Anda di halaman 1dari 56

Pendahuluan

Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, membuat

individu yang menderitanya menjadi tidak berdaya. Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1% populasi, biasanya bermula dibawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup dan mengenai orang dari semua kelas sosial. Pasien dan keluarga sering mendapatkan pelayanan yang buruk dan pengasingan sosial karena ketidaktahuan yang meluas akan gangguan ini. Skizofrenia mungkin terdiri dari sekumpulan gangguan dengan etiologi yang heterogen dan mencakup pasien dengan presentasi klinis, respon terhadap terapi dan perjalanan penyakit yang bervariasi.

Etiologi
Skizofrenia disikusikan seolah-olah sebagai suatu

penyakit tunggal namun kategori diagnositiknya mencakup sekumpulan gangguan, mungkin dengna kausa yang heterogen, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak serupa.

Etiologi
Model diatesis-stres
Neuropatologi Neurotransmiter Hipotesis dopamin Neurotransmiter lain

Model Diastesis Stress


Integrasi faktor biologi, psikososial dan lingkungan.
Diastesis: kerentanan Diatesis atau stres dapat berupa stres biologis

(infeksi), lingkungan (psikologis seperti situasi keluarga yang penuh tekanan) atau keduanya.

Neuropatologi
Patofisiologi area otak tertentu seperti sistem limbik,

korteks frontal, serebelum dan ganglia basalis. Sistem limbik (fungsi pengendalian emosi) merupakan lokasi potensial proses patologi pada sebagian besar kasus skizofrenik. Ganglia basalis juga menjadi pusat perhatian dari skizofrenia karena 2 alasan, yaitu:
Pasien skizofrenia sering menunjukkan gerakan aneh.

Beberapa kelainan neurologis yang melibatkan ganglia

basalis seperti penyakit Huntington sering terkait psikosis pada pasien.

Hipotesis Dopamin
Aktivitas dopaminergik berlebihan pada pasien

skizofren. Teori ini didukung oleh dua pengamatan, antara lain:


Kemanjuran sebagian besar obat antipsikotik (antagonis

reseptor dopamin) berkorelasi dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik seperti amfetamin bersifat psikotomimetik.

Neurotransmiter lain diantaranya adalah serotonin,

norepinefrin, GABA, glutamat, dan beberapa neuropeptida (kolesistokinin dan neurotensis).

Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup skizofrenia

sekitar 1%. Studi epidemilogi catchment area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6 sampai 1,9%. Menurut DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik (cth. Insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia.

Gender dan Usia


Skizofrenia setara prevalensinya pada pria dan wanita. Awitan terjadi lebih dini pada pria dibandingkan wanita. Usia puncak awitan adalah 8-25 tahun untuk pria dan 25-35

untuk wanita. Secara umum hasil akhir pasien skizofrenik wanita lebih baik dibanding hasil akhir pasien skizofrenik pria. Bila awitan terjadi setelah usia 45, gangguan ini dicirikan sebagai skizofrenia awitan-lambat. Skizofrenia dimulai antara masa remaja menengah sampai dewasa muda, tetapi lebih sering mengenai lelaki daripada perempuan, dan lelaki bila menderita skizofrenia lebih parah daripada perempuan.

Infeksi dan Musim saat Lahir


Orang-orang yang mengalami skizofrenia

kemungkinan besar dilahirkan di musim dingin dan awal musim semi dan jarang yang dilahirkan pada akhir musim semi dan musim panas. Satu hipotesis menyatakan bahwa faktor risiko spesifik-musim, seperti virus atau perubahan musiman dalam diet, mungkin berlaku dalam hal ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa frekuensi skizofrenia meningkat setelah pajanan terhadap influenza-yang terjadi pada musim dingin selama trimeser kedua kehamilan.

Distribusi Geografik
Skizofrenia tidak terdistribusi secara merata di seluruh

penjuru Amerika Serikat maupun dunia. Secara historis, prevalensi skizofrenia di bagian timur laut dan barat Amerika Serikat lebih besar daripada di daerah lain, meski distribusi yang tidak merapat ini telah terkikis. Sejumlah regio geografis bumi seperti Irlandia memiliki prevalensi skizofrenia yang luar biasa tinggi dan para peneliti menginterpretasikan kantung skizofrenia geografis sebagai kemungkinan dukungan terhadap teori kausa skizofrenia infektif.

Faktor Reproduktif
Penggunaan obat psikoterapeutik, kebijakan terbuka

dirumah sakit, deinstitusionalisasi di rumah sakit pemerintah, penekanan pada rehabilitasi dan perawatan berbasis masyarakat untuk pasien skizofrenia, semuanya telah menyebabkan peningkatan angka pernikahan dan kesuburan di antara pasien skizofrenia. Akibatnya, jumlah anak yang dilahirkan oleh orang tua skizofrenik terus meningkat. Keluarga biologis derajat pertama pasien skizofrenik memiliki risiko terkena penyakit sepuluh kali lebih besar dibanding populasi umum.

Penyakit Medis
Orang dengan skizofrenia memiliki angka kematian

akibat kecelakaan dan penyebab alami yang lebih tinggi daripada populasi umum. Sejulah studi menunjukkan bahwa hingga 80% dari semua pasien skizofrenik mengalami penyakit medis yang signifikan pada saat yang bersamaan dan bahwa hingga 50% kondisi ini mungkin tidak terdiagnosis.

Risiko Bunuh Diri


Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian pada orang yang menderita skizofrenia.
Hingga 10% orang dengan skizofrenia mungkin

meninggal akibat percobaan bunuh diri. Faktor-faktor seperti penyakit depresif, riwayat percobaan bunuh diri, pengangguran dan penolakan yang baru terjadi juga meningkatkan risiko bunuh diri.

Penggunaan Zat
Sebagian besar survei telah melaporkan bahwa lebih dari

pasien skizofrenia merokok kretek dibanding kurang dari setengah pasien psikiatri lain secara keseluruhan. Merokok kretek juga mempengaruhi aspek lain perawatan skizofrenik. Sejumlah studi melaporkan bahwa merokok kretek dikaitkan dengan penggunaan obat antipsikotik dalam dosis yang lebih tinggi mungkin karena merokok kretek meningkatkan laju metabolisme obat-obatan tersebut. Kurang lebih 30-50% pasien skizofrenia mungkin memenuhi kriteria penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol; dua zat lain yang paling sering digunakan adalah kanabis (kurang lebih 15-25%) dan kokain (5-10%).

Faktor Populasi
Prevalensi skizofrenia berkorelasi dengan kepadatan

populasi lokal di kota dengan populasi leibh dari 1 huta orang. Korelasi ini lebih lemah di kota yang berpenduduk 100.000-500.000 orang dan tidak terdapat di kota dengan penduduk kurang dari 10.000 orang. Efek kepadatan penduduk sejalan dengan pengamatan bahwa insiden skizofrenia pada anak dengan salah satu atau kedua orangtua skizofrenik dua kali lebih tinggi di perkotaan dibanding di masyarakat pedesaan. Pengamatan ini menyatakan bahwa stresor sosial di suasana perkotaan mempengaruhi timbulnya skizofrenia pada orang yang berisiko.

Gambaran Klinis
Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk

dan isi pikiran, persepsi, dan emosi serta perilaku. Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya dan cenderung menarik diri secara sosial. Gangguan Pembicaraan

Asosiasi longgar berarti tidak adanya hubungan antaride. Inkoherensi. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik seperti dikatakan

merah bila dimaksudkan berani. Neologisme Mutisme Blocking

Gambaran Klinis
Gangguan Perilaku Katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh gelisah. Fleksibilitas serea dan katalepsi. Stereotipi Manerisme Negativisme Ekholalia Ekhopraxia Gangguan Afek Kedangkalan respon emosi Anhedonia Parathimi Paramimi Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan

Gambaran Klinis
Gangguan Persepsi Halusinasi tanpa penurunan kesadaran Halusinasi auditorik, olfatorik, gustatorik atau taktil. Gangguan Pikiran Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar.

