Anda di halaman 1dari 105

FARMAKOLOGI STIKES ALMA ATA PRODI S1 - KEPERAWATAN SEMESTER GANJIL 2009/2010

. : 1P) 3 SKS (2T PRESENSI : 10% UTS : 30% UAS : 40% PENUGASAN : 20%
MUHIMMATUN NIMAH, S.Si., Apt.

FARMAKOLOGI
I. Sejarah Obat Zaman Purba daun/akar tanamandicoba (empiris) pengalaman turun-temurun (tradisional).
Racun untuk obat strichnin & kurare (racun panah suku indian & afrika) relaksan otot. Nitrogen mustard (gas racun PD I) sitostatika/anti kanker.

Obat nabati Yg digunakan : rebusan/ekstrak khasiat berbeda (asal tanaman, waktu panen, cara pembuatannya kurang memuaskan.

Isolasi zat aktif dalam tanaman mis : morfin dari Papaver somniferum. digoksin dari Digitalis lanata. vinkristin & vinblastin dari Vinea rosea.
Obat kimia sintetis (awal abad XX) 1. aspirin 2. sulfanilamid (1935) 3. penisillin (1940) setelah tahun 1945 ilmu kimia, fisika, & farmasi/kedokteran berkembang pesat500 obat baru/th perubahan di bidang farmakoterapi.

Farmakologi : farmakon (obat) ; logos (ilmu) Adl ilmu yg mempelajari interaksi antara obat dengan system biologik (MH/organisme). perkembangan jaman cabang - cabang ilmu tersendiri yg slg mendukung FARMAKOGNOSI pengetahuan & pengenalan obat yg berasal dari tanaman (mineral & hewan) & zat aktifnya. BIOFARMASI meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapetiknya FARMAKOKINETIK mempelajari proses biologic yg dialami oleh obat /nasib obat pd manusia sehat / pasien (MH / organisme mempengaruhi obat) nasib obat dalam tubuh : A D M E FARMAKODINAMIK mempelajari efek yang terjadi pd manusia / respon yg terjadi terhadap pemberian obat (obat mempengaruhi organisme) TOKSIKOLOGI pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh (termasuk farmakodinamik karena efek terapetik berhubungan dg efek toksik) FARMAKOTERAPI mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit/gejalanya.

Obat jadi : sediaan / paduan bahan yg siap digunakan untuk mempengaruhi / menyelidiki sistem fisiologi / keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan & kontrasepsi. (Permenkes no.917/menkes/per/X/tentang wajib daftar obat jadi).

Obat Generik : obat dengan nama resmi yg ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau INN (International Non-Proprietary Name) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat Patent/Spesialite : obat jadi dengan nama dagang yg terdaftar atas nama si pembuat atau yg dikuasakannya & dijual dg bungkus asli dari pabrik yg memproduksinya. WHO daftar obat dg nama resmi official/generic name Cont:

Nama kimia
Asam asetil salisilat

Nama generik
Asetosal

Nama patent
Aspilets (medifarma) Aspirin (bayer) Sanmol (sanbe) Pamol (interbat)

Asetaminofen

parasetamol

Penggolongan obat
I. Obat Bebas (OB) - obat dijual bebas di pasaran - dapat dibeli tanpa resep dokter - pada kemasan & etiket OB ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. - con: parasetamol tab/sir, contrexyn tab, adelisyn drop, dll. Obat Bebas Terbatas (OBT) - obat yg sebenarnya termasuk dalam obat keras daftar W (Waarschuwing = peringatan). - diperuntukkan bagi jenis penyakit yg pengobatannya dianggap telah dapat ditetapkan sendiri oleh rakyat & tidak begitu membahayakan (bila mengikuti aturan pakainya), dijual dipasaran/dibeli tanpa resep dokter, harus diserahkan dalam bungkusan aslinya (mencegah pemalsuan/penukaran), dg tanda peringatan. - pada kemasan OBT tertera lingkaran biru bergaris tepi hitam. - con : intunal F, CTM, Neozep F, dll.

II.

III. Obat Keras & Psikotropika Obat Keras (Daftar G = Gevaarlijk) - Obat yg hanya boleh dibeli di apotek dg resep dokter - Dapat diulang tanpa resep baru jika prescriber mencantumkan iter pada resep asli. - Pada kemasan obat keras tertera huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi hitam. - Con : antibiotika, hormon, obat suntik (semua).

Psikotropika (UU RI no.5 th. 1997) - Adalah zat/obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yg berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yg menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental & perilaku. Cont. psikotropika : Gol. I (26 zat), a.l. Gol. II (14 zat), a.l. Gol.III (9 zat), a.l. Gol. IV (60 zat), a.l.

: Lisergida (LSD) : Amfetamin (Benzedrine) : Flunitrazepam (Rohypnol) : Alprazolam (Xanax), Bromazepam (Lexotan), Diazepam (Valisanbe, Valium), Fenobarbital (Luminal), Klobazam (Frisium), dll.

IV. Narkotika (UU RI no.22 th.1997) - Adalah zat/obat yg berasal dari tanaman/bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yg dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri & menimbulkan ketergantungan.
- Cont narkotika : - Gol. I (26 bahan), a.l.

: Papaver Somniferum L., kokain, heroin. - Gol. II (87 zat/sediaan), a.l. : metadon, morfina, petidina. - Gol. III (14 zat/sediaan), a.l. : etilmorfin, kodein.

Proses yg dialami obat sebelum mencapai tempat kerjanya (target site) :

-Tablet pecah A Tablet & zat aktif -Granul pecah -Zat aktif lepas -Zat aktif melarut

B ADME

Obat + reseptor Di target site

efek

1. Fase biofarmasi

2.Fase 3.Fase farmakokinetik Farmakodinamik

A. Farmaceutical Availability (FA) Kecepatan melarut (dissolution rate) & jumlah obat yg melarut secara in vitro yg dibebaskan oleh obat dari tempat pemberiannya & tersedia untuk diabsorpsi. Untuk obat yg tahan asam lambung, urutan kecepatan melarut dari berbagai bentuk sediaan obat secara menurun, dg urutan sbb : larutan, suspensi, serbuk, kapsul, tablet film coated, dragee, tablet enteric coated, tablet kerja panjang (retard, sustained released, zero order control/ZOC. B. Bioavailabilitas (BA) Persentase obat yg secara utuh diabsorpsi tubuh dari suatu dosis tertentu yg diberikan & tersedia, untuk melakukan efek terapetiknya.

1. FARMAKOKINETIK MH mempengaruhi obat Proses yg dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi. Eliminasi : metabolisme & ekskresi.

1.a. ABSORBSI proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi darah sistemik.

Cara absorpsi obat/ mekanisme transport : 1. difusi pasif / sederhana/ non ionik
ciri ciri : 1. arah transport searah dg perbedaan kadar / gradient kadar C1 > C2 C1 = C2 = transport berhenti yg dapat menembus membran obat bebas Zat lipofil lebih mudah larut daripada zat hidrofil. C1 & C2 = kadar obat yg dapat menembus membrane

2. a). keadaan setimbang tercapai jika kadar obat yg dapat menembus membrane di ke-2 sisi membrane sama. 2. b). Kecepatan transport tergantung konsentrasi obat.

Lanj 3. kecepatan penetrasi / difusi untuk elektrolit lemah dipengaruhi


oleh pH lingkungan. HAH(+) + A(-) <1 HA : elektrolit lemah : derajat ionisasi

4. kecepatan penetrasi / difusi dipengaruhi : luas permukaan tempat difusi ( ) = A tebal membran (h) koefisien partisi dari senyawa (kp) = kelarutan obat dalam lemak : kelarutan obat dalam air perbedaan kadar (C1 C2) koefisien difusi (D) kecepatan penetrasi = D x kp x A x (C1 C2) h

2. Transport Aktif a. melawan gradient kadar b. membutuhkan energi c. membutuhkan protein carier di membran sel untuk mengangkut zat hidrofil. d. Setelah melewati membran, obat dilepas kembali e. bersifat spesifik (jk ada senyawa serupa dg molekul terjadi kompetisi) f. berjalan searah walaupun C1<C2, jalannya tetap dari C1 ke C2 krn ada C (carier). g. Kecepatan transport tidak tergantung konsentrasi obat. Contoh : glukosa, as. Amino, as. Lemak, vit. B1, B2, & B12.

