KEJANG
(Keadaan gawat pd Neonatus)
HIPOKSIA OTAK
Definisi : Perubahan Paroxismal FS Neurologik Prevantensi : 0,15 0,5 % Populasi bayi baru lahir
Hubungan dengan sakit berat
Kejang pada Neonatus Harus segera ditangani
Fisiologi :
Daerah limbik dan neokorteks eksitasi berkembang lebih awal Hipokampus dan neuron korteks imatur rentan rangsangan Subs nigra belum sempurna inhibisi tak sempurna Propagasi elektrik kurang sempurna
PATOFISIOLOGI
Kejang Klonik
Kejang Mioklonik
Kejang subtle
9
Kejang Tonik
Kejang tonik dapat berbentuk umum atau fokal. Tertama pada bayi preterm (< 37 minggu) Ekstensi pada ekstremitas atas dan bawah (postur deserebrasi) Fleksi pada ekstremitas atas dan ekstensi pada ekstremitas bawah
10
Kejang Tonik Focal Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau deviasi tonik kepala atau mata.
Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan intraventrikular.
11
Kejang Klonik
Biasanya >>>terjadi pada neonatus cukup bulan (>37
13
Kejang Mioklonik
Kejang mioklonik fokal, multi-fokal atau umum.
Kejang mioklonik fokal biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas. Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan kejutan yang tidak sinkron pada beberapa bagian tubuh. Kejang mioklonik umum terlihat sangat jelas berupa
fleksi masif pada kepala dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan patologi SSP yang difus.
14
Kejang subtle
>>> preterm dibanding aterm Gerakan stereotip ekstremitas seperti gerakan mengayuh sepeda atau berenang. Deviasi atau gerakan kejut pada mata dan mengedip berulang. Ngiler, gerakan menghisap atau mengunyah. Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernapasan. Fluktuasi yang berirama pada tanda vital.
15
16
Jitteriness
Jitteriness seringkali salah didiagnosis sebagai kejang klonik. Secara klinis jitteriness berbeda dari kejang klonik menurut aspek berikut ini:
17
Jitteriness (lanjutan)
Amplitudo fase fleksi dan ekstensi sama. Neonatus umumnya sadar, tidak ada gerakan atau kerlingan mata yang abnormal. Fleksi pasif atau memindahkan posisi ekstremitas bisa menghilangkan tremor. Tremor timbul karena rangsangan taktil meskipun mungkin spontan. Tidak ada abnormalitas EEG.
18
Jitteriness (lanjutan)
Seringkali terlihat pada neonatus dengan hipoglikemi, penghentian obat, hipokalsemia, hipotermia dan pada neonatus kecil untuk masa kehamilan (KMK). Secara spontan menghilang dalam waktu beberapa minggu. Pemeriksaan nerologis normal pada masa anak selanjutnya. Karena itu anti kejang pada umumnya tidak diperlukan.
19
20
21
tidur, bisa fokal, multi-fokal, atau umum. Tidak akan berhenti meskipun bayi dikekang. Menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa menit dan tidak memerlukan pengobatan.
22
Gerakan tersebut berbeda dengan kejang mioklonik berikut ini: Dapat dipicu oleh bunyi atau gerakan. Dapat berkurang jika bangun. Tidak berkaitan dengan perubahan otonom apapun.
