Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Penatalaksanaan Hipoglikemia
Pembimbing:
dr. Nur Hidayat, Sp. PD

Dipresentasikan Oleh :
Esti Mahanani, S. Ked
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

LATAR BELAKANG

Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai


sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Jika kadar gula
turun, maka akan terjadi gangguan sistem saraf pusat, gangguan
kognisi, dan koma (Soemaji, 2007).
Dapat diperkirakan sekitar 2-4% kematian orang dengan
diabetes tipe 1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga
umum terjadi pada diabetes tipe 2, dengan tingkat prevalensi 7080% dalam uji klinis menggunakan insulin untuk mencapai kontrol
metabolik yang baik. Hipoglikemia merupakan salah satu faktor
penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada
pasien diabetes (Perkeni, 2011).

TUJUAN

Untuk mengetahui penatalaksanaan hipoglikemia.

DEFINISI

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah


<60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan
gejala klinis (Rani, 2006).

ETIOLOGI
Hipoglikemia umum terjadi pada pasien DM yang sedang
mengkonsumsi obat anti diabetes atau insulin. Selain itu, hipoglikemia
juga disebabkan oleh beberapa penyakit seperti insulinoma, penyakit kritis
disertai gagal organ, sepsis, defisiensi hormon, penyakit metabolik
turunan, dan operasi prior gastric (Setyohadi, 2012).
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
1. Kelebihan obat/dosis obat terutama insulin atau obat hipoglikemik
oral.
2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun karena gagal
ginjal kronik dan pasca persalinan.
3. Asupan makan tidak adekuat karena jumlah kalori atau waktu makan
tidak tepat.
4. Kegiatan jasmani berlebihan (Rani, 2006).

ETIOLOGI
Etiologi hipoglikemia dibagi berdasarkan penyebab hipoglikemia puasa
dan hipoglikemia reaktif :
1. Hipoglikemia puasa (pasca absorbs)
2. Obat-obatan
Sering : insulin, sulfonilurea, alkohol
Kadang : quinine, pentamidine
Jarang : salisilat, sulfonamid
3. Penyakit kritis
Gagal hati
Gagal ginjal
Gagal jantung
Sepsis
Koma
4. Defisiensi hormon
Kortisol, growth hormone, atau keduanya
Glukagon dan epinefrin (pada diabetes dengan defisiensi insulin)

ETIOLOGI
5.
6.

7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

Tumor non sel-


Hiperinsulin endogen
Insulinoma
Penyakit sel lainnya
Insulin secretague (sulfonilurea dan lainnya)
Autoimun
Sekresi insulin ektopik
Penyakit pada neonatus dan balita
Transient intolerance of fasting
Hiperinsulin congenital
Defisiensi enzim turunan
Hipoglikemia reaktif (postpandrial)
Alimentory (postgastrektomi)
Noninsulioma pancreatogenous
Penyebab lain dari hiperinsulin endogen
Intoleransi fruktosa bawaan, galaktose
Idiopatik (Setyohadi, 2012).

KLASIFIKASI

Hipoglokemia di klasifikasikan sesuai dengan gejala


klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukan gejala dan Triad
Whipple sebagai acuan klasifikasi.
Triad Whipple meliputi :
1. Keluhan yang menunjukan adanya kadar glukosa plasma
yang rendah.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<55 mg%).
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
(Rani, 2006).

KLASIFIKASI
Dengan menambahkan kriteria klinis hipoglikemia dibagi menjadi :
1. Ringan
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata.
2. Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menyebabkan gangguan
sehari-hari yang nyata.
3. Berat
a. Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena gangguan
kognitif, pasien tidak dapat mengatasi sendiri.
b. Membutuhkan pihak ke tiga tetapi tidak memerluka terapi
parenteral.
c. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon IM/glukosa IV).
d. Disertai dengan koma atau kejang (Setyohadi, 2012).

FAKTOR PREDISPOSISI

1. Kadar insulin yang berlebihan


a. Dosis berlebihan
Kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidak sesuaian dengan
kebutuhan dan gaya hidup pasien; deliberate overdose (factitious
hipoglikemia).
b. Peningkatan biovailibilitas insulin
c. Absorbsi yang lebih cepat (aktivitas jasmani), suntik di perut,
perubahan ke human insulin, antibodi insulin, gagal ginjal
(clearence insulin berkurang), honeymoon period.
2. Peningkatan sensitivitas insulin
a. Defisiensi hormon counter regulatory
Penyakit Addison, hipopituitarisme
b. Penurunan berat badan
c. Latihan jasmani

FAKTOR PREDISPOSISI

3. Asupan karbohidrat berkurang


a. Makan tertunda atau porsi berkurang
b. Diet slimming, anorexia nervosa
c. Muntah, gastroparesis
d. Menyusui
4. Lain-lain
a. Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
b. Alkohol
c. Obat
Salisilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea; beta
blocker non-selektif; pentamidin (Soemadji, 2007).

GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda hipoglikemia pada umumnya disebabkan oleh 2
hal, yaitu gejala karena berkurangnya asupan glukosa oleh otak
dan gejala karena pelepasan epinefrin.
Tanda dan gejala umum hipoglikemia :
1. Gejala adrenergic
a. Pucat
b. Keringat dingin
c. Takikardi
d. Gemetaran
e. Lapar
f. Cemas
g. Gelisah
h. Sakit kepala
i. Mengantuk

GEJALA KLINIS

2. Tanda neuroglikopenik
a. Bingung
b. Bicara tidak jelas
c. Perubahan sikap perilaku
d. Lemah
e. Disorientasi
f. Penurunan kesadaran
g. Kejang
h. Mata sembap
i. Penurunan respons terhadap stimulus (Setyohadi, 2012).

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Penggunaan preparat insulin atau hipoglikemik oral : dosis
terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.
b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.
c. Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya.
d. Lama menderita DM, komplikasi DM.
e. Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll.
f. Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik
, dll.

2. Pemeriksaan fisik
Pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien (Rani,
2006)

DIAGNOSIS

3. Gejala dan tanda klinis


Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara,
kesulitan menghitung sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir, atau
tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa
kejang
4. Pemeriksaan penunjang
Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide
(Rani, 2006).

DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemi karena :
1. Obat
Sering
: insulin, sulfonilurea, alkohol
Kadang
: quinine, pentamidine
Jarang
: salisilat, sulfonamid
2. Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel jenis lain,
sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik.
3. Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis,
koma.
4. Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin.
5. Tumor non sel : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma,
leukimia, limfoma, melanoma.
6. Pasca prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol
(Rani, 2006).

PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIK

Penatalaksaan utama pada hipoglikemik adalah :


1. Mengatasi hipoglikemia dan mencari penyebabnya
2. Penilaian keadaan pasien yang meliputi keadaan umum pasien,
tingkat kesadaran, tanda vital (tekanan darah, frekuensi
pernafasan, frekuensi nadi, dan suhu)
3. Pengukuran konsentasi glukosa darah
4. Pemasangan jalur intravena
5. Riwayat penggunaan insulin dan obat antidiabetik oral (waktu
dan jumlah yang diberikan)
6. Penilaian riwayat nutrisi yang diberikan kepada pasien
7. Terapi insulin atau obat antidiabetik lainnya yang menyebabkan
hipoglikemia segera dihentikan.

PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIK

Jika pasien masih sadar dapat diterapi menggunakan


sumber karbohidrat oral, pilihlah jenis terapi yang tepat atau
menggunakan terapi yang paling sederhana yaitu
menggunakan larutan glukosa murni 20-30 gram.
Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan
tidak terlalu gawat, pemberian gel glukosa lewat mukosa
rongga mulut dapat dicoba (Setyohadi, 2012).

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIK

Stadium permulaan (sadar)


Berikan glukosa murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/
permen glukosa murni (bukan pemanis pengganti glukosa atau
glukosa diet/glukosa diabetes) dan makanan mengandung hidrat
arang.
Stop obat hipoglikemik sementara.
Periksa glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam.
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar).
Cari penyebab (Rani, 2006).

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIK
Stadium lanjut (koma hipoglikemia)
Penanganan harus cepat.
Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena
setiap 10-20 menit hingga pasien sadar.
Berikan cairan dekstrosa 10% per infus 6 jam per kolf untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas
normal disertai pemantauan glukosa darah.
Periksa gula darah sewaktu, kalau memungkinkan dengan
glukometer
Bila GDS <50 mg/dL bolus dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDS <100 mg/dL bolus dekstrosa 40% 25 mL IV
Periksa gula darah sewaktu setiap 1 jam setelah pemberian
dekstrosa 40%

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIK

Bila GDS <50 mg/dL bolus dekstrosa 40% 50 mL IV.


Bila GDS <100 mg/dL bolus dekstrosa 40% 25 mL IV.
Bila GDS 100-200 mg/dL tanpa bolus dektrosa 40%.
Bila GDS >200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan
drip dekstrosa 10%.
Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan
GDS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas.
Bila GDS >200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus dengan
dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan antagonis seperti
adrenalin, kortison dosis tinggi (Rani, 2006).

PENATALAKSANAAN

PENATALAKSANAAN

KOMPLIKASI

1. Kerusakan otak
2. Koma
3. Kematian (Setyohadi, 2012).

PROGNOSIS

Dubia (Setyohadi, 2012).

KESIMPULAN

1. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa


darah <60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/dL
dengan gejala klinis.
2. Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat
untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada
pasien diabetes.
3. Hipoglikemia akut harus segera diterapi dengan
pemberian glukosa oral 20-30 gram.
4. Jika pemberian oral tidak dapat dilakukan, pemberian 50
cc dektrosa 40% secara bolus merupakan terapi awal
yang dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA
Perkeni, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB
Perkeni.
Rani A., Soegondo S., Uyainah A., Nafrialdi, Mansjoer A.,
2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Setyohadi B., Arsana P., Suryanto A., Soeroto A., Abdullah M.,
2012. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit
Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Soemadji, D., 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai