Anda di halaman 1dari 40

Appolonaris

2009
PENDAHULUAN
Daya toxic atau bisa ular dapat dibagi
menjadi 2 macam yaitu :
bisa ular yang bersifat racun terhadap
darah (Hematoxic) dan
bisa ular yang bersifat racun terhadap
saraf (Neurotoxic).
Pengertian.
Venom atau bisa ular adalah racun
hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Ada 2 daya toksis bisa ular yaitu:
Bisa ular yang bersifat racun pada darah (hematoxic).


Bisa ular yang bersifat racun pada darah yaitu: Bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghacurkan) sel - sel darah
merah dengan jalan menghancurkan stoma lecethine (dinding
sel darah merah),
sel darah merah mejadi hancur dan larut (hemolisine) dan
keluar menembus pembuluh darah.
Pembuluh darah mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis pada mulut, hidung dan lain - lain.
Daya kerja bisa ular pelarut darah ini hampir
sama dengan daya toksik bahan kimia ASH3
(Arsenicum lekas uap)
ular hijau dipohon - pohon, ular tanah, ular
gibuk yang badannya pendek dan dapat
melompat - lompat.
Sering ular racun pelarut darah berbentuk
panjang dan berlubang (Solenonglypha).
Bisa ular yang bersifat racun pada saraf (neurotoksit).

Bisa ular yang bersifat racun pada saraf yaitu
Bisa ular yang merusak dan melumpuhkan
jaringan - jaringan sel saraf sekitar luka
gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan
sel saraf tersebut mati
tanda - tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru - biruan dan hitam (nekrotis).
Taring ular racun saraf, taringnya pendek dan
tidak mempunyai lubang tetapi mempunyai
semacam saluran tertutup (proteroglypha).
Letak taring dirahang atas bagian muka.
Bisa racun saraf terdapat pada ular welang
(weling) yang hidup dipematang - pematang
sawah, warnanya belang hitam dan pada
perutnya berwarna putih dan juga terdapat
pada ular - ular yang hidup dilaut.
Perbedaan antara ular berbisa dan ular yang
tidak berbisa yaitu :
Ular berbisa :
Tidak agresif (tenang).
Mematu berkali - kali dan membelitkorban sampai
tidak berdaya.
Besar dan panjang dalam ukuran sedang.
Warnanya bervariasi seperti kombinasi merah, kuning
dan hitam.
Bentuk gigitan terdapat bekas taring 2 buah sejajar.
Pupil berbentuk elips.
Ekor bersisik tunggal.
Perbedaan antara ular berbisa dan ular
yang tidak berbisa yaitu :
Ular tidak berbisa :
Lebih agresif.
Mematuk korban hanya 1-2 kali kemudian
meninggalkannya.
Besarnya bervariasi dan panjangnya sampai
beberapa meter
Warna tidak bervariasi
Bekas gigitan banyak atau lecet.
Pupil berbentuk bulat
Ekor bersisk ganda
Sifat Bisa Ular :
1. Neurotoxic :
Nyeri bervariasi dari yang ringan sampai yang berat,
kerusakan pada sistem syaraf terutama myoneural
junction.
Menyebar sistemik dapat menyebabkan gangguan
pada otot pernapasan dan jantung.
2. Cytotoxic dan Antikoagulatia :
Pengaruh dari sirkulasi lisis dari sel - sel darah dan
merusak sistem hemostesis karena bisa ular bersifat
antifibrinolitik dan antikoagulatia yang menyebabkan
perdarahan spontan sehingga terjadi hipovolemik dan
akhirnya dapat menimbulkan kematian.
3. Kombinasi neurotoxic dan citotoxic.
Beberapa Jenis Ular Beracun :
Rattle snakes.
Gigitan 50 % dari bisa akan disemprotkan pada luka gigitan.
Menyebar dengan cepat melalui pembuluh darah vena dan
pembuluh limfe.
Toxin merusak intima pembuluh darah sehingga terjadi
gangguan sistem koagulasi.
Mengakibatkan perdarahan massif dan menyebabkan
kelumpuhan otot pernapasan dan jantung.
Beberapa Jenis Ular Beracun :
Carol snakes.
Menyemprotkan bisa dulu ke arah mata dan muka sebelum
menggigit korbannya :
Penglihatan kabur.
Ptosis.
Paratesia pada mulut.
Konjungtivitis.
Hipersalivast.
Bekas gigitan menyebar secara sistemik dan menyebabkan
kelumpuhan sistem syaraf dan otot jantung sehingga
menyebabkan kematian.
Beberapa Jenis Ular Beracun :
Cobras dan mambes Sp (cobra dan ular hitam).
Biasanya bersifat sitotoxic dan menyebabkan
konjungtivitis yang berat.
Khusus black mambas mempunyai bisa yang
sangat toxic untuk central nervus sistem
Gejala.
Local.
Nyeri hebat 30 menit pertama.
Pembengkakan.
Nekrosis jaringan sekit bekas gigitan.
Terbentuknya bula.
Echimosis dan pethichie.

