Anda di halaman 1dari 12

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

17







LERENG KUPASAN (CUT SLOPE) DAN MANAJEMEN
LINGKUNGAN DI BUKIT-II TAMBANG BATUGAMPING FORMASI
RAJAMANDALA, CITATAH, PADALARANG, JAWABARAT

Zufialdi Zakaria
Lab. Geologi Teknik, Jurusan Geologi FMIPA, Universitas Padjadjaran



Bulletin of Scientific Contribution,
Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28



































Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di Bukit-II Tambang
Batugamping Formasi Rajamandala, Citatah, Jawa Barat (Zufialdi Zakaria)
18

LERENG KUPASAN (CUT SLOPE) DAN MANAJEMEN
LINGKUNGAN DI BUKIT-II TAMBANG BATUGAMPING FORMASI
RAJAMANDALA, CITATAH, PADALARANG, JAWABARAT


Zufialdi Zakaria
Lab. Geologi Teknik, Jurusan Geologi FMIPA, Universitas Padjadjaran

Cut slope is required in mining and planning of road; In Citatah area (limestone), stable slope is
required to mining planning and also road planning as access to factory location, and also in planning
of new road as alternative road of Bandung-Cianjur.
According to rock mass rating (RMR), slope of Bukit-II limestone at mine location have three
classes: At hill of western Bukit-II, limestone is have class I (very good) with RMR= 82 and slopes
suggested according to SMR (slope mas rating) is 75
O
. At eastern of Bukit-II, RMR = 72, class II (good),
slopes suggested according to SMR is 65
O
. In middle of Bukit-II, RMR = 24, class IV slopes
suggested according to SMR is 65
O
40
O
.
As anticipation of landslide, environmental monitoring and management are needed especially at
slope which is planned to do to access road. Its methods by: making teracering slope; At wet area,
ground water level is degraded so there is no rock / soil saturated; if necessary, doing revegetation
and making retaining wall.
Keyword : RMR, SMR, environmental management.

ABSTRAK
Lereng kupasan (cut slope) diperlukan dalam penambangan dan perencanaan jalan pada daerah
perbukitan juga dalam menentukan secara cepat besar sudut lereng yang aman bagi perencanaan jalan
maupun lereng. Di daerah tambang batugamping Citatah, lereng yang aman diperlukan berkaitan
dengan perencanaan galian batugamping dan jalan akses menuju lokasi pabrik, maupun dalam
merencanakan jalan baru sebagai jalan alternatif Bandung-Cianjur.
Berdasarkan pembobotan massa batuan, lereng batugamping di lokasi tambang mempunyai nilai
kelas yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kekuatan batuan dan nilai RQD-nya. Di daerah
penelitian, di bukit batugamping Bukit-II bagian barat termasuk kelas I (sangat baik) dengan RMR= 82
dan sudut lereng yang disarankan berdasarkan SMR tidak lebih dari 75
O
. Di bagian timur, RMR = 72,
temasuk kelas II (baik) dan sudut lereng yang disarankan berdasarkan SMR tidak lebih dari 65
O
. Di
bagian tengah nilai RMR = 24 temasuk kelas IV (jelek) dan sudut lereng yang disarankan berdasarkan
SMR tidak lebih dari 40
O

Sebagai antisipasi longsor diperlukan manajemen dan monitoring lingkungan terutama pada lereng
yang akan direncanakan untuk akses jalan. Caranya dengan : membuat terasering lereng yang lebih
diperlandai. Pada daerah yang basah, muka air tanah diturunkan agar tak ada batuan/tanah jenuh air;
bila perlu dilakukan revegetasi dan pembuatan dinding penahan.
Kata kunci : RMR, SMR, manajemen lingkungan


PENDAHULUAN
Di areal tambang batugamping
Citatah, Padalarang, kegiatan penam-
bangannya seringkali melakukan pe-
ngupasan lereng (cut slope), kadang-
kala pemotongan lereng dilakukan
dengan cara peledakan agar dapat
merobohkan lereng bukit batugam-
ping di areal tersebut. Pengupasan
lereng diperlukan selain mengambil
batugamping, juga merencanakan
akses jalan untuk pengangkutan.
Pada kondisi lain, perencanaan jalan
alternatif Bandung-Cianjur pada jalur
batugamping ini, juga memerlukan
informasi lereng aman karena akan
melakukan pengupasan lereng.
Dalam pengupasan lereng terse-
but, perlu dipilih sudut lereng kupasan
yang aman disertai dengan manaje-
men lingkungan dan monitoringnya
guna memperkecil dampak negatif &
memperbesar dampak positif yang
mungkin terjadi pada kegiatan terse-
but. Pembobotan massa batuan (rock
Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28
19
mass rating) merupakan salah satu
upaya secara empiris yang dapat
digunakan dalam prakegiatan (tahap
perencanaan) dalam konstruksi infra-
struktur maupun pengupasan lereng
yang memerlukan kajian relatif sing-
kat namun dapat digunakan sebagai
antisipasi ketidakstabilan lereng. Me-
lalui kajian singkat di atas, beberapa
permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Bagaimanakan pembobotan massa
batuan di areal penelitian?
Sejauhmana cara pengupasan
lereng (cut) yang aman dapat
diupayakan pada penambangan
batugamping maupun dalam pe-
rencanaan akses jalan pengang-
kutan ataupun jalan alternatif Ban-
dung-Cianjur?
Sejauh mana manajemen dan mo-
nitoring lingkungan dapat diarah-
kan?
Penelitian dimaksudkan untuk
mengetahui kelas-kelas massa batuan
melalui pembobotan massa batuan
dan mengetahui nilai pembobotan
massa lerengnya untuk kepeluan
lereng kupasan. Tujuan penelitian
adalah menentukan sudut kemiringan
lereng kupasan yang dapat direko-
mendasikan sekaligus memberikan
arahan manajemen dan monitoring
lingkungan di sekitar areal tambang
batugamping.
Kegunaan penelitian adalah untuk
menentukan desain kupasan lereng
pada tambang terbuka dengan me-
rekomendasikan sudut kemiringan
yang aman, sekaligus memberikan
arahan manajemen dan monitoring
lingkungan di areal penambangan.
Penelitian dilakukan di daerah
penambangan batugamping di
Citatah, di salah satu bukit yang
terletak di bukit bagian selatan pada
areal tambang batugamping, lokasi di
KM 23-25 Jl. Raya Bandung-Cianjur.

BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Geologi Regional
Berdasarkan kondisi fisiografinya,
daerah penelitian termasuk dalam
Zona Bandung yang merupakan de-
presi di antara beberapa pegunungan
dengan beberapa punggungan tersier
(Van Bemmelen, 1949). Citatah
sendiri merupakan suatu bagian kecil
dari Zona Bandung ini. Citatah terdiri
atas dua rangkaian perbukitan
batugamping di bagian utara dan
selatan yang dibatasi oleh jalur jalan
Bandung-Cianjur. Kedua rangkaian
perbukitan batugamping sama-sama
berarah Baratdaya-Timurlaut, perbe-
daannya terletak pada bentuk
morfologinya dan elevasinya. Pada
umumnya rangkaian perbukitan
batugamping di bagian selatan lebih
tinggi dari rangkaian perbukitan
batugamping bagian utara.
Stratigrafi daerah Citatah menurut
Stiady (1995) tersusun atas satuan
batuan sebagai berikut: Batuan tertua
di daerah ini adalah batulempung
bersisipan batupasir kwarsa
(disebandingkan dengan Formasi
Batuasih, menurut Soejono, dalam
Koesoemadinata dan Siregar, 1984).
Batulempung berwarna abu-abu
kecoklatan atau kehijauan, sedikit
karbonatan dan terdapat mineral pirit,
kekompakan sedang, ketebalan lebih
dari 175 m. Batupasir kwarsa ber-
warna putih keabu-abuan, fragmen-
nya terdiri atas kwarsa dan feldspar
berukuran butir pasir sedang sampai
kasar, ketebalan 50 sampai 20 cm.
Umur Formasi Batuasih N-2 pada
Zonasi Blow. Di atas Formasi
Batuasih diendapkan selaras batu-
gamping bioklastik sebanding dengan
Formasi Rajamandala anggota batu-
gamping (Sudjatmiko, 1972; Koesoe-
madinata & Siregar, 1984), ciri-cirinya
putih kekuningan, berfragmen pecah-
an koral, foraminifera ukuran pasir
kasar, terpilah sedang, sangat
kompak dan berlapis kurang baik,
tebal sekitar 400 m. Umur Oligosen
Akhir-Miosen Awal. Diatas batugam-
ping terdapat napal dengan kontak
hubungan selaras. Napal abu-abu
muda, sangat karbonatan, kekompak-
an sedang, disebandingkan dengan
Formasi Rajamandala anggota
Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di Bukit-II Tambang
Batugamping Formasi Rajamandala, Citatah, Jawa Barat (Zufialdi Zakaria)
20
klastika (Soejono, dalam Koesoema-
dinata & Siregar, 1984). Tebal +75 m
(Stiady, 1995).
Struktur geologi yang terdapat di
daerah penelitian adalah sesar naik
yang merupakan bagian sesar Ciman-
diri bagian timur (Anugrahadi, 1980)
dan beberapa sesar mendatar dekstral
yang memotong sesar naik.