3. Difusi Terfasilitasi a. hampir sama dg transport aktif b. perlu carier c. arahnya searah d. sifat spesifik e. perlu energi f. tidak melawan gradient 4. Transport konvektif (transport yg mengikuti aliran medium) a. mirip difusi pasif,molekul obat melalui pori pori kecil (mis : dinding kapiler) mengikuti aliran membran b. dipengaruhi oleh : besarnya molekul kecepatan aliran medium muatan (ion bermuatan berlawanan dg di dinding pori dapat melewatinya & mengikuti aliran). Con : air & zat hidrofil dg BM < 200 (alkohol).

5. Transport pasangan ion obat (+) R (-) {obat} (+) {R} (-) Netral difusi pasif. pembentukan pasangan ion dapat terjadi antara obat dg komponen membran (pori) transport konvektif

6. Pinositosis / fagositosis
~ senyawa yg larut dalam lipid dapat menembus membran dg baik engulting (ditelan) ~ vaksin polio aktif p.o ,melalui fagositosis.

Kecepatan absorpsi tergantung :


1. bentuk sediaan obat bentuk cair / terlarut > bentuk padat = obat cair / sirup / tetes >>> tablet / kapsul / serbuk. Dissolution rate partikel sangat penting, makin halus partikel, makin cepat larut & cepat diabsorpsi. 2. cara pemberian pemberian secara injeksi i.v. > i.m. > s.c

Lanj 3. sifat fisiko kimiawi obat Pemberian obat p.o. diabsorpsi dari saluran lambung usus dg fenomena sbb: 1. molekul utuh/tak terionisasi (lipofil) mudah diabsorpsi daripada ion hidrofil. 2. Lambung (pH = 2 / asam kuat) a. Obat asam lemah (asetosal, barbiturat), sedikit terionisasi absorpsi baik. b. Obat basa lemah (amfetamin, alkaloid), banyak terionisasi absorpsi sedikit. 3. Usus halus (pH = 6,6 7,6) = kebalikannya a. Obat basa lemah absorpsi baik. b. Obat asam kuat/basa kuat mudah terionisasi absorpsi lambat. c. Zat lipofil mudah larut dalam cairan usus lebih mudah diabsorpsi daripada zat sukar larut perbedaan konsentrasi di ke-2 sisi membran tinggi.

1.b. DISTRIBUSI
Adalah penyebaran obat secara merata ke seluruh jaringan tubuh melalui peredaran darah menuju ke tempat kerjanya dalam sel (CIS). Proses distribusi dipengaruhi oleh faktor : Sifat fisika kimiawi - makin lipofil, makin mudah menembus membran sel shg cepat terdistribusi ke CIS. - hati-hati pd wanita hamil trimester 2 & 3 karena potensial menembus plasenta. - obat lipofob terdistribusi hanya pd CES. - con. Obat lipofil : sulfonamid, levodopa (dapat menembus CCS), streptomisin.

1.

2. Aliran darah ke dalam jaringan. 3. Ikatan obat protein plasma. obat dalam darah diikat reversibel oleh protein plasma.
hanya obat bebas yg aktif secara fisiologis. obat bersifat asam & lipofil, terikat kuat pd albumin. obat bersifat basa, terikat kuat pd globulin. setiap obat mempunyai perbandingan tetap antara jumlah molekul obat yg terikat protein plasma & yg bebas yg diukur in vitro melalui konsentrasi obat dalam darah, persentase pengikatan (PP). Mis : warfarin (PP) = 99%. kompetisi ikatan obat protein. con : asetosal (PP=50-80%) diberikan bersamaan dg warfarin (antikoagulan), asetosal dapat mendesak warfarin dari ikatan proteinnya, hingga PP-nya menurun . Penurunan dari 99% ke 98% bermakna signifikan, yaitu kadar obat bebas (yg aktif) meningkat 2x lipat dari 1% menjadi 2% & mengakibatkan perdarahan yg tidak diinginkan.

Lanj - Obat terikat protein menjadi tidak aktif karena tidak mengalami metabolisme & ekskresi. Obat tersebut disimpan sbg : a). Efek depot Jika kadar obat bebas menurun, ikatan obat-protein pecah & obat bebas terlepas kembali, shg kadar obat bebas stabil. b). Kumulasi obat tertentu mempunyai afinitas sangat besar terhadap jaringan tertentu, shg ikatan obat protein akan ditimbun pada jaringan tersebut. hal tsb bermanfaat untuk : b.1. mengobati organ yg bersangkutan mis : glikosida digitalis dikumulasi selektif dalam otot jantung. b.2. menilai / mengevaluasi ES & efek toksik mis : logam (ion Ca, ion Mg, ion Fe) & tetrasiklin, dikumulasi pd tulang & gigi (menjadi kuning), shg tetrasiklin tidak boleh diberikan pd anak < 8 tahun, ibu hamil / laktasi.

untuk mengetahui seberapa luas obat terdistribusi dalam cairan badan digunakan parameter : Volume Distribusi (VD) = jumlah obat dalam badan kadar obat dalam plasma tetapi sulit & mahal VD semu (perhitungan dosis berdasarkan kadar obat dalam darah/plasma), dapat diprediksikan seberapa banyak /jauh obat terdistribusi dalam badan, yaitu : VD 5 L (4% BB) hanya terdistribusi dalam plasma VD 15 L (10 20 L) obat terdistribusi ke CES VD 30 L / > obat terdistribusi ke CIS VD 40 L obat terdistribusi keseluruh tubuh VD 100 L / > obat terdistribusi ke jaringan sekunder (jaringan yg secara normal tdk berkembang tp krn >>> lemak/obesitas mjd berkembang). Redistribusi : perpindahan obat dari tempat kerja ke darah / jaringan lain. Obat mengalami redistribusi, efeknya menurun.

1.c. METABOLISME / BIOTRANSFORMASI


adl proses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.

pada dasarnya obat merupakan senyawa asing tidak diinginkan tubuh ,tubuh berusaha merombak senyawa tsb menjadi metabolit yg lebih hidrofil agar mudah diekskresikan melalui ginjal. Obat p.o. & rektal (sebagian) diabsorpsi dari usus sistem pembuluh porta (vena portae) hati biotransformasi peredaran umum jantung seluruh tubuh BA turun. obat sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral/injeksi, & rektal (sebagian) peredaran umum jantung seluruh tubuh penurunan BA tidak signifikan karena obat tidak mengalami biotransformasi di hepar.

Akibat Biotransformasi : 1. senyawa obat menjadi inaktif krn aktifitas metabolit << aktifitas senyawa induk (biotransformasi berperan dalam mengakhiri kerja obat). mis : parasetamol (analgetik-antipiretik),lama-lama dimetabolisme menjadi komponen-komponeninaktiftidak berefek. senyawa obat / senyawa induk diubah menjadi senyawa lebih polar,metabolitnya mudah larut dalam air (cairan fisiologi) mudah diekskresi melalui ginjal. senyawa obat diubah menjadi kurang toksik. toksisitas metabolit << toksisitas senyawa induk disebut juga detoksikasi/detoksifikasi (FPE hepar) = bioinaktivasi.

2.

3.

4. obat dimetabolisme

~ metabolitnya sama aktif ~ lebih aktif (bio-aktivasi) ~ lebih toksik

contoh: obat > aktif oleh biotransformasi kortison & prednisone (menjadi kortisol & prednisolon) fenasetin & kloralhidrat (menjadi parasetamol & trikloretanol) pirimidon & levodopa (menjadi fenobarbital & dopamine) metabolit dg aktivitas sama CPZ = chlorpromazine efedrin senyawa-senyawa benzodiazepine

5. Obat calon obat / pro drug (metabolisme) metabolit aktif (biotransformasi) ekskresi. organ biotransformasi utama : hepar (FPE) cont : efedrin, isoprenalin, thiazinamium,nortriptilin, CPZ, reserpin, guanetidin, -blockers (propranolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol),morfin, pentazosin, d-propoksifen, asetosal, parasetamol, fenilbutazon. organ biotransformasi yg lain paru paru ginjal dinding usus (asetosal, salisilamid, lidokain) dalam darah (succinylcholine) dalam jaringan (catecholamine)

Jalur reaksi biotransformasi 1. Reaksi fase I / perombakan - reaksi oksidasi dg enzim oksidatif cytokrom P450 di hati. - reaksi reduksi. - reaksi hidrolisa - metabolit menjadi lebih polar/hidrofil, in aktif, aktif, kurang aktif. Reaksi fase II / penggabungan / konjugasi - konjugasi molekul obat / metabolit fase I dg molekul endogen. - reaksi asetilasi dg asam asetat - reaksi sulfatasi dg asam sulfat - reaksi glukuronidasi dg asam glukuronat - metilasi dg gugus metil asam amino / metionin - metabolit lebih polar / hidrofil, in aktif (kecuali pro drug).