23
Focal tonic
Asymmetrical truncal posturing, Limb posturing, Sustained eye deviation
Myoclonic
Generalized, Focal
Spasms
Flexor, Extensor, Mixed extensor / flexor (Mizrahi, 2001)
Generalized tonic
Motor automatisms
Diagnosis banding
Jitteriness Gerakan ekstraokular tidak Peka terhadap rangsang ya Gerakan dominan tremor Dapat dihentikan ya dengan pasif Perubahan autonom tidak
Kejang
ya tidak jerking tidak ya
Sindrom epilepsi
Benign Neonatal Familial Convulsions
Klonik fokal / tonik fokal Neonatus normal dengan riwayat keluarga (+) Kelainan kromosom 8 q dan 20q13
Sindrom epilepsi
Early Myoclonic Encephalophaty
Mioklonik, partial motor, spasm, neurologi abnormal EEG : periodik supression burst
Pathophysiology - Epileptic
Generated by an epileptic mechanism
Initiated and maintained by abnormal
Pathophysiology - Epileptic
Peningkatan eksitasi seluler
Perubahan kecil arus melalui membran sel Penimbunan Kalium ekstrasel Berlimpahnya eksitasi sinaps Tingginya densitas reseptor neurotransmiter Rendahnya densitas reseptor inhibisi Inhibisi kurang efektif Retikularis substansia nigra sebagai amplifier
PathophysiologyNonEpileptic
Occur in infants with forebrain depression
cause by diffuse brain injury Characteristic of movements generated or mediated at brainstem level
dihentikan dengan pengaturan posisi bayi Berhubungan dengan brainstem (batang otak) yang merangsang refleks primitif dan posisi tubuh Gangguan proses inhibisi dari brainstem
Etiologi
Hipoksik-iskemik Perdarahan intrakranial Infeksi- E coli, streptococcus Infark Metabolik- hipo/hipernatremia, hipokalsemia, dll Anomali kromosom Kelainan kongenital otak Neurodegeneratif Inborn errors of metabolism Drug withdrawal
ETIOLOGI
A. Hipoxsi Ischemik Enche Paloratil HIE
B. Pendarahan Intra Cromal C. Metabolik
D. Infeksi
E. Gangguan Perkembangan Otak F. Kejang yang berhubungan dengan obat
G. Faktor keluarga
DIAGNOSIS / ASSESMENT
Anamnesis
Faktor resiko : HIE, Trauma Persalinan,
Pemeriksaan fisis
Observasi aktivitas kejang-tipe kejang
Kesadaran Jejas trauma lahir
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik rutine pada neonatus
Pemeriksaan penunjang Septic Work Up
EEG
Screnning obat-obatan
Saaraves neonatal Seizure work up 1. Etiologi harus di identifikasi 2. Langkah langkah : darah, urine, CT Scan, MRC
MANIFESTASI KLINIK
1. Subhe I 50 % pada kejang neonatus
Gerakan berulang pada alis Gerakan pada mulut
menghisap
Gerakan extremitas
2. Tonik kekakuan flexi extasi 3. Klonik bergeser 4. Moklomik flexi masif dari kepala + badan dan flexi atau extasi extremitas 5. Alternes atau kejang ?
Laboratorium
Darah :
Hb, Ht, trombosit, glukosa, Ca, Mg, Na, K, analisa gas darah, bilirubin, amonia
Pungsi lumbal Titer TORCH USG/CT Scan kepala EEG Kelainan metabolisme lain
PENATALAKSANAAN
Manajemen awal kejang : Pasang infus IV beri cairan dosis rumatan Atasi kejang dengan beri injeksi fenobarbital 20 mg / ks BB IV pelan dalam waktu 5 menit bila jalur IV belum terpasang berikan IM 30 menit masih kejang ulangi luminal 10 mg / ks BB dapat Bila GDS < 45 mg / al koreksi Kejang berlanjut FENITOIN 20 mg / ks BB IV Encloram dengan 15 ml cairan Nacl dengan kecepatan 0,5 ml / menit
Tatalaksana antikonvulsan
Diazepam :
0,25mg/kg IV atau 0,5mg/kg rektal, dapat diulang 2 kali
Phenobarbital :
10-20mg/kg IV, rumatan 3-4 mg/kg : 2 dosis
Phenytoin :
20 mg/kg IV, rumatan 3-4 mg/kg : 2-3 dosis
PERHATIAN
Jangan menggunakan diasepam untuk kejang pada neonatus, karena diasepam yang diberikan bersamaan fenobarbital akan menaikkan resiko kolaps vasculer dan gagal nafas
Tatalaksana etiologi
Hipoglikemi: glukosa < 40 mg/dl
Glukosa 10% : 2 ml/kg IV Rumatan: sampai 8 ml/kg IV
Ketergantungan piridoksin
Piridoksin 100mg Iv
Tatalaksana etiologi
Hipoksik-iskemik ensefalopati
Antiedema dan pirasetam
Perdarahan intrakranial
Cari kausa, operasi?
