Anda di halaman 1dari 44

FARMAKOTERAPI INFEKSI CACING ORDO PSEUDOPHYLLIDEA

NELFA YULIANTI CINDY MONICA Y. IHSANNURRAHMAN R. YOLA NUFIKA ZULHIDAYATI ANNISA NUR SALASA DEBY PITRICIA 1011011013 1011012014 1011012028 1011012049 1011012055 1011013047 1011013014

SURAIYA RAHMI
DESI ELFIRA

1011013018
1011013074

ORDO PSEUDOPHYLLIDEA ADA 2 YAITU : 1. DIPHYLLOBOTHRIUM LATUM 2. DIPHYLLLOBOTHRIUM (SPIROMETRA) MANSONI

DIPHYLLOBOTHRIUM LATUM
1. EPIDEOMILOGI & PENYEBARAN GEOGRAFIS

Parasit ini dapat ditemukan di daerah dengan iklim dingin, dimana ikan air tawar merupakan bagian penting dari makanan. Parasit ini ditemukan di Amerika, Kanada, Eropa, daerah danau di Swiss, Rumania, Turkestan, Israel, Mancuria, Jepang, Afrika, Malagasi, dan Siberia (Brown, Harold W. 1979).
Penyakit ini di Indonesia tidak ditemukan tetapi banyak dijumpai di negara-negara yang banyak makan ikan salem mentah atau kurang matang. Banyak binatang seperti anjing, kucing, dan babi bertindak sebagai hospes reservoir dan perlu diperhatikan (Brown, Harold W. 1979).

Pembuangan air kotor yang tidak mencukupi, adanya hospes perantara di air tawar yang sesuai, dan kebiasaan makan ikan mentah atau setengah matang menyebabkan timbulnya daerah endemi (Brown, Harold W. 1979). Penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa daerahdaerah di Amerika Utara menjadi semakin terjangkit. Faktor terpenting yang menyebabkan bertambahnya infeksi di daerah itu adalah kebiasaan untuk membiarkan tinja segar memasuki air tawar. Ikan-ikan didalam danau yang tidak termasuk danau besar di Amerika Serikat bagian utara, tengah dan Canada sering menderita infeksi berat (Brown, Harold W. 1979). Infeksi dengan cacing ini kebanyakan terdapat pada orang Rusia, Finlandia, dan Skandinavia, yang mempunyai kebiasaan makan ikan mentah atau ikan yang tidak dimasak sempurna (Brown, Harold W. 1979).

2. MORFOLOGI

(Staf Pengajar FKUI. 1998).

TELUR
Memerlukan perantara : 2 hospes :

Hospes perantara I Cyclops dan Diaptomu

Berisi larva PROCERCOID


Hospes Perantara II : ikan salem
(Prianto, Juni L. P.U. Tjahaya dan Darwanto. 1994)

Berisi larva PLEROCERCOID atau SPARGANUM

CACING DEWASA

SKOLEKS

(Brown, Harold W. 1979).

(Brown, Harold W. 1979).

(Brown, Harold W. 1979).

DAUR HIDUP

(CDC. 2013)

3.PATOLOGI
Parasit ini DIFILOBOTRIASIS. menyebabkan penyakit yang disebut

Kasus penyakit ini banyak dilaporkan di daerah yang orangnya suka mengkonsumsi ikan mentah. Kebanyakan kasus penyakit tidak memperlihatkan gejala yang nyata. Gejala umum yang sering ditemukan adalah

gangguan sakit perut


diare nausea lemah Pada kasus infeksi yang berat dapat menyebabkan anemia perniciosa

(Prianto, Juni L. P.U. Tjahaya dan Darwanto. 1994)

Gejala ini sering dilaporkan pada penduduk di Finlandia. Di negara ini hampir seperempat dari populasi penduduk terinfeksi oleh D. latum dan sekitar 1000 orang menderita anemia perniciosa (Staf Pengajar FKUI. 1998).
Pada mulanya dikira bahwa cacing ini menyebarkan toksin penyebab anemia, tetapi setelah diteliti ternyata vitamin B12 yang masuk dalam usus diabsorbsi oleh cacing, sehingga pasien menderita defisiensi vitamin B12 (Staf Pengajar FKUI. 1998). Seorang peneliti melaporkan bahwa pasien yang diberi singel dosis vit. B12 40% yang dilabel dengan cobalt, ternyata disbsorbsi oleh D. latum sekitar 80-100% dari vit B12 yang diberikan. Gejala yang jelas terlihat adalah terjadinya anemia perniciosa (anemia yang disebabkan oleh gangguan absorpsi vitamin B12 dalam usus (Staf Pengajar FKUI. 1998).