2.

Faktor yg mempengaruhi kecepatan biotransformasi 1. Konsentrasi obat Kecepatan biotransformasi bertambah bila konsentrasi obat meningkat. Jika konsentrasi obat berada pd titik tertinggi maka semua molekul enzim yg mengkatalisis biotransformasi ditempati terus-menerus oleh molekul obat sehingga kecepatan biotransformasi menjadi konstan. 2. Fungsi hati Gangguan fungsi hati, biotransformasi dapat menjadi lebih cepat / lebih lambat sehingga efek obat lebih lemah / lebih kuat dari yg diharapkan.

3. Usia - Bayi baru lahir (neonati), semua enzim hati belum terbentuk sempurna biotransformasi lebih lambat (terutama pembentukan glukuronida). adapula obat yg metabolismenya > cepat pada anak daripada orang dewasa, shg dosisnya dinaikkan seperlunya berdasarkan ukuran kadar plasma. cont: fenitoin (antiepileptic), fenobarbital,karbamazepin, valproat, etosuksimid. lansia / geriatric kemunduran pada banyak proses fisiologi (fungsi ginjal, filtrasi glomeruli, jumlah total air tubuh & albumin serum <<<, enzim hepatic <<<) shg menyebabkan terhambatnya biotransformasi shg berefek kumulasi & keracunan. cont: digoxin, propranolol, fenilbutazon , kecuali fenitoin yg dimetabolisme lebih cepat shg efeknya singkat.

4. variasi genetic 1. asetilasi (fs. II , reaksi pembentukan amida) - INH - prokainamid - sulfonamide - dapson 2. oksidasi (hidroxilasi) (fs. I) - debrisoquin / debrisokina asetilator : - cepat : orang kulit putih (Eskimo, jepang) lambat : orang kulit hitam cont : pemberian INH / isoniazid toksisitas obat / INH pada fenotipe asetilator : INH neuropati perifer asetilator lambat INH kerusakan hepar asetilator cepat

5. Penggunaan obat lain


- Induksi enzim : bila obat lipofil menstimulir pembentukan & aktifitas enzim hati/mikrosomal, maka biotransformasi & ekskresi obat lainnya dipercepat shg durasi & efeknya dipersingkat. - Con : interaksi induktor (rifampisin, griseofulvin, terbinavin, fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, pirimidon) vs pil anti hamil. Terjadi kegagalan pil KB shg kadar estrogen harian ditingkatkan >50 mikrogram. - Inhibisi enzim : obat yg dapat menghambat / menginaktifkan kerja enzim hati. con. Inhibitor : simetidin, clotrimazol, mikonazol, ketokonazol, ekonazol, alkohol, eritromisin, jus grape fruit, flavonoid (dalam the, bawang putih, sayur, apel, anggur merah).

1.d. EKSKRESI
Adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh dalam bentuk aktif / metabolit. Organ terpenting : ginjal, gangguan fungsi ginjal mk dosis dikurangi atau interval / waktu minum obat diperpanjang. ada beberapa cara lain : 1. kulit , bersama keringat ex: paraldehid, bromida 2. paru paru, melalui pernapasan ex : alkohol, paraldehid, anastetika (kloroform, halotan, siklopropan) 3. empedu -obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar) - siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu absorpsi eksistensi obat panjang durasi lama induksi enzim metabolit polar ekskresi.

Lanj 3. empedu -obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar) - siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu absorpsi eksistensi obat panjang durasi lama induksi enzim metabolit polar ekskresi. 4. ASI : penting untuk bayi keracunan cont : alkohol, obat tidur, nikotin/rokok, alkaloid lain (pH ASI < 6,7 lebih rendah pH darah 7,4). obat-obat dalam jumlah besar diekskresi melalui ASI cont : penisilin (sensitisasi), kloramfenikol, INH, ergotamine,antikoagulan, antitiroid, karena system enzim neonatus belum sempurna. 5. usus : diresorpsi usus keluar dg tinja cont: sulfasuksidin, neomisin, sediaan Fe

Lanj mekanisme ekskresi pada ginjal : 1. filtrasi glomeruli (pasif) obat & metabolit larut dalam plasma melintasi dinding glomeruli secara pasif dengan ultrafiltrat. 2. transport aktif tubuli mensekresi zat aktif tertentu (ion asam organis : penicillin, vitamin C, asam salisilat, probenesid). sekresi dibantu enzim pengangkut kompetisi ex : penisilin dg probenesid (obat encok) berkompetisi (enzim pengangkutnya) ekskresi antibiotic lambat efek antibiotic lama/panjang.

1.e. konsentrasi Plasma Untuk menilai obat (baru) secara klinis, ditetapkan dosis & skema penakaran tepat, perlu keterangan farmakokinetik, khususnya : kadar obat di tempat kerja (target site) & dalam darah, perubahan kadar tersebut dalam waktu tertentu. Besarnya efek obat tergantung pd konsentrasinya di tempat kerja yg berhubungan erat dg konsentrasi plasma. Konsentrasi obat dalam plasma, nilainya lebih kurang sama dg konsentrasi dalam darah, dapat diukur dg alat modern dg keseksamaan 0,001 mg. Kurva konsentrasi waktu, berguna pd pemberian obat yg dosis terapinya sempit/dosis terapi dekat dg dosis toksis (ex : digoksin), pd fungsi ginjal / hati terganggu shg eliminasi obat diperlambat, pd kasus keracunan (ex : barbital, salisilat).

1.f. Waktu Paruh = Plasma Half Life = t (eliminasi) Adalah waktu yg dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi separuhnya selama eliminasi (metabolisme & ekskresi). Kecepatan eliminasi obat & plasma t tergantung pd kecepatan biotransformasi & ekskresi. Fungsi organ eliminasi penting, karena pd kerusakan hati / ginjal t dapat meningkat 20 kali. Cara pemberian obat menentukan nilai t . Plasma Half Life = t (eliminasi) merupakan ukuran lamanya efek obat, maka t bersama kurva konsentrasi-waktu sebagai dasar untuk menentukan regimen dosis obat & frekuensi pemberian obat yg rasional (berapa kali sehari sekian mg). Obat dg t panjang (>24 jam), pemberiannya 1 dd (digoksin). Obat dg t pendek & cepat dimetabolisme, regimennya 3 6 dd (oksitosin infus tetes kontinu).

II. FARMAKODINAMIKA
mempelajari efek yg terjadi pada manusia/respon yg terjadi terhadap pemberian obat (obat mempengaruhi organisme). ex : parasetamol analgetik/antipiretik Efek obat timbul karena interaksi antara molekul obat dg reseptor pd sel organisme. Hasil interaksi : perubahan biokimia & fisiologi pd jaringan, organ / sistem organisme. Obat pd umumnya memodifikasi fungsi tubuh yg sudah ada, mis : stimulasi / depresi. Obat tidak membuat fungsi / efek baru. Interaksi obat-reseptor hipotesis : gembok & anak kunci.

mekanisme kerja obat


1. secara fisis ex : diuretic osmosis (manitol & sorbitol) & laksansia osmotik (Mg & Na-sulfat). Mekanisme kerja laksansia osmotik : diabsorpsi sangat lambat oleh usus proses osmosis menarik air disekitarnya volume isi usus >> besar rangsangan mekanis pada dinding usus peristaltik >> feses keluar secara kimiawi ex : antasida lambung (Na-bikarbonat, Al & Mg-hidroksida) mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi netralisasi kimiawi. zat-zat khelasi (chelator), mengikat ion-ion logam berat (Cu, Hg, Pb, Zn) pada molekulnya dg ikatan kimiawi khusus membentuk kompleks shg tidak toksik &mudah diekskresi. mis : EDTA (Na-edetat) & penisilamin

2.

