Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sulawesi Selatan merupakan salah satu lumbung padi nasional.

Selama beberapa tahun terakhir, Sulsel termasuk dalam lima provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama lima tahun terakhir produksi padi Sulsel terus meningkat secara konsisten, dan berdasarkan angka ramalan II (ARAM II), produksi beras Sulsel pada tahun ini mencapai 4,54 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan produksi sebesar ini, Sulsel menyumbang sekitar 6,68 persen terhadap produksi padi nasional yang mencapai 68,06 juta ton GKG pada tahun 2011. Jika dikonversi, pada tahun ini Sulsel diperkirakan akan

menghasilkan sekitar 2,88 juta ton beras dari produksi padi sebesar 4,54 juta ton tersebut. Ini artinya, produksi beras Sulsel tahun ini akan surplus sekitar 2 juta ton lebih. Dan ini sebenarnya terjadi bukan hanya pada tahun ini, pada tahun-tahun sebelumnya Sulsel juga selalu surplus mulai dari 1,4 hingga 2 juta ton. Capaian ini tentu tidak terlepas dari keberhasilan Dinas Pertanian dan Pemprov Sulsel dalam menggenjot peningkatan produktivitas dan luas panen. Beras merupakan salah satu tanaman pangan utama dari hampir setengah populasi dunia (Childs, 2004). Bagi masyarakat Indonesia beras merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber

karbohidrat utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, rasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Menurut Damardjati et al (1983), sebagai bahan pokok, beras menyumbangkan sekitar 40-80% energi dan 45-55% protein dalam ratarata menu rakyat Indonesia. Didalam bidang ekonomi, beras merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai indeks kestabilan ekonomi, dan landasan utama kebijakan pangan pemerintah. Penggilingan padi merupakan salah satu tahapan pasca panen padi untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi dengan hasil samping berupa sekam, bekatul, beras patah, dan menir. Patiwiri (2006) mengemukakan proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras

sebanyak 52 %, 10 % bekatul, 5-8 % beras patah, dan 2 % menir. Produksi padi di Indonesia berdasarkan BPS (2008), tahun 2008 sebanyak 60.28 juta ton, maka dapat diproyeksikan jumlah menir yang dihasilkan sebanyak 1.20 juta ton, dengan jumlah tersebut hasil samping itu cukup potensial untuk dikembangkan menjadi bahan pangan. Kementrian Perekonomian RI menjadikan Sulsel sebagai daerah ketiga penyangga ketahanan pangan nasional. Meningkatnya produksi sejumlah komoditi menjadi pangkal utama dalam kesediaan pangan. Hal tersebut di ungkapkan, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Diah Maulida. Menurutnya, pemerintah pusat akan menambah anggaran bagi penyediaan benih dan bibit pertanian. Dimana

Sulsel nantinya akan menyuplai pangan beberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia pada 2012. Pemerintah berharap agar program di tahun 2012 mendatang dapat berjalan melihat kebutuhan, pangan di beberapa daerah yang terus meningkat, sehingga mau tidak mau kita akan menambahan anggaran produksi pertanian di Sulsel. Selain penambahan anggran pemerintah juga akan menyalurkan bantuan berupa alat-alat pertanian yang akan menunjang peningkatan produksi komoditi pertanian di Susel. Berdasarkan hal tersebut pemerintah berharap beberapa daerah di Sulsel untuk ikut mendorong peningkatan produksi, baik itu beras, jagung, dan beberapa komoditi yang menjadi penyangga utama pangan. Dimana Sulsel ditunjuk sebagai daerah ketiga penyangga panggan, yang akan ikut menstabilkan Harga komoditi. Melihat saat ini, dengan

diberlakukannya AFTA, beberapa barang komoditi pertanian dari luar Sudah menyerbu pasar di negeri ini, sehingga itu akan menjadi ancaman yang cukup besar terhadap motivasi petani dalam meningkatkan produksi pertanian. Pemerintah juga perlu meningkatkan kesejahteraan petani

sehingga mereka tak kemudian beralih profesi ke pekerjaan nonpertanian karena menilai profesi tersebut tidak menguntungkan. Dengan,

memproteksi lahanlahan yang produktif sehingga tidak sampai beralih fungsi dan harus dijadikan prioritas agar petani tidak kehilangan lahan

garapannya. Langkah kedua adalah memprioritaskan produksi pangan para petani untuk kebutuhan lokal. Pemerintah diharapkan bisa mengeluarkan kebijakan yang

