Pendahuluan
Kelainan kulit pada bayi baru lahir bisa
dikarenakan faktor genetik maupun non genetik. Kelainan genetik pada kulit bayi contohnya antara lain collodion baby atau iktiosis lamelar, iktiosis harlequin, dan iktiosis.
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
Di Amerika Serikat prevalensi iktiosis lamelar
kurang dari 1 kasus per 300.000 individu. Di Departemen Kulit dan Kelamin subbagian Dermatologi Anak FKUI/RSCM mulai tahun 2001 sampai dengan bulan Mei 2006 didapatkan 18 kasus iktiosis dengan perbandingan 10 kasus (56%) iktiosis vulgaris (IV), 6 kasus (33%) IL dan 2 kasus (11%) NCIE
Mortalitas / Morbiditas
Dalam periode neonatal, menyusul penumpukan
membran kolodion, bayi baru lahir beresiko terkena sepsis sekunder dan dehidrasi hipernatremik. Pada saat memasuki usia anak, hiperkeratosis dapat mengganggu fungsi kelenjar keringat normal intoleransi panas. Ektropion dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk sepenuhnya menutup kelopak mata dan dapat menyebabkan keratitis akibat paparan dari luar.
Ras
Iktiosis lamelar dapat mempengaruhi semua
populasi.
Jenis Kelamin
Insiden pada pria dan wanita adalah sama.
Usia
Penyakit ini hadir pada saat lahir dan bertahan
PATOFISIOLOGI
Guna mempertahankan integritas fungsional
jaringan dari infeksi bakteri, epidermis dapat menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau disebut keratinisasi. Terdapat Cornified Envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami keratinisasi, tersusun dari ikatan silang protein dan lipid yang bertemu saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam struktur CE menggantikan membrane plasma dan integritasnya sangat vital dalam fungsi pertahanan, misalnya terhadap infeksi.
yang diketahui menjadi faktor penyebab IL. Pasien dengan iktiosis lamelar mempercepat perputaran epidermis dengan cara proliferasi hiperkeratosis. Hal ini melibatkan mutasi pada gen untuk transglutaminase 1 (TGM1). Enzim transglutaminase 1 terlibat dalam pembentukan Cornified Envelope (CE) sel. Formasi CE adalah bangunan yang penting dalam lapisan lipid interseluler normal pada stratum korneum. Dengan demikian, mutasi pada TGM1 menyebabkan cacat pada lapisan lipid interseluler dalam stratum korneum, yang nantinya menyebabkan kelainan dari fungsi penghalang/barier dari stratum korneum.
DIAGNOSIS
Iktiosis lamellar merupakan kelainan kulit dengan
kerusakan kornifikasi yang berat, umumnya terjadi pada bayi lahir kurang bulan dan disertai kelahiran bayi kolodion. Resiko munculnya keturunan dengan penyakit yang sama dari kedua orang tua karier resesif autosomal 25%. Pewarisan resesif autosomal akan menampakkan kelainan (fenotip) ketika alel muncul dalam keadaan homozigot dari kedua orang tua karier yang tampak sehat dan normal. Pada resesif autosomal biasanya tidak didapatkan penyakit yang serupa dalam 1 2 generasi sebelumnya dan konsanguinitas
lebar, kecoklatan, generalisata dengan predileksi daerah fleksor dan adanya penebalan pada telapak tangan dan kaki (palmoplantar keratoderma). Kulit kering, retak-retak akibat penyumbatan kelenjar keringat. Manifestasi lain pada IL yaitu adanya kelopak mata terangkat keatas (ektropion), mulut berbentuk huruf O (eklabium), distrofi kuku (nail dystrophy), alopesia sikatrik pada daerah berambut (alis dan kepala) serta hipoplasi kartilago nasal dan aurikula.
Diagnosa Banding
Iktiosis vulgaris (IV)
erythroderma (NCIE)
IL
NCIE
IV
XLI
Pola pewarisan
Autosomal resesif
Autosomal resesif
Autosomal dominan
X-linked resesif
Insidensi
1:300.000
1:100.000-200.00
1:250
1:2.000-6.000 laki-laki
Manifestasi klinis
Skuama
lebar,
tebal, Skuama
putih, Kulit
kering
dengan bersisik, terutama pada ekstremitas, dan dada. daerah ekstremitas Hiperkeratosis retensi.
dengan
atau
tanpa
fleksural.
eritroderma ringan.
Manifestasi lain
ditemukan Keratosis folikular dan Hernia inguinal. sikatriks, dermatitis atopik. dan
PENATALAKSANAAN
Pada kasus yang berat bayi baru lahir di kirim ke unit perawatan
intensif neonatal untuk mengawasi secara ketat cairan, elektrolit, dan tanda-tanda sepsis. Debridement manual membran kolodion tidak dianjurkan. Gangguan ini tidak dapat disembuhkan, oleh sebab itu pengobatan selanjutnyadiarahkan pada penurunan gejala. Emolien harus diterapkan setelah mandi atau mandi. Stratum korneum dapat menyerap 6 kali dari beratnya dalam air, dan emolien berat, seperti jelly petrolatum (Vaseline) atau air dalam preparat minyak (misalnya, Eucerin) sebaiknya diberikan ketika kulit masih basah. Alpha-hydroxy acid, seperti asam laktat (misalnya, Lac-Hydrin), membantu mengurangi adhesi corneocyte dan mengurangi ketebalan epidermis. Krim urea dapat membantu melembutkan sisik. Asam salisilat dalam kombinasi dengan propilen glikol membantu menghilangkan sisik gelap. Penggunaan salisilat topikal di daerah yang luas harus sangat hati-hati, terutama pada anak-anak, karena terdapat laporan mengenai intoksikasi salisilat sistemik. Asam retinoat topikal (misalnya, Retin-A) mengurangi ketebalan
- DAN
Urea topikal: (40-50%) oleskan pada daerah yang terkena dua kali sehari
atau
Amonium laktat topical (12%) dioleskan pada daerah yang terkena dua
kali sehari
- DAN
Asam salisilat topikal (3-6%) dioleskan pada daerah yang terkena dua
kali sehari
atau
Asam laktat topikal (10%) dioleskan pada daerah yang terkena dua kali
sehari
atau
Asam glikolat topikal (4-10%) dioleskan pada daerah yang terkena dua
kali sehari
Tambahan (adjunctive) Retinoid topikal Retinoid topikal juga telah dilaporkan efektif untuk pengobatan iktiosis lamelar dan dapat digunakan sebagai tambahan pada terapi yang telah disebutkan sebelumnya. Karena iritasi adalah efek samping yang umum, retinoid topikal dianggap sebagai terapi tambahan jika pelembab, humektan, dan keratolytics saja tidak berhasil mengendalikan penyakit. Pilihan Primer Tretinoin topikal (0,025 sampai 0,1%) dioleskan pada daerah yang terkena sekali sehari pada malam hari ATAU Adapalene topikal (0,1 sampai 0,3%) dioleskan pada daerah yang terkena sekali sehari pada malam hari ATAU Tazarotene topikal (0,05 sampai 0,1%) dioleskan pada daerah yang terkena sekali sehari pada malam hari
Retinoid oral adalah pengobatan lini kedua yang sangat efektif untuk iktiosis lamelar, dan memiliki efek samping jangka panjang yang merugikan tetapi relatif baik dan aman dengan monitoring yang tepat. Pengobatan dengan terapi sistemik dapat memakan waktu yang lama. Pemberian harus disertai pemantauan darah rutin (bulanan selama 3 bulan, kemudian triwulan) untuk memantau lipid puasa dan enzim liver. Pilihan Primer acitretin: 25-50 mg oral sekali sehari sampai terjadi perbaikan, kemudian tappering ke 10-25 mg dua sampai tiga kali perminggu.
Plus Parafin kuning lunak: oleskan pada daerah yang terkena
DAN Urea topikal: (40-50%) oleskan pada daerah yang terkena dua kali sehari atau Amonium laktat topical (12%) dioleskan pada daerah yang terkena dua kali sehari - DAN Asam salisilat topikal (3-6%) dioleskan pada daerah yang terkena dua kali sehari atau Asam laktat topikal (10%) dioleskan pada daerah yang terkena dua kali sehari atau Asam glikolat topikal (4-10%) dioleskan pada daerah yang terkena dua kali sehari
PROGNOSIS
Pasien dengan iktiosis lamelar memiliki rentang
hidup yang normal. Pasien mungkin memerlukan terapi sistemik dengan retinoid. Alopesia dan / atau ektropion dapat berkembang pada pasien dengan iktiosis lamelar. Pengobatan dengan terapi sistemik dapat memakan waktu yang lama.
KOMPLIKASI
gangguan fungsi epidermis yang menyebabkan hilangnya cairan
dan panas tubuh. Akibat gangguan tersebut dapat terjadi hipotermi, dehidrasi hipernatremi, sepsis dan toksik terhadap obat topikal. Penyerapan sistemik dari obat topikal dapat terjadi ketika terdapat erosi yang luas atau fisura pada kulit. Jika preparat yang digunakan mengandung salisilat, sejumlah zat yang dapat menjadi toksik kemudian terserap. Pelipatan kelopak mata bawah ke arah luar (ektropion) dapat terjadi pada pasien iktiosis lamellar. Perawatan awal mungkin melibatkan penggunaan air mata buatan. Kasus yang parah dapat diobati dengan operasi jika diperlukan. Efek samping jangka panjang penggunaan retinoid sistemik antara lain peningkatan trigliserida dan kalsifikasi di tendon dan / atau ligamen. Sisik tebal dan bergelombang yang terkait dengan hiperkeratosis epidermolitik dan eritroderma iktiosiform kongenital bulosa dapat menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri di kulit (infeksi bakteri sekunder)dan menyebabkan bau busuk. Meskipun hal ini sering tidak mengancam kesehatan keseluruhan dari pasien,