi kriteria 1. 2. 3. 4. 5. Livingston sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana sebagai berikut: Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun Kejang berlangsung sebentar tidak melebihi 15 menit Kejang bersifat umum Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam Pemeriksaan neurologis sebelum dan setelah kejang normal 6. Pemerisaksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu setelah suhu normal tidak menunjukan kelainan

7.

Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tadak melebihi 7 kali Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ke tujuh kriteria di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Namun kriteria ini sudah tidak digunakan lagi karena studi epidemilogi membuktikan bahwa resiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan 2. Saat ini klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi berdasarkan kesepakatan UKK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI, yang membagi kejang demam menjadi 2 yaitu : 7

1. 2.

Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Kriteria kejang demam sederhana: Kejang berlangsung singkat umumnya serangan akan berhenti Bangkitan kejang tonik atau tonik- klonik tanpa gerakan fokal. Tidak berulang dalam waktu 24 jam sendiri dalam watu kurang dari 10 menit.

Kriteria kejang demam kompleks Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit. Kejang fokal atau partial satu sisi atau kejang umum didahului kejang partial. Kejang berulang atau lebih dari 24 jam. MANIFESTASI KLINIK Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya terjadi jika suhu tubuh (rectal) mencapai 38 0C atau lebih. Manifestasi klinik yang sering dijumpai adalah: Didahului oleh kenaikan suhu yang cepat, biasanya terjadi bila suhu diatas Kehilangan kesadaran Kejang menyeluruh Serangan berupa kejang klonik atau tonik- klonik bilateral 390C

Mata mendelik ke atas Anak dapat menahan napasnya tanpa sadar Dapat mengeluarkan suara seperti teriakan melengking atau menangis Mungkin mengompol Selanjutnya diikuti gerakan ritmis berulang seluruh tubuh yang involunter Setelah kejang pasien mengalami periode mengantuk singkat Setelah beberapa detik atau menit anak akan bangun dan sadar kembali Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Tood) yang

yang tidak dapat dihentikan

tanpa adanya defisit neurologis berlangsung beberapa jam atau beberapa hari FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM Faktor resiko kejang demam pertama Riwayat keluarga dengan kejang demam. Permulaan noenatus >28 hari. Perkembangan terlambat. Anak dengan pengawasan. Kadar natrium rendah. Temperatur yang tinggi. Bila seorang anak mempunyai 2 atau lebih faktor resiko tersebut diatas,maka resiko untuk mendapatkan kejang demam kira- kira 30% 6. Faktor resiko kejang demam berulang Usia muda kurang dari 12 bulan Riwayat kejang demam Cepat timbulnya kejang setelah demam Temperatur yang rendah saat timbulnya kejang(< 380C) Riwayat keluarga epilepsi.

Rekurensi lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50% dan bila terjadi pada usia lebih dari 1 tahun resiko rekurensi menjadi 28% 6. Faktor resiko menjadi epilepsi Seluruh jenis epilepsi termasuk absens, tonikklonik umum, dan partial kompleks dapat terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam. National Institute of Neurologic Disoder and Stroke (NINDS) Perinatal Colaborative project (NCPP)L melaporkan tingginya resiko epilepsi seperti berikut: Perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama. Riwayat keluaga dengan epilepsi. Kejang demam kompleks Enam puluh persen anak dengan kejang demam tidak memiliki satupun dari faktor resiko diatas, 2% akan berkembang epilepsi sebelum usia 7 tahun. Dari 34% anak dengan 1 faktor resiko 3% akan menjadi epilepsi dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor resiko maka kejadian epilepsi akan menjadi 13% 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada anak kejang ditujukan selain untuk mencari etiologi kejang juga untuk mencari komplikasi akibat kejang yang lama. Jenis pemeriksan laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada kejang yang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, hitung jenis dan prorombin time. Pada kejang demam beberapa peneliti menemukan kadar yang normal terhadap pemeriksaan diatas, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya meningitis bakterialis dilakukan pemeriksaan kultur darah, dan kultur cairan cerebrospinalis.

2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan

cairan

cerebrospinalis

dilakukan

untik

menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien dengan kejang demam yang pertama. Selain itu pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai penurunan status kesadaran, kaku kuduk, perdarahan kulit, gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, dianjurkan pada pasien berumur 12- 18 bulan dan dipertimbangkan pada anak berumur diatas 18 bulan. 3. Elektroensefalografi

Saat ini EEG tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan kejang demam demam sederhana, karena hasil studi menunjukan bahwa mayoritas dari anakanak dengan kejang demam sederhana mempunyai gambaran EEG yang normal. Akan tetapi EEG yang dikerjakan 1 minggu setelah kejang demam dapat abnormal, biasanya berupa perlambatan di bagian posterior. Kira- kira 30% penderita yang mengalami perlambatan di posterior akan menghilang 710 hari kemudian. Menurut American Academy of Pediatric EEG tidak dianjurkan pada penderita kejang demam sederhana maupun kompleks. 4. Neuroimaging Pemeriksaan ini meliputi CT Scan dan MRI. Kedua pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien yang dicurigai terdapat lesi intrakranial berdasarkan adanya riwayat pemeriksaan neurologis yang abnormal. MRI dapat dipertimbangkan pada anak dengan kejang yang sulit diatasi, epolepsi lobus temporalis, perkembangan terlambat tanpa adanya kelainan pada kelainan pada CT Scan dan bila terdapat lesi ekuivokal pada CT Scan.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1. 2. 3. 4.

Meningitis Ensefalitis Obat- obatan tertentu seperti difehidramin, anti depresan trisiklik, Dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air dan

ametamin, dan kokain. elektrolit. KOMPLIKASI Komplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedang kejang demam kompleks dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi, yaitu: 1. Kerusakan sel otak Pada kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kebutuhan otot skelet yang akhirnya hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat oleh karena metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meninggi disebabkan meningkatnya aktivitas dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian di atas adalah penyebab tejadinya kerusakan neuron otak. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. 2. Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga sering terjadi serangan epilepsi spontan dikemudian hari. 3. Penurunan IQ Ganguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda bila dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak

menderita kejang demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis. Selain itu resiko retardasi mental pada pasien dengan kejang demam yang berulang menjadi 5x lebih besar 4,9,11. 4. Kelumpuhan Hemiperesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal. Mula mula kelumpuhan bersifat flasid tetapi setelah 2 minggu spastisitas. PENATALAKSANAAN Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan 4: 1. 2. 3. Pengobatan pada fase akut Mencari dan mengobati penyakit Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam Pengobatan pada fase akut Pada sebagian kejang besar kasus kejang demam sering kali kejang berhenti sendiri. Dan untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberikan profilaksis anti konvulsan karena kejang masih dapat kambuh selama anak masih demam. Pada anak yang masih mengalami kejang dilakukan perawatan yang adekuat meliputi: semua pakaian yang ketat dilonggarkan, kemudian penderita dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut, jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin, bila perlu diberikan tambahan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, keadaan jantung, tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan perlu diikuti dengan seksama. Suhu yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres atau pemberian antipiretik. Kejang harus segera dihentikan untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada otak, meninggalkan gejala sisa atau bahkan menyebabkan kematian. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam. Diazepam dapat

diberikan secara intravena atau intratekal. Dosis intravena 0,3-0,5 mg diberikan secara perlahan- lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg, bila kejang berhenti sebelum dosis habis hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang selain itu diazepam tidak boleh diberikan secara intramuskuler karena absorpsinya tidak baik. Bila kejang belum berhenti juga setelah pemberian diazepam ulangan diberikan fenitoin dengan dosis awal 20mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8mg/kgBB/hari (dosis pemeliharaan), 12- 24 setelah dosis awal. Jika masih kejang rawat di Ruang Rawat Intensif, berikan fenobarbital dosis 10- 20 mg/kgBB dan pasang ventilator bila perlu. Mencari dan mengobati penyakit Mencari faktor penyebab sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang tersedia. Kejang demam biasanya disebabkan oleh suatu infeksi sehingga pemberian antibiotik yang tepat sangat di perlukan. Pengobatan profilaksis Pengobatan profilaksis di bagi menjadi 2, yaitu: 1. 2. 1. Profilaksis Intermiten Profilaksis jangka panjang (rumat) Profilaksis intermiten Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam,dengan tujuan mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.

Antipiretik

Efektif menurunkan suhu tubuh sehingga anak tampak lebih tenang, meskipun tidak terbukti dapat mengurangi resiko rekurensi. Antipiretik yang digunakan antara lain: Parasetamol atau Asetaminofen 10- 15 mg/kgBB/x dan diberikan Ibuprofen 10 mg/kgBB/x diberikan sebanyak 3x sehari sebanyak 4x sehari

Antikonvulsan Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orang tua atau pengasuh pasien mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat diberikan diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari tiap 8 jam saat demam atau diazepam rectal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 8 jam bila demam diatas 380C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia
4,9

2.

