Anda di halaman 1dari 19

dr. M. Yulis Hamidy, M.

Kes

Berpikir kritis merupakan cara praktis untuk memahami masalah kesehatan dan untuk mengambil keputusan yang tepat sehubungan dengan permasalahan tersebut. Ilmu kedokteran membutuhkan kemampuan berpikir kritis, baik dalam pendidikan kedokteran maupun dalam praktek klinis.

Tujuan berpikir kritis untuk mendapatkan pemahaman, mengevaluasi dan kemudian menyelesaikan suatu permasalahan. Berpikir kritis merupakan suatu keterampilan generik yang harus dimiliki oleh para peserta didik.
Maiorana (1992)

the dispositions to provide evidence in support of ones

conclusions and to request evidence from others before accepting their conclusions.

Hudgins dan Edelman (1986)

Proses untuk menentukan keaslian, akurasi dan nilai dari suatu informasi atau pengetahuan. Beyer (1985) Kemampuan untuk mengidentifikasi suatu masalah dan asumsiasumsi yang berhubungan dengan masalah tersebut, mengklarifikasi dan memusatkan perhatian pada masalah, serta menganalisis, memahami dan menggunakan inferensi-inferensi, logika induktif dan deduktif, mempertimbangkan validitas dan reliabilitas dari asumsi tersebut, dan menggunakan berbagai sumber untuk mencari data atau informasi yang diperlukan. Kennedy et al (1991)

Ciri-ciri berpikir kritis yang ideal: mempunyai sifat ingin tahu, menerima informasi, dapat memberikan alasan, bersifat terbuka, fleksibel, melakukan evaluasi dengan jujur, jujur terhadap kekurangan sendiri, bijaksana dalam mengambil keputusan, selalu mempertimbangkan sesuatu, mencari kejelasan terhadap suatu masalah, pandai mencari informasi yang relevan, mempunyai alasan yang kuat dalam memilih suatu kriteria, memeriksa sesuatu terlebih dahulu dan tetap mencari hasil-hasil yang tepat untuk suatu subjek Facione (1990)

Karakteristik dari proses berpikir kritis, yaitu: Menanyakan pertanyaan yang tepat Menilai suatu pernyataan dan argumen Menyadari kekurangan atas informasi Mempunyai rasa ingin tahu Tertarik menemukan suatu solusi yang baru Mampu menetapkan kriteria untuk menganalisis suatu ide Mempunyai keinginan untuk menguji keyakinan, asumsi dan opini terhadap fakta Mendengarkan dengan baik dan mampu memberikan umpan balik

Menyadari bahwa berpikir kritis merupakan suatu lifelong process of self assessment Membuat keputusan setelah semua fakta telah didapatkan dan dipertimbangkan Mencari fakta untuk mendukung asumsi dan keyakinan Mampu menyesuaikan opini ketika suatu fakta baru ditemukan Melakukan pembuktian Menguji suatu masalah dengan cermat Mampu menolak informasi yang tidak benar dan tidak relevan Ferrett (1996)

Menggunakan fakta-fakta yang ada dengan baik Mengorganisir pikirannya dengan baik Mampu membedakan antara yang valid dengan yang tidak valid Menunda pengambilan keputusan sampai betulbetul didapatkan bukti-bukti yang cukup Memahami perbedaan antara reasoning dengan

rationalizing

Berusaha untuk mengantisipasi konsekuensi yang mungkin ditimbulkan oleh suatu tindakan Memahami ide Mampu melihat adanya kesamaan dan analogi yang tidak terlihat dengan nyata Dapat belajar secara mandiri dan mempunyai perhatian untuk melakukannya

Mengaplikasikan suatu teknik penyelesaian masalah dari apa yang sudah dipelajarinya Dapat membentuk struktur informal dari masalah yang dihadapinya berdasarkan teknik formal Dapat memilah istilah-istilah yang tidak relevan Mempunyai kebiasaan untuk menanyakan pendapatnya sendiri dan berusaha untuk memahami asumsi dan implikasinya Sensitif terhadap perbedaan antara validitas dan intensitas Tanggap terhadap fakta bahwa pemahaman seseorang bersifat terbatas Menyadari kelemahan opini sendiri, kemungkinan adanya bias dari opini tersebut dan bahaya-bahaya yang mungkin akan ditimbulkannya. Nickerson (1987)

