Anda di halaman 1dari 30

Tugas indiv: fungsi/peran dari msg2 bagian tersebut dalam

sistem saraf !!!

Definisi
Sindrome Gullian-Barr adalah polineuropati pascainfeksi
yang mengakibatkan demielinasi terutama pada saraf
motorik tetapi kadang-kadang juga saraf sensori (Nelson,
Waldo E., 1996).
Sindrom ini mengenai orang dari semua
umur dan bukan herediter.

Definisi
Menurut Bosch, 1998.
Sindroma Gullian-Barr (SGB) merupakan
suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan
dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf
perifer, radiks, dan nervus kranialis

Epidemiologi
TERJADI HAMPIR SEPANJANG TAHUN, TERUTAMA PADA
MUSIM PANAS DAN MUSIM GUGUR (60%)
TERJADI DI SEMUA USIA, PUNCAK INSIDEN PADA USIA
15-35 THN DAN ANTARA 50-74 THN. JARANG PADA
USIA , 2TH
PRIA = WANITA
KULIT PUTIH> KULIT HITAM
PREVALENSI DIJUMPAI 1 HINGGA 2 KASUS PER 100
RIBU ORANG

Etiologi
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui,
namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran
pernafasan atau pencernaan
Terjadi proses autoimmune dengan respon
inflamasi pada radiks dan saraf tepi
(poliradikulopati dan polineuropati)

Patofisiologi
Gullain Barre Syndrome terjadi kelainan system
imun melalui mekanisme limfosit medialed delayed
hypersensivity atau lewat antibody mediated demyelinisation.
Limfosit berubah responnya trhadap antigen Limfosit
menarik makrofag ke saraf perifer semua saraf perifer dan
myelin diserangselubung myelin terlepas system
penghantaran implus terganggu kelemahan/penurunan
fungsi motorik dan sensorik

organisme (misalnya infeksi virus


ataupun bakteri) telah mengubah
keadaan alamiah sel-sel sistem saraf,
sehingga sistem imun mengenalinya
sebagai sel-sel asing.
Organisme tersebut kemudian
menyebabkan sel-sel imun, seperti
limfosit dan makrofag, untuk
menyerang myelin.

Limfosit T yang tersensitisasi


bersama dengan limfosit B akan
memproduksi antibodi melawan
komponen-komponen selubung
myelin dan menyebabkan destruksi
dari myelin
sistem imun mulai menghancurkan
selubung myelin yang
mengelilingi akson saraf perifer,
atau bahkan akson itu sendiri

Sel-sel inflamasi tsb akan mengeluarkan


sekret kimiawi yang akan mempengaruhi
sel Schwan, yang seharusnya membentuk
materi lemak penghasil myelin

demyelinisasi
transmisi sinyal melambat, terblok, atau
terganggu menyebabkan kelemahan
otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk
berjalan

Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi
menjadi 3 fase:
Fase progresif.
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak
timbulnya gejala awal sampai gejala
menetap, = titik nadir.
Timbul nyeri, kelemahan progresif dan
gangguan sensorik.
Terapi cepat prognosis dan survival
Fokus terapi pengurangan nyeri serta
gejala.

Fase plateau.
Gejala stabil perburukan ataupun perbaikan gejala (-)
Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada
sampai dimulai fase penyembuhan membutuhkan istirahat,
perawatan khusus, serta fisioterapi.
Fokus terapi memperbaiki fungsi yang hilang atau
mempertahankan fungsi yang masih ada monitoring tekanan
darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan,
serta status generalis.
Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan
sendi hilang begitu proses penyembuhan dimulai
Lama fase ini tidak dapat diprediksikan

Fase penyembuhan
Perbaikan dan penyembuhan spontan.

Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang


menghancurkan myelin gejala berangsur-angsur menghilang,
penyembuhan saraf mulai terjadi.
Fokus terapi terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan
mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta
mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya
secara optimal.

Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf


yang beregenerasi.

Lama fase ini juga bervariasi , dan dapat muncul relaps.