Rock Quality Designation
Dalam mempelajari aspek keben-
canaan geologi, dikenal salah satu
jenis kebencanaan berupa longsor.
Faktor-faktor penunjang daerah
rawan longsor menurut Hirnawan
(1994) adalah litologi (batuan &
lapukannya), tektonik (struktur geolo-
gi & kegempaan), geomorfologi (ter-
utama aspek kemiringan lereng), ve-
getasi dan iklim (terutama curah hu-
jan). Daerah penelitian mempunyai
ciri-ciri rawan daerah longsor.
Dalam pelajari aspek kekuatan
batuan dikenal istilah RQD, rock
quality designation, yaitu suatu pe-
nandaan atau penilaian kualitas batu-
an berdasarkan kerapatan kekar. RQD
penting untuk digunakan dalam pem-
bobotan massa batuan (Rock Mass
Rating, RMR) dan pembobotan massa
lereng (Slope Mass Rating, SMR).
Perhitungan RQD biasa didapat dari
perhitungan langsung dari singkapan
batuan yang mengalami retakan-
retakan (baik lapisan batuan maupun
kekar atau sesar) berdasarkan rumus
Hudson (1979, dalam Djakamihardja
& Soebowo, 1996) sbb.: RQD = 100
(0.1 + 1) e
-0.1

dimana adalah
rasio antara jumlah kekar dengan
panjang scan-line (perban-dingan
kekar/meter). Makin besar nilai RQD,
maka frekuensi retakannya makin
kecil, sebaliknya pada frekuensi
retakannya yang makin banyak, nilai
RQD makin kecil.
Hal-hal di atas diperlukan klasifi-
kasi geomekanik sebagai alat komuni-
kasi para ahli dalam permasalahan
geomekanika selain untuk memper-
kirakan sifat-sifat dari massa batuan,
juga merencanakan/menilai keman-
tapan terowongan maupun lereng.
Rock Mass Rating
Klasifikasi Geomekanik (Bieniaw-
ski, 1984, dalam Setiawan 1990) di-
dasarkan pada hasil penelitian 49
terowongan di Eropa dan Afrika.
Klasifikasi ini menilai beberapa
parameter yang kemudian diberi
bobot (rating) dan digunakan dalam
perencanaan terowongan.
Rock Mass Rating (RMR) adalah
pembobotan massa batuan. Sistem
pembobotan dilihat pada Tabel 1 A,
B, dan C. Pembobotan adalah jumlah
dari nilai bobot parameter pada Tabel
1
A
dan 1
B
. Pada Tabel 1
C
jumlah nilai
tersebut dimasukkan ke dalam kelom-
pok yang sesuai pembobotan.
Pada Tabel 1
C
, nomer kelas dan
pemerian dapat diberikan. Pada Tabel
1
D
makna dan kegunaan tiap-tiap
nomer kelas RMR (pembobotan massa
batuan) disampaikan sesuai keguna-
an. Dalam perencanaan terowongan
berdasarkan nilai RMR, jangkauan
atap (span) dapat diperkirakan sesuai
keleluasaan waktu yang tersedia agar
terowongan tidak runtuh. Orientasi
arah jurus dan kemiringan dalam
perencanaan terowongan diperhitung-
kan pula (Tabel 2).
Nilai RMR dalam Klasifikasi Geo-
mekanik juga dipakai dalam mem-
perkirakan kestabilan suatu pengu-
pasan lereng massa batuan. Sama
halnya dengan penilaian terowongan,
penilaian kestabilan lereng juga
menggunakan data observasi
lapangan & data laboratorium, dalam
pembobotan dapat dilihat nilai RMR.
Massa batuan dapat diklasifikasi-
kan menjadi 5 kelas sebagai berikut:
Sangat buruk (Nilai RMR 0-20), Buruk
(Nilai RMR 21-40), Sedang (Nilai RMR
41-60), Baik (Nilai RMR 61-80),
Sangat Baik (Nilai RMR 81-100).
Penerapan nilai RMR untuk mem-
perkirakan sudut kemiringan lereng
pengupasan dapat dilakuan melalui
kajian Slope Mass Rating (SMR).
Romano (1990, dalam Djakamihardja
& Soebowo, 1996) mengaitkan nilai
Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28
21
RMR dengan faktor penyesuaian dari
orientasi kekar terhadap orientasi
lereng serta sistem pengupasan
lereng dalam bentuk angka rating
(pembobotan), yaitu: F1 mencermin-
kan paralelisme antara arah kekar &
arah lereng, F2 memperlihatkan kemi-
ringan kekar, F3 memperlihatkan hu-
bungan kemiringan kekar dengan ke-
miringan lereng, F4 merupakan pe-
nyesuaian untuk metoda pengupasan.
Romano (1990) memberikan nilai
SMR dari keempat faktor tersebut
sebagai berikut:
SMR = RMR - ( F1 x F2 x F3 ) + F4
Laubscher (1975, dalam Djaka-
mihardja & Soebowo, 1996) mem-
bahas hubungan RMR dan SMR seperti
pada Tabel 3.
SMR menurut Hall (1985, dalam
Djakamihardja & Soebowo, 1996),
sbb.: SMR = 0,65 RMR +25
Menurut Orr (1992, dalam Djaka-
mihardja & Soebowo, 1996), sebagai
berikut: SMR = 35 ln RMR - 71

