Anda di halaman 1dari 20

DISPEPSIA

FUNGSIONAL
Oleh : Kelompok 4
PENDAHULUAN
Tabel 1. Penyebab Dispepsia
Esofago-gastro-duodenal


Obat-obatan


Hepato-bilier


Pankreas

Penyakit sistemik lain



Gangguan fungsional

Tukak peptik, gastritis kronik, gastritis
NSAID, keganasan

Antiinflamasi non-steroid, teofilin,
digitalis, antibiotik

Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis,
keganasan, disfungsi sfingter Odii

Pankreatitis, keganasan

Diabetes melitus, penyakit tiroid,
gagal ginjal, kehamilan, penyakit
jantung koroner/iskemik

Dispepsia fungsional, irritable bowel
syndrome
D E F I N I S I
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati
bahwa definisi dispepsia sebagai dyspepsia refers to
pain or discomfort centered in the upper abdomen.
dalam konsensus Roma II yang khusus
membicarakan tentang kelainan gastrointestinal
fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai
dispepsia yang :
Adanya satu atau lebih keluhan rasapenuh setelah
makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati/epigstrik, rasa
terbakar di epigastrium.
D E F I N I S I

Tidak ada bukti kelainan struktural (termasukdidalamnya
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas) yang
dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.
Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan
terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.
D E F I N I S I

Sebagai usaha untuk membuat praktis pengobatan,
dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
:
1) Dispepsia tipe seperti ulkus, yang dominan adalah
nyeri epigastrik
2) Dispepsia tipe seperti dismobilitas, yang lebih
dominan adalah keluhan kembung, mual, muntah,
rasa penuh, cepat kenyang
3) Dispepsia tipe non-spesifik, tidak ada keluhan
yang dominan

D E F I N I S I

Sebelum era konsensus Roma II, ada dispepsia tipe
refluks dalam alur penanganan dispepsia, tapi saat
ini kasus dengan keluhan tipikal refluks, seperti
adanya heatburn atau regurgitasi, langsung
dimasukkan dalam alur/algoritme penyakit
gastroesofageal refluks.

Hal ini disebabkan tingginya sensitivitas dan
spesivitas keluhan itu untuk adanya proses refluks
gastroesofageal.

SINDROM TUMPANG TINDIH
(OVERLAP SYNDROMES)
Hal ini menjadi penting dalam klinis praktik karena
adanya keluhan yang tumpang tindih antara kasus
dispepsia, kasus refluks gastroesofageal (keduanya
berasal dari saluran cerna bagian atas) dan kasus
irritable bowel syndrome.

Ketiga penyakit tersebut memiliki kecenderungan
gejala yang tumpang tindih sehingga perlu dicermati
(terutama dalam anamnesis) karena akan berdampak
pada pengobatan yang berbeda.
PATOFISIOLOGI
Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan
dan potensial berhubungan dengan dispepsia
fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi
helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal dan
hipersensitivitas viseral.
Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional umumnya
mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik
sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin.
PATOFISIOLOGI
Helicobacter pylori (Hp)
Dari berbagai laporan, kekerapan Hp pada dispepsia
fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna
dengan angka kekerapan Hp pada kelompok orang
sehat. Mulai ada kecenderungan melakukan eradikasi Hp
pada dispepsia fungsional dengan Hp positif yang gagal
dengan pengobatan konservatif baku.
Dismotilitas Gastrointernal
Hingga 50% kasus melaporkan bahwa pada dispepsia
fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung
dan adanya hipomotilitas antrum. Namun proses motilitas
gastrointernal merupakan proses yang sangat kompleks
sehingga tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
PATOFISIOLOGI
Ambang Rangsang Persepsi
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk
reseptor kimiawi, reseptor mekanik dan nociceptor.
Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia ini
mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi
balon di gaster atau duodenum.
Disfungsi Autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam
hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia
fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan
dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung
sewaktu menerima makanan, sehingga menimbulkan
gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.
PATOFISIOLOGI
Aktivitas Mioelektrik Lambung
Adanya disritmia mioelektrik lambung pada
pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi
pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tapi hal
ini bersifat inkonsisten.
Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis
dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan
kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan,
progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu
transit gastrointestinal.

PATOFISIOLOGI
Diet dan Faktor Lingkungan
Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering
terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan
kasus kontrol.
Psikologis
Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung
yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres
sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan,
fungsi autonom dan mobilitas tetap masih kontroversial.
Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk
kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan
kelompok kontrol, walaupun dilaporkan dalam studi
terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak
bahagia, sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik
pada kasus dispepsia fungsional.

GAMBARAN KLINIS
Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri
pada malam hari dikategorikan sebagai dispepsia
fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like dyspepsia)
Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan
keluhan yang paling sering dikemukakan,
dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe
seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia)
Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan,
dikategorikan sebagai dispepsia non-spesifik

PENUNJANG DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid,
fungsi pankreas, dsb), radiologi (barium meal, USG)
dan endoskopi merupakan langkah yang paling
penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun
biokimiawi.
Untuk menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari
dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai
pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi
klinisnya tidak jarang dinilai masih kontroversial.

T E R A P I
DISPEPS
IA
INVESTIGA
SI
Kelainan Organik -
Biokimiawi
Penyakit
organik
(gastritis, dll)
Dispepsia
Fungsional
T E R A P I
Penjelasan dan reassurance kepada pasien
mengenai latar belakang keluhan yang dialaminya,
merupakan langkah awal yang penting.
Diagnosis klinis dan evaluasi bahwa tidak ada
penyakit serius atau fatal yang mengancam
dilakukan.
Perlu dijelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis
penyakit yang dideritanya.
Latar belakang faktor psikologis perlu dievaluasi.
Pasien dinasehati untuk menghindari makanan yang
dapat mencetuskan serangan keluhan.
Sistem rujukan yang baik berdampak positif bagi
perjalanan penyakit kasus dispepsia fungsional.

D I E T E T I K
Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan
penyembuhan keluhan secara bermakna.
Prinsip dasar menghindari makanan pencetus
serangan merupakan pegangan yang lebih
bermanfaat.
Makanan yang merangsang seperti pedas, asam,
tinggi lemak, sebaiknya dipakai sebagai pegangan
umum secara proporsional dan jangan sampai
menurunkan atau mempengaruhi kualitas hidup
pasien.
MEDIKAMENTOSA
Antasida
Penyekat H2 Reseptor
Penghambat Pompa Proton
Sitoproteksi
Metoklopramid
Domperidon
Cisapride
Agonis Motilin
Obat lain-lain
MEDIKAMENTOSA
Psikoterapi
Dalam beberapa studi terbatas, tampaknya
behavioral therapy memperlihatkan manfaatnya pada
kasus dispepsia fungsional dibandingkan terapi baku.
Modalitas pengobatan lain seperti acupunture,
acupressure, acustimulation, gastric electrical
stimulation pernah dicoba untuk kasus dispepsia
walaupun belum sistematis untuk dispepsia
fungsional.
Daftar Pustaka
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid 1 Edisi
IV

Anda mungkin juga menyukai