Anda di halaman 1dari 46

BENEFICIAL OWNERSHIP

IN REGULATION
1
POKOK BAHASAN
1. Pendahuluan
2. Perkembangan dalam pencegahan
penghindaran pajak.
3. Ketentuan domestik terkait beneficial
ownership.
4. Penerapan P3B dan upaya pencegahan
penghindaran pajak.
5. Kesimpulan





2

1. Pendahuluan


3
Pendahuluan
Frase beneficial owner (BO) mulai diadopsi
dalam Article 10, 11, 12 OECD Model Tax
Convention (MTC) 1977.
Prinsip:
Pembatasan tarif pajak atas dividen, bunga,
dan royalti hanya berlaku bagi jika beneficial
owner penghasilan tersebut adalah resident
di negara mitra P3B.

4
Pendahuluan
Pengertian BO tidak didefinisikan dalam P3B dan
Model P3B (OECD MTC atau UN Model).
Menurut OECD MTC 2008 Commentary Art. 10,
para. 12 - 12.1:
BO suatu penghasilan bukanlah orang/badan yang
bertindak sebagai agent, nominee, atau hanya
bertindak sebagai conduit.
Istilah BO tidak dipakai secara sempit, namun
harus dipahami dalam konteks dan terang objek
dan tujuan P3B (menghindari pengenaan pajak
berganda dan mencegah pengelakan pajak)
5
Pendahuluan
Agent: orang atau badan yang bertindak sebagai
perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau
atas nama pihak lain.
Nominee: adalah orang atau badan yang menjadi
pemilik penghasilan secara hukum (legal owner)
untuk menjalankan amanat dari pihak yang
sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan.
Perusahaan conduit: perusahaan antara yang
didirikan untuk meneruskan harta dan/atau modal
dari pihak yang menjadi pemilik sebenarnya kepada
pihak lain dan/atau untuk meneruskan penghasilan
dari pihak yang membayar penghasilan kepada pihak
yang sebenarnya menikmati manfaat atas
penghasilan.
6
Pendahuluan
Treaty Shopping:
A situation where a person who is not
entitled to the benefits of a tax treaty makes
use-in the wide meaning of the word-of an
individual or of a legal person in order to
obtain those treaty benefits that are not
available directly.
(IBFD International Tax Glossary, 2005)
7
Pengertian Treaty Shopping:

Adalah suatu skema yang dilakukan untuk
mendapatkan fasilitas, misalnya penurunan
tarif pemotongan pajak (withholding taxes)
yang disediakan oleh suatu perjanjian
penghindaran pajak berganda , oleh subjek
pajak yang sebenarnya tidak berhak untuk
mendapatkan fasilitas
8
Contoh :
Si A adalah penduduk di negara X yang tidak
mempunyai tax treaty dengan negara Z. apabila Si
A melakukan investasi di negra Z secara langsung,
maka atas penghasilan yang diterima dikenakan
tarif pajak menurut UU Domestik negara Z
sebesar 20 %. Negara Y mempunyai tax treaty
dengan negara Z apabila penduduk negara Y
melakukan investasi di negara Z maka tarif yang
dikenakan sesuai tax treaty negara Y dan negara Z
sebesar 10 %. Supaya dapat memanfatkan treaty
(tarif pajak lebih rendah 10%), maka Si A
mendirikan perusahaan di negara Y sebagai
sarana investasi ke negara Z)
9
Permasalahan
10
X Corp.
Investor
(market or
private)
PT ABC
Treaty Partner
Indonesia
Indonesia
Non Treaty
Partner
Indonesia
Capital
Capital
Income
Income
Beneficial
Owner?
Treaty Partner
Indonesia with less
favorable benefit
Pendahuluan
P3B mencegah treaty shopping dengan
memasukkan frase beneficial owner.
Seluruh P3B Indonesia memuat frase BO, kecuali
P3B RI-Saudi Arabia.
Terdapat 58 P3B yang efektif.