Lanj 3.mengganggu proses metabolisme ex : probenesid (obat encok) menyaingi penisilin dan derivatnya pada sekresi tubular ekskresi penisilin lambat efek diperpanjang. Antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel, sintesa protein / metabolisme DNA/RNA bakteri.
4. kompetisi untuk reseptor spesifik & enzim

RESEPTOR
Adalah molekul (protein) di permukaan / di dalam sitoplasma sel yg mengenal & mengikat molekul spesifik, menghasilkan efek khusus pada sel. Hubungan dosis & respon Obat + Reseptor ORefek ikatan obat dg reseptor ikatn ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, kovalen, atau campuran reversibel. semakin besar dosis obat semakin besar efeknya pd tubuh. efek maksimal (bahkan stagnan) bila semua reseptor sudah diduduki oleh molekul obat.

AGONIS
Suatu obat yg efeknya menyerupai senyawa endogen. Obat yg bisa pas menduduki reseptor & mengaktifkan reseptor tsb shg menghasilkan efek farmakologis. Ex : salbutamol agonis 2 petidin agonis opioid dopamin agonis dopamin

ANTAGONIS Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu menduduki sebuah reseptor yg sama tapi tidak mampu mengaktifkan reseptor tsb shg tidak menimbulkan efek farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya secara kompetitif shg kerja agonis terhambat. Con : Beta-blockers (propranolol, metoprolol) menghambat reseptor beta pd saraf simpatik/adrenergik. antihistaminika memblokir reseptor H1 Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) memblokir reseptor H2 (di lambung). Allopurinol (enzim blockers) merebut tempat xantin di enzim xantinoksidase shg sintesa xantin/asam urat dihambat.

EFEK TERAPEUTIS 1. Terapi Kausal : penyebab penyakit ditiadakan (pemusnahan kuman, virus, parasit). Ex : antibiotika, fungisida, dll. 2. Terapi Simptomatis : gejala penyakit diobati & diringankan, penyebab yg lebih mendalam tidak dipengaruhi (mis : kerusakan organ / saraf). Ex : analgetika, antihipertensi. 3. Terapi Substitusi : obat menggantikan zat lazim yg dibuaut oleh organ tubuh yg sakit. Ex : insulin (DM), karena produksi insulin oleh sel pd pankreas berkurang. Efek terapeutis obat tergantung faktor : 1. Cara & bentuk pemberian obat 2. Sifat fisiko kimiawi (A,D,M,E) 3. Kondisi fisiologi pasien (fungsi hati, ginjal, usus, peredaran darah) 4. Faktor individual (ras, kelamin, luas permukaan tubuh).

PLASEBO
Pengobatan dg sugesti/kepercayaan terhadap tenaga kesehatan & obat yg diberikan. Obat plasebo tidak mempunyai kegiatan farmakologis, hanya untuk menyenangkan/menenangkan pasien yg menurut diagnosa dokter tidak ada kelainan organis atau untuk menguatkan moral pasien yg tidak dapat disembuhkan lagi. Zat in aktif dalam plasebo : laktosa + kinin + pewarna. Efek nyata plasebo pd obat tidur, analgetik, obat asma, obat kuat.

PERMASALAHAN OBAT (EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN = ADVERSE DRUG REACTION)

Reaksi obat yg tidak diinginkan setiap efek yg tidak dikehendaki yg merugikan / membahayakan pasien (adverse reaction) dari suatu pengobatan.

Istilah penting yg perlu diketahui : 1.Efek Samping efek suatu obat yg tidak diinginkan untuk tujuan terapi dg dosis yg dianjurkan. obat yg ideal adalah yg bekerja cepat, selektif, untuk tempat tertentu & hanya berkhasiat terhadap penyakit tertentu tanpa aktivitas lain. pada suatu saat ES dapat sebagai efek utama. Con : a. Asetosal, ES : mengencerkan darah (merintangi penggumpalan trombosit), bermanfaat untuk prevensi sekunder infark otak / jantung. b. Promethazin (antihistamin), ES : efek sedatif, dikembangkan sbg psikofarmaka gol. Klorpromazin.

2. Efek Tambahan / Sekunder efek tidak langsung akibat efek utama obat. cont : penggunaan antibitika (A.B) spectrum luas / fungistatik mengganggu bakteri usus yg memproduksi vitamin, tjd defisiensi vitamin, diberi vit. B komplek. 3.Idiosinkrasi efek abnormal dari obat terhadap seseorang, disebabkan kelainan faktor genetik pada pasien yg bersangkutan. ex : pengobatan malaria dg primaquin / pentaquin (pada orang kulit hitam afrika) menyebabkan anemia hemolitik.

4. ALERGI
Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi tubuh. Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat dikurangi dg menurunkan dosis. Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul (protein asing), heparin, vaksin, anestesi lokal (prokain), obat dg struktur kimia sama dapat terjadi alergi silang, mis : derv. Penisilin & derv. Sefalosporin. Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit), hebat : -demam, serangan asma, shock anafilaktik. -steven johnson syndrome (erythema bernanah ganas, demam, fotosensibilisasi, mortalitas tinggi). -anemia aplastis (kloramfenikol).

5. Fotosensitisasi sangat peka terhadap cahaya akibat penggunaan obat secara local / p.o. ex : tetrasiklin & derivatnya (p.o.)

6. Efek toksik bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi menunjukkan gejala toksik. bila dosis dikurangi, efek toksik berkurang. (pembahasan toksikologi)
7. Efek teratogen efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat mengakibatkan cacat pada janin. Con : talidomid focomelia tetrasiklin mengganggu pertumbuhan tulang & gigi.

8. Toleransi peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus-menerus untuk mencapai efek yg sama. a). toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang / binatang b). toleransi sekunder / perolehan = habituasi = kebiasaan habituasi (menurut WHO) : suatu gejala ketergantungan psikologik terhadap suatu obat dg ciri-ciri : keinginan untuk selalu menggunakan obat tak ada / sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis menimbulkan beberapa ketergantungan psikis sesuatu efek yg merugikan (individu) bila dihentikan gangguan emosi ex : merokok (nikotin) c). toleransi silang timbul karena obat-obat mempunyai struktur kimia serupa / derivatnya. ex : fenobarbital & butobarbital

9. Adiksi pemberian obat yg menyebabkan toleransi,jika dihentikan mendadak menimbulkan sindrom gejala putus obat (withdrawal syndrome) menurut WHO ketergantungan rohaniah & jasmaniah terhadap suatu obat, ciri-ciri : adanya dorongan untuk selalu menggunakan obat tsb adanya kecenderungan kenaikan dosis timbul ketergantungan rohaniah & diikuti ketergantungan badaniah menimbulkan kerugian terhadap masyarakat / individu sendiri penghentian penggunaan obat tsb menimbulkan efek hebat secara jasmani & rohani (abstinensi) ex : abuse narkotika (morfin, kokain, ganja)

10. Tachifilaksis peristiwa berkurangnya respon terhadap aksi obat pada pengulangan dalam dosis yg sama. Respon mula-mula tidak dapat diperoleh meskipun dosisnya diperbesar. ex : efdrin (TM) untuk glaucoma 11. Kumulasi fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat & diabsorpsi lebih cepat dibanding ekskresinya. adanya akumulasi obat , pada pengulangan dg dosis terapi dapat terjadi efek toksik. ketr : no. 4,8,9,10,11efek-efek yg tidak dikehendaki pada pengulangan / perpanjangan penggunaan obat 12. resistensi bakteri suatu keadaan dimana kemoterapetik untuk penyakit infeksi kuman tidak bekerja lagi terhadap kuman tertentu yg memiliki daya tahan kuat & resisten thd obat tsb.

13. kombinasi obat penggunaan 2 obat / > sbg campuran / bersama-sama pada waktu bersamaan dapat menimbulkan efek sbb : 13.1. Antagonisme Efek obat I dikurangi/ditiadakan oleh obat II khasiat farmakologinya berlawanan. Ex : adrenalin vs histamin. Adrenalin :- sbg bronkodilator pd asma - untuk terapi shock (memperkuat kerja jantung & melawan hipotensi). Histamin :- kontraksi otot polos bronchi - vasodilatasi semua pembuluh shg TD turun.