Infeksi
Antibiotika selama 2-3 minggu
Infark
Perbaikan sirkulasi - piracetam
Tatalaksana antikonvulsan
Jangka pendek:
Non epileptiform: 2 minggu setelah kejang
Jangka panjang :
Epileptiform : 1 tahun Gambaran EEG Evaluasi klinis, EEG tiap 2 - 3 bulan
Prognosis - Etiologi
Baik
Hipokalsemia tanpa komplikasi Trauma ringan
Buruk
Hipoksik iskemik ensefalopati Hipoglikemi Infeksi Kelainan metabolik, asfiksia, kongenital
Prognosis - EEG
Baik (70-85% normal)
Normal (latar belakang) Gelombang paku / tajam unifokal,
RINGKASAN
Kejang dapat ok kelainan SSP primer atau sekunder
Manifestasi klinisnya berbeda dengan kejang
pada anak, kadang sulit dikenali Konfirmasi diagnostik : anamnesis, pemeriksaan fisik neonatal seizure work up Manajemen komprehensif Fenobarbital obat pilihan utama Pasca kejang perlu pemantauan lebih lanjut
Neonatal tetanus
Similar with tetanus in children but more
contaminated delivery on susceptible mother. Labour process mostly helped by traditional healer
51
PENDAHULUAN
Merupakan penyakit akut yang menyerang
susunan saraf pusat dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran, yang disebabkan oleh racun tetanospasmin /eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
ETIOLOGI
Clostridium tetani
Bentuk batang : basil Gram-positif, spora
pada ujung spt pemukul genderang Obligat anaerob, bergerak dg flagela Menghasilkan eksotoksin yang kuat Membentuk spora (terminal spore), tahan dlm suhu tinggi,kekeringan, desinfektan.
ETIOLOGI
( lanjutan )
peternakan ), dan usus binatang. Spora menyebar kemana-mana,mencemari lingkungan scr fisik/biologik. Mampu berta-han bertahun-tahun dlm lingk.anaerob : bentuk vegetatif menghasilkan eksotoksin
EPIDEMIOLOGI
Tersebar di seluruh dunia
Angka kejadian tgt : jumlah/tingkat populasi
masyarakat yg tidak kebal, tingkat pencemaran, adanya luka kulit/mukosa, dan daerah resiko tinggi dg cakupan imunisasi DPT yg rendah. Anak lakilaki > (o.k.aktivitas fisik >). Tetanus neonatorum di Indonesia : 6-7 / 1.000 kelahiran hidup (perkotaan),11-23 /1000 (desa)
PATOGENESIS
Spora tubuh /lingkungan anaerob bentuk
vegetatif /berbiak cepat/menghasilkan eksotoksin Toksin merambat tempat luka motor endplate aksis silinder saraf tepi- kornu anterior sumsum belakang menyebar ke seluruh SSP . Toksin menyebabkan blokade pd simpul yg menyalurkan impuls pd tonus otot tonus otot meningkat kekakuan.
PATOGENESIS
Dampak toksin :
( lanjutan )
- pada ganglion pra sumsum tl.belakang meningkatnya tonus otot / kaku. - pada otak menempel pd cerebral gangliosides kekakuan/kejang khas tetanus. - pada saraf otonom / simpatis keringat berlebihan, hipertermia, hipotensi, hiperten-si, aritmia, heart block atau takikardi.
DIAGNOSIS
Anamnesis ( tetanus neonatorum ) : persalinan
(penolong,alat, perawatan/ramuan tl pusat. Status imunisasi ibu hamil ( TT ). Kapan bayi tak dapat menetek. Anamnesis ( tetanus anak ) : luka tusuk,kecelakaan/patah tulang ,luka nanah, gigitan binatang, nanah telinga ,gigi berlubang, status imunisasi, kejang. Gejala klinis dan status imunisasi.
Clinical symptoms
Usually occurred on 3-10 days old
breastfeed
Fever.
61
Treatment
Similar with tetanus in children Intravenous fluid drips:
Glucose 5-10%:NaCl 0,9% 4:1 for 48-72 hours
In the present: Give only diazepam. Initial dose: 2,5 mg I.V slowly (2-3 min) Following doses: 8-10 mg/kg/day drips. Can be increased 15 mg/kg/ day.