propetani misalnya dengan memperketat regulasi impor. Langkah ini diharapkan bisa membuat produk lokal tetap berjaya di negeri sendiri,apalagi kualitasnya juga tak lebih baik dari produk luar negeri. Selain itu,upaya penting untuk mendukung ketahanan pangan juga bisa dilakukan melalui diversifikasi pangan. Langkah ini dinilai efektif lantaran selama ini masyarakat Indonesia sangat bergantung pada satu jenis bahan makanan yakni beras. Tepung dihasilkan dari proses pengecilan ukuran bahan melalui penggilingan. Tepung beras yang berada di pasaran berasal dari hasil penggilingan beras dengan proses perendaman terlebih dahulu, hal ini dapat menyebabkan nutrisi yang terkandung dalam beras hilang bersama air selama perendaman, selain itu proses perendaman biasanya menggunakan bahan kimia seperti natrium bisulfit untuk mengurangi jumlah mikroba dan mempertahankan sifat putih beras. Alat penepung yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin penepung (hammer mill dan disc mill). Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering (cookies), biscuit, crackers, makanan bayi, makanan sapihan

untuk Balita, tepung campuran (composite flour) dan sebagainya. Tepung beras juga banyak digunakan dalam pembuatan pudding micxture atau custard. Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia (SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 13%, kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan bau dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras, yaitu tepung beras ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan. Berdasarkan hal tersebut penelitian tentang Kajian Teknologi Pengolahan dan Analisis Nilai Tambah Ekonomi Tepung Beras Mutu Premium Varietas Ciliwung, Ciherang dan IR64 pada Industri Skala Menengah. B. Rumusan Masalah Sulawesi Selatan merupakan salah satu lumbung padi nasional. Selama beberapa tahun terakhir, Sulsel termasuk dalam lima provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama lima tahun terakhir produksi padi Sulsel terus meningkat secara konsisten, dan berdasarkan angka ramalan II (ARAM II), produksi beras Sulsel pada tahun ini mencapai 4,54 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan produksi sebesar ini, Sulsel menyumbang sekitar 6,68 persen terhadap produksi padi nasional yang mencapai 68,06 juta ton

GKG pada tahun 2011. Namun di daerah tersebut tidak kita jumpai industry pengolahan beras. .Tepung beras merupakan salah satu hasil olahan dari beras yang banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pembuatan makanan. namun di daerah tersebut idak di jumpai industri penghasil tepung beras. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan proses pembuatan tepung beras skaligus menghitung nilai tambah ekonomi yang dihasilkan dalam pengolahan tepung beras tersebut, sehingga kita akan

mendapatkan nilai tambah yang relative dan mengoptimalisasikan hasil olahan beras yang akan membuka peluang bagi pengusaha industri pengolahan pangan. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memilih teknologi pengolahan beras yang sesuai 2. Menganalisa hasil olahan beras dalam hal ini tepung beras 3. Memilih produk makanan olahan tepung beras yang sesuai dengan varietas beras ciliwung, ciherang dan IR64. 4. Menghitung nilai tambah ekonomi produk tepung beras mutu premium pada varietas beras ciliwung, ciherang dan IR64.

D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pengusaha, untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan nilai tambah dan keuntungan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan proses produksi. 2. Bagi peneliti sejenis berikutnya sebagai bahan referensi. 3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan. 4. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik di masa mendatang, terutama dalam pengembangan industry tepung beras.

E. Batasan Penelitian

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Lokasi daerah penghasil beras di kabupaten Sidrap yang merupakan penghasil beras terbesar di wilayah Sulawesi Selatan 2. Beras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beras dengan varietas Ciliwung, Ciherang dan IR64 yang diproduksi oleh

masyarakat. 3. Teknologi pembuatan tepung beras mutu premium. 4. Skala yang digunakan masih dalam industry skala menengah

F. Organisasi / Sistematika

Untuk mendapatkan alur penyusunan tesis yang jelas dan memudahkan pembaca memahami uraian dan makna secara sistematis, maka tesis ini disusun menjadi beberapa bagian, yaitu : Bab I pendahuluan, menjelaskan latar belakang masalah yang membahas pentingnya penelitian ini dilakukan, rumusan masalah yang berisi masalah yang dicari jawabannya melalui proses penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II tinjauan pustaka, berisi teori-teori yang menjelaskan tentang beras, teknologi pengolahan tepung beras, nilai tambah ekonomi, dan produk olahan tepung beras, serta kerangka konseptual penelitian ini. Bab III metode penelitian, terdiri atas waktu dan lokasi penelitian, metode pengambilan data, dan metode analisis data.

KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN ANALISIS NILAI TAMBAH EKONOMI TEPUNG BERAS MUTU PREMIUM VARIETAS CILIWUNG, CIHERANG, DAN IR64 PADA INDUSTRI SKALA MENENGAH

MARIANI H MANSYUR

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Beras Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pertanian yang hingga kini menjadi tanaman utama dunia yang asal-usulnya masih

diperdebatkan. Bukti sejarah di provinsi Zheijiang, Cina Selatan, menunjukkan bahwa penanaman padi di Asia telah dimulai 7000 tahun yang lalu. Beras diperkenalkan di Indonesia oleh orang DeuteroMalay yang berimigrasi pada tahun 1599 SM ketika wilayah Indonesia masih ditempati oleh Proto-Malay (Grist, 1975). Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Timur, tersebar di negara-negara beriklim subtropis. Dari kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu japonica dan indica (Winarno, 1984). Di Indonesia, padi adalah tanaman pangan utama, disamping jagung, sagu, dan umbi-umbian. Terpilihnya padi sebagai sumber karbohidrat utama adalah karena kelebihan-kelebihan sifat tanaman padi dibandingkan tanaman sumber karbohidrat lainnya, antara lain (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) padi dapat disimpan lama, (3) lahan sawah relatif tidak mengalami erosi (Winarno,1984).

Beras merupakan bagian dari tanaman padi (Oryza sativa, L.). Gabah adalah butir padi yang telah rontok dari malainya. Butir gabah terdiri dari satu bagian yang dapat dimakan disebut Caryopsis dan satu bagian lagi yang merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam adalah 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Gabah yang dikupas akan menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Berdasarkan bentuk selnya, pericarp dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu epicarp, mesocarp dan lapisan melintang (cross layer). Pericarp dengan tebal dinding sel dua m banyak mengandung butir-butir protein dan lemak. Di bagian bawah pericarp terletak lapisan testa yang banyak mengandung lemak. Lapisan aleuron yang terdiri dari sel-sel parenkim merupakan pembungkus endosperm dan lembaga yang kaya protein, lemak dan vitamin. Bagian endosperm terdiri dari selsel parenkim yang terdiri dari granula pati dan matrik protein. Tebal lapisan dinding sel endosperm adalah 0.25 m. Dinding sel pericarp, aleuron dan endosperm beras bereaksi positif dengan pewarna protein, hemiselulosa dan selulosa (Juliano, 1972). Lapisan pembungkus endosperm dinamakan kulit ari. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Lapisan-lapisan kulit ari ini hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam-hitaman. Penghilangan sebagian atau keseluruhannya lapisan ini akan menentukan derajat

sosoh. Endosperm hampir seluruhnya terdiri dari sel-sel pati, membentuk biji yang dapat dimakan (Grist, 1975). Penggilingan (milling) disini menunjukkan keseluruhan proses pengolahan gabah hingga menjadi beras yaitu meliputi proses

pembersihan, penghilangan sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan ukurannya (Luh, 1980). Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan atas tiga cara yaitu secara tradisional ditumbuk dengan tangan, dengan mesin penggilingan secara kecil-kecilan serta dengan mesin penggilingan pada perusahaan padi komersil (Winarno, 1984). Pengupasan kulit gabah (hulling) bertujuan untuk menghilangkan sekam dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum, bila memungkinkan tanpa adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang dihasilkan (Araullo et al, 1976). Beras yang telah kehilangan sekam ini masih mengandung lapisan dedak atau pericarp yang menyelaputi endosperm. Bila lapisan dedak dan aleuron telah dihilangkan maka beras ini disebut beras sosoh. Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna perak dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras pecah kulit yang digiling (Grist, 1975). Derajat sosoh dinyatakan dalam persen dan menyatakan tingkat kehilangan dari lembaga dan lapisan kulit ari luar maupun dalam. Dalam system grading beras yang tetapkan oleh USDA,

beras giling dibagi empat grade yaitu beras giling sempurna (well milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well) Beberapa cara penggolongan beras yang banyak diterapkan dan dipraktekkan yaitu (1) berdasarkan varietas padinya, sehingga dikenal adanya beras Bengawan Solo, Celebes, Sintanur, dan lain-lain, (2) berdasarkan asal daerahnya, sehingga dikenal adanya beras Cianjur, beras Garut, dan beras Banyuwangi, (3) berdasarkan cara