13.1.a. Antagonisme kompetitif reversibel Persaingan reversibel antara 2 obat untuk menduduki reseptor yg sama. Ex : morfin, metadon vs nalokson, nalorfin pd reseptor opioid. 13.2.b. Antagonisme kompetitif ireversibel

Persaingan ireversibel antara beberapa logam berat (Cu, Hg, Pb, Zn) pada molekul obat yg sama. Ex : zat chelasi (penisilamin / dimetilsistein) berikatan dg logam berat pd keracunan logam berat.

13.3.Sinergisme Kerja sama antara 2 obat yg menghasilkan efek sbb : 13.3.a. adisi (sumasi / penambahan) ex : asetosal & parasetamol ; trisulfa (sulfadiazine, sulfamerazin, sulfametazin) campuran obat / obat yg diberikan bersama menimbulkan efek yg merupakan jumlah dari efek @ obat secara terpisah pada px. 13.3.b. Potensiasi (peningkatan potensi) Kombinasi ke-2 obat saling memperkuat shg menghasilkan efek yg melebihi jumlah obat a + obat b. Ex : - estrogen + progesteron (kombinasi dg efek sama). - kotrimoksazol (sulfametoksazol & trimetoprim) - tiamin/piridoksin dg NSAIDs (kombinasi dg efek beda).

14. Interaksi obat Pemberian 2 obat pd pasien menimbulkan interaksi obat dalam tubuhnya. Efek @ obat saling mengganggu &/ timbul ES yg tidak diinginkan. Cara cara interaksi obat 14.1. interaksi kimiawi Obat berinteraksi dg obat lain secara kimiawi. Ex : - fenitoin vs Ca+. - tetrasiklin vs logam valensi dua (Ca+, Mg+, Al+, Fe+). 14.2. kompetisi dg protein plasma Ex : analgetik (salisilat, fenilbutazon, indometasin) dapat mendesak ikatan warfarin dg protein plasma perdarahan.

14.3. Inhibisi enzim Bila obat (A) mengganggu / menghambat fungsi hati/enzim hati, shg eliminasi obat (B) diperlambat akibatnya efek obat B meningkat / toksik. Con : Obat A Obat B Allopurinol Merkaptopurin (sitostatika) Disulfiram, Sulfonilurea / tolbutamida, metronidazol cimetidin Alkohol

Teofilin, karbamazepin,fenitoin, zatzat kumarin, nifedipin, diltiazem, verapamil, diazepam

14.4. induksi enzim Obat (A) memacu pembentukan enzim hati sehingga mempercepat eliminasi obat (B) & menyebabkan efek obat (B) berkurang. Con: Obat A Obat B Gol. Barbiturat (fenobarbital) Antikoagulansia Antiepileptika (fenitoin, Antidepresan trisiklis karbamazepin, lamotrigin, (amitriptilin, imipramin) felbamat) Kortikosteroid Fenobarbital Estrogen (dalam pil KB) Fenitoin Primidon Karbamazepin Rifampisin

Interaksi Obat dg Makanan A. Mempengaruhi farmakokinetika obat. Absorpsi - obat diikat/diadsorpsi oleh makanan shg absorpsinya di usus <<< akibatnya efeknya <<<. - ex : 1. makanan kaya serat vs levastatin (penghambat kolesterolsintetase). 2. sayuran kaya vit. K (bayam, brokoli) vs antikoagulansia, maka vit. K menurunkan efek antikoagulansia. 3. tetrasiklin vs susu/makanan banyak mengandung Ca terjadi ikatan khelat shg absorpsi tetrasiklin turun.

Lanj B. Biotransformasi Makanan menghalangi biotransformasi obat shg kadar obat dalam plasma meningkat, mengakibatkan efek toksik. Ex.1: antidepresiva MAO inhibitors (fenelzin, moclobemida) vs makanan banyak mengandung amin / tiramin (keju, avokad, anggur, bir, produk ragi, hati ayam, coklat), menyebabkan senyawa amin dalam makanan tidak bisa diuraikan lagi oleh monoaminoksidase karena sudah dihambat oleh MAO inhibitors shg kadar amin dalam plasma meningkat & akibatnya terjadi hipertensi hebat. Ex.2. : antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) vs grapefruit juice, minuman tsb menghambat enzim sitokrom P450 pd dinding usus shg BA antagonis Ca meningkat & menyebabkan hipotensi hebat, takikardi, dll.

Lanj C. Ekskresi Makanan kaya protein (daging, telur, ikan), roti, cake dapat menurunkan pH urin (urin menjadi asam) shg mengurangi reabsorpsi tubular obat basa lemah (mis : morfin) yg mengakibatkan ekskresinya diperpanjang. Obat-obat yg meningkatkan kebutuhan terhadap vitamin tertentu : 1. pil KB, INH, penisilamin, hidralazin meningkatkan kebutuhan piridoksin / vit. B6. 2. salisilat & tetrasiklin menaikkan kebutuhan vit. C 3. parafin (laxadin) menurunkan absorpsi vit. Larut lemak shg kebutuhannnya meningkat.

15. Kontra Indikasi Kondisi patologis dimana obat tidak boleh digunakan. ex : gangguan fungsi hati (parasetamol, ketokonazol). gangguan fungsi ginjal (gentamisin). 16. inkompatibilitas farmakologis terjadi diluar tubuh / sebelum obat diberikan dua obat / > dicampur dalam satu wadah / obat suntik dalam cairan infuse ditandai perubahan fisika kimia (yg tak terlihat) ex : * penisilin dinonaktifkan oleh aminoglikosid * gentamicin diinaktivasi oleh karbenisilin * amfoterisin B mengendap dalam larutan fisiolagis (NaCl)/ larutan ringer (RL). kadangkala ada manfaatnya : heparin / antikoagulan (asam) dihambat dg pemberian protamin (basa) = antidot spesifik terhadap overdosis heparin.

BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)


1. Faktor yg mempengaruhi pemilihan BSO Faktor obat - rasa obat pahit, amis, tidak enak kapsul, emulsi, dragee. - obat dirusak asam lambung (terutama jika diberikan p.o)tablet salut enterik, parenteral, suppositoria, tablet sublingual, tablet buccal. Faktor penderita - bayi & anak sirup, pulveres (p.o) - tidak sadar/pingsan, tidak kooperatif/gila parenteral, rektal (suppositoria, enema). - tingkat ekonomi harga tablet/kapsul berbeda dg sirup. Faktor penyakit - gawat/emergency parenteral, aerosol, nebulizer. - letak penyakit mis : mata (TT, ZM), telinga (TT). - penyakit kronis & frekuensi pemakaian yg sering mis: peny. Jantung (SR, oros, CR).

2.

3.

Fungsi BSO dari sisi biofarmasetika


1. 2. 3. 4. 5. Melindungi agar zat aktif tidak rusak oleh udara, kelembaban/cahaya tablet salut. Melindungi zat aktif tidak dirusak asam lambung jk digunakan per oral tablet salut enterik, tab.sub lingual, tab.buccal. Menutupi / menghilangkan rasa pahit, rasa & bau yg tidak enak dari obat kapsul, tablet salut, sirup. membuat serbuk yg tidak larut / tdk stabil dalam larutan dibuat serbuk yg tidak larut & terdispersi dalam air (suspensi). mencampur cairan seperti minyak agar terdispersi dalam larutan air menjadi emulsi, melindungi rasa & bau tak enak dari minyak (emulsi minyak ikan). Memudahkan penggunaan obat untuk pengobatan setempat shg diperoleh efek maksimal di tempat yg diobati TM/ZM, TT, tetes hidung, salep/cream untuk kulit.

6.

7.

Lanj Agar obat mudah masuk dalam lubang badan, yaitu : - rektum suppositoria, enema. - vaginal insert/suppositoria vaginal, douche - mata TM,ZM, dll. 8. Mengatur pelepasan obat yg teliti, tepat, aman shg diperoleh efek yg lama & teratur (tab/kaps SR, CR, Oros). 9. agar obat dapat segera masuk dalam peredaran darah / jaringan badan (injeksi i.v. ; i.m.) 10. memperoleh aksi obat yg optimal dalam saluran pernapasan (inhalasi / aerosol) 11. membuat sediaan obat yg berupa larutan, dimana obatnya larut dalam zat pembawa yg dinginkan.