4. DIAGNOSIS Menemukan telur dalam tinja Menemukan proglotid keluar bersama tinja (Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004)

CONTOH KASUS
Kasus Difilobotriasis Seorang laki-laki Cina 62 tahun terlihat pada klinik rawat jalan Gleneagles Intan Medis Centre, Kuala Lumpur, pada bulan Juni 2000. Selama empat hari tinja berair, tidak ada lendir atau darah terlihat di tinja. Pasien mengalami sedikit ketidaknyamanan perut dan tidak ada demam. pemeriksaan klinis normal. Diagnosis Diphyllobothrium Latum dikonfirmasi dengan pemeriksaan dari proglottids gravid. Pasien diberi praziquantel dengan single dosis 750 mg. Kondisi Pasien telah baik sejak pengobatannya. Pasien mengaku suka mengkonsumsi sashimi (Jepang ikan mentah). Meskipun sebagian besar kasus infeksi D. Latum tidak menunjukkan gejala, manifestasi seperti ketidaknyamanan perut, diare, muntah, lemas dan penurunan berat badan biasa terjadi.

Kadang-kadang, infeksi dapat menyebabkan rasa sakit perut akut dan obstruksi usus; jarang terjadi kolangitis atau cholecystitis dapat yang dihasilkan oleh proglottids yang bermigrasi. Pasien mengalami diare dan sedikit ketidaknyamanan perut. Dengan berkembangnya restoran Jepang di Malaysia, lebih banyak orang Malaysia yang cenderung mengadopsi cara makan jepang dan karena pasokan ikan mentah yang diimpor dari Jepang, dokter harus menyadari kemungkinan lebih besar Infeksi Latum D.. Rumah sakit harus memiliki pasokan praziquantel, sehingga pasien dapat diberikan pengobatan yang tepat.

5.MANAJEMEN PENGOBATAN
Obat pilihan pertama adalah Niclosamid (Yomesan) In : untuk mengobati cacing pada manusia dan hewan. MK : cacing yang dipengaruhi akan dirusak sehingga sebagian skoleks dan segmen dicerna dan tidak dapat ditemukan lagi dalam tinja.

Obat ini sedikit sekali diserap dan hampir bebas dari efek samping,kecuali sedikit keluhan sakit perut
Obat ini cukup aman untuk pasien hamil dan tidak mengganggu fungsi hati, ginjal, darah, dan tidak mengiritasi lambung. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

Sediaan tersedia dalam bentuk tablet kunyah 500 mg yang harus dimakan dalam keadaan perut kosong
Dosis : Dewasa : dosis tunggal 2 g, anak-anak dengan BB 34 kg : 1,5 g, anak anak dengan BB 11-34 kg : 1 g

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)


Obat pilihan kedua adalah :

paromomisin, yang diberikan dengan dosis 1 gram setiap 4 jam sebanyak 4 dosis.
parazikuantel dosis tunggal 10 mg/kg berat badan.

Atabrin dalam keadaan perut kosong, disertai pemberian Nabikarbonas, dosis 0,5 gr.
(Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004)

PENCEGAHAN Memasak ikan air tawar sampai betul-betul matang atau membekukannya sampai-10C selama 24 jam. Mengeringkan dan mengasinkan ikan secara baik. Dilarang membuang tinja di kolam air tawar.

Memberikan penyuluhan pada masyarakat.


