Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS 2 PEMISAHAN ASAM-ASAM AMINO DENGAN METODE KROMATOGRAFI KERTAS

Disusun Oleh : 1. Moh. Nur Khasan 2. Jati Firmanto 3. Nur Alfiah 4. Kartiko Wicaksono 5. Fandi Dwi Cahyo (G1F010058) (G1F010059) (G1F010060) (G1F010061) (G1F010062)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012

PERCOBAAN 3 PEMISAHAN ASAM-ASAM AMINO DENGAN METODE KROMATOGRAFI KERTAS

A. TUJUAN Mampu melakukan prinsip analisis dengan metode kromatografi kertas, menotolkan sampel, mengelusi, dan mengidentifikasi senyawa dengan kromatografi kertas.

B. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah chamber, pipa kapiler, pipet volumetrik. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan standar albumin, larutan glisin, larutan sampel campuran, eluen (etanol : air : amonia, 80 :10 :10), larutan ninhidrin 0,1 %, dan kertas kromatografi Whatman No.1.

C. CARA KERJA a. Penotolan Sampel Kertas Kromatografi Di buat garis start setinggi 1,5 cm dari tepi bawah dan buat garis front setinggi 1,5 cm dari tepi atas Ditotolkan bercak pada garis start dengan hati-hati dengan jarak interval 1 cm (standar albumin, glisin, dan larutan sampel campuran), setiap bercak ditotolkan 3 kali dengan dikeringkan terlebih dahulu Hasil

b. Elusi Sampel Chamber Dimasukkan kertas kromatografi yang sudah berisi eluen (etanol : air : amonia, 80:10:10) Dijenuhi dengan uap eluen dengan arah elusi naik, tinggi permukaan eluen tidak boleh melebihi tinggi garis start Ditutup dengan rapat dan biarkan eluen naik sampai garis front Kertas Kromatografi Diangkat dengan hati-hati setelah eluen sampai garis front Hasil Dikeringkan

c. Deteksi/ Penampakan Bercak Kertas Kromatografi yang kering disemprot dengan larutan ninhidrin 0,1 % dengan kabut yang halus sampai timbul warna kuning, penyemprotan segera dihentikan supaya warna yang timbul tidak luntur dikeringkan kembali diukur jarak masing-masing bercak komponen sampel dan bercak standar dihitung harga Rf dab evaluasi hasil data yang didapat Hasil

D. DATA PENGAMATAN

Glisin Campuran Albumin

= 5,3 cm = 6,2 cm = 5,1 cm = 7 cm

Jarak garis front

Rf

= jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh eluen

Rf (Glisin)

= 5,3 cm 7 cm = 0,76

Rf (albumin) = jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh eluen = 5,1 cm 7 cm = 0,72 Rf (Campuran) = 6,2 cm 7 cm = 0,88

E. PEMBAHASAN MONOGRAFI BAHAN - BAHAN 1. Larutan Albumin Larutan albumin adalah larutan protein dalam air yang diperoleh dari plasma, serum atau plasenta normal dan segera dibekukan setelah dikumpukan. Larutan albumin tersedia sebagai larutan peka mengandung 15,0% 25,0% protein total atau sebagai larutan isotonic mengandung 4,0%5,0% protein total (Anonim, 1995). Pemerian: cairan jernih agak kental, tidak berwarna hingga berwarna kekunigan tergantung kadar protein. Wadah dan penyimpanan: simpan pada suhu 2 sampai 25 terlindung dari cahaya. Bila disimpan

pada suhu 2 sampai 8 diharapkan memenuhi syarat selama 5 tahun sejak sediaan dipanaskan pada suhu 60,0 selama 10 jam. Bila disimpan pada suhu tidak lebih dari 25 diharapkan memenuhi syarat selama 3 tahun sejak sediaan dipanaskan pada suhu 60,0 selama 10 jam (Anonim, 1995).

2. Glycinum Glisin NH2CH2COOH BM 75,07 Glisin mengandung tidak kurang dari 98,5% tidak lebih dari 101,5% C2H5NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis. Larutan bereaksi asam erhadap lakmus. Kelarutan: mudah larut dalam air, sangat sukar larut dalam etanol dan dalam eter. Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

3. Aethanolum Etanol Etil Alkohol C2H6O BM 46,07 Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3% b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% v/v dan tidak lebih dari 96,0% v/v, C2H5OH, pada suhu 15,56. Pemerian: cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78. Mudah terbakar. Kelarutan: bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik. Wadah dan

penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api (Anonim, 1995).