pengolahannya, sehingga dikenal adanya beras tumbuk dan beras giling, (4) berdasarkan tingkat penyosohannya, sehingga dikenal beras kualitas I atau beras kualitas II, (5) berdasarkan gabungan antara sifat varietas padi dengan tingkat penyosohannya (Winarno, 2004). Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standarisasi mutu beras di pasaran internasional dikenal empat tipe ukuran panjang beras, yaitu biji sangat panjang (> 7 mm), biji panjang (6.0-6.9 mm), biji sedang (5.0-5.9 mm), dan biji pendek (< 5 mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya yang ditetapkan berdasar nisbah panjang/lebar, beras juga dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender), sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Damardjati dan Purwani, 1991). Menurut Winarno (1997), berdasarkan kandungan amilosanya, beras (nasi) dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu : (1) beras dengan kadar amilosa tinggi 25-33 %; (2) beras dengan kadar amilosa menengah 20-25 %; (3) beras dengan kadar amilosa rendah 9-20 %; (4) beras dengan kadar amilosa sangat rendah < 9 %. Beras ketan praktis tidak ada

amilosanya (1-2 %), sedang beras yang mengandung amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan. Beras berkadar amilosa rendah mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah maupun kering. Sedangkan beras berkadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering dan pera. Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan dan sebagian Filipina menyukai beras berkadar amilosa sedang, sedangkan penduduk Sri Lanka, Vietnam Selatan, Malaysia Barat, dan Burma menyukai beras berkadar amilosa tinggi (Damardjati dan Purwani, 1991). Sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani, 1991). Menurut Winarno (1997) suhu

gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasinya, yaitu suhu rendah (55-69o C), sedang (70-74o C), dan tinggi (>74o C). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah. Sifat fisik yang dianalisis pada penelitian ini antara lain analisis warna, bobot seribu butir, uji amilografi, dan uji kekerasan beras. Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Analisis

komponen kimia beras dan fraksi gilingnya menunjukkan bahwa distribusi penyusunannya tidak merata. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat, abu, pentosa, dan lignin, sedangkan bagian endosperm kaya akan pati (Juliano, 1972). Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2.0-2.5%, dan gula 0.6-1.4% dari beras pecah kulit. Menurut Winarno (1997), pati merupakan nonpolimer glukosa dengan ikatan -glukosidik. Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi tidak larut adalah amilopektin. Protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati, mempunyai ukuran granula 0.5-5 m terdiri dari 5% fraksi albumin (larut dalam air), 10% globulin (larut dalam garam), 5% prolamin (larut dalam alkohol ), dan 80% glutelin (larut dalam basa). Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin, yang bersifat tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan volume pengembangan butir pati selama pemanasan (Juliano, 1972). Seperti halnya serealia lainnya, kandungan lipida tertinggi biji beras terdapat dalam lembaga dan lapisan aleuron yang tekumpul dalam butiran lipida. Kadar lemak dari beras pecah kulit berkisar antara 2.4-3.9%, sedangkan pada beras giling berkisar 0.3-0.6% (Juliano, 1972).

Kandungan lipida beras ini dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, kondisi pertanaman dan metode ekstraksi lipida. Analisis kimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis proksimat yang terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat secara by difference. Selain itu juga dilakukan analisis kadar amilosa, kadar serat pangan, kadar pati, analisis daya cerna pati in vitro dan analisis pati resisten. B. Tepung Beras Tepung beras merupakan produk pengolahan beras yang paling mudah pembuatannya. Beras digiling dengan penggiling hammer mill sehingga menjadi tepung. Penggiling yang digunakan adalah hammer mill yang dapat menggiling bahan kering atau bahan yang bersifat rapuh. Beras yang sudah bersih, kemudian digiling sampai halus dengan menggunakan penggiling hammer mill yang berpenyaring 80 mesh. Adapun proses pembuatan tepung beras menurut Hasbullah (2001), adalah sebagai berikut: 1. Beras dapat dicuci terlebih dahulu sampai bersih, kemudian direndam di dalam air yang mengandung natrium bisulfit, 1 ppm (1 g natrium bisulfit di dalam 1 m3 air) selama 6 jam. 2. Beras kemudian ditiriskan dan dikeringkan sehingga dihasilkan beras lembab. Beras lembab ini lebih mudah dihaluskan sehingga

penggilingannya lebih cepat dan hemat energi.

3. Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan sampai kadar air dibawah 14%. Tepung beras adalah salah satu yang paling sederhana. Isinya sebagian besar adalah pati. Protein, vitamin dan mineral, semua terdapat pada kulit (rice bran) dan bukan pada biji beras yang putih itu. Makanya rice bran ini justru yang bergizi tinggi. Dan makanya pula, tepung beras (yang dibuat dari biji beras tanpa kulit) mengandung protein yang jauh lebih sedikit daripada tepung terigu (Kartawiria, 2006).