(Brown, Harold W. 1979)

DIPHYLLLOBOTHRIUM (SPIROMETRA) MANSONI


1. EPIDEMIOLOGI & PENYEBARAN GEOGRAFIS
Parasit ini ditemukan di Asia timur dan tenggara, Jepang, Vietnam, dan dalam jumlah kecil di Afrika, Eropa, Australia serta Amerika utara dan selatan. Manusiamendapat sparganosis karena menelan cyclops yang mengandung proserkoid yang terdapat pada air minum, memakan kodok, ular, atau binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid ataupun karena luka di kulit ditembus oleh pleroserkoid yang berasal dariobtat yang ditempelkan dan yang terbuat dari daging kodok, ular atau binatang berdarah panas yang mengandung parasit (Brown, Harold W. 1979).

2. MORFOLOGI
Panjang cacing dapat mencapai 9 m. Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen yang disebut proglotida ( lebih dari 4000 ) yang berisi testes dan folikel daerah leher pendek dan memiliki sepasang celah penghisap. Larva berupa plerocercoid. Larva sparganum berwarna putih, keriput, berbentuk pita dan memperlihatkan gerakan otot yang jelas. Telur Spirometramansoni berukuran lebih kecil daripada telur Diphyllobothrium latum. Telur Spirometra mansoni berbentuk elips dan memiliki operkulum yang menonjol dan berbentuk kerucut. (Prianto, Juni L. P.U. Tjahaya dan Darwanto. 1994)

(Prianto, Juni L. P.U. Tjahaya dan Darwanto. 1994)

DAUR HIDUP

(CDC. 2013)

SPARGANOSIS ialah penyakit yang ditimbulkan oleh adanya larva pleroserkoid dalam jaringan tubuh manusia (otot dan fascia). Hospes definitif : anjing, kucing, dll Hospes perantara I : Cyclops

Hospes Perantara II : katak dan ular


Manusia juga sebagai hospes perantara II (hospes paratenik) bila mengandung sparganum. (Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004)

Manusia menderita sparganosis karena : 1.Minum air yang mengandung Cyclops yang infektif. 2.Makan kodok, ular atau binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid. 3.Mempergunakan daging katak & ular infektif sebagai obat. yang

(Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004)

3.PATOLOGI
Pada manusia larva dapat ditemukan disetiap bagian tubuh terutama di dalam dan sekitar mata, di dalam jaringan subkutia dan otot toraks, abdomen dan paha. Di daeahinguinal dan di alat-alat dalam dari pada toraks. Sparganum dapat bermigrasi melalui jaringan (Brown, Harold W. 1979).

Larva yang memanjang dan berkontraksi di dalam matriks yang berlendir menyebabkan edema peradangan dari jaringan sekitarnya, yang menimbulkan rasa nyeri. Larva yang telah mengalami degenerasi menyebabkan peradangan setempat yang hebat dan nekrosis. Akan tetapi tidak menyebabkan pembentukan jaringan ikat (Brown, Harold W. 1979).

Orang yang menderita infeksi dapat menunjukkan indurasi lokal giant urtikaria yang periodik, sembab, dan eritem disertai dengan menggigil, panas badan, dan eosinofili yang tiba-tiba. Infeksi mata yang relatif sering terjadi di Asia tenggara, menimbulkan konjungtivitis yang disertai edema dan rasa sakit dengan lakrimasi dan petosis (Brown, Harold W. 1979). Prognosis tergantung daripada lokalisasi parasit dan pengeluarannya yang berhasil atau tidak. Sparganosis miliaris mempunyai prognosis buruk (Brown, Harold W. 1979).

4.DIAGNOSA Menemukan larva pada lesi Identifikasi dengan binatang percobaan


(Brown, Harold W. 1979).

CONTOH KASUS
Kasus Spargonosis Seorang wanita 57 tahun mengunjungi Rumah Sakit Universitas Dankook dengan massa teraba sakit dalam payudara kanan bahwa ia rasakan beberapa hari sebelumnya. Dia adalah seorang ibu rumah tangga, dan dia menyangkal makan ular atau minum air tercemar. Di pemeriksaan fisik, 2-cm-diameter benjolan multilobulated terasa di posisi jam 12 dari payudara kanan.

Tingkat alkali fosfatase nya sedikit lebih tinggi (134 IU / L), dan nodular asimetri diamati di luar atas kuadran payudara kanan pada mamografi Sonografi didefinisikan lesi hyperechoic berbentuk internal serpiginous struktur tubular hypoechoic. Karena lesi ini tampaknya menjadi ganas, massa yang diukur 4 3 cm, itu dipotong dengan operasi. Sebuah cacing keputihan sebesar 5 cm ditemukan di dalam massa, dan itu diidentifikasi sebagai sparganum.

5.MANAJEMEN PENGOBATAN

Obat pilihan pertama adalah Prazikuantel Merupakan derivat pirazinoisokuinolin Antelmintik berspektrum lebar

Berbentuk kristal tidak berwarna dan rasanya pahit


(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

Efek antelmintik Pada kadar efektif terendah menimbulkan peningkatan aktivitas otot cacing, karena hilangnya Ca2+ intrasel sehingga timbul kontraksi yg menyebabkan cacing lepas dri hospes Pada dosis terapi yang mengakibatkan vakuolisasi tinggi akan

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

Efek samping Sakit kepala, pusing, mengantuk, mual, muntah, nyeri sendi dan otot serta peningkatan enzim

Kontraindikasi Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan menyusui, demikian juga pada pekerja yang memerlukan koordinasi fisik dan kewaspadaan. Pasien dengan gangguan hati memerlukan penyesuaian dosis Pemberian dengan kortikosteroid perlu pertimbangan karena kortikosteroid dapat mengurangi kadar plasma sampai 50%
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

Posologi
Dosis dewasa dan anak > 4 th : dosis tunggal 40 mg/kgBB atau 20 mg/kgBB yang diulangi lagi setelah 4-6 jam Prazikuantel harus diminum dengan air sesudah makan dan tidak boleh dikunyah karena rasanya pahit.
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

Obat pilhan kedua adalah : Oksamnikuin Merupakan derivat tetrahidrokuinolin ES relatif ringan dan jarang dijumpai Masih di pakai di Amerika Selatan Dosis dewasa : dosis tunggal 15 mg/kgBB, anakanak : 20 mg/kgBB yang dibagi 2 dosis selang 4-6 jam
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

Metrifonat Obat ini adalah suatu prodrug yang dikonversi menjadi diklorvos suatu penghambat kuat kolinesterase. Efek samping : kolinergik yang sifatnya ringan dan selintas, mual, muntah, diare, nyeri perut, bronkospasme, sakit kepala, berkeringat, lelah, lemah, pening, dan pusing Dosis : 7,5-10 mg/kgBB, diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 14 hari Obat ini jangan diberikan pada orang yang baru terpapar dengan insektisida atau obat yang menghambat kolinesterase Jangan diberikan pada wanita hamil (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007)

PENCEGAHAN
Air yang digunakan sebagai sumber air minum perlu dimasak & disaring Daging Hospes perantara dimasak dengan sempurna Menghilangkan kebiasaan menggunakan kodok/ular sebagai bahan obat. daging

(Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004)

DAFTAR PUSTAKA
Brown, Harold W. 1979. Dasar Parasitologi Klinis Edisi III. PT Gramedia: Jakarta Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI: Jakarta Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi III. Balai Penerbit FKUI: Jakarta Prianto, Juni L. P.U. Tjahaya dan Darwanto. 1994. Atlas Parasitologi Kedokteran. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Staf Pengajar FKUI. 1998. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

TERIMA KASIH

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Hampir keseluruhan obat cacing ini kontra indiksi terhadap ibu hamil, kenapa demikian? Dan pilihan yang tebaik untuk ibu hamil apa? Jawab: obat cacing merupakan obat yang bersifat paralisis terhadap cacing, sehingga kerja an efek yang ditimbulkan berbahya untuk ibu hamil. Selain itu, rata-rata obat yang digunakan untuk terapi pseudophyllidae ini merupkan obat yang susah larut dalam air, sehingga bias saja kemungkinn terjadi penyerapan pada plasenta. Namun, tidak semua obat yang bersifat demikian. Obat yang paling tepat digunakan untuk pasien ibu hamil adalah Niclosamid (Yomesan), karna obat ini sedikit sekali diserap dan hamper bebas dari efek samping, kecuali sedikit keluhan sakit perut. Sehingga obat ini cukup man untuk pasien ibu hamil dan tidak mengganggu fungsi hati, ginjal, daraah, dan tidak mengiritasi lambung.