Sistemik.
Penyebaran secara sistemik melalui pembuluh darah vena dan limfe :
Gradasi ringan.
Parestesia.
Fasikulasi.
Kadang disertai rasa mual.
Gradasi berat.
Muntah muntah.
Perdarahan menyeluruh pada selaput lendir dan
mukosa.
Gradasi berdasarkan bentuk luka dan gejala
klinisnya :
Grade 0.
Bekas gigitan satu atau banyak dan datar.
Nyerinya (-).
Eritema sekitar luka minimal.
Gejala sistemik sampai 12 jam pertama.

Grade 1.
Bekas taring (+).
Eritema (+), nyeri (+).
Sampai 12 jam pertama.
Edema sekitar luka 1 - 5 cm.
Gradasi berdasarkan bentuk luka dan gejala
klinisnya :
Grade 2.
Bekas taring (+).
Nyeri berat.
Eritema 6 - 12 jam pertama.
Edema 1 - 5 cm sekitar luka.
Gejala sistemik.
Grade 3.
Grade 2.
Ekimosis dan pethichie.
Grade 4.
Grade 3 tambah multi organ failure.
Pemeriksaan Laboratorium.
Golongan Darah.
Golongan darah.
Darah lengkap.
Faal hemostasis.

Pengaruh sitotoxic sehingga lisis sel - sel darah
dapat terjadi.
Hipofibrinogenogenemia.
Trombositopenia.
Fibrinolisis.
Penanganan.
Tujuan pertolongan :
Memperlambat absorbsi toxic.
Mengeluarkan toxic.
Menetralisir toxic yang beredar.
Memperbaiki volume darah.
Local :
Imobilisasi.
Terjadi pada ekstremitas 90 %.
Mencegah penyebaran toxic.
Menggunakan spalak atau bidai.
Penanganan.
Tourniquet.
Dulu cara ini sangat efektif untuk mencegah
penyebaran toxic, namun akhir - akhir ini dinilai tidak
bermanfaat. Cara memasang tourniquet :
Di atas gigitan 20 cm.
Diobservasi pulsase arteri.
Tourniquet dibuka 30 selama 5.
Tourniquet dilepas jika infuse sudah terpasang, sudah
ada pemberi SABU dan tidak dalam keadaan shock.
Penanganan.
Insisi dan irigasi.