Manajemen
dan Monitoring Lingkungan
Manajemen lingkungan dan moni-
toring lingkungan dilakukan untuk
berbagai kegiatan berwawasan ling-
kungan, tujuannya adalah sebagai
antisipasi untuk menanggulangi
kemungkinan terjadinya dampak
lingkungan negatif, yaitu dengan cara
memperkecil dampak negatif dan
memperbesar dampak positif (Soe-
marwoto, 1990), atau meminimalkan
faktor kendala dan memaksimalkan
faktor pendukung. Dengan demikian,
manajemen lingkungan diarahkan
sebagai upaya mengurangi dampak
negatif yang diperkirakan akan timbul
dan harus dikelola, juga sekaligus
memperkira-kan dampak positif yang
bisa dikelola. Monitoring lingkungan
diarahkan un-tuk memantau kondisi-
kondisi yang mengarah kepada
timbulnya dampak sekaligus sebagai
informasi bagi manajemen lingkung-
an. Manajemen dan monitoring ling-
kungan dapat diarahkan untuk semua
kegiatan pembuatan infrastruktur,
baik pada saat prakonstruksi, saat
konstruksi maupun saat pasca-
konstruksi. Dengan melibatkan studi
lingkungan, diharapkan infrastruktur
yang telah dibangun dapat diantisipasi
bilamana terjadi bencana geologi.
Bahan penelitian adalah objek-
objek kajian geomakanika dan geo-
teknik di lapangan yang meliputi
batuan, tanah, air, data strike/dip
batuan maupun kekar, serta bahan
kajian studi pustaka hasil peneliti
terdahulu. Subjek penelitian adalah
salah satu bukit di areal penambang-
an batugamping Formasi Rajamanda-
la. Objek penelitian meliputi pembo-
botan massa batuan, pembobotan
massa lereng, manajemen lingkungan
dan monitoring lingkungan di kawasan
penambangan batugamping tersebut.
Metode penelitian mengikuti
desain penelitian yang dimulai dari
studi pustaka, penyelidikan lapangan
(survey), pekerjaan studio dan penu-
lisan laporan. Survey dilakukan untuk
mengetahui kondisi visual batu-
gamping setempat, mengukur freku-
ensi kekar-kekar dan strike/dip batu-
an, kondisi air permukaan dan per-
kiraan kekuatan batuan. Pekerjaan
studio meliputi perhitungan nilai RQD,
pembobotan massa batuan, pem-
bobotan massa lereng, arahan mana-
jemen dan monitoring lingkungan dan
penulisan laporan.