Truthseeking, yaitu adanya keinginan untuk mendapatkan

pengetahuan yang terbaik dalam konteks tertentu. Open mindness. Adanya toleransi terhadap cara pandang yang berbeda dan melakukan self monitoring terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi. Analyticity. Kebutuhan akan pentingnya alasan dan fakta, siap untuk situasi atau permasalahan yang mungkin terjadi dan siap untuk mengantisipasi konsekuensinya. Systematicity. Melakukan pendekatan yang terorganisir, terfokus dan sistematis dalam menghadapai suatu masalah yang kompleks. Inquisitiveness. Selalu berusaha untuk mendapatkan pengetahuan dan penjelasan yang tepat meskipun apa yang diharapkan tidak langsung didapatkan. Maturity. Bijaksana dalam membuat, menunda ataupun memperbaiki suatu keputusan. American Philosophical Associations (1990)

Bekerja tanpa berpikir (impulsif) Ketergantungan yang tinggi (overdependent) Menggunakan strategi goal-incompatible Tidak komprehensif Bersifat dogmatis terhadap apa yang telah dipercayainya Bersifat kaku (rigiditas/infleksibelitas) Kurang percaya diri Menganggap proses berpikir kritis sebagai hal yang membuang-buang waktu saja (anti intelektual) Raths et al (1966)

Berpikir kritis merupakan inti dari proses belajar sepanjang hayat, sehingga akan meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas dari para lulusan saat mereka masuk dalam dunia kerja.

Critical thinking as a generic skills

Pandangan terhadap berpikir kritis sebagai suatu keterampilan generik bersumber pada dua hal.

Dalam psikologi kognitif, adalah penggunaan keterampilan kognitif atau strategi yang meningkatkan probabilitas dari sesuatu yang diharapkan. Keterampilan tersebut meliputi problem solving, reasoning, dan decision making. Dari sudut pandang filosofi, berpikir kritis merupakan keterampilan umum atau kemampuan untuk menilai suatu kenyataan.

Critical thinking as an embedded skill


Berpikir kritis merupakan suatu kombinasi dari keinginan untuk suatu proses berpikir dengan pengetahuan dan keterampilan kritis. Keterampilan kritis terdiri dari kemampuan untuk melakukan refleksi, bertanya dengan efektif, dan menunda suatu pertimbangan atau kepercayaan dengan pengetahuan yang relevan.

Critical thinking as a component of the skills of the autonomous learner


Berpikir kritis merupakan salah satu karakteristik penting untuk self directed

learning atau autonomous learning dan self assessment.

Critical thinking for critical being

Bernett (1997) meninjau konsep kritis dari dua sudut;


pertama, terdiri dari empat level kritis, yaitu operasionalisasi dari kemampuan untuk berpikir kritis, refleksivitas, membangun suatu tradisi dan mentransformasi suatu kritikan. kedua terdiri dari tiga domain yaitu pengetahuan, diri sendiri dan lingkungan yang akan membentuk tiga macam criticality, yaitu critical reason, critical self reflection dan critical action.

Tugas dokter adalah membuat keputusan tentang diagnosis dan penyelesaian masalah kesehatan yang dihadapi pasien. Keputusan yang diambil dokter dilakukan berdasarkan pemahamannya tentang kondisi pasien dan eksplorasinya terhadap area di mana mungkin saja terjadi perbedaan dalam nilai-nilai dan opini. Hal ini merupakan dasar dari penalaran klinis.

Berpikir kritis sangat berhubungan erat dengan penalaran klinis. Dengan berpikir kritis akan didapatkan suatu pertimbangan klinis yang baik sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang tepat dalam menegakkan diagnosis pasien dan dapat dipilih pula penatalaksanaan yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai