Anda di halaman 1dari 23

Oleh : Prima Aditya Wicaksana G1A 212067

Pembimbing : dr. Priyono B. S., Sp. A

Kejang pada neonatus hipoksia otak yang berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari Angka kejadian lebih tinggi (3,9%) pada bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Amerika Serikat sekitar 80-120 per 100.000 neonatus per tahun. Perbandingannya antara 1-5:1000 angka kelahiran. SDKI 2002-2003 angka kematian pada neonatus di Indonesia menduduki angka 57% dari angka kematian bayi (AKB) sedangkan kematian neonatus yang diakibatkan oleh kejang sekitar 10%

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan kejang pada neonatus.

Kejang pada neonatus perubahan paroksismal fungsi neurologis (tingkah laku dan atau fungsi motorik) akibat aktifitas yang terus menerus dari neuron diotak dan terjadi dalam 28 hari pertama kehidupan pada bayi cukup bulan atau sampai usia konsepsi 44 minggu pada bayi kurang bulan

Ensefalopati iskemik hipoksik Perdarahan Intrakranial Metabolik Infeksi Kernikterus/ensefalopati bilirubin Kejang yang berhubungan dengan obat Gangguan Perkembangan Otak Kelainan yang diturunkan Idiopatik

Angka kejadian 1,5-14 per 100 kelahiran hidup Amerika Serikat sekitar 80-120 per 100.000 neonatus per tahun. SDKI 2002-2003 angka kematian pada neonatus di Indonesia yang diakibatkan oleh kejang sekitar 10%.

Clinical seizure : Subtle Tonik Klonik myoklonik Electroenchephalographic seizure : Epileptic Non Epileptic

Susunan dendrit dan remifikasi axonal yang masih dalam proses pertumbuhan

Sinaps exsitatori berkembang mendahului inhibisi


GANGGUAN KESEIMBANGAN

Sinaptogenesis belum sempurna

Neuron kortikal dan hipocampal masih imatur

Mielinisasi pada system efferent di cortical belum lengkap

DEPOLARISASI BERLEBIHAN

KEJANG

Inhibisi kejang oleh system substansia nigra belum berkembang

Mekanisme kejang loncatan muatan listrik yang berlebihan atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi akibat beberapa hal: Gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme pompa Natrium dan Klaium. Hipoksemia dan Hipoglikemia dapt mengakibatkan penurunan yang tajam produksi energi Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmiter dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan Penurunan relatif inhibisi dibanding eksitasi neurotransmitter dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan

Kejang Tonik (Kejang tonik dapat berbentuk umum atau fokal) Kejang Klonik Kejang Mioklonik Kejang subtle

Anamnesis Faktor resiko : Riwayat kejang dalam keluarga Riwayat kehamilan/ prenatal Riwayat persalinan Riwayat pascanatal

Inspeksi dan palpasi kepala depresi, fraktur, moulase yang terlalu hebat Transluminasi penimbunan cairan di subdural setempat, atau adanya kelainan kongenital seperti porensefali atau hidransefali. Bila ubun-ubun menonjol tanpa tanda-tanda infeksi selaput otak dilakukan tap subdural secara hati-hati.11 Funduskopi perdarahan retina menunjukan kemungkinan perdarahn intrakranial, koriorenitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi cytomegalo virus atau rubella. Adanya stasis vaskuler dengan pelebaran vena dengan bentuk berkelokkelok ditemukan pada sindrom hiperviskositas. 9

Pemeriksaan jantung dan paru Pemeriksaan kulit : petekie, sianosis, ikterus, dsb Pemeriksaan abdomen : hepatosplenomegali Pemeriksaan neurologis : bentuk kejang, hemysnydrome, hilangnya reflex moro, dsb

Pemeriksaan Laborat: Glukosa darah, Kalsium dan magnesium darah, Pemeriksaan darah lengkap, diferensiasi leukosit dan trombosit, Elektrolit, Analisis Gas Darah, Analisis dan kultur cairan serebrospinalis, Kultur darah.
Pemeriksaan lainnya Titer TORCH kadar amonia USG kepala dan asam amino dalam urine. EEG: Normal pada sekitar 1/3 kasus USG kepala: Untuk perdarahan dan luka parut CT Scan: Untuk mendiagnosis malformasi dan perdarahan otak

Hipoglikemia Tetanus neonatorum Meningitis Asfiksia neonatorum Perdarahan intraventrikuler

Malformasi otak (15-20%) Retardasi mental Serebral palsy

Terapi etiologi spesifik : Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan akuades sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila diduga hipokalsemia) Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin, kejang akan berhenti dalam beberapa menit

Terapi anti kejang : Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler dalam 5 menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena dalam 30 menit. Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara intramuskuler atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam setelah loading dose. Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam.

Prognosisnya buruk bila : 1. Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6 2. Resusitasi yang tak adekuat 3. Kejang berkepanjangan 4. Kejang timbul <12 jam setelah lahir 5. BBLR 6. Defisit neurologik sampai umur 10 hari 7. Adanya problematika minum yang berlanjut 8. Hipoglikemia , anoxia, malformasi otak Prognosis Baik: hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan subarachnoid

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik, toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu selama waktu ini daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang neonatus tidak sama dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Dengan perawatan yang baik dan benar diharapkan akan memperkecil angka kejadian kejang pada neonatus.

Haslam R. Kejang Neonatus. Editor: Waldo E. Dalam: Buku Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC. 2000; (vol: 3 ed: 15) 2064-2066 Irawan G. Kejang dan spasme. Editor: Kosim M. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008; (edisi 1) 226-249 Adre J. Neonatal seizures. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 507-23. Depkes RI. Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes RI, 2001. Sankar J, Agarwal R. Seizures in the newborn. Department of Pediatrics. All India Institute of Medical Sciences. Dimuat pada tahun 2010. Diunduh dari http://www.newbornwhocc.org diakses tanggal 14 januari 2012 Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 84-92 Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 310-3. Mizrahi EM, Kellaway P. Characterization and classification. In Diagnosis and management of neonatal seizures. Lippincott-Raven, 1998; 15-35 Young TE, Mangum B. Neofax, edisi ke-7, 2004 : 154-155 Etika R. Kejang pada Neonatus. Dimuat pada tahun 2010. Diunduh dari http://www.pediatrik.com/ Diakses tanggal 8 januari 2012. Anonim. Kejang pada bayi baru lahir. Dimuat tahun 2009. Diunduh dari http://www.supportunicefindonesia.org . Diakses tanggal 6 januari 2012. Volpe JJ. Neonatal zeisures. Dalam: Volpe JJ, penyunting. Neurology of the newborn. Edisi ke 4. Philadelphia: W B Saunders, 2001. h. 178-214 Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 569-76. Tjipta G. Kejang pada Neonatus. Dimuat tahun 2008. Diunduh dari http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125NEONATOLOGI-ATAU-PERINATOLOGI diakses tanggal 5 januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai