Anda di halaman 1dari 21

TUGAS TUTORIAL (KDK)

ANGGOTA : 1. A.Rian Stiawan 2. Aprianti 3. Een Trisnawati 4. Ella Riselda 5. Firmansyah 6. Pitri komalasari 7. Hardini Dwikartika Putri PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Luvita Eka Jayanti Nora Victoria Siti Zulaika Suherman Septi Novita Sari Muhammad Kurniawan Zulaika

Reny Triwijayanti, S.Kep., Ns Suzana, S.Kep., M.Kep., Cht

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2013 / 2014

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006). Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995). Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .

Jadi Konstipasi adalah Suatu penurunan frekuensi defekasi yang tidak teratur disertai dengan mengejan saat defekasi, dengan kesulitan keluarnya feses yang sangat keras dan berbentuk dapat menimbulkan nyeri pada rektum

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut: 1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi. 2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik. 3. kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi. 4. Obat penenang 5. Lansia 6. Kelainan saluran GI

8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon 9. Peningkatan stres psikologi. 10. Penyakit-penyakit organik. 11. Umur C. PATOFISIOLOGI Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain: 1. 2. 3. 4. Rangsangan refleks penyekat rektoanal. Relaksasi otot sfingter internal. Relaksasi otot sfingter external Otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intraabdomen).

Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.

1. 2.

Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku

karena tumpukan tinja

Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit

daripada biasanya

3.

Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau kadang-kadang harus mengejan dahulu supaya ataupun dapat terlebih

dibuang,

menekan-nekan perut mengeluarkan tinja

4.

Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.

5.

Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit
akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.

6.

Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk

daripada biasanya
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari

sekali atau lebih).

8.

Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.

Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.

Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.

Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.

1. Pengobatan non-farmakologis a. Latihan usus besar: Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya

b. Diet: Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal.

c.

Olahraga: Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien.

Pengobatan farmakologis Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar : Memperbesar dan melunakkan massa feses Melunakkan dan melicinkan feses Melunakkan dan melicinkan feses Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar .

2.

Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi: 1. Jangan jajan di sembarang tempat. 2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi. 3. Minum air putih minimal 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari. 4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat. 5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar. 6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.

Pasien NyB usia 27 tahun. TD 110/70 mmHg, RR 22 x/m, T : 37,8 c, Nadi 80 x/m, datang ke rumah sakit dengan keluhan sering flatus, mengejan pada saat defekasi, tidak dapat mengeluarkan feses, rasa rectal penuh, feses keras dan berbentuk. 1. Klasifikasi istilah : Defekasi Rasa rectal Flatus Feses

Identifikasi istilah : Defekasi : pembuangan tinja pada rectum Rectal : berhubungan dengan poros usus (rectum) Flatus : gas atau udara yang di keluarkanmelalui anus Feses :Tinja

No 1.

DATA

ETIOLOGI

MASALAH

DS : pasien mengatakan Feses Tidak dapat keluar Nteri Akut mengejan saat defekasi DO : feses keras dan berbentuk TTV:TD 110/70 mmHg, RR 22x/m, T 37,8 C, nadi 80x/m Defekasi mengejan

Terjadi pelebaran otototot rectum yang abnormal

Terjadi luka Nyeri akut

N0 2.

DATA DS : pasien mengatakan tidak dapat mengeluarkan feses DO : pasien tampak mengejan saat defekasi TTV:TD 110/70 mmHg, RR 22x/m, T 37,8 C, NADI 80x/m

ETIOLOGI Resiko faktor kontisipasi Gerakan peristaltik usus Besar Menghantarkan feses ke rectum Merenggangkan ampula dari rectum

MASALAH Konstipasi

Feses keras
Terjadi gangguan pada relaksasi dari spingter anus laterna Konstipasi

NO 3

DATA DS: pasien mengatakan rasa rectal penuh

ETIOLOGI Terjadi tekanan pada rectal

MASALAH Gangguan rasa nyaman

DO: pasien tidak dapat mengeluarkan feses TTV: TD 110/70 mmhg,RR 22x/n, T 37,8 C, NADI 80x/m

Perasaan rectal penuh

Terjadi tekanan pada abdomen Gangguan rasa nyaman

Nyeri Akut b/d Agens Cedera(biologis) Konstipasi b/d Asupan serat tidak cukup Gangguan rasa nyaman ditandai dengan rasa rectal penuh

TERIMA

KASIH

ATAS PARTISIPASI ANDA Mohon maaf apabila terdapat kesalahan

WASSALAMIALAIKUM

Anda mungkin juga menyukai