C. Nilai Tambah Ekonomi Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Nilai tambah ini merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan seperti modal, tenaga kerja dan manajemen perusahaan yang dinikmati oleh produsen maupun penjual (Suhendar, 2002). Menurut Zakaria (2000) nilai tambah dapat dirumuskan sebagai berikut NT = Na (Nb + Ni) Keterangan : NT = Nilai tambah Na = Nilai akhir Nb = Nilai bahan baku Ni = Nilai bahan penolong dan input lain

Sedangkan nilai akhir (Na) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Na = Hp/ Bb X H Keterangan: Na = Nilai akhir Hp = Hasil produksi Bb = Bahan baku H = Harga produk (Zakaria, 2000). Dari analisis nilai tambah ini dapat diketahui besarnya imbalan yang diterima oleh pengusaha dan tenaga kerja. Analisis nilai tambah juga berguna untuk mengetahui berapa tambahan nilai yang terdapat pada suatu output yang dihasilkan. Pada prinsipnya nilai tambah ini merupakan keuntungan kotor sebelum dikurangi biaya tetap (Purba, 1986). Nilai tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan di suatu wilayah. Pada umumnya yang termasuk dalam nilai tambah dalam suatu kegitan produksi atau jasa adalah berupa upah atau gaji, laba, sewa tanah dan bunga yang dibayarkan (berupa bagian dari biaya), penyusutan dan pajak tidak langsung (Tarigan, 2004).

Produksi Beras di Sulawesi Selatan

Industri Pengolahan Tepung Beras

Tepung Beras Mutu Premium

Sesuai

Tidak

Ya Produk Olahan Tepung Beras Mutu Premium

Pengolahan Industri Pangan Berbasis Tepung Beras

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN A. Tahapan, Aktifitas dan Metode Penelitian

Tahapan penelitian, aktivitas serta metode yang akan dilakukan selama penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 1 berikut ini: Tabel . Tahapan penelitian, aktivitas dan metode yang digunakan
No. 1. Tahapan Penelitian Survey sentra produksi beras di Sulawesi Selatan Aktivitas Metode Studi pustaka

3. 2.

3.

4.

- Mencari informasi/data mengenai daerah-daerah produksi - Data luas lahan, total produksi per tahun. Penentuan sampel - Pengambilan sampel di daerah produksi - Metode pemilihan sampel Pengolahan beras - Mempelajari proses pengolahan beras menjadi tepung menjadi tepung beras beras Pengujian tepung - Analisa kadar air, beras - Analisa Kadar abu, - Analisa pH, - Analisa Bau, - Analisa Warna Uji organoleptik - Pembuatan makanan berbahan tepung beras

Survey Studi pustaka

Analisis uji laboratorium

Analisis uji laboratorium

B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April Juni 2012, di Laboratorium Pengolahan Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

C. Sumber Data

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beras varietas ciliwung, ciherang dan IR64 di kabupaten Sidrap kawasan Sulawesi Selatan. D. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh secara langsung melalui pengamatan di lapangan. Data sekunder berupa segala bahan tertulis yang memiliki kaitan dengan daerah produksi beras, teknologi pengolahan tepung beras, produk pangan dari tepung beras dan nilai tabah ekonomi.

E. Teknik Analisis Data Metode dalam menganalisis penelitian ini akan dilakukan secara bertahap. Adapun tahapannya yaitu : a. Pengambilan sampel beras varietas ciliwung, ciherang dan IR64 dilapangan, berdasarkan daerah penghasil beras yang telah ditentukan berdasarkan analisa pengambilan sampel. b. Pengolahan beras menjadi produk olahan yaitu tepung beras mutu premium berdasarkan metode pengolahan yang terbaik.

c. Penganalisaan produk terhadap sifat fisik-kimianya, berdasarkan SNI tepung beras. d. Penentuan produk olahan pangan berbasis tepung beras

F. Bahan Dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beras varietas ciliwung, beras ciherang dan beras IR64. Alat yang digunakan pada pembuatan tepung beras adalah, mesin penggiling, ayakan, baskom plastik, timbangan, sendok, sedangkan alat untuk pengambilan data berupa kamera digital.

Survey sentra produksi beras di Sulawesi Selatan

Penentuan sampel

Pengolahan beras menjadi tepung beras

Pengujian tepung beras

Uji organoleptik

Gambar 2. Diagram alur kerja penelitian

Anda mungkin juga menyukai