Cara lain P3B mencegah treaty shopping:
Purpossive reason: Art.11 para.9 P3B RI-UK.
Limitation on benefit: Art.28 P3B RI-USA.
11


2. Perkembangan dalam pencegahan
penghindaran pajak.

12
Perkembangan Domestik
1. Perubahan UU PPh:
a. Pasal 18 ayat (3b) dan (3c) sebagai ketentuan untuk
mencegah stepping transaction,
b. Pasal 35: hal-hal yang belum diatur UU akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Aturan pelaksanaan UU PPh:
a. Perubahan CFC rules (PMK-256/PMK.03/2008)
b. DER? Transfer pricing? Advanced Pricing
Agreement?
c. Aturan Pelaksanaan P3B? Anti Treaty Shopping?
Kriteria Tax Haven Country?
13
CATATAN :
CFC : Controlled Foreign Corporation
DER : Debt Equity Ratio
Advanced Pricing : adalah kesepakatan
antara WP dan DJP mengenai harga jual wajar
produk yg dihasilkannya kepada pihak-pihak
yg mempunyai hubungan istimewa (related
parties) dengannya.
14
G20 Declaration:
Strengthening the Financial System
15. To this end we are implementing the Action Plan
agreed at our last meeting, as set out in the attached
progress report. We have today also issued a
Declaration, Strengthening the Financial System. In
particular we agree:
To take action against non-cooperative jurisdictions,
including tax havens. We stand ready to deploy
sanctions to protect our public finances and financial
systems. The era of banking secrecy is over. We note
that the OECD today has published a list of countries
assessed by the Global Forum against the
international standard for exchange of tax
information. (London, UK 2 April 2009)
15
Mengefektifkan Pertukaran Informasi
1. Menerbitkan SE-51/PJ./2009: mendorong
pemanfaatan Exchange of Information
dalam P3B.
2. Menengok P3B Indonesia dengan negara
yang menerapkan kerahasiaan bank secara
ketat.
3. Membuat perjanjian pertukaran informasi
dengan negara tax haven.
Komunike G20 memungkinkan pelaksanaan poin
2 dan 3 di atas.
16
SE-51/PJ./2009, 25 Mei 2009
Butir 4:
KPP, Kanwil, atau Direktorat di Direktorat Jenderal Pajak
yang sedang melakukan penelitian, pemeriksaan,
penelaahan atas permohonan keberatan WP, atau yang
sedang memproses permohonan banding WP:
yang ada hubungannya dengan transaksi internasional,
&
menemukan dugaan bahwa transaksi tersebut
bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak di
Indonesia, termasuk penyalahgunaan P3B,
agar memanfaatkan ketentuan EOI yang terdapat dalam P3B.
17
Melawan Penghindaran Pajak, Mengapa?
Contra:
Tidak melanggar ketentuan yang berlaku,
Sepanjang tidak diatur, itu sah-sah saja,
Pajak adalah biaya, harus diminimalkan,
Pendapat lainnya?

Pro:
1. Tidak sesuai maksud pembuat Undang-Undang,
2. Tidak adil,
3. Mengurangi kepercayaan masyarakat kepada
otoritas perpajakan.

18
Tidak sesuai maksud pembuat UU
Contoh:
Pasal 18 ayat (1) UU PPh:
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan
mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan
Undang-undang ini.

Apa kiranya maksud pembuat UU?
Untuk membatasi utang yang berlebihan?
Berapa batasannya?
Mencegah pembebanan biaya bunga dari utang yang
tidak seharusnya/sewajarnya?
Perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
19
Tidak Adil
Penghindaran pajak menggunakan skema yang
rumit, memerlukan pengetahuan khusus, dan
interdisipliner. Umumnya, WP meminta advis
konsultan/lawyer.
Penghindaran pajak memerlukan biaya yang besar
(Contoh: fee untuk lawyer, trustee, consultant,
maintenance.).
Tidak semua WP sanggup membuat
skema/transaksi yang rumit untuk melakukan
penghindaran pajak. Contoh: pegawai, UKM,
investor kecil.
20
Kepercayaan Masyarakat
Jumlah pegawai (angkatan kerja di Indonesia):
102.049.857 (data tahun 2008)
(sumber: www.nakertrans.go.id)
Jumlah Usaha Kecil dan Menengah (data tahun 2007):
49.840.489 unit usaha (usaha besar: 4.527),
tenaga kerja diserap: 91,8 juta (usaha besar: 2,52 juta),
Sumber pertumbuhan ekonomi: 3,57% dari total 6,32%,
Rata-rata kontribusi dalam PDB: 59,95% (2006-2007)
(sumber: Berita Resmi Statistik No.28/05/Th XI, 30 Mei 2008)

Penghindaran pajak dalam segala bentuk harus
dicegah oleh otoritas perpajakan (ketentuan
domestik dan tax treaty)
21


3. Ketentuan domestik terkait
beneficial ownership
22
Pasal 26 ayat (1) UU PPh
Pembayar penghasilan:
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Penerima penghasilan:
Wajib Pajak luar negeri
Penghasilan:
dividen, bunga, royalti, sewa, ....
PPh terutang:
20% dari jumlah bruto penghasilan
23
Pasal 26 ayat (1a) UU PPh
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).