PEMBAHASAN
Kondisi di bukit bagian barat,
batugamping, keras sampai sangat
keras, perlu banyak pukulan palu
untuk mengambil sampel. Perkiraan
nilai kekuatan batuan menurut
kekerasan 2200 Kg/cm2 atau 217.75
Mpa. Permukaan rekahan sangat
kasar, regangan < 1 mm sampai tidak
regang, agak lapuk, tidak terdapat
gouge, dinding keras, tidak ada aliran
air, spasi rekahan 60 - 200 cm.
Kondisi di bukit bagian tengah,
batugamping, kekerasan medium,
mudah patah jika dipukul palu. Per-
kiraan nilai kekuatan batuan menurut
Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di Bukit-II Tambang
Batugamping Formasi Rajamandala, Citatah, Jawa Barat (Zufialdi Zakaria)
22
kekerasan 100 Kg/cm2 atau 9.81
Mpa, lembab, permukaan rekahan
agak kasar, agak lapuk, regangan 1-5
mm, menerus, terdapat gouge <5mm
(Gambar 2).
Kondisi di bukit bagian timur,
batugamping, keras sampai sangat
keras, perlu banyak pukulan palu
untuk mengambil sampel. Perkiraan
nilai kekuatan batuan menurut
kekerasan 2000 Kg/cm2 atau 196,13
Mpa. Permukaan rekahan kasar,
regangan > 5 mm, sebagian besar
menerus, agak lapuk, dinding berupa
slicken side, terdapat gouge tebal 1-5
mm, tidak ada aliran air, kering
(Gambar 3).
Penilaian massa batuan berdasar-
kan kondisi di atas (Tabel 4 dan Tabel
5), didapatkan bahwa bukit batugam-
ping sebelah timur, nilai RMR = 72,
bukit batugamping bagian tengah,
nilai RMR= 24, bukit batugamping
bagian barat, nilai RMR = 82. Maka
berdasarkan rumus Laubscher (1975,
dalam Djakamihardja & Soebowo,
1996) yang membahas hubungan
RMR dan SMR, maka sudut lereng
yang disarankan untuk kondisi-kondisi
yang mirip dengan batugamping
daerah penelitian adalah seperti pada
Tabel 6.
Manajemen & monitoring ling-
kungan diperlukan untuk menjadi
bahan pertimbangan bagi pembuatan
rancangan rinci rekayasa dan dasar
pelaksanaan kegiatan pengelolaan
lingkungan. Tujuannya untuk mence-
gah, menanggulangi, meminimalkan
atau mengendalikan dampak negatif
baik yang timbul saat kegiatan
konstruksi maupun setelah kegiatan
konstruksi.
Pengelolaan lingkungan dilakukan
untuk menangani dampak ketidak-
stabilan lereng (terutama pada peren-
canaan jalan) adalah meliputi konser-
vasi lereng labil dengan cara rancang-
bangun lereng stabil, antara lain
dimulai dengan mengidentifikasi arah
longsoran, menghitung faktor ke-
amanan lereng, membuat rekayasa
lereng stabil dengan cara terpadu
agar kualitas lingkungan setelah
dikelola diharapkan menjadi lebih
baik, aman dan stabil, yaitu:
1) Pembuatan undak-undak selain
untuk pembuatan jalan juga seba-
gai upaya memperlandai lereng,
terutama lereng dengan kemiring-
an besar.
2) Revegetasi & pembuatan dinding
penahan, terutama jika ada long-
soran di sekitar rencana jalan, di
lereng maupun di lembah.
3) Pembuatan drainase sebagai
upaya mengendalikan air per-
mukaan agar air tidak masuk ke
tubuh lereng sehingga muka air
tanah dan kadar air tanah
terkendali. Dengan demikian jalan
yang direncanakan akan lebih
tanah dari kerusakan.
4) Pembuatan penyalir air dengan
cara memasukkan pipa-pipa atau
bambu ke tubuh lereng sebagai
upaya menurunkan muka air
tanah. Air yang keluar dari pipa-
pipa atau bambu tersebut dialirkan
ke saluran drainase di kaki lereng.