Lakukan insisi pada gigitan yang baru.
Efektif gigitan 30 1 jam setelah digigit.
Dari percobaan dilaporkan :
Insisi 3 - 1 : 90 % infiltrasi dapat dicegah.
Insisi 15 - 30 : 50 % dapat dicegah.
Insisi 1 jam pertama hasilnya hanya 10 %.
Penanganan.
Eksisi luka.
Eksisi luka yang dianjurkan adalah luka
baru (1 - 6 jam pertama), jika lebih dari 6
jam luka hanya dicuci dengan air streril.
Pengobatan sistemik.
Pemberian SABU, merupakan POLVALEN
CROTALIDAE yang diekstradasi dari serum
kuda di mana sebelum pemberian dites
terlebih dahulu.
Grade 0 - 1 : tidak perlu SABU.
Grade 2 : 3 - 4 ampul.
Grade 3 : 5 - 15 ampul (perinfus).
Grade 4 : diberikan sebanyak 20 ampul dalam 7 hari.
Cara pemberian :
Pemberian serum SABU disekitar luka
tidak dianjurkan karena absorbsinya
sangat lambat dan dapat menurunkan
perfusi jaringan sekitar luka sehingga
menyebabkan anoksia.
SABU diberikan secara intravena secara
perlahan lahan, jika pemberian lebih
dari 3 ampul dilarutkan dalam 500 cc
PZ/D5 % selama 1 jam.
Selama pemberian, TD dan EKG
dimonitor.
Premedikasi.
Sebelum diberi serum antibisa, sebaiknya
dilakukan premedikasi dengan adrenalin 0,25
mg (untuk anak dosis dikurangi) secara sc
atau obat golongan antihistaminika dengan
efek sedatife minimal secara parental.
Pemberian adrenalin pada penderita penyakit
jantung atau lanjut usia perlu hati - hati.
Pengobatan suportif.
Tujuan pengobatan ini yaitu untuk blood volume yang hilang akibat lisis
sel sel darah, pemberian analgesic untuk mengurangi nyeri, pemberian
antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi dan pemberian ATS untuk
profilaksis.
Tindakan penanggulangan perlu diperhatikan dengan serius yaitu
komponen terbesar bisa adalah protein yang dapat dinetralisir dengan
segera oleh anti body yang spesifik (daftar serum anti bisa yang spesifik
terdapat dalam penerbitan WHO progress in the characterization of
venoms and standaritation of antivenoms). Hal yang diusahakan adalah
serum harus lebih besar dari jumlah bisa yang masuk dan harus segera
diberikan setelah tergigit ular.
Di Indonesia Perum bio Farama memproduksi serum anti bisa ular
prolivalen yang digunakan terhadap gigitan ular anckystrodon rodostoma
(biasanya bersifat hematotoxic), ular naya (bisa bersifat neurotoxic).
Pemberian anti bisa harus segera dihentikan bila timbul gejala yang tidak
dikehendaki.
Langkah - langkah:
Tidurkan penderita dengan legak anggota yang kena
gigit lebih rendah dari pada jantung.
Setelah dibuat ikatan, diatas luka gigitan kira - kira
jarak 2 cm dari luka gigitan tersebut dibuat goresan
pisau berbentuk silang bila pada anggota bawah paha
dalamnya inci dan bila dilengan 1/8 inci .
membuat luka goresan (sayatan) harus hati-hati
jangan sampai mengenai pembuluh besar.
Langkah - langkah:
Kemudian luka gigitan dibesarkan dangan membuat goresan
yang menyerupai silang. Setelah dibesarkan, luka tersebut
diperas kuat - kuat sehingga darah keluar, cara lain ialah
dengan jalan isap pakai mulut (mulut tidak boleh ada luka)
dan darah yang telah diisap diludahkan, cara ini harus
dilakukan berkali-kali.pengisapan darah pada luka gigitan
dapat pula dilakukan dengan alat suntik yang telah dipotong:
pengisapan dilakukan selama lima belas (15) menit tiap - tiap
satu jam.
Tali ikatan setiap seperempat jam harus dikendurkan dan bila
diatas luka goresan yang dibesarkan timbul pembengkakan,
maka diatas pembengkakan tersebut harus dibuat luka sayatan
dengan jarak 2 cm.
Ikatan pertama harus dipindahkan sebelah atas dari
pembengkakan.
Bekas luka gigitan dan luka goresan pisau harus
dirawat / diobati yakni dengan dicuci pakai obat
pencuci seperti sol.betadine atau jodium tinetur,
larutan pk 0,1%. Pengobatan selanjutnya diserahkan
kepada dokter atau rumah sakit korban harus tenang
atau tidak berteriak - teriak karena tidak tenang akan
mempersulit pertolongan dan menambah cepatnya
penyebaran bisa disebabkan pengaruh cepatnya
peredaran darah.
Berapa tindakan yang mungkin perlu
dilakukan antara lain :
Luka akibat gigitan, potensial muda terkena infeksi bakteri.
Selain diperlukan obat golongan antibiotika, juga perlu
dilakukan tindakan pencegahan terhadap tetanus dengan
memperhatikan tingkat imunisasinya.
Pemberian cairan infus akan sangat diperlukan.
Jika terjadi nekrosis jaringan, perlu dilakukan tindakan
bedah.
Perdarahan, termasuk gangguan koagulasi, koagulasi
intravascular dan afibrinogenemia perlu diatasi tetapi tidak
dapat dilakukan sebelum netralisasi bisa mencakupi. Jangan
diberi heparin karena dapat merusak dinding kapiler.
Berapa tindakan yang mungkin perlu
dilakukan antara lain :
Jika antibisa tidak dapat mengatasi shock,
diperlukan plasma volume eksponder atau
mungkin obat golongan vasopresor.
Pemberian morfin merupakan kontraindikasi.
Diazepam dengan dosis sedang akan
memberi hasil yang memuaskan.
Pada penderita gagal ginjal, perlu dilakukan
hemodialisa atau dialisa peritoneal.
Berapa tindakan yang mungkin perlu
dilakukan antara lain :
Luka akibat gigitan, potensial muda terkena
infeksi bakteri. Selain diperlukan obat
golongan antibiotika, juga perlu dilakukan
tindakan pencegahan terhadap tetanus
dengan memperhatikan tingkat imunisasinya.
Pemberian cairan infus akan sangat
diperlukan.
Jika terjadi nekrosis jaringan, perlu dilakukan
tindakan bedah.
Perdarahan, termasuk gangguan koagulasi,
koagulasi intravascular dan afibrinogenemia perlu
diatasi tetapi tidak dapat dilakukan sebelum
netralisasi bisa mencakupi. Jangan diberi heparin
karena dapat merusak dinding kapiler.
Jika antibisa tidak dapat mengatasi shock,
diperlukan plasma volume eksponder atau mungkin
obat golongan vasopresor.
Pemberian morfin merupakan kontraindikasi.
Diazepam dengan dosis sedang akan memberi hasil
yang memuaskan.
Pada penderita gagal ginjal, perlu dilakukan
hemodialisa atau dialisa peritoneal.
Pencegahan.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk
menghindari gigitan ular berbisa (terutama
ditujukan kepada pekerja - pekerja
diperkebunan (pertanian) yaitu dengan
menggunakan alat-alat pelindung diri seperti
menggunakan sepatu panjang (lars),
sarung tangan dari terpal, tapi pelindung dan
terutama harus mempunyai tromol alat P3K
lengkap dengan isinya
Kekeliruan Tindakan
Dalam mengatasi gigitan ular berbisa, tindakan yang tepat. Kekeliruan
dalam tindakan penanggulangan dapat terjadi, antara lain:
Pemberian serum antibisa yang sebetulnya tidak diperlukan.
Menahan pemberian serum antibisa pada waktu yang sangat diperlukan.
Pemberian serum antibisa yang tidak cukup. Seorang penderita mungkin
hanya memerlukan 1 ampul serum antibisa, sedangkan penderita lain dapat
memerlukan sampain 10 ampul.
Pendinginan daerah gigitan, sehingga penderita mengalami radang dingin
(frostbite) ; selain menderita karena gigitan.
Insisi/eksisi daerah gigitan yang dapat merusak urat saraf dan pembuluh
darah.
Memberikan serum antibisa kepada anak-anak lebih sedikit dibandingkan
dengan orang dewasa. Padahal seharusnya kepada anak - anak diberikan
jumlah yang sama dengan orang dewasa, bahkan mungkin diperlukan lebih
besar mengingat perbandingan bisa per kg berat badan lebih tinggi.
Pendinginan daerah gigitan, sehingga penderita
mengalami radang dingin (frostbite) ; selain
menderita karena gigitan.
Insisi/eksisi daerah gigitan yang dapat merusak
urat saraf dan pembuluh darah.
Memberikan serum antibisa kepada anak-anak
lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa.
Padahal seharusnya kepada anak - anak diberikan
jumlah yang sama dengan orang dewasa, bahkan
mungkin diperlukan lebih besar mengingat
perbandingan bisa per kg berat badan lebih tinggi.
Prognosa.
Grade 2 dan 3 : mortalitas 30 - 50 %.
Grade 4 : mortalitas 90 %.


ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian.
Anamnesa : biodata.
Keluhan utama : spesifik.
Riwayat penyakit (jenis ular, kapan terjadi, di
mana, tindakan yang telah dilakukan).
Riwayat penyakit dahulu : alergi atau penyakit
metabolic.
Riwayat psikososial spiritual (persepsi terhadap
musibah).
Pemeriksaan
B1 (Breathing) adanya obstruksi, spasme sistem
pernapasan.
B2 (Blood) perfusi jaringan perifer, perdarahan
daerah luka atau tempat lain, TD dan Nadi.
B3 (Brain) : tingkat kesadaran.
B4 (Bowel) : mual, muntah, melena, hematomesis.
B5 (Bladder) : hematuri.
B6 (Bone) : ekstremitas yang digigit, bentuk
lukanya, kelainan dari luka tersebut.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d. sifat
neurotoxic.
Resiko infeksi sistemik atau septicemia b. d.
penyebaran toxic.

Anda mungkin juga menyukai