24
Pasal 26 ayat (1a) UU PPh
Penjelasan:
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan
berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner). Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya
ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga
tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari
penghasilan dimaksud.
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, Negara
domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat
tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah
badan, negara domisilinya adalah Negara tempat pemilik atau lebih
dari 50% (lima puluh persen) pemegang saham baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya
berada.
25
Pasal 26 ayat (1a) UU PPh
Catatan:
Mengatur tentang pengertian negara domisili,
Negara domisili: negara tempat beneficial owner (BO)
penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
SKD tidak cukup untuk menentukan negara domisili.
Penerapan P3B?
Potensi masalah: pengaturan negara domisili
berdasarkan Pasal ini dapat berbeda dengan tempat
BO yang sebenarnya, yang ditentukan berdasarkan
fakta atau berdasarkan penerapan pengertian BO
menurut P3B.
26
Pasal 26 ayat (1a) UU PPh
Menafsirkan siapa BO menurut Pasal 26 ayat (1a).
Logika matematika:

Negara Domisili (A) = Negara tempat BO (B)
Orang Pribadi:
Negara domisili (A) = Negara tempat orang pribadi bertempat
tinggal atau berada (C-1)
Badan:
Negara Domisili (A) = Negara tempat pemilik atau lebih dari 50%
pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
berkedudukan (C-2).
Negara Domisili (A) = Negara tempat efektif manajemennya berada
(C-3).
27
Bila A = B dan A = C, apakah B = C ?
Pasal 26 ayat (1a) UU PPh
Tes untuk BO Orang Pribadi:
Apakah BO (B) pasti sama dengan orang pribadi penerima
penghasilan (C-1) ? Jawab: belum tentu.
Bila orang pribadi tersebut hanya bertindak sebagai
agent/nominee/conduit, maka menurut P3B ia bukan BO.

Tes untuk BO Badan:
Apakah BO pasti sama dengan pemilik perusahaan atau
pemegang saham (C-2) atau tempat efektif manajemen
(C-3)?
Jawab: belum tentu.
Bila perusahaan tersebut bukan agent/nominee/conduit,
maka ia adalah BO-nya, bukan si pemilik, pemegang
saham, atau tempat efektif manajemen.
28
Pasal 32A UU PPh
Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian
dengan pemerintah negara lain dalam rangka
penghindaran pajak berganda dan pencegahan
pengelakan pajak.

Penjelasan Pasal 32A
Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan
perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu
perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang
mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing negara
guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan
pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan
pajak. ...
29
Pasal 32A UU PPh
P3B sebagai lex-specialis UU PPh:
dalam hal terdapat perbedaan pengaturan antara
UU PPh dengan P3B, maka pengaturan menurut
P3B yang diberlakukan. (tax treaty superceeding
the domestic tax laws)
Termasuk dalam penerapan istilah BO. (Pengertian
BO versi UU PPh vs. versi P3B).
Versi P3B: bukan BO bila bertindak sebagai agent,
nominee, atau yang bertindak sebagai conduit.

30
SE-03/PJ.101/1996
Penerapan P3B dengan metode relief-at-source:
WP yang membayarkan penghasilan kepada WP luar negeri
menerapkan ketentuan P3B.
Sarana: Surat Keterangan Domisili (SKD).
SKD diterbitkan oleh Competent Authority.
Bentuk SKD sesuai dengan kelaziman di negara masing-
masing.
Isi SKD sekurang-kurang menyatakan bahwa WP luar negeri
adalah resident di negara mitra P3B Indonesia, disertai
tanggal dan tanda tangan Pejabat yang menerbitkan.
Berlaku selama 1 tahun sejak diterbitkan, kecuali bank.
31
SE-03/PJ.03/2008
Butir 4:
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas P3B, WP dalam
negeri harus meyakini:
1. WPLN penerima penghasilan adalah resident di
negara mitra P3B Indonesia. Dibuktikan dengan
dokumen SKD sesuai (SE-03/PJ.101/1996)
2. WPLN adalah beneficial owner sebagaimana
dimaksud dalam P3B.
Butir 5:
Mencabut SE-04/PJ.34/2005 dan SE-02/PJ.3/2006
32
SE-04/PJ.34/2005
1. Definisi Beneficial Owner: pemilik yang sebenarnya dari
penghasilan bunga, dividen, atau royalti, baik WP
perorangan maupun WP badan, yang berhak sepenuhnya
untuk menikmati secara langsung manfaat dari
penghasilan-penghasilan tersebut.
2. SPV dalam bentuk conduit company, paper box company
dan pass-through company dan sejenisnya bukan BO,
3. Bila penerima penghasilan bukan BO, dipotong PPh 20%.