4. Air H2O BM 18,02

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan mengunakan penukaran ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. pH antara 5,0 dan 7,0. Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

5. Ammonia Amonia NH3 BM 17,03 Ammonia adalah larutan NH3 yang mengandung tidak kurang dari 27,0% dan tidak lebih dari 31,0% b/b NH3. Di udara terbuka ammonia cepat hilang. Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk kuat. Bobot jenis lebih kurang 0,90. Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, pada suhu tidak lebih dari 25 (Anonim, 1995).

6. Ninhidrin C9H4O3.H2O BM 178,14 Pemerian: hablur atau serbuk hablur, putih sampai putih kecoklatan. Kelarutan: larut dalam air dan dalam etanol, sukar larut dalam eter dan dalam kloroform. Jika dipanaskan pada suhu lebih dari 100: warna berubah menjadi merah. Jarak lebur antara 240 dan 245 disertai peruraian. Wadah dan penyimpanan: dalam wadah terlindung dari cahaya (Anonim, 1995).

KROMATOGRAFI

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dan distribusi senyawa atau ion - ion dalam system yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan

muatan ion. Dengan demikian masing masing zat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Anonim, 1995).

FASE KROMATOGRAFI

Fase yang digunakan dalam kromatografi diantaranya: a. Fase Diam

Merupakan fase yang tidak bergerak. Fase diam biasanya bersifat lebih polar daripada fase gerak (fase normal), tetapi tidak jarang digunakan fase diam yang kurang polar daripada fase gerak (fase terbalik). Contoh: silica gel (SiO2) dan alumina (Al2O3), dalam praktikum ini ialah

lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas selulosa (kertas Whatman No 1). (Gandjar, 2007) b. Fase Gerak

Merupakan fase yang bergerak melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen yang akan dipisahkan. Fase gerak yang digunakan adalah suatu pelarut organik atau campuran beberapa pelarut organik. Contoh : eluen (etanol : air : ammonia, 80 : 10 : 10). (Gandjar, 2007)

PRINSIP KROMATOGRAFI KERTAS

Kromatografi

Kertas

merupakan

kromatografi

cairan-cairan

dimana

sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas jenis fasa cair lainnya dapat digunakan. Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi sutu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa mobil yang melewatinya berupa

pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air atau campuran pelarut (Gandjar, 2007). Kromatografi pada kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian atau penjerapan. Pada kromatografi pembagian, senyawa terbagi dalam pelarut alkohol yang sebagian besar tidak bercampur dengan air (misalnya n-butanol) dan dalam air. Campuran pelarut klasik yaitu nbutanol asam asetatair (4 : 1 : 5, lapisan atas) (disingkat BAA), memang dirancang sebagai sarana untuk meningkatkan kadar air lapisan n-butanol dan dengan demikian memperbaiki manfaat campuran pelarut tersebut. Memang, BAA masih

tetap dipakai secara luas sebagai pengembang umum untuk banyak golongan kandungan tumbuhan. Sebaliknya, gaya jerap merupakan salah satu ciri utama KKt dalam pengembang air. Air murni ialah pengembang kromatografi yang sungguh-sungguh serba guna dan dapat digunakan untuk memisahkan purina dan pirimidina biasa, dan secara umum dapat dipakai juga untuk senyawa fenol dan glikosida tumbuhan. Pemilihan radas untuk KKt, sampai batas tertentu, bergantung pada luas ruang laboratorium yang tersedia. Misalnya, KKt datar dan lingkar memerlukan tempat yang sedikit lebih luas daripada bejana KLT baku. Daya pisah kromatografi kertas betul-betul baik dan digunakan, misalnya, untuk memisahkan karotenoid. Di kebanyakan laboratorium, KKt dilakukan dengan cara menurun dalam sebuah bejana yang dapat menampung kertas Whatman berukuran 46 X 57 cm. KKt menurun adalah yang paling berguna karena pengembang dapat dengan lebih mudah dibiarkan lewat ujung bila diperlukan. Cara ini juga sedikit lebih mudah untuk pemisahan duaarah. Untuk mencapai pemisahan dengan teknik kromatografi tertentu, dalam perdagangan tersedia berbagai jenis kertas saring yang sudah dimodifikasi. Misalnya, sifat polar selulosa dapat dikurangi dengan memadukan asam silikat atau alumina ke dalam kertas sehingga lebih cocok untuk memisahkan lipid. Kertas dapat dimodifikasi juga di laboratorium, misalnya dengan merendamnya dalam parafin atau minyak silikon agar dapat digunakan untuk kromatografi fasebalik, juga untuk lipid. Untuk pemisahan skala besar dapat dibeli lembaran kertas saring kromatografi yang tebal (Whatman no. 3 atau 3MM), dan kertas semacam ini dapat menampung beberapa mg senyawa per lembar. Pada KKt, senyawa biasanya dideteksi sebagai bercak berwarna atau bercak berfluoresensi - UV setelah dircaksikan dengan pereaksi kromogenik yang digunakan sebagai pereaksi semprot atau pereaksi celup. Untuk lembaran besar, pencelupan biasanya lebih mudah tetapi susunan pereaksi semprot harus diubah agar mudah kering, dan dengan demikian mencegah difusi waktu pencelupan. Selanjutnya kertas dapat dipanaskan untuk menimbulkan warna. Analisis kualitatif ini diawali dengan menyiapkan kertas whatman dengan dengan ukuran 15x15 cm, buat garis start setinggi 2 cm dari tepi bawah dan garis front setinggi 10 cm. Totolkan bercak pada garis start dengan hati-hati dengan jarak interval 3 cm (standart albumin, glisin, alanin dan larutan sampel campuran), setiap bercak ditotolkan 3 kali dengan dikeringkan terlebih dahulu.n lakukan elusi sampel dengan Larutan pengembang dibuat dari campuran ethanol : air : amonia (80 : 10 : 10). Lalu dimasukkan ke dalam chamber dan dijenuhkan. Sebelumnya eluen didiamkan dengan memasukkan kertas saring kedalam