Gejala Klinis :
1.Kelumpuhan
2.Gangguan sensibilitas
3.Saraf Kranialis
4.Gangguan fungsi
otonom
5.Kegagalan pernafasan

Kriteria Diagnostik untuk Sindroma GuillainBarre


Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis
Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih
Arefleksia
Temuan klinis yang mendukung diagnosis :
Gejala atau tanda sensorik ringan
Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf
kranial lainnya
Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas
berhenti
Disfungsi otonom
Tidak adanya demam saat onset
Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu
Adanya tanda yang relatif simetris

Temuan laboratorium yang


mendukung diagnosis:
Peningkatan protein dalam CSS
dengan jumlah sel <10 sel/l
Temuan elektrofisiologis mengenai
adanya demyelinasi: melambatnya
atau terbloknya hantaran saraf

Pemeriksaan penunjang
Cairan serebrospinal (CSS) disosiasi
sitoalbuminik = meningkatnya jumlah protein
(100-1000 mg/dL)
Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS)
dan elektromiografi.
EMG
Pemeriksaan darah
Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi
tipe lambat, dengan peningkatan
immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM,
Elektrokardiografi (EKG)
Tes fungsi respirasi
Pemeriksaan patologi anatomi,

Prinsip Penanganan

Pemeliharaan sistem pernapasan


Mencegah kontraktur
Pemeliharaan ROM
Pemeliharaan otot-otot besar yng denervated
Re-edukasi otot
Dilakukan sedini mungkin
Deep breathing Exercise
Mobilisasi ROM
Monitor Kekuatan Otot hingga latihan ktif dapat
dimulai
Change position untuk mencegah terjadinya
decubitus
Edukasi terhadap keluarga

Penatalaksanaan / terapi
Ventilator mekanik
Terapi fisik dada dan spirometri
insentif membantu mencegah
atelektasis
terapi antibiotika
terapi pertukaran plasma
(plasmapheresis) dan injeksi
immunoglobulin dosis tinggi intravena
(IVIG)
kortikosteroid

Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian
Identitas klien: meliputi nama, alamat, umur,
jenis kelamin, status
Keluhan utama: kelumpuhan dan kelemahan
Riwayat keperawatan: sejak kapan, semakin
memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang
dilakukan selama menderita penyakit.

2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen,
apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek
batuk turun, resiko akumulasi secret.

B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah
kemerahan.
B3 (Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi
nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua
keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun),
fluktuasi suhu badan.
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen,
peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi
anal.

B6 (Bone)
Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang,
hemiplegi, paraplegi.

3. Diagnosa keperawatan
I. Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif
b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan
produksi saliva
Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih,
stridor (-), sumbatan tidak terjadi
Tindakan:
Lakukan perawatan EET setiap 2 jam
Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan
fisiotherapi dan suction
Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika
terdengar stridor atau SpO2 < 95 %
Monitor status hidrasi
Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan
Kolaborasi pemberian expectoran

II. Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan


tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS
Tujuan : Setelah dirawat
Kontraktur (-)
Nutrisi terpenuhi
Bab dan bak terbantu
Personal hygiene baik

Tindakan:
Bantu Bab dab Bak
Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance
setia 24 jam
Mandikan klien setiap hari
Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam
Berikan latihan pasif 2 kali sehari
Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik
Monitor status neurologi setiap 8 jam
Kolaborasi:
Alinamin F 3 X 1 ampul
Sonde pediasuer 6 X 50 cc
Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis

III. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d pemakaian alat


perawatan seperti kateter dan infus
Tujuan : setelah dirawat diharapkan
Tanda-tanda infeksi (-)
Leko < 5000
Pada px urine ery (-), sylinder (-),
Suhu tubuh 36,5-37 oC
Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat
perawatan (-)

Tindakan :
Rawat ETT setiap hari
Lakukan prinsip steril pada saat suction
Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari
Ganti kateter setiap 72 jam
Kolaborasi :
Pengggantian ETT dengan Tracheostomi
Penggantian insersi surflo dengan vanocath
Pemeriksaan leuko
Pemeriksaan albumin
Pemberian antibiotika

12/16/2014

Cidera Kep_SUnardi

30

Anda mungkin juga menyukai