Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN

PEMBANGUNAN PERTANIAN
DI INDONESIA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2011
impor impor impor impor impor
Periode ORDE LAMA (sebelum 1965)
BIMAS dan Panca Usaha Tani bersamaan dengan
munculnya revolusi hijau
Basis modernisasi sektor pertanian dan lonjakan
perubahan teknologi pertanian serta kelembagaan
ekonomi (awal agroindustrialisasi)
Era Dewan Perancang Nasional (Depernas) 1957-1964
Sebelum Terbetuknya Perencanaan Nasional ( < 1957)
Swasembada beras melalui program
kesejahteraan Kasimo dibentuk :
Yayasan Bahan Makanan (BAMA) 1950-
1952
Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM)
1952-1956
Swasembada beras melalui program Sentra Padi
1900-1986
Fase Transisi I (1965 1967)
Fokus Konsolidasi dan Keamanan Nasional,
sementara di sektor pertanian fokus untuk
pemenuhan beras rakyat
Dibetuk Komando Logistik Nasional (Kolognas)
tahun 1966 selanjutnya menjadi Badan Urusan
Logistik (Bulog) tahun 1967
Pembangunan pertanian di Indonesia
dilaksanakan secara terencana dimulai sejak
Repelita I (1 April 1969), yang tertuang dalam
strategi besar pembangunan nasional berupa
Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (PU-
PJP) yaitu :
1. PU-PJP I (1969-1994)
2. PU-PJP II (1994-2019) tidak selesai
Periode ORDE BARU (1968-1997)
Fase Konsolidasi (1967 1978)
Kebijakan : Intensifikasi, Ekstensifikasi dan Diversifikasi
Peningkatan Produksi dan Produktivitas
Sektor Pertanian Tumbuh 3,39% (pangan 3,58% ; perkebunan
4,53)
Periode ORDE BARU (1968-1977)
INMAS dengan penerapan revolusi hijau untuk mencapai
swasembada beras dan sapta Usaha Tani
Cheap Food Policy
Penetapan Harga Dasar (Gabah, Jagung, kedelai, Kacang
Tanah dan Kacang Hijau)
Repelita I : Titik berat pada sektor pertanian dan industri
pendukung sektor pertanian
Repelita II : Titik berat pada sektor pertanian dengan
meningkatkan industri pengolah bahan mentah
menjadi bahan baku
Fase Tumbuh Tinggi (1978 1986)
Strategi pembangunan ekonomi berbasis pertanian
Sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7%/tahun
Revolusi hijau meningkatkan produktivitas 5,6%/tahun,
Swasembada Pangan tahun 1984
Kemiskinan berkurang di pedesaan dan perkotaan
Repelita III : Titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industri pengolah bahan
baku menjadi bahan jadi.

Repelita IV : Titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan
usaha menuju swasembada pangan dengan
meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
Fase Dekonstruksi (1986 1997)
Strategi pembangunan ekonomi : footloose industry ke arah
konglomerasi
Kebijakan agribisnis distortif (kebijakan tata niaga, mis: cengkeh
dan jeruk)
Pembangunan timpang (desa-kota; jawa-luar jawa)
Sektor pertanian mengalami fase pengacuhan (ignorance), karena
merasa sudah tinggal landas
Repelita V dan Repelita I PJP II :
Melanjutkan Repelita sebelumnya
Analisis Pembangunan Pertanian Orde Baru
Pemerintahan orde baru sudah menyadari bahwa pada
tahap awal pembangunan, pembangunan pertanian
termasuk pengembangan industri penunjangnya harus
menjadi titik berat pembangunan nasional.

Sebagaimana rekomendasi tahapan pembangunannya
Rostow yang menyatakan bahwa tahap tinggal landas hanya
memungkinkan jika sektor pertanian sudah tangguh untuk
menunjang pembangunan sektor industri dan jasa. Baru
kemudian secara bertahap dikembangkan industri
manufaktur penghasil mesin-mesin.
Pemerintahan Orde Baru telah melakukan agroindustrialisasi
sejak Pelita I dengan mengembangkan industri pendukung
pertanian dan pada periode berikutnya, agroindustrialisasi
diarahkan pada industri pengolahan hasil pertanian, baik
berupa bahan setengah jadi (bahan baku untuk industri
berikutnya) maupun sebagai produk jadi.

Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat
membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan
seimbang, serta tangguh menghadapi gejolak perekonomian
baik internal maupun eksternal
Hasil Pembangunan Pertanian
di masa pemerintahan Orde Baru :
1. Peningkatan produksi, khususnya di sektor pangan yang
berpuncak pada pencapaian swasembada beras, pada tahun 1984.
Ketersediaan bahan pangan, khususnya beras, dengan harga yang
relatif murah telah memberikan kontribusi terhadap proses
industrialisasi dan urbanisasi yang membutuhkan pangan murah.
2. Sektor pertanian telah meningkatkan penerimaan devisa di satu
pihak dan penghematan devisa di lain pihak, sehingga
memperbaiki posisi neraca pembayaran Indonesia.
3. Pada tingkat tertentu sektor pertanian telah mampu menyediakan
bahan-bahan baku industri sehingga melahirkan agroindustri.
Paradoks Pembangunan Pertanian
di masa pemerintahan Orde Baru :
(a). Peningkatan produksi pertanian telah menimbulkan
kecenderungan menurunnya harga produk-produk pertanian
yang berakibat negatif pada pendapatan petani (Ratnawati dkk.,
2004);
(b). Peningkatan produktivitas dan produksi tidak selalu dibarengi
atau diikuti dengan meningkatnya pendapatan petani, bahkan
pendapatan petani cenderung menurun dilihat dari nilai tukar
petani yang cenderung menurun (Siregar, 2003);
(c). Di masa pemerintahan Orde Baru, ternyata sektor pertanian
hanya bisa berkembang dalam kebijakan yang protektif,
memerlukan subsidi dan mendapat intervensi yang sangat
mendalam.
Paradoks tersebut di atas, menggambarkan bahwa pemerintah Orde Baru
lebih berorientasi pada pendekatan produksi dibanding pendekatan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Dalam perjalanannya ternyata pelaksanaan dari PJP tersebut
tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena sejak tahun
1980-an sejak tercapainya swasembada beras, pemerintah mulai
menunjukkan keberpihakannya yang lebih besar ke
pembangunan industri yang tidak berbahan baku hasil pertanian
yang disertai dengan berbagai kebijakan proteksi (Arifin, 2004).

Padahal pada saat itu, pertanian di Indonesia belum tangguh
untuk beralih secara langsung ke sektor industri manufaktur.

Dengan kata lain, pemerintah Orde baru telah menggantikan
kebijakan agroindustrialisasinya dengan kebijakan industrialisasi.
Sektor pertanian tumbuh 1-2%/tahun
Fase Krisis (1997 2001)
Daya tahan sektor pertanian tidak cukup kuat
Sektor pertanian harus menanggung dampak krisis ekonomi
(penyelamat)
Lonjakan nilai tukar dinikmati komoditas ekspor)
Sektor pertanian semakin terpojok dan terpinggirkan
PERIODE REFORMASI (2001 - ...)
Fase Transisi II (2001 2004)
Penerapan OTDA, Sebagian besar Pembangunan Pertanian
diserahkan ke Pemerintahan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota,
Terutama Kabupaten/Kota
Pogram Pembangunan Nasional (2001 2004)
Rencana Pembangunan Disusun setiap Tahun (REPETA)
Prioritas Pemulihan Ekonomi Makro dan Sektor Riil
Prioritas Pembangunan Pertanian : Peningkatan Ketahanan Pangan
Fase Rekontruksi (2005 ? )
PERMASALAHAN PETANI DAN PERTANIAN
INDONESIA PASCA KRISIS
NASIB
PETANI
INDONESIA
PETANI
ORGANISASI TANI
MENTALITAS
TEKNOLOGI
KETERAMPILAN
MODAL
KEPEMILIKAN LAHAN
BIROKRASI DEPTAN
KEBIJAKAN
INFORMASI
PASAR DAN TATA NIAGA
PERTANIAN INDONESIA DI PERSIMPANGAN JALAN
Kontribusi pertanian dalam pembangunan
ekomomi (Kuznets,1964; Todaro,2000):
1.Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja
2.Kontribusi terhadap pendapatan
3.Kontribusi dalam penyediaan pangan
4.Pertanian sebagai penyedia bahan baku
5.Kontribusi dalam bentuk kapital
6.Pertanian sebagai sumber devisa
PERTANIAN
DI PERSIMPANGAN
JALAN
Petani
terpinggirkan
Impor
Tinggi
Organisasi tani
kurang berfungsi
Infrastruktur
pertanian
terabaikan
Investasi
rendah
Akses pasar
lemah
Akses lembaga
keuangan lemah
Strategi Pembangunan Nasional
Strategi 3 jalur pembangunan nasional :

Pro-growth
Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui
percepatan investasi dan ekspor
Pro-employment
Pembenahan sektor riil untuk menyerap angkatan
kerja dan menciptakan lapangan kerja
Pro-poor
Revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk
pengentasan kemiskinan

Operasionalisasi Strategi
Operasionalisasi strategi 3 jalur pembangunan
nasional 2004-2009:
Peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas
6,5 % per tahun melalui percepatan investasi
dan ekspor
Pembenahan sektor riil untuk mampu
menyerap tambahan angkatan kerja dan
menciptakan lapangan kerja baru
Revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan
untuk berkontribusi pada pengentasan
kemiskinan


Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai
kesadaran untuk menempatkan kembali arti
penting sektor pertanian secara proporsional dan
kontekstual; dalam arti menyegarkan kembali
vitalitas; memberdayakan kemampuan dan
meningkatkan kinerja pertanian dalam
pembangunan nasional dengan tidak
mengabaikan sektor lain

1. Peningkatan Kemampuan Petani dan Lembaga Pendukung
2. Ketahanan Pangan
3. Akses Petani Terhadap Teknologi, Pengolahan, Pemasaran,
serta Permodalan
4. Perbaikan Iklim Usaha Pertanian
5. Peningkatan Kemampuan Manajemen Pengelola Pertanian
6. Peningkatan Daya Saing Dan Nilai Tambah Melalui
Peningkatan Mutu
7. Efisiensi Distribusi Dan Pemasaran
Arah Revitalisasi Pertanian
Revitalisasi Pertanian
Hasilnya

?
T
U
G
A
S

K
E
L
O
M
P
O
K

Analisis Hasil Revitalisasi
Pertanian yang didukung
dengan data-data dan
informasi yang relevan

Anda mungkin juga menyukai