SE-02/PJ.3/2006:
Saat Berlakunya SE-04/PJ.34/2005 sejak tanggal diterbitkan
SE-04: 17 Juli 2005.

33

4. Penerapan P3B dan upaya
pencegahan penghindaran pajak.

34
Penerapan P3B di Indonesia
35
Indonesia Negara X
SKD
Relief-at-source:
Jika Gagal
DJP
Refund
Application
Tax Office
Request
For MAP
Request
For MAP
Pasal 17 (2) UU KUP
PMK-190/PMK.03/2007
MAP: Mutual Agreement Procedures
Kelemahan Relief-at-source
1. Bentuk SKD bervariasi dan bahasa yang digunakan
belum tentu bahasa Inggris.
2. Hanya menunjukkan bahwa WPLN adalah resident.
3. Tidak semua WP Pemotong dapat memahami
ketentuan dalam P3B dan menerapkannya dengan
benar.
4. Kuatir keliru menerapkan P3B, WP memotong PPh
dengan tarif 20% beban administratif bagi DJP:
memproses permohonan refund WP luar negeri atau
permintaan MAP dari Competent Authority negeri lain.
5. Tidak tersedia informasi untuk menentukan bahwa
WPLN adalah beneficial owner.

36
BO dan Relief-at-source Method
SKD tidak cukup untuk menentukan BO.
Penerapan metode relief at source sulit
mencegah treaty shopping.
Keterbatasan administratif dalam mencari
siapa BO suatu penghasilan.
Melihat struktur/skema transaksi yang
digunakan: bonafide atau abusive?
37
BO dan Relief-at-source Method
Pilihan kebijakan:
Menerapkan relief-at-source pada setiap
transaksi atau hanya untuk transaksi yang
bonafide?
Apakah kriteria transaksi yang bonafide dan
yang abusive?
Perlukah menerapkan business purpose?
Perlukah menerapkan substance over form?
38


Dapatkah Indonesia tidak menerapkan P3B
berdasarkan ketentuan domestiknya apabila
terjadi penyalahgunaan P3B?
39
Art.1 OECD MTC Commentary
Improper use of the Convention
7. The principal purpose of double taxation
conventions is to promote, by eliminating
international double taxation, exchanges of goods
and services, and the movement of capital and
persons. It is also a purpose of tax conventions to
prevent tax avoidance and evasion.
40
Art.1 OECD MTC Commentary
Improper use of the Convention
7.1 Taxpayers may be tempted to abuse the tax laws
of a State.... Such a State is then unlikely to
agree to provisions of bilateral double taxation
conventions that would have the effect of
allowing abusive transactions that would
otherwise be prevented by the provisions and
rules of this kind contained in its domestic law.
Also, it will not wish to apply its bilateral
conventions in a way that would have that effect.
41
Art.1 OECD MTC Commentary
Improper use of the Convention
9.4 ...., therefore, it is agreed that States do not
have to grant the benefits of a double taxation
convention where arrangements that
constitute an abuse of the provisions of the
convention have been entered into.
42


5. Kesimpulan
43
1. Frase beneficial owner dimaksudkan untuk
mencegah penyalahgunaan P3B.
2. Pengertian beneficial owner yang diterapkan
sesuai dengan yang dimaksud dalam P3B.
3. P3B adalah lex-specialis UU PPh.
4. Penyalahgunaan P3B dapat dicegah dengan
memasukkan frase BO, purposive reason,
atau LOB ke dalam P3B.
5. Dapat juga dengan menyusun ketentuan
domestik. DJP sedang menyusun anti treaty
abuse.
44
6. Penerapan P3B dengan metode relief-at-
source dan penggunaan SKD seperti saat ini
perlu disempurnakan. DJP sedang menyusun
tata cara penerapan P3B.
Pilihan kebijakan:
Perlukah metode relief at source diterapkan
untuk semua transaksi?
Perlukah membuat formulir SKD yang baku?
Cukup self declaration?
Perlukan sertifikasi dari Competent Authority?
45


SEKIAN
46

Anda mungkin juga menyukai