Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya SMF Kulit dan Kelamin RSUD Ibnu Sina Gresik Definisi dan Gejala Dermatitis Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesika, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Sinonim dermatitis adalah ekzem.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen) misalnya bahan kimia (detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar matahari, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur) dan dapat pula dari dalam (endogen) misalnya dermatitis atopik. BATASAN DERMATITIS KONTAK Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
Dermatitis kontak merupakan perdangan kulit yang disertai dengan adanya spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit. GEJALA KLINIS Kelainan yang terjadi dapat berupa dermatitis akut, sub akut, dan kronik. Lesi yang akut, berupa lesi yang polimorf yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan diatas makula yang eritematus terdapat papula, vesikula, bula, yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.
Bentuk yang kronik gambarannya lebih sederhana, berupa makula hiperpigmentasi disertai likhenifikasi dan ekskoriasi. Dermatitis kontak ini dikenal 2 macam yaitu : Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Iritan Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.
Dermatitis Kontak Alergi Jumlah penderita DKA lebih sedikit jika dibandingkan dengan DKI, karena DKA (Dermatitis Kontak Alergi) hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka/hipersensitif. Etiologi/ penyebab Dermatitis Kontak Alergi bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah, merupakan alergen yang belum diproses disebut Hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Faktor yang mempengaruhi timbulnya Dermatitis Kontak Alergi
Potensi sensitisasi alergen dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu kelembapan lingkungan vehikulum pH.
Selain itu juga faktor individu misalnya : o keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan atratum korneum, ketebalan epidermis) o status imunologik misalnya sedang menderita sakit o terpajan sinar matahari. Patogenesis Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Alergi (DKA) termasuk reaksi merupakan hipersensitivitas tipe lambat.
Patogenesisnya melalui 2 fase yaitu induksi (fase sensitisasi) dan fase elisitasi. Fase induksi (fase sensitisasi) terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu. Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten (protein tidak lengkap masuk ke dalam kulit dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu reaksilimfosit T yang belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada limfosit T. Melalui saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk berdifferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensitisasi yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase elisitasi terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang sama sampai timbul gejala klinis. Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis. Gejala Klinis Dermatitis Kontak Alergi penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada dermatitis kontak yang akut gejalanya ditandai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada dermatitis kontak yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA. Berbagai lokasi terjadinya DKA tangan, lengan, wajah, telinga, leher, badan, genitalia, paha dan tungkai bawah. Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran milekul, daya larut, konsentrasi, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain misalnya lama kontak, kekerapan terkena dermatitis kontak, adanya oklusi menyebabkan kulit permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembapan lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia misalnya anak di bwah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi; ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih; jenis kelamin (DKI lebih banyak terjadi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang di alami misalnya dermatitis atopik. Patogenesis : Kelaianan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi dan fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, terjadi denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisososm, mitokondria atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakhidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating faktor = PAF, dan Inositida (IP3). Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-I (ICAM-I). Pada kontak dengan iritan , keratinosit juga melepaskan TNF alfa yang merupakan suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktivasi sel-T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan kuat. Gejala klinis berupa kelaian kulit yang terjadi beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga karena faktor individu misalnya ras, usia, lokasi atopi, penyakit kulit lainnya. Faktor llingkungan misanya suhu, kelembapan udara dan oklusi juga mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak iritan. Klasifikasi DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh yaitu : DKI akut, lambat akut/acute delayed ICD, reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa dan subjektif. Perbedaan Dermatitis Kontak Alergi dan Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Iritan : - Penyebab : iritan primer - Permulaan : pada kontak pertama - Penderita : semua orang bisa terkena - Lesi : batas lebih jelas, eritema jelas, monomorf - Uji tempel : sesudah di tempel 24 jam, bila iritan diangkat, reaksi akan berhenti. Dermatitis Kontak Alergi (DKA) : - Penyebab : alergen kontak sensitizer - Permulaan : pada kontak ulang - Penderita : hanya orang yang alergi - Lesi : batas tidak begitu jelas, eritema tidak ada, polimorf - Uji tempel : Bila sudah 24 jam, bahan alergen diangkat, reaksi menetap,meluas dan akhirnya akan berhenti juga. Diagnosis dan diagnosis banding DKA Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ditemukan ada kelainan kulit berukuran numular disekitar pusat berupa hiperpigmentasi, likenifikasi dengan papul dan erosi. maka perlu ditanyakan apakah pasien memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam. Data dari anamnesis juga harus meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang menimbulkan alergi, riwayat atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. Ditanyakan apakah ada riwayat alergi sebelumnya, apakah ada keluarga menderita sakit yang sama karena alergi. Perlu diperhatikan juga pekerjaan pasien sebagai petani yang selalu kontak dengan tanah yang basah atau kontak dengan bahan-bahan kimia dari desinfektan untuk pembasmi hama dan pajanan yang terlalu lama di bawah sinar matahri. Perlu ditanyakan juga apakah pernah menderita sakit yang sama sebelumnya dan pernahmengkonsumsi obat-obat apa saja. Pemeriksaan fisik penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya lesinya di kaki, maka dapat dipastikan penyebanya karena sendal/sepatu. Pemeriksaan hendaknya di tempat yang terang pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelaianan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Diagnosis bandingnya yaitu : Dermatitis Kontak Iritan (DKI), dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis. Diagnosis dan diagnosis banding DKI Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk itu diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.
Diagnosa bandingnya : DKA (Dermatitis Kontak Alergi) Uji Tempel (Patch test) Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahanyang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, maka harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga karena penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, sendal,atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet/air. Lalu ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Yang perlu diingat bahwa hasilpositif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan iritasi. Hal yang harus diperhatikan dalam uji tempel - Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat maka dapat terjadi reaksi "angry back" atau "excited skin", reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
- Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali karena diduga urtikaria kontak.
- Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemuadian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke- 7 setelah aplikasi.
- Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang- kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering, setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai. - Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat urtikaria dadakan, karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :
1 = reaksi lemah (nonvesikuler) : eritema, infiltrat, papul (+) 2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++) 3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++) 4 = meragukan : hanya makula eritematosa (?) 5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR) 6 = reaksi negatif (-) 7 = excited skin 8 = tidak dites (NT = Not Tested) Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respon alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. PENATALAKSANAAN Menghindari bahan penyebab
Pengobatan medika mentosa A. Pengobatan sistemik 1. Kortikosteroid, untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat. - Prednison Dosis: 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam Anak: 1 mg/KgBB/hari - Deksametason Dosis: 0,5-1 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam Anak: 0,1 mg/KgBB/hari - Triamsinolon Dosis: 4-8 mg/dosis, 2-3 kali/ 24 jam Anak: 1 mg/KgBB/hari
2. Antihistamin - Klorfeneramin maleat Dosis 3-4 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam Anak 0,09 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam - Difenhidramin Dosis 10-20 mg/dosis i.m, 1-2 kali/24 jam Anak 0,5 mg/kg/dosis, 1-2 kali/24 jam - Loratadin Dosis 1 tablet/hari
B. Pengobatan topikal: - Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan NaCl 0,9% - Bentuk kronik dan kering diberi krim hidrokortison 1% atau diflukortolon valerat 0,1% atau krim betametason valerat 0,005-0,1 %
Prognosis Dermatitis Kontak Prognosis DKA
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatits atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), terpajan oleh alergen yang tidak mungin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita. Prognosis DKI
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.
Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.