Profilaksis jangka panjang ( rumat) Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan terus- menerus untuk waktu yang cukup lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan dibawah ini 6 : Kejang demam lebih dari15 menit Adanya defisit neurologist yang jelas baik sebelum demam maupun Kejang demam fokal Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga Dipertimbangkan bila terdapat lal- hal dibawah ini: Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan. Kejang berulang dalam waktu 24 jam Kejang demam berulang (lebih dari 4 kali pertahun)

setelah demam

Obat rumat yang dapat menurunkan resiko berulangnya demam hanya fenobarbital (3-5mg/kgBB/hari.dibagi dalam 2-3 dosis) dan asam valproat (15-

40 mg/kgBB/hari dan dibagi dalam 2 dosis per hari), obat ini diberikan terus menerus selama satu tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Gangguan prilaku dan kesulitan belajar adalah efek samping pemakaian fenobarbital setiap harinya, sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, sehingga jangan lupa diperiksakan kadar SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan kemudian setiap 3 bulan 2,7. PROGNOSIS Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50% dan umumnya terjadi pada 6 bulan pertama dan resiko untuk eskipun belum mendapatkan epilepsy rendah 11,18. PENCEGAHAN Meskipun belum diketahui dengan pasti efektifitasnya dalam meminimalkan resiko kejang demam namum cukup beralasan bila dilakukan pengawasan dan pengontrolan demam, oleh karena kejang diprovokasi oleh demam. Obat yang biasanya diberikan adalah Asetamonofen atau Ibuprofen yang diberikan sebanyak 3-4 kali sehari. Menurunkan demam juga dapat dilakukan dengan kompres menggunakan air hangat. Walaupun kejang demam tidak terlalu berbahaya tetapi disarankan kepada orang tua untuk membawa anak dengan kejang demam bila: Keaadan anak tidak cepat membaik, meskipun kejang telah berhenti Kejang berlangsung lebih dari 5 menit Terdapat kejang berulang segera setelah kejang pertama berhenti Anak kesulitan bernapas Selain itu pasien dengan kejang demam dapat pula dirujuk kerumah sakit apabila menunjukkan tanda- tanda 9: Kejang demam kompleks Hiperpireksia

Kejang demam pertama Usia dibawah 6 bulan Dijumpai kelainan neurologis

DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham M Rudolph, Robert K, Kim J, Seizuure and Epilepsy, Rudolph Fundamental Of Pediatrics, 3rd edition. California: MacGraw- Hill Medical publishing Division. 2002, page 812- 819 2. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17 th edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004, page 1813- 1829. 3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3, edisi 15. Jakarta: EGC 2005, hal 2059- 2066. 4. Dwi Putro Widodo. Kejang demam apa yang perlu diwaspadai. Penanganan demam pada anak secara professional, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, RCSM 2005, hal 58-66. 5. Julia A McMillan,MD, febrile seizures, Oski,s Pdiatrics Principles and Practise,3rd edition.Philadelpia. publisher:Lippincott& wilkins. 1999, chapter 404,page 1949-1951. 6. Kesepakatan UUK Neurologi IDAI, kejang demam, Saaf Anak PERDOSSSI, Jakarta, 2004. 7. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,Jilid kedua. Penerbit Media Aesculapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2000, hal 434-437. 8. MA Guggenheim, MD. Febrile seizure, Current Pediatrics Therapy,15th edition, Philadelphia, WB.Sauders company.2000, page 105-106. 9. Paduan Pelayanan Kesehatan Medis, Kejang Demam, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta:EGC 2005. hal 151- 154. 10. Rahman M, Derajat MT, Segi- segi praktis Ilmu Kesehatan Anak, edisi2, salemba,Jakarta. Hal 171-176. 11. Soetomenggolo, Taslim. Kejang demam. Buku Ajar neorologi Anak. Jakarta:Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1999, hal 244- 251.

12. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 1985 hal 847-855. 13. File:// H:I convulsion in children- clinical approach. Htm. 14. www.Cnn.Com/health/library 15. http:// dinnykaa. Blog. Com/ 260249/dr.hardiono pusponegoro/ kejang pada bayi. 16. http:// home saqui. Net/ myrna/ febriz.Htmack to pb indek. 17. http://www.indomedia.com./intisari/2001/Mei/Terapi.htm 18. http://www.mayo clinic.com/health/febrile-seizure/DS00346/DSECTION 19. http://www.nids.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile seizures.htm 20. http://www.patient.co.uk/Showdoc/23068735

Anda mungkin juga menyukai