Diagnosis

Diagnosis

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Skizofrenia


Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis

skizofrenia; gangguan pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 35 pada kriteria A. Kriteria B membutuhkan adanya hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit. Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal berikut harus ada (1) gema pikiran (thought echo), insersi atau penarikan pikiran atau siar pikiran atau (2) waham kendali, pengaruh atau pasivitas; (3) suara-suara halusinasi yang terus menerus mengomentari perilaku pasien atau saling mendiskusikan pasien atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian tubuh tertentu; dan (4) waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk akal.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Skizofrenia


Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut

ada:
(1) halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap

hari selama sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham (yang mungkin mengambang atau baru separuh terbentuk); (2) neologisme, jeda atau interpolasi dalam arus pikir yang mengakibatkan inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan; (3) perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor; serta (4) gejala negatif seperti apati yang nyata, miskin isi pembicaraan dan respon emosional tumpul serta ganjil (harus ditegakkan bahwa hal ini bukan disebabkan depresi atau pengobatan antipsikotik).

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Menurut PPDGJ-III atau ICD-10

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Menurut PPDGJ-III atau ICD-10

Subtipe
Tipe katatonik Yang menonjol simtom katatonik. Tipe disorganized Adanya kekacauan dalam bicara dan perilaku, dan afek yang tidak sesuai atau datar. Tipe paranoid Simtom yang menonjol merupakan adanya preokupasi dengan waham atau halusinasi yang sering. Tipe tak terinci (undifferentiated) Adanya gambaran simtom fase aktif, tetapi tidak sesuai dengan kriteria untuk skizofrenia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua kriteria untuk skizofrenia katatonik, disorganized, dan paranoid terpenuhi. Tipe residual Merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi simtom fase aktif tidak lagi dijumpai.

Subtipe

Subtipe

Subtipe

Prognosis

Tatalaksana
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Terapi Psikososial

Terapi Medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati

Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).

Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut

antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. 1. Haldol (haloperidol) 2. Mellaril (thioridazine) 3. Navane (thiothixene) 4. Prolixin (fluphenazine) 5. Stelazine ( trifluoperazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine) 7. Trilafon (perphenazine)

Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal

karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperdal (risperidone) Seroquel (quetiapine) Zyprexa (olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.

Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan

antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

Terapi Psikososial
Pelatihan keterampilan sosial
Terapi berorientasi keluarga Terapi kelompok

Terapi perilaku kognitif

Pendahuluan
Gangguan skizoafektif mempunyai gambaran baik

skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood). Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif telah berubah seiring waktu, sebagian besar merupakan refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan gangguan mood; namun tetap merupakan diagnosis yang paling baik untuk pasien yang mempunyai gejala campuran keduanya.

Etiologi
Tidak diketahui, namun 4 model konseptual telah

dikembangkan, yaitu:
Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi

simultan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi simultan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang mencakup ketiga kemungkinan pertama.

Etiologi
Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan

dalam kerabat proban dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolal namun, keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif berisiko lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan mood.

Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%,

mungkin berkisar 0,5-0,8%. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan gangguan skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan diagnosisnya. Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada orang tua daripada orang muda dan tipe bipolar lebih sering pada dewasa muda daripada dewasa tua. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah pada lakilaki daripada perempuan, terutama perempuan menikah, usia awitan untuk perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.

Diagnosis

Prognosis
Mengingat ketidakpastian dan berkembangnya diagnosis

gangguan skizoafektif, perjalanan jangka panjang dan prognosis gangguan ini sulit ditentukan. Berdasarkan definisi diagnosis, kita dapat mengharapkan pasien dengan gangguan skizoafektif mengalami perjalanan yang sama seperti gangguan mood episodik, skizofrenik kronik atau beberapa hasil intermedia. Peningkatan adanya gejala skizofrenik memprediksi prognosis lebih buruk. Setelah 1 tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai hasil berbeda yang bergantung apakah gejala dominannya afektif (prognosis lebih baik) atau skizofrenik (prognosis lebih buruk)..