Prognosis
Mortality rate: 45-55%
Tetanus neonatorum: 60%
RSCM:
30% 14-15% (1978) Tetanus neonatorum: 80% 50-60% (1978)
65
Prevention
Immunization
DPT: 2-3 3-4 4-5 mo
66
Meningitis: inflammation of
the membranes covering the brain or spinal cord (pia and arachnoid mater) Encephalitis: inflammation of the cerebral cortex (tissue) Meningoencephalitis: inflammation of the meninges, subarachnoid space and cortex
Insidensi :
Bacterial meningitis
years old
Etiologi
Aseptic meningitis : virus, jamur, iritasi
kimia, alergi obat, tumor Purulent meningitis : bakteri (H.influenza, Pneumococcus, N.meningitidis, E.coli, Listeria , Group B streptococcus,
Meningitis purulenta :
Radang selaput otak ( araknoidea dan piamater) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus
Etiologi . . . .
Neonates
Most caused by Group B Streptococci E coli, enterococci, Klebsiella, Enterobacter, Samonella, Serratia, Listeria
Etiologi . . . ( children)
Strep pneumoniae Neisseria meningitidis TB Hemophilus influenza
Patogenesis
Sebagai akibat komplikasi penyakit lain
Kuman sampai ke selaput otak secara
hematogen ( melalui aliran darah), mis. dari faringtonsilitis, pneumoni, bronkopneumoni, endokarditis, dll. Dapat sebagai perluasan perkontinuitatum dari organ / jaringan di dekat selaput otak (abses otak, otitis media, mastoiditis, dll)
Patogenesis . . .
Faktor predisposisi infeksi pada meningen Presence of bacteria in blood Crossing of bacteria into the CSF through:
Choroid plexus Altered blood-brain barriers
infection
Patogenesis . . .
Influential Factors:
Virulence of strain, host defense, bacteria host interaction
Beberapa infeksi lainyg berhubungan dg terjadinya meningitis : Brain abscess, usually caused by Neisseria meningitis, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, or Escherichia coli. Encephalitis Myelitis Otitis Media Sinusitis
Trauma dan prosedur invasif yg dpt mengakibatkan meningitis : Craniotomy Lumbar puncture Penetrating head wound Skull fracture Ventricular shunting Aseptic meningitis may result from a virus or other organism. Sometimes no causative organism can be found.
lesu, mudah terangsang/ irritable/ rewel, panas, muntah, sakit kepala 2. tekanan intrakranial yang meninggi : muntah, nyeri kepala, moaning cry / tangis yang merintih, kesadaran menurun, kejang, ubun-ubun besar menonjol dan tegang, gejala kelainan serebral ( paresis,paralisis, strabismus.
kaku kuduk rigiditas umum, tanda spesifik Kernig/Brudzinsky I dan II (+), sakit di daerah leher dan punggung
Komplikasi
Adverse Outcomes at One Year of Age of 12 Infants With Bacterial Meningitis
Category of Disability
Development delay Cerebral palsy Microcephaly Hemiparesis Hearing loss Blindness Seizure disorder
Number
10 1 3 3 1 2 3
Total number of disabilities exceeds the number of infants owing to the presence of multiple disabilities in most subjects Klinger G, et al. Pediatrics. 2000;106:477-482
Komplikasi . . . ( akut )
Hydrocephalus Subdural effusion or
Komplikasi
Efusi subdural Empiema subdural
Ventrikulitis
Abses serebri
deserebrasi Hidrosefalus akibat sumbatan/produksi > retardasi mental, epilepsi, meningitis berulang.
Diagnosis
Berdasar gejala klinis, dan Hasil pemeriksaan mikroskopik likuor
serebrospinalis ( cairan sumsum tulang belakang ), yang diperoleh dengan melakukan pungsi lumbal ( LP )
Normal Children
0-6
Normal Newborn
0-30
Bacterial Meningitis
Viral Meningitis
100-500
>1000 >50
2-3
< 40
Glucose (mg/dL)
32-121
< 30 - 70
Protein (mg/dL)
19-149
50-100
Erythrocytes/mcL
0-2
0-2
0-10
0-2
Pengobatan
Koreksi gangguan cairan dan asam-basa,
elektrolit. Atasi kejang Antibiotik sesuai penyebab. Ampisislin ,kloramfenikol, dll Pengobatan komplikasi ( mis. efusi subdural ).
Prognosis
Tergantung kuman penyebab
Tergantung daya tahan tubuh Cepat / lambatnya pengobatan Tergantung cara pengobatan dan perawatan
yang diberikan
Prognosis . . .
Neonates: ~20% mortality
Older infants and children: <10% mortality 33% neurologic abnormalities at discharge 11% abnormalities 5 years later Sensorineural hearing loss 2 - 29%