2. Diphyllobotrium latum dapat menyebabkan anemia, namun dari terapinya hanya dilakukan pengobatan terhadp cacingnya saja. Kenapa tidak diberikan vitamin B12? Jawab: Dalam terapi dan pengobatan suatu penyakit, hal utama yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah penyebab utama yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Sehingga ketika sumber penyakitnya diobti terlebih dahulu dan dapat kita atasi, maka gejala lain yang ditimbulkan akan dapat berkurang seiring dengan kematian cacing tersebut. Namun tidak tertutup pula kemungkinan diberikannya tambahan zat besi terhadap pasien seperti vitamin atau Fe sesuai dengan kondisi pasiennyajika sudah mengalami anemia yang akut. Dapat dilihat dari Hb taupun cirri-ciri fisik lainnya. Terutama hal yang dilakukan adalah pengobatan terhadap cacingnya terlebih dahulu.

3. Dari manjemen terapi yang ditampilkan, ada beberapa jenis obat. Bagaimanakah pemilihan obat secara tepat untuk digunakan ?

Jawab:
Pemakaian obat yang paling tepat untuk pasien disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pasien serta bagaimana tingkat keparahan penyakit yang diderita oleh pasien. Begitu juga dalam kasus pemilihan obat cacing ini. Ada line atau tahapan yang tepat dalam pemilihan obat berupa obat pilihan lini pertam, kedua hingga ketiga. Untuk pengobatan sparganosis ini, lini pertama yang dapat diberikan adalah prazikuntel, kedua adalah oksamnikuin, ketiga metrifonat. Namun, disesuaikan dengan efek samping serta kontra indikasi pasien dan tingkat keparahan yang dialami pasien.

4. Kenapa pemakaian atabrin dalam keadaan perut kosong disertai pemberian Na. Bikarbotas?

Jawab:
D. latum dalam tubuh manusia berkembang didalam usus. Atabrin merupakan obat golongan basa yang dapat bekerja aktif dalam suasana basa pula. Sehingganya, atabrin

digunakan saat perut dalam keadaan kosong dimana ususakan berada pada Ph yang tinggi bersifat basa pula. Namun, atabrin sebelum sampai pada usus, akan melewati lambung yang dalam keadaan perut kosong akan bersifat asam, sehingga atabrin menjadi molekul saat melewati lambung. Sehingga ditambahkan dengan na. bikarbonas untuk menjadikannya erion kembali dalam suasana basa, dengan demikian atabrin dapat bekerja secara maksimum di usus dalam keadaan basa.

5. Bagaimana kita melihat dari pemeriksaan tersebut ada larva?


Jawab : Dari pemeriksaan laboratorium menggunakan mikroskop dengan sampelnya menggunakan tinja manusia. 6. Bagaimana kerja niklosamid melisiskan cacing?

Jawab :
Ia akan menghambat reaksi pertukaran ATP dan ADP yang merupakan proses pertukaran energy sehingga cacing yang dipengaruhi akan dirusak sehingga sebagian skoleks dan segmen dicerna dan tidak dapat ditemukan lagi dalam tinja.

7. Niklosamid tidak larut air,apakah bisa tembus ke plasenta? Metrifonat apa hanya untuk sparganosis? Jawab : Niklosamid memang bersifat lipofil dan ia bisa tembus ke plasenta, tapi obat ini termasuk sedikit sekali diserap, sehingga lebih efektif pada cacing. Walaupun begitu, ibu hamil tetap harus hati-hati dalam mengonsumsi obat cacing walaupun niklosamid yang aman untuk ibu hamil.

Metrifonat tidak bisa untuk D.latum karena obat ini spektrumnya sempit yaitu prodrug yang hanya menghambat kolinesterase.

Anda mungkin juga menyukai