Klasifikasi BSO berdasarkan konsistensinya


1. BSO Padat pulvis, pulveres, tablet, tab.salut (gula, film,enteric), tab.lepas lambat, tab. Effervescent, tab.sublingual. Tab. Bukal, tab. Kunyah, tab. Hisap, kapsul, tab. Vaginal, suppositoria, ovula, pil, implan. BSO Semi Padat salep, cream, jel, pasta, oculenta, linimenta, sabun.

2.

3.

BSO Cair larutan, eliksir, sirup, suspensi, emulsi, obat tetes, infusa, kolutorium, gargarisma, lotio, enema, vaginal douche, vaksin, imunoserum, infus i.v., injeksi, inhalasi, aerosol.

BSO PADAT
1. PULVIS (serbuk tidak terbagi) Campuran homogen & kering bahan obat yg dihaluskan, untuk pemakaian dalam/p.o. Con : lacto-b, smecta. PULVERES (puyer, serbuk yg terbagi) serbuk yg dibagi dalam bobot sama (300-500 mg), dibungkus menggunakan bahan pengemas yg cocok untuk sekali minum, digunakan untuk obat dalam / p.o. Kelebihan : berupa unit dose (sekali minum), dosis untuk bayi/anak > tepat, disolusi > cepat dibanding tab/kaps, mudah diberikan untuk bayi/anak. Kekurangan : rasa obat tidak enak/pahit, dapat merangsang mukosa mulut/sal.GI.

2.

1. 2. 3. 4.

5. 6. 7.

Lanj Hal-hal yg diperhatikan pada pembuatan pulveres : Assesment resep (prinsip 6T, 1W : tepat pasien, dignosa, obat, indikasi, dosis & waspada ES). Hitung kembali dosis obat (umur, BB, BSA) Jika ada interaksi obat, hubungi prescriber. Obat yg seharusnya tidak boleh digerus : - sediaan lepas lambat (SR, CR, Oros). - tablet salut, terutama salut enterik. - obat dg IT sempit. Mortir & stemper untuk menggerus obat dalam (p.o) tidak boleh untuk meracik obat luar. Jika obat yg dicampur lebih dari 2, gerus satu-persatu, obat yg jumlahnya lebih sedikit gerus dulu. Selalu menjaga kebersihan.

3.

pulvis adspersorius (serbuk tabur) : serbuk bebas dari butiran kasar , untuk penggunaan luar (diracik = pulvis). cont : serbuk luka (nebacetin powder, enbatic), deodorant tabur (MBK, harum sari), anti gatal (herocyn, purol, caladin powder), douche powder, insufflation. TABLET (compressi) sediaan padat, mengandung 1jenis obat/>, dg / tanpa zat tambahan. Tablet Salut Gula (sugar coated tablet) = dragee Tablet yg disalut dg larutan gula, untuk estetika & identifikasi zat penyalut bagian luar diberi warna. tujuan : - menutupi rasa & bau yg tidak enak - melindungi zat aktif yg mudah rusak oleh udara, lembab, cahaya.

4.

5.

6. tablet salut selaput (film coated tablet) tablet disalut dg lapisan yg dibuat dg cara pengendapan zat penyalut dari pelarut yg cocok. lapisan selaput umumnya tidak lebih dari 10% berat tablet. tujuan : - menutupi rasa &bau yg tidak enak. - melindungi zat aktif yg mudah rusak oleh udara, lembab, cahaya. 7. tablet salut enteric (enteric coated tablet) = lepas tunda tablet disalut dg zat penyalut yg relatif tidak larut dalam asam lambung, tapi larut & hancur dalam lingkungan basa (usus halus). alasan tablet dibuat salut enteric : obat rusak / inaktif oleh asam lambung obat mengiritasi mukosa lambung obat dikehendaki berefek di usus Tujuan : menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.

8. Tablet lepas lambat Tujuan : tablet dibuat sedemikian untuk melepaskan obatnya secara perlahan sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Tipe kerja : controlled-release, delayed-release, sustainedrelease, sustained-action, prolonged-release, prolonged-action, timed-release, slow-release, extended-release, extendedaction. Ex : Isoptin SR. 9. Tablet effervescent Tablet berbuih yg dibuat dg cara kompresi granul yg mengandung garam effervescent (Na-bikarbonat & asam organik : sitrat, tartrat) atau bahan lain yg mampu melepaskan gas CO2 ketika bercampur dg air.

10.

Tablet vaginal / vaginal insert / suppositoria vaginal Tablet yg dimasukkan dalam vagina dg alat penyisip khusus, di dalam vagina obat dilepaskan & berefek lokal. Ex : flagystatin tablet vaginal. 11. Tablet sublingual & tablet bukal Tablet sublingual : tablet yg disisipkan di bawah lidah. Tablet bukal : tablet yg disisipkan diantara gusi & pipi. Keduanya tablet oral yg larut dalam kantung pipi/bawah lidah untuk diabsorpsi melalui mukosa oral. Tujuan : - menghindari absorpsi obat dirusak oleh cairan lambung - memperbesar absorpsi obat ( absorpsi mukosa oral >>> saluran pencernaan).

12. Tablet hisap / Lozenges Adalah tablet yg dapat melarut / hancur perlahan dalam mulut. Dibuat dg bahan dasar beraroma dan manis. Tujuan : untuk pengobatan iritasi lokal / infeksi mulut / tenggorokan, dapat juga mengandung bahan aktif untuk absorpsi sistemik setelah ditelan. Sinonim : - pastiles (lozenges dg zat tambahan gelatin & gliserin / tablet hisap tuang) - Troches (tablet hisap kempa). 13. Tablet Kunyah Penggunaannya harus dikunyah, memberikan residu dg rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit/tidak enak. Biasanya digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, multivitamin, antasida, antibiotika tertentu.

14. KAPSUL Adalah sediaan padat yg terdiri dari obat dalam cangkang keras/lunak yg dapat melarut. Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dg/tanpa zat tambahan lain. Kapsul cangkang keras diisi : serbuk, butiran/granul, bahan semi padat/cairan, kapsul, tablet kecil. Kapsul cangkang lunak diisi : cairan, suspensi, pasta.

15. PIL / PILLULAE Sediaan padat berupa massa bulat, mengandung satu / > bahan obat, untuk pemakaian oral, berat 60 mg (granul), 300 mg (boli).
16. OVULA sediaan padat yg digunakan melalui vagina , umumnya berbentuk telur , dapat melarut, melunak / meleleh pada suhu tubuh. Ex : Vagistin ovula.

17. SUPPOSITORIA Bentuk sediaan padat yg digunakan dg cara dimasukkan melalui lubang / celah pd tubuh (rektum, vagina, saluran urin), umumnya berbentuk terpedo, dapat melarut, melunak / meleleh pd suhu tubuh, memberikan efek lokal / sistemik.

16. IMPLAN / PELLET tablet dg d = 2 3 mm, bentuk kecil, silindris, steril, panjang 8 mm, berisi obat dg kemurnian tinggi (dg atau tanpa bahan eksipien), dibuat secara pengempaan atau pencetakan, pemakaian secara implantasi dalam jaringan tubuh (s.c / dg bantuan injektor khusus / sayatan bedah), untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama, digunakan untuk pemberian hormon (testosteron / estradiol). Ex : Implanon

BSO SEMI PADAT


1. salep / unguenta sediaan setengah padat yg mudah dioleskan & digunakan sebagai obat luar, untuk pemakain topikal pd kulit / selaput lendir). 2. krim / cremores sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung 1 / > bahan obat terlarut / terdispersi dalam bahan dasar yg sesuai , digunakan sebagai emolien / untuk pemakain luar pd kulit. 3. jelly / gel salep yg lebih halus, umumnya cair, mengandung sedikit lilin / tanpa lilin, digunakan pada membran mukosa, sebagai pelicin / dasar salep campuran sederhana minyak & lemak dg titik lebur rendah.

4. pasta 1. sediaan berupa massa lembek , untuk pemakaian luar, digunakan sebagai antiseptic / pelindung kulit, cara pakai : dioleskan lebih dulu pada kain kasa. 2. Sediaan semi padat yg mengandung 1 / > bahan obat, untuk pemakaian topikal (kulit luar). Perbedaan dg salep : persentase bahan padat pd pasta > besar shg pasta > kaku dp salep. ex : pasta Zink oksida. 5. oculenta = salep mata salep steril untuk pengobatan mata , menggunakan dasar salep yg cocok. 6. linimenta sediaan yg dipakai dg dioles & digosok dg penekanan agar bahan obat menembus kulit.

