Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH EKOLOGI LAHAN RAWA POTENSI LAHAN RAWA DAN KENDALA LAHAN RAWA

DI SUSUN OLEH: ANANG NUPRIANTO ( 05101004028 )

FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PETERNAKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan hutan rawa-gambut tropis terluas di dunia. Indonesia memiliki 38 juta hektar hutan rawa-gambut tropis (Departemen Kehutanan, 1997). Prestise ini sekaligus menjadi bumerang, riset Wetland Internasional (2007) menyebutkan Indonesia sebagai emitor karbon terbesar ke-3 dunia, karena kebakaran hutan rawa-gambutnya pertahun. Indonesia memiliki lahan rawa terluas di kawasan tropika dengan bahan sedimen yang terdiri atas tanah mineral, tanah gambut, atau kombinasi keduanya. Diperkirakan rawa yang ada di Indonesia layak untuk budidaya pertanian. Lahan rawa yang cocok untuk budidaya tanaman umumnya adalah yang bebas dari pirit minimal di zona perakaran, dan gambut tipis yang tetap bersifat hidrofilik. Lahan rawa merupakan lahan alternatif untuk pengembangan pertanian. Lahan rawa terdiri atas lahan pasang surut dan lahan lebak. Sejarah pemanfaatan rawa dilatarbelakangi oleh kondisi kekurangan pangan yang dialami Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan Lahan rawa (lebak dan pasang surut) memiliki potensi besar untuk dijadikan pilihan strategis guna pengembangan areal produksi pertanian kedepan yang menghadapi tantangan makin kompleks, terutama untuk mengimbangi penciutan lahan subur maupun peningkatan permintaan produksi, termasuk ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis

Pemanfaatan lahan rawa masih sangat terbatas akibat keterbatasan teknologi dan varietas. Untuk memanfaatkan lahan rawa tersebut di perlukan teknologi yang dapat menghadapi permasalahan serius

1.2.Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lahan rawa, potensi yang dimiliki lahan rawa,permasalahan lahan rawa dan pemanfaatannya agar dapat meningkatkan nilai produktivitas lahan rawa tersebut.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Lahan Rawa

Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis. Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan, selalu tergenang sepanjang tahun atau selama kurun waktu tertentu, genangannya relatif dangkal, dan terbentuk karena drainase yang terhambat. Indonesia memiliki lahan rawa terluas di kawasan tropika dengan bahan sedimen yang terdiri atas tanah mineral, tanah gambut, atau kombinasi keduanya. Luas total lahan rawa belum dapat diidentifikasi secara pasti, ada yang menyebut luas lahan gambut Indonesia 34 juta ha, dan ada yang mengatakan 27,7 juta ha. Diperkirakan rawa yang layak untuk budidaya pertanian sekitar 6 - 7 juta ha. Lahan rawa yang cocok untuk budidaya tanaman umumnya adalah yang bebas dari pirit minimal di zona perakaran, dan gambut tipis yang tetap bersifat hidrofilik. Rawa yang tidak cocok untuk dikembangkan umumnya berupa gambut tebal dan tanah sulfat masam/berpirit pada jeluk yang dangkal. Ekosistem lahan rawa bersifat rapuh yang rentan terhadap perubahan baik oleh karena alam (kekeringan, kebakaran, kebanjiran) maupun karena kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, budidaya intensif). Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai beragam kendala. Misalnya, tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik dan mudah ambles. Tanah gambut mudah berubah menjadi bersifat hidrofob apabila mengalami kekeringan. Gambut yang menjadi hidrofob tidak dapat lagi mengikat air dan hara secara optimal seperti kemampuan semula. Selain itu, khusus tanah suffidik dan tanah sulfat masam mudah berubah apabila teroksidasi. Lapisan tanah (pirit) yang teroksidasi mudah berubah menjadi sangat masam (pH 2-3) dan meningkatnya kelarutan. Ekosistem lahan rawa memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem lainnya. Lahan rawa dibedakan menjadi lahan rawa pasang surut dan lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan rawa pasang surut adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh pasang surut air

laut atau sungai, sedangkan lahan lebak adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di wilayah setempat atau di daerah lainnya disekitar hulu. Pengembangan lahan rawa mempunyai banyak keterkaitan dengan lingkungan yang sangat rumit karena hakekat rawa selain mempunyai fungsi produksi juga fungsi lingkungan. Apabila fungsi lingkungan ini menurun maka fungsi produksi akan terganggu. Oleh karena itu perencanaan pengembangan rawa harus dirancang sedemikian rupa untuk memadukan antara fungsi lahan sebagai produksi dan penyangga lingkungan agar saling menguntungkan atau konpensatif. Rancangan semacam inilah yang memungkinkan untuk tercapainya pertanian berkelanjutan di lahan rawa. Fungsi air di lahan rawa antara lain: a) b) sebagai tandon air di musim hujan, terutama di rawa belakang (backswamp); sebagai pelepas air secara perlahan lahan bilamana sumber air hujan/debit air sungai menurun di musim kemarau (aliran dari rawa belakang ke sungai); c) untuk mempertahankan suasana reduksi bilamana aliran lateral dalam tanah (seepage) sangat lambat. Di daerah rawa yang belum direklamasi, fungsi ini berjalan sangat bagus. Kelebihan air akan mengalir ke luar rawa melalui aliran permukaan yang terakumulasi dalam saluran alami sempit yang melebar ke arah sungai. Pengelolaan air di lahan rawa dapat diartikan sebagai pemanfaatan air secara tepat untuk keperluan domestik, meningkatkan produksi tanaman, antara lain untuk kebutuhan evapotranspirasi, pembuangan kelebihan air, mencegah terbentuknya bahan toksik dan melindi elemen toksik yang terjadi, serta mencegah penurunan muka tanah. Pengelolaan air ini sebetulnya mencakup kuantitas dan kualitas yang diinginkan oleh tanaman yang dibudidayakan dan rumah tangga. 2.2 Potensi Lahan Rawa Dari segi ekonomi lahan rawa mempunyai keragaman lingkungan fisik, sifat dan watak tanah, kesuburan tanah, dan tingkat produktivitas lahan. Sebagai akibatnya keragaman hasil produksi tanaman dan pendapatan petani akan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya, terlebih lagi apabila terdapat perbedaan dalam pemberian masukan, teknologi budidaya dan pengelolaan lahan. Lahan rawa berpotensi menjadi alternatif yang potensial diusahakan, umumnya untuk bidang pertanian. Pemanfaatan hutan rawa utamanya lahan gambut untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan menghadapi kendala yang cukup berat, terutama dalam

mengelola dan mempertahankan produktivitas lahan. Keberhasilan pengembangan lahan gambut di suatu wilayah tidak menjadi jaminan bahwa di tempat lain akan berhasil pula. Pemanfaatan lahan yang tidak cermat dan tidak sesuai dengan karakteristiknya dapat merusak keseimbangan ekologis wilayah. Berkurang atau hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan, bahkan menyebabkan banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran untuk mengatasi banjir, dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk,yaitu lahan pertanian di sekitarnya menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar. Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi,cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi, bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O). Pengembangan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak kendala, antara lain: (1) tingkat kesuburan tanah rendah, pH tanah masam, kandungan unsur hara NPK relatif rendah, dan kahat unsur mikro Cu, Bo, Mn dan Zn; (2) penurunan permukaan tanah yang besar setelah di-drainase; (3) daya tahan (bearing capa-city) rendah sehingga tanaman pohon dapat tumbang, dan; (4) sifat mengkerut tak balik, yang dapat menurunkan daya retensi air dan membuatnya peka erosi.Sehubungan dengan hal itu, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian pada awalnya memerlukan investasi yang besar. Secara garis besar permasalahan yang ada di sekitar Ekosistem Rawa Gambut dibagi menjadi tiga yakni ekologi, ekonomi, dan sosial. 2.3 Pasalah di Lahan Rawa Secara rinci permasalahan yang ada adalah sebagai berikut: a. Ekologi 1. Terancamnya kawasan hutan karena perusahaan kelapa sawit masuk. 2. Hilangnya flora fauna karena lahan rawa gambut di tanami kelapa sawit 3. Tercemarnya lingkungan akibat perusahaan kelapa sawit

b.Ekonomi - Ruang gerak ekonomi masyarakat semakin sempit, karena adanya perlindungan lahan gambut. - Masyarakat masih dibatasi oleh perizinan yang mempersulit mereka melakukan kegiatan perekonomian. - Kesulitan masyarakat dalam pemasyaran produksi ikan dan rotan (Hasil Hutan Non Kayu) - Pemerintah tidak membantu secara nyata tentang permasalahan perekonomian di kawasan lahan gambut. c..Sosial Belum jelasnya perbatasan antara kawasan Taman Nasional dan kawasan bebas masyarakat. Kurangnya sosialisasi pemerintah tentang pal batas atau batas wilayah pengelolaan taman nasional, sehingga masyarakat belum banyak mengetahui tentang pal batas. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Indonesia memiliki lahan rawa terluas, hal ini dapat dimanfaatkan karena lahan rawa merupakan lahan alternatif untuk dikembangkan khususnya di bidang pertanian. Lahan rawa memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan, hal ini dapat dilihat dari sifat dan karakteristik lahan rawa yang merupakan lahan peralihan diantara sistem daratan maupun sistem perairan, sepanjang tahun atau dalam waktu yang panjang dalam setahun selalu tergenang air, permukaan air tanahnya dangkal, topografinya relatif datar, dan sebagian besar lahan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Potensi lahan gambut untuk pengembangan pertanian dipengaruhi oleh kesuburan alami gambut dan tingkat manajemen usaha tani yang diterapkan. Beberapa contoh tanaman yang dapat dikembangkan dalam pemanfaatan lahan rawa utamanya lahan rawa gambut misalnya adalah tanaman padi, tanaman Palawija, Hortikultura, dan tanaman Lahan Kering Semusim, serta tanaman tahunan/Perkebunan. Selain tanaman pangan (padi, palawija, dan umbi-umbian) dan perkebunan (karet, kelapa, kelapa sawit), beberapa tanaman sayur-mayur (kubis, tomat, selada, dan cabai) dan buah-buah seperti rambutan juga dapat dikembangkan namun dengan pengelolaan yang baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa harus dengan pengelolaan yang baik dan secara hati-hati dari berbagai aspek untuk mendukung keberhasilan pemanfaatan rawa. Teknologi pengelolaan lahan rawa meliputi : (1) pengelolaan air; (2) pengolahan tanah; (3) ameliorasi dan pemupukan; (4) pola tanam;

DAFTAR PUSTAKA

Askari, Wahyu. 2011. Pengelolaan Lahan Rawa. http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/pengelolaan-lahan-rawa/ diakses tanggal 14 November 2011. Noor, Muhammad dan Achmadi Jumberi. 2005. Persoalan Memajukan Pertanian Lahan Rawa.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Pola Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Basah, Rawa, dan Pantai.

Sudana, Wayan. 2005. Potensi dan Prospek Lahan Rawa sebagai Sumber Produksi Pertanian.

Suparwoto dan waluyo. 2009. Peningkatan Pendapatan Petani di Rawa Lebak Melalui Penganekaragaman Komuditas. Jurnal Pembangunan Manusia.

Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan dan Konservasi Ekosistem Lahan Rawa Gambut di Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai