Paideia
Di Peradaban Yunani dan Romawi kuno, komunikasi menempati posisi penting dalam sistem pendidikan, karena posisinya sebagai bagian integral dalam paideia. Paideia adalah seni berpikir (reasoning art) yang terdiri dari filsafat, puitika, dan retorika. Oleh Socrates, paideia merupakan kurikulum utama pendidikan. Dalam paideia, theoria-praxis-poiesis diajarkan. (Arneson, 2007: 5)
Theoria
Theoria (teori) mencakup persoalan tentang wujud (metafisika), pengetahuan (epistemologi) dan nilai kebaikan/keindahan (aksiologi/etika/estetika). Theoria mempertontonkan sebentuk pengetahuan yang disebut episteme. Episteme adalah kebenaran yang seharusnya. Ia merupakan kebijaksaan (sophia) yang berseberarangan dengan opini (doxa). Theoria berkonsentarasi dengan pengetahuan umum dan pemikiran. (Arneson, 2007: 5)
Praxis
Praxis (praktek) adalah tindakan yang digerakkan oleh pikiran. Praxis mempertontonkan sebentuk pengetahuan yang disebut phronesis. Phronesis adalah model pemikiran yang fokus pada proses, tindakan, dan perkembangan. Praxis adalah aplikasi theoria. Di mana praktek tanpa teori itu buta, dan teori tanpa praktek kosong. Praxis adalah sarana kita terlibat di dunia dan dengan orang lain, dan terkait erat dengan komunikasi. (Arneson, 2007: 6)
Poiesis
Poiesis adalah produksi yang terkait dengan teknik (techne). Teknik adalah objek yang tarikan dan dorongan dari teori dan praktek, episteme dan phronesis. Menurut Lanore Langsdorf, inti proses komunikasi adalah poiesis/techne. Sebagaimana poiesis, komunikasi merupakan hasil dari teori dan praktek yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. (Langsdorf, 2002:207-208)
Filsafat Komunikasi
Filsafat Komunikasi menguji dan mempertanyakan kodrat dan fungsi komunikasi manusia, di mana komunikasi adalah sarana manusia untuk berhubungan dengan dunia sosial, orang lain dan dirinya sendiri. Filsafat komunikasi dapat membantu kita meningkatkan pemahaman bagaimana manusia membentuk masyarakat dan isu-isu sosial di masyarakat. Filsafat komunikasi sebagai paideia (seni berpikir) memungkinkan kita untuk berinovasi dalam memahami komunikasi, guna bernegosiasi dengan dunia posmodern. (Arneson, 2007: 8)
Filsafat Komunikasi
Filsafat komunikasi memiliki kekuatan untuk mengubah orientasi manusia tentang dunia, karena pemahaman filosofis memungkinkan komunikator untuk mengintrogasi pengalaman dan mengkaitkannya dengan berbagai hal secara terbuka. Filsafat komunikasi dengan demikian dapat memperkaya dan memperbaiki pemahaman dalam berinteraksi, berkomunikasi, dan bertindak. Filsafat komunikasi membuka diri pada beragam kemungkinan, dan memberi makna-makna baru. (Arneson, 2007: 10)
Referensi
Arneson, Pat (2007), Perpectives on Philosophy of Communication, West Lafayette, IN : Purdue University Press. Langsdorf, Lenore, (2002), In Defense of Poiesis: The Performance of Self in Communicative Praxis, Calvin O. Schrag and the Task of Philosophy after Postmodernity, ed. Martin Beck Matustik and William L. McBridge, Evanston, IL: Northwestern University Press. Madison, Gary Brent, (2001), The Politic of Postmodernity: Essays in Applied Hermeneutics, Dordrech: Kluwer Academic Publishers. Mumby, Dennis K. (1997) Modernism, Postmodernism and Communication Studies: A Rereading of an Ongoing Debate, Communication Theory 7 (1997). Schrag, Calvin O. (1998), Foreword dalam Ramsey Eric Ramsey, The Long Path to Nearness: A Contribution to a Corporeal Philosophy of Communication and the Groundwork for an Ethics of Relief, Amhers, NY: Humanity Books.