Monitoring lingkungan dilakukan
pada bangunan-bangunan permanen
di atas lokasi lereng terutama lereng
rawan longsor, juga pada tubuh jalan
yang sudah ada. Indikasi lereng
sedang bergerak dapat dilihat dari
pepohonan tumbuh tak beraturan,
dinding bangunan retak-retak, rumah
atau bangunan miring ke lembah,
jalan yang miring ke arah lembah,
beberapa segmen jalan retak, dan
saluran air yang rusak (retak-retak).


KESIMPULAN
Batugamping di bagian timur nilai
RMR = 72 (Kelas II, baik), bukit batu-
gamping bagian tengah, nilai RMR=
24 (Kelas IV, jelek), bukit batugam-
ping bagian barat, nilai RMR = 82
(Kelas I, Sangat baik). Berdasarkan
pembobotan massa lereng (slope
mass rating, SMR), sudut lereng yang
disarankan untuk kondisi-kondisi yang
mirip dengan batugamping daerah
penelitian adalah sebagai berikut:
Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28
23
Untuk bukit lain yang mirip kondisinya
dengan bukit bagian barat sudut
lereng kupasan dibuat tidak lebih 75
O

(menurut rumus Laubscher). Untuk
bukit lain yang mirip kondisinya
dengan bukit bagian tengah, sudut
lereng kupasan dibuat tidak lebih 65
O

(menurut rumus Laubscher). Dan
untuk bukit lain yang mirip kondisinya
dengan bukit bagian timur, sudut
lereng kupasan dibuat tidak lebih
40,23
O
(menurut rumus Orr)
Lereng kupasan bisa dibuat lebih
landai untuk antisipasi keruntuhan
lereng, namun demikian, jika pada
kondisi-kondisi yang khusus terdapat
indikasi lereng rawan longsor atau
terdapat longsoran-longsoran, maka
nilai sudut lereng yang diusulkan
hendaknya dikoreksi lagi dan
digunakan cara analisis kestabilan
lereng yang lebih khusus lagi.


UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih ditujukan
kepada Ketua Jurusan Geologi Fakul-
tas Matematika dan Ilmu Pengetahu-
an Alam, Universitas Padjadjaran.
Penelitian ini dibiayai oleh hibah
penelitian/pengajaran program pe-
ningkatan efektivitas dan produktivi-
tas mekanisme proses belajar
mengajar Tahun Anggaran 2005.


DAFTAR PUSTAKA

Anugrahadi, Afiat, 1993, Tegasan Ter-
besar Sesar Cimandiri Timur, Kab.
Bandung, Jawa Barat, Proceedings
of the 22th. Annual Convention of
the IAGI 1993, hal. 226-240.
Bieniawski, Z.T., 1989, Engineering
Rock Mass Classifications, John
Willey & Sons, 251 p.
Bowles, J.E., 1989, Sifat - sifat Fisik
dan Geoteknis Tanah, Penerbit
Erlangga, JKT, 562 hal.
Djakamihardja, A.S., & Soebowo, E.,
1996, Studi kemantapan lereng
batuan pada jalur jalan raya Liwa-
Krui, Lampung Barat: Suatu pende-
katan metoda empiris, Prosiding
Seminar Sehari Kemantapan Le-
reng Pertambangan Indonesia II,
Jurusan Teknik Pertambangan, ITB,
hal. 153-163
Hirnawan, R. F., 1994, Peranan Fak-
tor-faktor Penentu Zona Berpotensi
Longsor di Dalam Mandala Geologi
dan Lingkungan Fisiknya di Jawa
Barat, Majalah Ilmiah Universitas
Padjadjaran, No. 2, vol. 12, 1994,
p 32-42.
Hunt, R.E., 1984, Geotechnical
engineering investigation manual,
McGraw-Hill Book Company, NY-
Toronto, 985 p.
Koesoemadinata, R.P., & Siregar,
S., 1984, Reef Facies Model of
The Rajamandala Formation, West
Java, Proceedings IPA (Indo-
nesian Petroleum Association, 7 p.
Setiawan, 1990, Informasi Geologi
Untuk Menilai Kemantapan Tero-
wongan, Proceeding PIT XIX IAGI,
Ban-dung 11-13 Desember 1990
Stiady, J., 1995, Geologi dan Geologi
Teknik Daerah Citatah dan Seki-
tarnya, Kecamatan Cipatat, Kabu-
paten Bandung, Jawa Barat, Tugas
Akhir, Jurusan Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Institut Tekno-
logi Bandung, 64 hal.
Sudjatmiko, 1972, Peta Geologi
Bersistem, Lembar Cianjur - Jawa.
Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian
& Pengembangan Geologi
Van Bemmelen, R.W., 1949, The
Geology of Indonesia, Vol IA,
General Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelago, Martinnus
Nijhoff, The Hague, Netherland.






Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di Bukit-II Tambang
Batugamping Formasi Rajamandala, Citatah, Jawa Barat (Zufialdi Zakaria)
24




















Gambar 1. Lokasi penelitian



Tabel 1
A
. Parameter klasifikasi geomekanik dan pembobotannya

PARAMETER SELANG NILAI

1

Keku-
atan
batu-
an
utuh

Index
kekuatan

Untuk nilai yang kecil
dipakai hasil UCS

Point Load

> 10 M Pa

4 10 M Pa

2 4 M Pa

1 -2 M Pa
-


Uniaxial


> 250 MPa


100-250 MPa


50-100 Mpa


25 - 50 MPa
10-25 3-10
<3
( M Pa)
Pembobotan 15 12 7 4 2 1
0

2
RQD Rock
QualityDesignation


90-100%

75 - 90 %

50 - 75 %

25 - 50 %

< 25 %
Pembobotan 20 17 13 8 3

3

SPASI REKAHAN
> 200 cM
60 - 200 cM 20-60 cM 6-20 cM < 6 cM atau < 60
mm
Pembobotan 20 15 10 8 5

4


KONDISI
REKAHAN
Permukaan
sangat kasar,
tak menerus,
Tak renggang
Tidak lapuk
( hard wall )
Permukaan
kasar
Renggangan
< 1 mm
Agak lapuk
( hard wall )
Permukaan
agak kasar
Renggangan
< 1mm
Sangat lapuk
(soft wall )
Slicken-side /
Gouge < 5 mm
atau
Renggangan
1 - 5 mm
menerus
Gouge lemah, tebal >
5 mm
atau
Renggangan
> 5 mm
menerus
Pembobotan 30 25 20 10 0

5

A
I
R

T
A
N
A
H

Aliran per-10m
Panjang
terowongan

Tidak ada

<10
liter/menit

10 - 25
liter/menit

25 - 125
liter/menit

> 125
liter/menit
Te. pori ()

0

0 - 0,1

0,1 - 0,2

0,2 - 0,5

> 0,5
Teg. utama
max.
Keadaan
umum

Kering

Lembab

Basah

Menetes

Mengalir
Pembobotan 15 10 7 4 0

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

25
Tabel 1
B
. Penyesuaian pembobotan orientasi kekar untuk beberapa keperluan

Orientasi jurus dan
kemiringan (strike/dip)
Sangat
Menguntung-
kan

Meng-
untungkan

Biasa
(sedang)
Tidak
Meng-
untungkan
Sangat
Tidak
Mengun-
tungkan

Pembobotan
Tunnel 0 -2 -5 -10 -12
Fondasi 0 -2 -7 -15 -25
Lereng 0 -2 -25 -50 -60



Tabel 1
C
. Kelas pembobotan massa batuan (RMR, Rock Mass rating) total

Pembobotan

100 - 81

80 - 61

60 - 41

40 - 21

< 21

Nomor Kelas

I

II

III

IV

V

Pemerian

Sangat baik

Baik

Sedang

Jelek

Sangat
jelek




Tabel 1
D
. Arti dari kelas RMR untuk perencanaan terowongan

Nomor kelas I II III IV V

Stand-up time
10 tahun
untuk
span 15 meter
6 bulan
untuk
span 5 meter
1 minggu
untuk
span 5 meter
10 jam
untuk
span 2,5 m
30 menit
untuk
span 1 meter

Rata-rata nilai :
Kohesi

>400 Kpa

300 - 400
Kpa

200 - 300
Kpa

100 - 200
Kpa

< 100 KPa
Sudutgeser dalam > 45
o
35
o
- 45
o
25
o
- 35
o
15
o
- 25
o
< 15
o




Tabel 2. Pengaruh orientasi jurus dan kemiringan pada pembuatan terowongan

Arah jurus tegak lurus sumbu terowongan Arah jurus sejajar
dengan sumbu
terowongan
Kemiringan 0
o
- 20
o

tanpa mengetahui /
Memperhatikan
arah jurus (strike)
Maju searah
dengan kemiringan
Maju berlawanan arah
dengan kemiringan

45
o
- 90
o

20
o
- 45
o


45
o
- 90
o


20
o
- 45
o


45
o
- 90
o


20
o
- 45
o

Sangat
Meng-
untungkan

Meng-
untungkan

Sedang
Tidak
Meng-
untungkan
Sangat tidak
Menguntung-
kan

Sedang



Tidak
Menguntungkan

Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di Bukit-II Tambang
Batugamping Formasi Rajamandala, Citatah, Jawa Barat (Zufialdi Zakaria)
26
Tabel 3. Hubungan SMR & RMR (Cara Laubscheer)

Sudut lereng yang
disarankan (SMR)



Nilai RMR
75
o

65
o

55
o

45
o

35
o

81 - 100


61 - 80


41 - 60
21 - 40
00 20


Tabel 4. Penilaian massa batuan pada batugamping Bukit-II




Bagian timur

Bagian tengah

Bagian barat


Kekuatan batuan
utuh
(Deere, 1969 dan
Party, 1975, dalam
Hunt, 1984)


Batugamping, keras
sampai sangat keras,
perlu banyak pukulan palu
untuk mengambil sampel

Perkiraan nilai kekuatan
batuan menurut
kekerasan 2000 Kg/cm2
atau 196,13 Mpa

Batugamping, kekerasan
medium, mudah patah jika
dipukul palu.

Perkiraan nilai kekuatan
batuan menurut kekerasan
100 Kg/cm2 atau 9.81 MPa

Batugamping, keras sampai
sangat keras, perlu banyak
pukulan palu untuk
mengambil sampel.

Perkiraan nilai kekuatan
batuan menurut kekerasan
2200 Kg/cm2 atau 217.75
MPa
Pembobotan
12 1 12
Frekuensi kekar/-
meter

4

23

1.4
RQD (Hudson, 1979,
dalam Djakamihardja
& Soebowo, 1996)

93.84

33.09

99.11
Pembobotan 20 8 20


SPASI
REKAHAN

60 sampai 200 cm

Kurang dari 6 cm

60 sampai 200 cm
Pembobotan 15 5 15


KONDISI
REKAHAN

Permukaan kasar,
regangan > 5 mm,
sebagian besar menerus,
agak lapuk, dinding
berupa slicken side,
terdapat gouge tebal 1-5
mm

Permukaan agak kasar,
agak lapuk, regangan 1-5
mm, menerus, terdapat
gouge < 5mm

Permukaan sangat kasar,
regangan < 1 mm sampai
tidak regang, agak lapuk,
tidak terdapat gouge, dinding
keras
Pembobotan 10 0 20

AIR
TANAH



Aliran

Tidak ada aliran air

Tidak ada aliran air

Tidak ada aliran air

Keadaan
umum


Kering

Lembab

Kering
Pembobotan 15 10 15

JUMLAH BOBOT

72

24

82



Tabel 5. Kelas massa batuan pada batugamping Bukit-II



Bukit timur



Bukit tengah

Bukit barat
Pembobotan 72 (antara 80-61) 24 (antara 40-21) 82 (antara100 81)
Nomor Kelas II IV I
Pemerian Baik Jelek Sangat baik
Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

27




















































Gambar 2. Bagian tengah dari bukit batugamping
Gambar 3. Bagian timur dari bukit batugamping


Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di Bukit-II Tambang
Batugamping Formasi Rajamandala, Citatah, Jawa Barat (Zufialdi Zakaria)
28
Tabel 6. Hubungan SMR & RMR


RMR




Kondisi

Slope Mass Rating, SMR ;
sudut lereng yang disarankan kurang dari :










82
















72













24













Aplikasi untuk bukit lain yang
mirip kondisinya dengan bukit
bagian barat



Aplikasi untuk bukit lain yang
mirip kondisinya dengan bukit
bagian timur


Aplikasi untuk bukit lain yang
mirip kondisinya dengan bukit
bagian tengah


Laubscher
(1975)

Hall (1989)

Orr
(1992)



75,00
o






65,00
o





45,00
o




78,3
o






71.8
o





40.6
o




83.24
o






78.68
o





40.23
o

Anda mungkin juga menyukai