A. PENGERTIAN DEVOSI 1. Dari bahasa Latin devotio, berarti: kebaktian, pengorbanan, penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Menunjuk sikap hati dan perwujudannya dari seseorang dalam mengarahkan diri kepada sesuatu atau seseorang yang dijunjung tinggi dan dicintai. 2. Dalam tradisi kristiani, istilah devosi biasa dipahami sebagai bentuk penghayatan dan pengungkapan iman kristiani di luar liturgi resmi: bersifat spontan dan lebih bebas, dapat dibawakan baik secara pribadi maupun bersama. 3. Devosi sangat dianjurkan oleh Gereja, (lihat: SC.no.12-13). Apa yang tidak tertampung dalam liturgi resmi dapat ditemukan dalam praktek devosi umat. Devosi umat merupakan praktek keagamaan populer yang mudah diterima, dipahami, dan dilaksanakan oleh umat.
B. MEMAHAMI DEVOSI DARI DIMENSI HISTORIS LITURGIS, ANTHROPOLOGIS, DAN AGAMA KERAKYATAN
1. Dimensi Historis Liturgis a. Devosi sudah ada sejak awal sejarah hidup Gereja. * Yoh 6:51-58 iman akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi, * Luk 1:39-56, Kis 1:14 penghormatan kepada Maria. b. Abad pertama: penghormatan kepada orang-orang Kudus. c. Abad kedua: penghormatan kepada para martir.
d. Abad pertengahan: praktek devosi umat semakin berkembang pesat. Liturgi menjadi urusan kaum klerus saja dan umat menjadi terasing dari liturgi resmi. Keterasingan dan ketidakterlibatan umat dalam liturgi menyebabkan kehausan dan kerinduan umat akan bentuk-bentuk pengungkapan iman yang lebih mudah, sederhana, dan memuaskan kebutuhan afeksinya. e. Konsili Vatikan II menekankan pentingnya pemahaman umat atas liturgi dan keterlibatan umat dalam liturgi secara penuh dan aktif. Devosi ditempatkan dalam keselarasannya dengan liturgi Gereja.
2. Dimensi Anthropologis Secara anthropologis, devosi umat menjawab kebutuhan afeksi dan emosi. Dalam devosi, aspek perasaan, afeksi, dan emosi mendapat tempat yang penting dan utama. Dalam devosi yang penting bukanlah keindahan rumusan doa yang secara teologis lengkap dan bagus, tetapi unsur perasaan yang ditumbuhkan dan mendapat tempat yang cukup pada praktek doa devosi itu. 3. Dimensi Agama Kerakyatan Dipandang dari dimensi agama kerakyatan, devosi itu sesuai dengan pengalaman religius umat manusia. Pengalaman religius adalah pengalaman dasar setiap manusia yang merindukan kebahagiaan sejati yang diyakini ada dan dijamin oleh Yang Ilahi atau Yang Transenden. Pengalaman kerinduan akan Yang ilahi ini merupakan pengalaman yang menyentuh setiap orang di mana pun dan kapan pun. Inti pengalaman religius itu selalu sama, namun bentuk ungkapannya amat berbeda-beda. Dalam liturgi resmi, praktek religius setempat kurang mendapat tempat yang memadai. Dengan demikian devosi umat mempunyai peran menampung berbagai praktek religius setempat, yang barangkali masih harus dimurnikan seturut iman kristiani.
C. TEOLOGI DEVOSI Misteri kehadiran Sang Sabda yang mau menjadi manusia menyatakan penerimaan Allah terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia. Melalui misteri inkarnasi dan penjelmaan-Nya, Tuhan Yesus Kristus mengangkat seluruh kemanusiaan kita dengan segala budaya dan ungkapannya sebagai medan dan sarana perjumpaan kita dengan Allah. Roh Kudus selalu mengantar manusia kepada Allah, (Rom 5:5, Yoh 14:26, Rom 8:15). Devosi itu menampilkan sisi pemahaman dan penghayatan iman umat yang beragam. Secara teologis, dalam devosi bukan cara atau teknik ungkapan iman yang paling menentukan, tetapi isi iman. Isi iman itu barangkali dipahami dan dihayati menurut taraf rakyat dan bukan taraf teolog, akan tetapi bisa sungguh-sungguh mengungkapkan kepercayaan total dan tanpa syarat kepada Allah sendiri.
Terdapat perbedaan cara penyembahan-latria dan penghormatan-dulia: 1. Penyembahan tertinggi-latria ini diwujudkan dalam perayaan Ekaristi, yaitu doa Gereja yang disampaikan dalam nama Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. 2. Penghormatan-dulia kepada Maria dinyatakan misalnya dalam doa-doa rosario, novena, nyanyian, baik sebagai doa pribadi ataupun kelompok. 3. Sedangkan penghormatan dulia relatif terlihat jika umat Katolik berlutut saat berdoa di depan patung Yesus dan patung Bunda Maria, karena yang dihormati bukan patungnya, tetapi pribadi yang diwakilkannya, yaitu Tuhan Yesus, dan Bunda Maria.