7. Sabun Sediaan setengah padat yg diperoleh melalui reaksi saponifikasi (reaksi penyabunan alkali dg asam lemak rantai panjang). Konsistensi sabun tergantung dari alkali yg digunakan : KOH (lunak), NaOH (keras).

BSO CAIR
1. Potio : bentuk sediaan cair yg diminum. 2. Lotio : bentuk sediaan cair untuk pemakaian luar.

1.

LARUTAN / SOLUTIONS Sediaan cair yg mengandung bahan kimia terlarut. Zat padat + cairan, dipanaskan 37C menjadi larutan. Pelarut : air suling, kecuali disebutkan lain. Zat pelarut larutan : - air suling - spiritus, untuk melarutkan : champora, iodium, mentholum. - aether : champhora - minyak lemak : champora, mentholum, bromoform. - parafin liquidum : champhora, mentholum, ephedrin. - glycerium : phenolum, borax. Penyimpanan larutan : untuk larutan yg mudah terurai/berreaksi karena cahaya harus disimpan dalam botol gelap/coklat. Wadah / kemasan : harus mudah dikosongkan, volume boleh > 1 liter.

1. 2. 3.

(Lanj..) Larutan dapat digunakan sbg : Obat dalam (larutan oral) : eliksir, sirup. Obat luar : larutan topikal, larutan irigasi. Dimasukkan dalam rongga tubuh : larutan otik, larutan nasal, larutan inhalasi, larutan ophtalmik, larutan parenteral, larutan dialisis peritonial. ELIKSIR larutan yg mempunyai rasa & bau sedap, selain mengandung obat juga zat tambahan seperti : gula (sirup gula, sorbitol, gliserin, sakarin), zat warna, zat pewangi, zat pengawet; untuk obat dalam; pelarut utama : etanol (5 10%) untuk mempertinggi kelarutan obat. SIRUP sediaan cair berupa larutan , mengandung sakarosa dg kadar tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66,0%. ex : sirup simpleks (sirup bukan obat)

2.

3.

4. SUSPENSI sediaan yg mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus & tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Syarat suspensi : zat yg terdispersi halus tidak boleh cepat mengendap. suspensi tidak boleh terlalu kental, shg mudah dikocok, endapan cepat terdispersi kembali & mudah dituang. mengandung suspending agent sbg stabilisator. Suspensi digunakan sbg : suspensi oral, con : amoxicilin dry sirup. suspensi tetes telinga (bagian luar). suspensi steril untuk injeksi, con : suspensi kortison asetat steril, ampisilin steril untuk suspensi.

5. EMULSI sediaan yg mengandung bahan obat cair / larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi / surfaktan yg cocok. 6. OBAT TETES / GUTTAE sediaan cair berupa larutan suspensi / emulsi, untuk obat dalam / luar, digunakan dg cara meneteskan menggunakan penetes yg menghasilkan tetesan setara dg tetesan yg dihasilkan penetes baku yg disebutkan FI. 7. GUTTAE (tanpa penjelasan lanjut), untuk obat dalam, digunakan dg cara meneteskan obat ke dalam makanan / minuman. 8. GUTTAE ORIS / TTS MULUT obat tetes untuk mulut dg cara mengencerkan lebih dulu dg air, untuk dikumur-kumur, bukan untuk ditelan.

guttae auriculars / tetes telinga obat tetes untuk telinga dipakai dg meneteskan obat ke dalam telinga
9.

10. guttae nasals / tetes hidung dipakai dg cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung 11. guttae opthalmicae / tetes mata sediaan steril berupa larutan / suspensi, digunakan untuk mata dg cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar bola mata & kelopak mata. 12. INFUSA sediaan cair yg dibuat dg cara menyari/mengekstraksi simplisia nabati dg air pada T=90C selama 15 menit. 13. KOLUTORIUM / obat cuci mulut larutan pekat dalam air yg mengandung bahan deodorant, antiseptic, analgetik local / astringen.

14. gargarisma = gargle = obat kumur sediaan berupa larutan, dalam pekat yg harus diencerkan sebelum digunakan,sebagai pengobatan / pencegahan infeksi tenggorokan, tujuan : obat yg terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan & tidak dimaksudkan agar obat tersebut menjadi pelindung selaput tenggorokan.

15. Lotio / Losio Preparat cair untuk penggunaan luar pd kulit, sebagai pelindung / obat, dapat digunakan secara merata & cepat pd permukaan kulit yg luas, setelah dipakai di kulit cepat kering & meninggalkan lapisan tipis dari komponen obatnya pd permukaan kulit.

16. ENEMA sediaan larutan yg dimasukkan dalam rectum dan usus besar dan akan merangsang pengeluaran feses, volume enema 500 1500 ml. Sediaan larutan yg dimasukkan ke dalam rektum untuk memperoleh efek lokal / absorpsi sistemik dari obatnya. 17. VAGINAL DOUCHE larutan dalam air yg disemprotkan ke dalam vagina (dg alat khusus), sebagai antiseptic / pembersih. 18. INFUS I.V. / infundibilia sediaan steril berupa larutan / emulsi, bebas pirogen, isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam larutan / volume relatif banyak.

19. VAKSIN sediaan mengandung antigen dapat berupa kuman mati, kuman inaktif / kuman hidup yg dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya, untuk kekebalan aktif & khas terhadap infeksi kuman / toksinnya.

20. IMUNOSERUM sediaan cair / kering beku,mengandung immunoglobulin khas dari pemurnian serum hewan yg telah dikebalkan, khasiat : menetralkan toksin kuman / bisa ular / mengikat kuman / virus / antigen lain yg sama dg yg digunakan pada pembuatannya.
21. WATER FOR INJECTION air yg disuling 2x, untuk melarutkan sediaan injeksi yg berupa serbuk. 22. INJEKSI Sediaan steril yg disuntikkan dg cara merobek jaringan ke dalam kulit / melalui selaput lendir.

Sediaan steril (mnrt F.I.), untuk parenteral dapat berupa : 1. Larutan / emulsi yg dapat langsung diinjeksikan. Con : injeksi aminofilin. 2. Serbuk steril / cairan pekat yg tidak mengandung dapar, pengencer / bahan tambahan lain shg harus diencerkan dulu dg pelarut yg sesuai persyaratan injeksi. Con : ampicillin Na-steril. 3. Sediaan spt.no.2. mengandung 1 / > dapar, pengencer & bahan tambahan lain shg dapat langsung digunakan. con : siklofosfamid untuk injeksi. 4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yg sesuai, tidak disuntikkan i.v. atau ke dalam saluran spinal. ex : suspensi kortison asetat steril. 5. Sediaan serbuk steril yg harus disuspensikan lebih dulu dg bahan pembawa yg sesuai untuk injeksi. con : ampicillin steril untuk suspensi.

23. INHALASI sediaan obat / larutan / suspensi terdiri dari 1 / > bahan obat yg diberikan melalui saluran nafas hidung (mulut), disedot dg memakai alat semprot mekanik, untuk memperoleh efek lokal / sistemik. Sediaan obat biasanya dalam bentuk butiran kabut yg sangat halus & seragam shg dapat mencapai bronkioli. Ex : ventolin nebules 24. AEROSOL sediaan yg mengandung 1 / > zat berkhasiat dalam wadah bertekanan, berisi propelan / campuran yg cukup untuk memancarkan isinya hingga habis, dapat untuk obat luar / untuk obat dalam. jika untuk obat dalam / inhalasi aerosol dilengkapi dg pengatur dosis. ex : kenalog spray (untuk obat luar, anti-inflamasi topikal). 25. Bentuk sediaan lainnya : PLESTER bahan yg digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yg dapat melekat pd kulit & menempel pd pembalut. Tujuan : melindungi & menyangga / memberikan daya perekat & daya maserasi & memberikan pengobatan jika melekat pd kulit. ex : plester estraderm TTS 50. TTS = transdermal terapeutic system

RUTE / CARA PEMBERIAN OBAT


Pemilihan rute / cara pemberian obat tergantung pada :

1.