Tatalaksana
Mood stabilizer adalah cara utama pengobatan gangguan

bipolar dan diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif. Pada episode manik, pasien skizoafektif sebaiknya diobat secara agresif dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran konsentrasi terapeutik sedang sampai tinggi di dalam darah. Fase pemeliharaan, pemberiaan dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek samping dan efek potensial terhadap sistem organ dan memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan

Tatalaksana
Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif

menderita akibat episode depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan menyerupai pengobatan depresi bipolar. Pilihan antidepresan sebaiknya memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotoniin selektif (SSRI) sering digunakan sebagai agen lini pertama. Agen antipsikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan skizoafektif.

Pendahuluan
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat

episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran Rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurangkurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu Pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas (depresi). Yang khas ialah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.

Etiologi
Terdapat peran neurotransmiter serotonin pada

gangguan mood. Perubahan fungsi serotonergik otak menunjukkan perubahan fungsi tubuh dan prilaku yang merupakan gejala klinis utama dari depresi, seperti nafsu makan, tidur, fungsi seksual, sensitifitas nyeri, temperatur tubuh, dan irama sirkadian. Pelepasan serotonin hampir konstan sepanjang hari dan mereda selama tidur REM. Pelepasan serotonin neuron relatif konstan danmun rasponsif terhadap stres.

Etiologi
Penemuan penelitian yang paling konsisten adalah korelasi

antara penurunan 5-HIAA (5-Hydroxy-Indole Acetic Acid), metabolit serotonin dengan impulsifitas, agresi dan suicide dengan kekerasan. Studi postmortem menemukan pengurangan jumlah SERT (serotonin transpoter) di korteks frontalis korban bunuh diri dan di hipokampus dan korteks oksipital pasien depresi studi lain melaporkan adanya reduksi 5-HT1A di dorsal raphe dan median raphe dari korban bunuh diri. Penelitian lain menemukan peningkatan reseptor 5-HT2 platelet darah pada pasien depresi atau bunuh diri.

Gejala Klinis
Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya

ekspansivitas, flight of idea, tidur berkurang, harga diri meningkat, serta gagasan kebesaran. Pasien dengan mood menurun menunjukkan hilangnya energi dan minat, rasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, serta pikiran mengenai kematian atau bunuh diri. Gejala atau tanda lain mencakup perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan serta fungsi vegetatif (contoh, tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, serta ritme biologis lainnya). Hampir selalu menimbulkan gangguan fungsi interpersonal, sosial dan pekerjaan.

Gejala Klinis
Pasien yang hanya menderita episode depresif berat

dikatakan memiliki gangguan depresif berat atau depresi unipolar. Pasien dengan episode manik + depresif atau pasien dengan episode manik saja dikatakan memiliki gangguan bipolar.

Diagnosis
Penggolongan dari gangguan afektif bipolar adalah sebagai

berikut : 1. Gangguan afektif bipolar,episode kini hipomanik; dengan ciriciri: (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran) dimasa lampau. 2. Gangguan afektif bipolar,episode kini manik tanpa gejala psikotik;dengan ciri-ciri : (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik. (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

Diagnosis
3. Gangguan afektif bipolar,episode kini manik dengan gejala psikotik; dengan ciri-ciri : (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik; (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,manik,depresif,atau campuran) di masa lampau. 4. Gangguan afektif bipolar,episode kini depresif ringan atau sedang; dengan ciri-ciri : (a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan atau sedang; (b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,manik atau campuran di masa lampau.

Diagnosis
5. Gangguan afektif bipolar,episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik; dengan ciri-ciri : (a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik; (b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,manik atau campuran di masa lampau. 6. Gangguan afektif bipolar,episode kini depresif berat dengan gejala psikotik; dengan ciri-ciri : (a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik; (b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,manik atau campuran di masa lampau.

Diagnosis
7. Gangguan afektif bipolar,episode kini campuran; dengan ciri-ciri : (a) episode sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,hipomanik,dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang,dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); (b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,manik,atau campuran di masa lampau. 8. Gangguan afektif bipolar,kini dalam remisi Pada gangguan ini,individu sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini,tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,manik,atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,manik,depresif,atau campuran)

Tatalaksana
Litium
Valproat Lamotrigin

Antipsikotika Atipik
Intervensi Psikososial Antidepresan

Anda mungkin juga menyukai