Anda di halaman 1dari 11

Noor Alexandra Mustajab 09/288848/SP/23786

Samuel von Pufendorf


DOB: 8 Januari 1632

DOD: 13 Oktober 1694


Terkenal sebagai revisionist Natural Law Filsuf pencerahan dari dogma agama Ahli Hukum, Sejarawan, dan Ekonom Pemikiran Pufendorf dipengaruhi oleh Weigel, Galileo, Grotius, Descartes, dan Hobbes

The Important Thinker


Pemikiran Pufendorf muncul dimasa sistem

internasional

modern-states.

Dengan

demikian

pemahaman Pufendorf terhadap hubungan individu manusia dan negara lebih terperinci dan mendalam.

Pengetahuan Pufendorf dalam sejarah (terutama


Latin classics) menjadi dasar dari pemikiran natural law-nya.

cont.

Kondisi natural dari humanity adalah membentuk

hubungan sesama manusia dan manusia-negara


yang stabil Fokus pemikiran Pufendorf Disebut sebagai Three Princes of Natural Law of Nation bersama Grotius dan Seldon.

Morality
Menurut Pufendorf moral itu universal, tidak semata-

mata berasal dari hukum Tuhan tetapi juga penggunaan


akal manusia sebagai tolak ukur moral. Hukum dari Tuhan hanyalah dasar dari moral. Manusia

selanjutnya menggunakan rasionalitas dalam tindakan


moral. Natural Law merupakan hasil dari rasionalitas pemikiran

manusia berdasarkan tuntutan untuk melindungi diri


serta menciptakan perdamaian.


Ketika manusia hidup bermasyarakat, suatu

perjanjian bersama (sukarela) berfungsi sebagai


pencegah konflik antar manusia. Sebagai human being manusia memiliki kewajiban dengan sesamanya untuk menjaga hubungan perdamaian tersebut.

State of Nature
Bagi Pufendorf, lingkungan manusia pada dasarnya

prospektif untuk bekerja sama dalam mencapai


perdamaian. Hukum akan mendorong kondisi ini tercapai.

Berbeda dengan Hobbes yang menjelaskan state of


nature sebagai individual dan penuh konflik. The principle of self-preservation does not absolve us from the obligations that the Natural
Law impels us to perform towards other people ( Natural State of Men, 9)

State
Pufendorf mengenal 3 bentuk negara ketika supreme sovereignty: Dipegang oleh satu orang (raja/monarki) Dipegang oleh dewan yang terdiri dari beberapa

individu tertentu (aristokrat)


Dipegang oleh dewan yang terdiri dari seluruh warga (demokrasi)

suatu negara dapat dilihat Dengan demikian tingkah laku


dari rakyatnya, terutama pemegang supreme sovereignty. Supreme sovereignty juga memiliki legitimasi untuk menentukan hukum dan nilai moral. Sehingga masyarakat wajib mematuhi otoritas negara sebagai penegak hukum. Politik menjadi bentuk dari etika sosial. Maka dari itu komplektisitas hubungan bernegara memerlukan pembatasan, pengecualian, dan kompromi.


Pufendorf memandang perang sebagai tindakan

yang melawan human nature karena perdamaian


merupakan hal yang natural. Sehingga perang hanya dilaksanakan sebagai upaya untuk menjaga hak manusia.

Thank You

Anda mungkin juga menyukai