chamber, hal tersebut agar eluen jenuh terlebih dahulu dengan uap eluen. Kemudian masukkan kertas kromatografi yang telah ditotolkan sampel dan ditutup lalu dibiarkan

sampai eluen naik sampai garis front kemudian diangkat dan dikeringkan. Dalam percobaan ini digunakan metode ascending, dimana pelarut maupun komponen akan terabsobsi dan bergerak ke atas dengan gaya kapiler pada kertas kromatografi, berlawanan dengan gaya gravitasi hingga bagian dari panjang kertas kromatografi tersebut. Setelah pengelusian selesai, semprotkan kertas kromatografi yang sudah kering dengan larutan ninhidrin 0,1%, dengan kabut yang halus sampai timbul warna ungu. Penyemprotan segera dihentikan agar warna yang timbul tidak luntur dan dikeringkan kembali kertas kromatografi tersebut. Setelah kering, Fraksi yang telah terpisahkan diukur dari garis start dan dihitung nilai Rf masing masing fraksi. Timbulnya bercak merah pada kertas

kromatografi mungkin terjadi karena kurang bersihnya alat-alat atau kotornya tangan kita saat praktikum. Dari analisis tersebut berdasarkan parameter pada kromatografi kertas yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dan dihitung nilai nilai Rf berdasarkan bercak warna yang dihasilkan dari tiap sampel dilihat dari penyemprotan dengan larutan ninhidrin 0,1 %, menggunakan perhitungan :
Rf jarak yang ditempuh komponen yang larut jarak yang ditempuh pelarut sampai garis front

Didapat masing masing untuk glisin 0,76 cm, albumin 0,72 cm dan campuran 0,88 cm. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Rf campuran sangat jauh dibandingkan dengan nilai Rf glisin.Hal ini di sebabkan karena zat- zat kontaminan yang masih ada dalam alat- alat yang kurang bersih dan juga bisa terjadi karena bagian kertas selulosa yang akan di ukur di pegang oleh tangan sehingga zat kontaminan yang ada di tangan menempel. Nilai Rf harus sama, baik ascending dan descending. Nilai Rf akan menunjukan identitas suatu zat yang dicari, contohnya pada asam amino dan intensitas zona itu dapat digunakan sbagai ukuran konsentrasi dengan membandingkan dengan noda-noda standard (Khopkar, 1990). Satu keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Keuntungan lain ialah keterulangan

bilangan RF yang besar pada kertas sehingga pengukuran RF merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru. Memang, untuk senyawa antosianin yang tidak mempunyai ciri fisika lain yang jelas, RF adalah sarana terpenting dalam memaparkan dan membedakan pigmen yang satu dengan pigmen yang lain

F. KESIMPULAN 1. Kromatografi kertas merupakan kromatografi dengan menggunakan penyaring sbagai penunjang fase diam dan dan fase gerak, berupa cairan yang terserap diantara struktur pori kertas 2. Nilai Rf glisin yang didapat 0,67 cm dan Rf campuran 0.78 cm

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Anda mungkin juga menyukai