Tujuan terapi / efek yg diinginkan a. efek lokal : topikal, intravaginal, rektal, intranasal, intraokuler, inhalasi / intrapulmonal. b. efek sistemik : oral, sublingual, bukal, parenteral, implantasi s.c., rektal.
Sifat obat a. obat merangsang mukosa mulut / mudah rusak oleh asam lambung / obat menjadi inaktif oleh asam lambung & sal. G.I. sublingual (ISDN), parenteral (inj. Insulin), rektal (aminofilin rektal).

2.

2.

Lanj b. obat tidak diabsorpsi oleh usus (mis : streptomisin) parenteral (injeksi i.m.). Kondisi pasien & penyakit - pasien tidak sadar/tidak kooperatif parenteral / rektal. - pasien kondisi gawat parenteral (i.v.). - pasien sulit / tidak mampu menelan hindari p.o. - penyakit kronis yg memerlukan efek obat cepat sublingual pd serangan angina.

3.

Ctt : pemilihan BSO & rute / cara pemberian sebaiknya didiskusikan dg pasien/keluarganya shg dapat meningkatkan compliance / ketaatan pasien. Dg demikian tujuan terapi dapat dicapai.

Klasifikasi Rute / Cara Pemberian Obat Berdasarkan Tujuan Terapi / Efek Yg Diinginkan
I. A. EFEK SISTEMIK ORAL Disebut juga cara interal (intran = usus, melibatkan usus). Tempat pemberian : mulut Tempat absorpsi : mukosa usus (duodenum) Keuntungan pemberian oral : mudah dilakukan oleh pasien sendiri relative aman & murah aman, jika toksis obat dapat : dimuntahkan langsung digunakan emetic / carbo adsorben murah pasien dapat melakukan sendiri tanpa alat khusus Efektif / praktis

Lanj.. Kerugian pemberian p.o. : absorpsi obat tidak teratur & tidak maksimal. mis : tetrasiklin & digoksin 80%. setelah diabsorpsi, obat melalui hati & mengalami FPE shg BA rendah. tidak efektif untuk pasien : muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif / gila. obat dapat merangsang mukosa mulut (mis : aminofilin), dpt diberikan d.c. obat dapat diuraikan oleh asam lambung shg inaktif (mis : benzilpenisilin, insulin, oksitosin, hormon steroid).

Perkecualian : jika pemberian p.o. ditujukan untuk efek lokal di usus, maka obat tidak boleh diabsorpsi oleh pembuluh darah disepanjang saluran G.I. (con : obat cacing, antibiotika untuk pengobatan infeksi lambung usus / digunakan sebelum pembedahan, yakni : streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamid, & zat-zat kontras rontgen untuk foto lambungusus).

BSO yg bisa diberikan oral / p.o : tablet, kapsul, larutan, sirup, eliksir, suspensi, gel, serbuk.

B. SUBLINGUAL

Tempat pemberian : obat diletakkan di bawah lidah. BSO : tablet, troches / lozenges C. BUKKAL Tempat pemberian : obat diselipkan diantara gusi & pipi. BSO : tablet, troches / lozenges (tablet hisap). Keuntungan B & C : a. efek cepat & sempurna karena obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui hati. b. untuk menghindari kerusakan obat dari saluran cerna Kerugian B & C : jika digunakan terus-menerus, kurang praktis karena merangsang mukosa mulut. no.B & C absorpsi obat melalui membran mukosa mulut (obat sedikit sekali diabsorpsi melalui saluran cerna), memberi efek sistemik.

D. PARENTERAL Artinya pemberian obat yg tidak melibatkan usus/sal. GI. Tempat pemberian : selain melalui saluran GI (melalui injeksi). Macam-macam cara pemberian parenteral / injeksi :
Istilah rute pemberian
Intravena Intraarteri Intrakardiak Intraspinal / intrathecal Intraosseous Intraarticular

Tempat pemberian
Vena Arteri Jantung Tulang gelakang / punggung Tulang Sendi

Tempat absorpsi
Langsung masuk ke pemb. Vena Langsung masuk ke pemb. Arteri Langsung masuk ke pemb. Jantung Kapiler vena pd dinding ruang subarachnoid Langsung masuk ke pemb. Tulang Langsung masuk ke pemb. Sendi

Intrasinovial
Intrakutan/intradermal Subkutan/hipodermal intramuskular intraperitonial

Area cairan sendi


Di dalam kulit Di bawah kulit Otot Rongga perut

Langsung masuk ke pemb.cairan sendi


Kapiler kecil kulit scr inbibisi Idem Langsung masuk ke pemb. Otot Langsung masuk ke pemb. Rongga perut

keuntungan pemberian parenteral :


menghindari obat dirusak / menjadi inaktif dalam saluran G.I bila obat sedikit diabsorpsi dalam sal. G.I hingga obat tidak cukup untuk meninggalkan respon dikehendaki efek obat yg cepat, kuat, & sempurna dalam keadaan gawat diperoleh kadar obat yg sudah ditentukan (i.v), karena sedikit sekali dosis obat yg berkurang dapat diberikan pada pasien yg sulit menelan / tidak suka diberi obat melalui oral.

kerugian pemberian parenteral :


efek toksiknya sukar dinetralkan bila terjadi kesalahan pemberian obat karena dikehendaki steril, sediaan injeksi lebih mahal pasien tidak dapat memakai sendiri, perlu bantuan tenaga ahli & peralatan khusus (tidak ekonomis) dibutuhkan cara aseptis, timbul rasa nyeri ada bahaya penularan hepatitis serum BSO : larutan, suspensi

II. EFEK LOKAL


A. Topikal / Epikutan / Transdermal Tempat pemberian : permukaan kulit Keuntungan : memberi efek lokal, aksinya lama pada tempat yg sakit, sedikit diasorpsi jika terjadi absorpsi dapat melalui : * transeluler : menembus sel * difusi : masuk melalui celah sel * kelenjar minyak BSO : ointment, krim, pasta, plester, serbuk, aerosol, lotion, sediaan transdermal (transdermal patches, discs, solution).

B. Konjungtival Tempat pemberian Cara pemberian BSO C. Intraokular Tempat pemberian Cara pemberian BSO D. Intra nasal Tempat pemberian Cara pemberian BSO

: konjungtiva / selaput mata : dioleskan pd membran mukosa mata, efek lokal. : contact lens insert, ointment.

: mata : diteteskan pd membran mukosa mata, efek lokal. : suspensi, larutan.

: hidung : diteteskan pd lubang hidung, efek lokal. : larutan, semprot, inhalan, salep.

E. Aural / intraselulaer Tempat pemberian Cara pemberian BSO

: telinga : diteteskan pd lubang telinga, efek lokal. : suspensi, larutan.

F. Vaginal Tempat pemberian Cara pemberian BSO


G. Rektal Tempat pemberian Tujuan BSO

: vagina : dimasukkan ke dalam lubang vagina, efek lokal : larutan, ointment, busa emulsi, gel, tablet, insert, suppositoria.

: rektum / anus : memperoleh efek lokal (antihemoroid) & sistemik (asma). : larutan, ointment, suppositoria, enema.

Keuntungan pemberian rektal : rectum & colon menyerap banyak obat perrektal (untuk efek sistemik) menghindari kerusakan obat / obat menjadi tidak aktif karena pengaruh lingkungan perut & usus. mudah diberikan untuk pasien muntah, sulit menelan, tidak sadar obat yg diabsorpsi melalui rectal beredar dalam darah tidak melalui hati sehingga tidak mengalami detoksikasi / biotransformasi yg mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif. kerugian : tidak menyenangkan absorpsi obatnya tidak teratur dan sukar ditentukan

H. Uretral Tempat pemberian Cara pemberian BSO

: uretra : dimasukkan ke dalam saluran kencing, efek lokal. : larutan, suppositoria.

11. Intrarespiratori Tempat pemberian Cara pemberian

BSO keuntungan : absorpsi cepat ,terhindar dari FPE di hati, pd penyakit paru paru (asma bronchial),obat dapat diberikan langsung pada bronkus. kerugian : diperlukan alat & metoda khusus yg sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, obatnya mengiritasi epitel paruparu

: paru-paru : disemprotkan dg kanister / inhalasi gas/cairan masuk paru-paru, efek lokal. : aerosol

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai